Anda di halaman 1dari 6

MAKALAH

KISAH TATA KRAMA SANTUN DAN MALU

DISUSUN OLEH:

NAMA : NAFISA ALMA PUTRI

KELAS : IX-E

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SMP NEGERI 161 JAKARTA

2023/2024
PENGERTIAN TATA KRAMA

Tata krama merupakan norma-norma pergaulan yang berkaitan


dengan kebiasaan dalam bertindak maupun bertutur kata yang berlaku
atau disepakati dalam lingkungan pergaulan antarmanusia setempat.
Norma-norma dalam pergaulan ini menjadi penting untuk dipahami
agar terjalin hubungan yang baik dan harmonis di dalam lingkungan
pergaulan.
Pengertian Santun

Santun adalah berkata lemah lembut serta bertingkah laku halus


dan baik. Kesantunan seseorang akan terlihat dari ucapan dan tingkah
lakunya. Ucapannya lemah-lembut, tingkah lakunya halus serta menjaga
perasaan orang lain. Dari sini, dapat disimpulkan bahwa santun mencakup
dua hal, yakni santun dalam ucapan dan santun dalam perbuatan.

Pengertian Malu

Malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela, dan
hina. Sifat malu itu terkadang merupakan sifat bawaan dan juga bisa
merupakan hasil latihan. Namun demikian, untuk menumbuhkan rasa
malu, perlu usaha, niat, ilmu serta pembiasaan. Rasa malu merupakan
bagian dari iman karena dapat mendorong seseorang untuk melakukan
kebaikan dan mencegahnya dari kemaksiatan.
1. Kisah Tata Krama

Kejujuran Seorang Penggembala Domba

Ibnu Umar melewati seorang budak yang sedang menggembala domba di gurun. Umar berkata untuk
mengujinya, ”Hai, juallah kepada kami domba-domba itu!” Penggembala domba itu berkata, “Saya
bekerja kepada seseorang dan saya diamanahkan untuk menjaga domba-domba ini.” Kemudian, Ibnu
Umar berkata untuk menguji keimanannya, “Beri tahu saja pemiliknya bahwa segerombolan serigala
telah memakannya.”

Penggembala domba yang hatinya dipenuhi oleh perasaan takut kepada Allah
itu berkata, “Apa yang akan saya katakan kepada Allah? Apa yang akan saya
katakan kepada Allah jika saya memberi tahu pemilik domba ini bahwa
segerombolan serigala telah memakannya? Jadi, apa yang akan saya katakan
kepada Allah? Apa yang akan saya katakan ketika anggota tubuh saya kelak
yang berbicara?.” Kemudian, Ibnu Umar menangis, dan mengutus seseorang
untuk membayar dan memerdekakannya dari statusnya sebagai budak.

2. Kisah Santun

Kisah Ali bin Abi Thalib

Suatu ketika menjelang subuh, seorang sahabat dekat Rasulullah SAW bergegas menuju masjid
hendak menjalankan sholat berjamaah. Beliau adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib. Ali berangkat
dengan begitu semangat hingga ada suatu hal yang membuat langkahnya terhambat. Ada
seorang wanita tua berjalan di depan beliau. Karena rasa ta’dzim (penghormatan) Sayyidina Ali
kepada orang tua, beliau tidak berani untuk mendahului langkah wanita tua tersebut. Hal ini
membuat langkah beliau menjadi sangat pelan.

Sayyidina Ali khawatir tidak mendapatkan jama’ah bersama Rasulullah SAW, namun beliau juga
tidak ingin mengurangi rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Sesampainya di depan masjid,
wanita tersebut tidak langsung masuk. Ternyata wanita tua tersebut adalah orang Nasrani.
Tanpa berpikir panjang, Sayyidina Ali langsung masuk masjid dan mendapati Rasulullah SAW
masih dalam keadaan ruku’.

Para jamaah pada saat itu keheranan karena Rasulullah SAW melakukan ruku’ dengan sangat
lama. Setelah selesai sholat, para sahabat menanyakan kepada Rasulullah SAW, “Wahai
Rasulullah, mengapa engkau memanjangkan ruku’ pada sholat ini?” Rasulullah SAW menjawab,
“Ketika aku melakukan ruku’ dan membaca bacaan seperti biasanya (‫)سبحان رب العظيم‬, aku ingin
mengangkat kepalaku. Namun Jibril datang kepadaku dan meletakkan sayap diatas punggungku
sehingga aku tak bisa mengangkat kepalaku. Tatkala Jibril melepaskan sayapnya, aku baru bisa
mengangkat kepalaku.”

Para sahabat terheran dan menanyakan, “Mengapa Jibril melakukan itu wahai Rasul?”
Rasulullah SAW menjawab, “Aku tidak tau, aku tidak menanyakan kepadanya.”

Kemudian Jibril datang dan berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali hendak datang
mengikuti sholat berjama’ah bersamamu. Namun ditengah jalan ia bertemu dengan wanita tua.
Ia menghormatinya kerena ubannya dan tak berani mendahuluinya. Kemudian Allah SWT
memerintahkanku untuk memeganggi punggungmu saat ruku’ agar Ali mendapati jama’ah
bersamamu. Allah SWT juga memerintahkan Mikail untuk memeganggi matahari agar tidak
terbit karena penghormatan Ali RA kepada orang yang tua”

3. Kisah Malu

Kisah Utsman bin Affan

Seorang sahabat Nabi SAW yang satu ini memang dikenal sangat memiliki rasa malu.
Dialah Sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu'anu. Bahkan ada riwayat yang mengatakan
bila Utsman sedang mandi di kamar mandi yang tertutup sekalipun tidak berani
menegakkan punggungnya karena demikian tinggi rasa malunya. Siti Aisyah ra
meriwayatkan bahwa pada suatu hari ayahnya Abu Bakar As Shiddiq radhiyallahu'anhu
minta izin bertemu Rasulullah SAW yang sedang beristirahat dan berbaring serta bajunya
terangkat sehingga salah satu betisnya terlihat.

Selesai berbincang dan menunaikan hajatnya, Abu Bakar pun segera pulang. Kemudian
yang kedua datanglah Umar bin Khattab dan selepas berbincang beberapa waktu lamanya
Umar pun pulang. Tak berapa lama kemudian datanglah Utsman bin Affan dan minta izin
bertemu dengan Rasulullah SAW. Mendengar Utsman yang datang, Rasulullah SAW tiba-
tiba memperbaiki posisinya dan duduk serta merapikan pakaiannya, lalu menutupi
betisnya yang terbuka.

Selepas berbincang beberapa waktu lamanya Utsman pun pulang. Setelah Utsman pulang,
Siti Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah tadi saya melihat bahwa engkau tida bersiap siap
menerima sahabatmu Abu Bakar dan Umar, tetapi kenapa engkau bersiap siap menyambut
kedatangan Utsman? Rasulullah SAW menjawab: “Utsman seorang pemalu. Kalau dia
masuk sedang aku masih berbaring, dia pasti malu untuk masuk dan akan cepat-cepat
pulang sebelum menyelesaikan hajatnya. Hai Aisyah, tidakkah aku patut malu kepada
seorang yang disegani malaikat?” (Hadis Riwayat Ahmad).

Sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri adalah seorang yang sangat pemalu, bahkan lebih
malu dari gadis pingitan. Sifat malu adalah sebagian dari iman. Rasulullah juga bersabda
“Sifat malu tiada menimbulkan kecuali kebaikan.” Rasulullah SAW diutus ke dunia ini
adalah untuk menyempurnakan akhlak. Aisyah radhiyallahuanha yang juga istrinya
berkata,” Akhlak Rasulullah SAW adalah Al Quran”. Rasulullah itu adalah Al Quran yang
berjalan.

Dalam kitab Nur al-Mubin fi Mahabbati Sayyidi al-Mursalin, diriwayatkan bahwa Nabi
Muhammad saw. merasa sakit di penghujung bulan Safar. Sakit yang diderita Nabi adalah
pening hebat yang disertai demam. Sakit tersebut tak kunjung memudar, justru kian berat
dirasakan oleh Nabi. Oleh karenanya, Nabi Muhammad saw. kemudian meminta izin kepada
para istrinya agar dirawat oleh Aisyah ra., istri yang begitu dicintai Rasulullah. Akan tetapi,
meskipun telah dirawat oleh istri yang begitu dicintai, sakit yang dirasakan Rasulullah tetap
bertambah parah. Hal tersebut terjadi hingga seminggu lamanya. Kemudian tibalah hari Senin
12 Rabiul Awal. Dalam riwayat Anas bin Malik, yang dinukil dari NU Online, Rasulullah berada
dalam kamar Aisyah ketika Abu Bakar ra. dan para sahabat lainnya menunaikan ibadah salat
Subuh tak jauh dari tempat Rasulullah beristirahat.

Rasulullah tidak kuasa untuk mengimami salat para sahabat karena sakitnya. Nabi saw. hanya
menyingkap tabir kamar dan memperhatikan para sahabat melakukan salat. Saat Rasulullah
menyingkap tabir kamar tersebut, para sahabat sempat merasa gembira karena mengira
Rasulullah telah membaik. Akan tetapi, kondisi Rasulullah ternyata tidak membaik sebagaimana
yang diharapkan para sahabat. Ketika waktu Duha hampir habis, Rasulullah saw. memanggil
anaknya, Fatimah, dan membisikkan sesuatu kepada putrinya tersebut. Ketika para sahabat
bertanya apa yang dibisikkan Nabi, Fatimah berkata:

"Nabi saw. membisikiku bahwa beliau akan wafat, lalu aku menangi. Kemudian beliau
memisikiku lagi dan mengabarkan aku adalah orang pertama di antara keluarga beliau yang
akan menyusul beliau," (Shahihul Bukhari, II:638). Setelah memanggil Fatimah, Rasulullah
kemudian memanggil cucunya, Hasan dan Husain, kemudian istri-istrinya, dan memberikan
nasihat kepada mereka. Nabi saw. juga menyempatkan memberi nasihat kepada para sahabat
untuk memperhatikan ibadah salat.

Kemudian, pada saat-saat terakhirnya, Rasulullah masih sempat untuk bersiwak barang
sebentar. Kemudian, dalam keadaan terbaring dipangkuan Aisyah, Rasulullah mengangkat
tangan, mengarahkan pandangan ke langit-langit, dan bibirnya begerak-gerak. Aisyah
meriwayatkan bahwa Rasulullah kala itu berkata, "Ya Allah ampunilah aku; Rahmatilah aku; dan
pertemukan aku dengan Kekasih yang Maha Tinggi. Ya Alah, Kekasih Yang Maha Tinggi," (Ad
Darimi, Misykatul Mashabih, II: 547). Diriwayatkan bahwa Rasulullah mengulang tiga kali
kalimat tersebut sebelum tangannya lunglai dan wafat.

Anda mungkin juga menyukai