Anda di halaman 1dari 7

KLIPPING

KISAH SAHABAT NABI YANG BERTATA KRAMA SANTUN DAN MALU

NAMA: KHARISA PUTRI RHAMADANI


KELAS : IX-G
NO. ABSEN: 20
GURU MAPEL: LUKMANUL HAKIM, S. Ag. M.Pd
TATA KRAMA
Tata krama merupakan norma-norma pergaulan yang berkaitan dengan kebiasaan dalam
bertindak maupun bertutur kata yang berlaku atau disepakati dalam lingkungan pergaulan
antarmanusia setempat. Maksud dan tujuan adanya tata krama semuanya dalam rangka
mewujudkan hubungan yang harmonis dan rasa tentram di dalam kehidupan masyarakat.

Rasulullah SAW, Pribadi yang Penuh Tata Krama

Rasulullah SAW itu tidak pernah mengeraskan suara, beliau kalau berkata-kata tidak pernah
sampai jerit-jerit sebagaimana kebanyakan anak-anak kecil. Pembawaan beliau selalu
tenang, apalagi di hadapan orang sakit dan orang yang sedang tidur.

Baginda ketika datang dari suatu perjalanan sewaktu malam hari, kalau sekiranya
menyebabkan si tuan rumah terganggu, beliau rela tidak masuk, menunggu di depan rumah
sampai waktu subuh, pagi tiba. Baginda Nabi SAW juga selalu menghormati dan memuliakan
orang yang lebih tua, serta sangat menganjurkan menyayangi yang lebih muda.Hadis
diriwayatkan oleh Imam Tirmidzy dari Sahabat Anas RA, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda,

‫َلْيَس ِم َّنا َم ْن َلْم َيْر َح ْم َصِغ يَر َنا َو ُيَو ِّقْر َك ِبيِر َنا‬

“Bukan termasuk golongan umatku orang yang tidak menyayangi yang lebih muda dan tidak
mengagungi atau memuliakan yang lebih tua”

Rasulullah SAW begitu sangat hormat kepada yang lebih sepuh, termasuk kepada Ummu
Aiman, orang yang pernah merawat beliau ketika masa kecil setelah sepeninggal ibunda
beliau. Beliau bersabda kepada Ummu Aiman, “Engkau merupakan ibuku setelah Ibu
kandungku”.

Baginda Nabi juga selalu sangat hormat kepada pamannya, seperti Hamzah, Abu Thalib, dan
Abbas. Sebagaimana beliau seperti anak yang memuliakan orang tua nya sendiri.
Beliau sangat bertaaddub, bertatakrama kepada semua manusia, apalagi kepada Tamu dan
Tetangganya. Baginda Nabi selalu melayani keduanya (tamu dan tetangga) dengan tangan
nya sendiri selagi beliau bisa dan mampu.

Beliau sangat memuliakan tamu dan tetangganya. Beliau selalu diwanti-wanti, diingatkan
oleh Malaikat Jibril untu k menghormati tamu, “Hormati tamu-mu! Hormati Tamu-mu!”.

Suatu ketika tatkala Baginda Nabi kedatangan utusan Raja Najasyi, beliau melayaninya
sendiri. Beliau selalu menyambut dengan bermushafahah, bersalaman dengan orang yang
baru datang, kadangkala juga dengan merangkul nya.

Menurut Sahabat Anas bin Malik, tradisi Salaman atau Mushafahah itu adalah kebiasan para
Sahabat Nabi. Bahkan ketika bertemu dan berhadapan dengan seseorang, sebaiknya
bersalaman dengan penuh Tawadlu’, penuh hormat sebagai bentuk menghargaan dan saling
memuliakan diantaranya.

Baginda Nabi selalu menampakkan wajah yang berseri-seri dan tersenyum setiap bertemu
seseorang. Beliau selalu menyenangkan tatkala bertemu siapapun. Tidak pernah beliau
pilah-pilih orang. Semuanya beliau perlakukan sama. Semua beliau muliakan. Sebaliknya,
beliau sangat tidak suka banyak tertawa dan banyak bergurau. Karena tertawa itu dapat
menyebabkan hati yang mati.

Ketika ada seseorang datang, beliau selalu menyambutnya dengan penuh hormat. Beliau
selalu menjawab salam setiap ada orang yang mengucapkannya. Terkadang juga dengan
sambil berdiri sebagai bentuk penghormatan dan penghargaan.

Hal ini pernah terjadi, ketika Sa’d bin ‘Ubadah datang, beliau perintahkan kepada para
sdahabat Ansor untuk menyambutnya dengan gegap gempita dan penuh penghormatan.
Jadi tidak masalah dan bahkan baik, memberikan sebuah penghormatan yang ekstra kepada
tamu yang datang apalagi tamu tersebut dianggap spesial dan terhormat.

Taaddub inilah yang selalu dicontohkan oleh Baginda Nabi Muhammad SAW kepada
siapapun. Beliau selalu memberikan contoh tauladan termasuk kepada para Sahabat Nabi
yang selalu setia mendampingi dan hidup dengan beliau. Inilah akhlak mulia Baginda Nabi,
sudah sepantasnya bahkan wajib sebagai umatnya kita menteladani beliau.
SANTUN
Santun adalah berkata lemah lembut serta bertingkah laku halus dan baik. Kesantunan
seseorang akan terlihat dari ucapan dan tingkah lakunya.

Belajar Rendah Hati dan Sopan Santun dari Ali bin Abi Thalib

Suatu ketika menjelang subuh, seorang sahabat dekat Rasulullah SAW bergegas menuju
masjid hendak menjalankan salat berjamaah. Beliau adalah Sayyidina Ali bin Abi Thalib.

Ali berangkat dengan begitu semangat hingga ada suatu hal yang membuat langkahnya
terhambat. Ada seorang wanita tua berjalan di depan beliau.

Karena rasa ta’dzim (penghormatan) Sayyidina Ali kepada orang tua, beliau tidak berani
untuk mendahului langkah wanita tua tersebut. Hal ini membuat langkah beliau menjadi
sangat pelan.

Sayyidina Ali khawatir tidak mendapatkan jama’ah bersama Rasulullah SAW, namun beliau
juga tidak ingin mengurangi rasa hormat kepada orang yang lebih tua. Sesampainya di depan
masjid, wanita tersebut tidak langsung masuk.

Ternyata wanita tua tersebut adalah orang Nasrani. Tanpa berpikir panjang, Sayyidina Ali
langsung masuk masjid dan mendapati Rasulullah SAW masih dalam keadaan ruku’.

Para jamaah pada saat itu keheranan karena Rasulullah SAW melakukan ruku’ dengan sangat
lama. Setelah selesai sholat, para sahabat menanyakan kepada Rasulullah SAW, “Wahai
Rasulullah, mengapa engkau memanjangkan ruku’ pada sholat ini?”

Rasulullah SAW menjawab, “Ketika aku melakukan ruku’ dan membaca bacaan seperti
biasanya, aku ingin mengangkat kepalaku. Namun Jibril datang kepadaku dan meletakkan
sayap diatas punggungku sehingga aku tak bisa mengangkat kepalaku. Tatkala Jibril
melepaskan sayapnya, aku baru bisa mengangkat kepalaku.”
Para sahabat terheran dan menanyakan, “Mengapa Jibril melakukan itu wahai Rasul?”
Rasulullah SAW menjawab, “Aku tidak tau, aku tidak menanyakan kepadanya.”

Kemudian Jibril datang dan berkata, “Wahai Muhammad, sesungguhnya Ali hendak datang
mengikuti sholat berjama’ah bersamamu. Namun ditengah jalan ia bertemu dengan wanita
tua. Ia menghormatinya kerena ubannya dan tak berani mendahuluinya. Kemudian Allah
SWT memerintahkanku untuk memeganggi punggungmu saat ruku’ agar Ali mendapati
jama’ah bersamamu. Allah SWT juga memerintahkan Mikail untuk memeganggi matahari
agar tidak terbit karena penghormatan Ali RA kepada orang yang tua”

Begitulah kisah teladan yang dicontohkan Sayyidina Ali RA. Beliau memberi penghormatan
kepada orang yang lebih tua, walaupun beda agama. Semangat beliau dalam mengikuti
sholat berjamaah juga menjadi teladan untuk kita semua. Semoga kita dapat meniru akhlak
terpuji para rasul, sahabat, dan salafus-salih.

MALU
Malu adalah menahan diri dari perbuatan jelek, kotor, tercela, dan hina. Rasa malu
merupakan bagian dari iman karena dapat mendorong seseorang untuk melakukan kebaikan
dan mencegahnya dari kemaksiatan.

Kisah Sahabat Nabi yang Memiliki Sifat Santun dan Malu


Seorang sahabat Nabi SAW yang satu ini memang dikenal sangat memiliki rasa malu. Dialah
Sahabat Utsman bin Affan radhiyallahu’anu. Bahkan ada riwayat yang mengatakan bila
Utsman sedang mandi di kamar mandi yang tertutup sekalipun tidak berani menegakkan
punggungnya karena demikian tinggi rasa malunya.

Siti Aisyah ra meriwayatkan bahwa pada suatu hari ayahnya Abu Bakar As Shiddiq
radhiyallahu’anhu minta izin bertemu Rasulullah SAW yang sedang beristirahat dan
berbaring serta bajunya terangkat sehingga salah satu betisnya terlihat.

Selesai berbincang dan menunaikan hajatnya, Abu Bakar pun segera pulang. Kemudian yang
kedua datanglah Umar bin Khattab dan selepas berbincang beberapa waktu lamanya Umar
pun pulang.
Tak berapa lama kemudian datanglah Utsman bin Affan dan minta izin bertemu dengan
Rasulullah SAW.
Mendengar Utsman yang datang, Rasulullah SAW tiba-tiba memperbaiki posisinya dan
duduk serta merapikan pakaiannya, lalu menutupi betisnya yang terbuka.

Selepas berbincang beberapa waktu lamanya Utsman pun pulang. Setelah Utsman pulang,
Siti Aisyah bertanya: “Ya Rasulullah tadi saya melihat bahwa engkau tidak bersiap siap
menerima sahabatmu Abu Bakar dan Umar, tetapi kenapa engkau bersiap siap menyambut
kedatangan Utsman?

Rasulullah SAW menjawab: “Utsman seorang pemalu. Kalau dia masuk sedang aku masih
berbaring, dia pasti malu untuk masuk dan akan cepat-cepat pulang sebelum menyelesaikan
hajatnya. Hai Aisyah, tidakkah aku patut malu kepada seorang yang disegani malaikat?”
(Hadis Riwayat Ahmad).

Sesungguhnya Rasulullah SAW sendiri adalah seorang yang sangat pemalu, bahkan lebih
malu dari gadis pingitan. Sifat malu adalah sebagian dari iman.

Rasulullah juga bersabda “Sifat malu tiada menimbulkan kecuali kebaikan.”

Rasulullah SAW diutus ke dunia ini adalah untuk menyempurnakan akhlak. Aisyah
radhiyallahuanha yang juga istrinya berkata,” Akhlak Rasulullah SAW adalah Al Quran”.
Rasulullah itu adalah Al Quran yang berjalan.

Itulah kisah Sahabat Nabi yang memiliki sifat santun dan malu. Kisah tersebut mengandung
hikmah bagi umat Islam untuk mencontoh akhlak Nabi dan sahabat-sahabatnya.

Wallahu A’lam

Anda mungkin juga menyukai