Anda di halaman 1dari 4

Anas bin Malik RA

Siapapun yang sedang membaca atau mempelajari kitab-kitab Hadist


Nabi SAW, pastilah akan menemukan nama sahabat yang satu ini, karena ia
termasuk sahabat yang banyak meriwayatkan hadits-hadits dari beliau. Tidak
heran, karena sejak awal Nabi SAW menginjakkan kakinya di Madinah, ibunya,
Ummu Sulaim (Rumaisha binti Milhan) menyerahkan anaknya yang masih kecil
tersebut (sebagian riwayat menyebutkan, saat itu usianya belum 10 tahun)
untuk menjadi pelayan Nabi SAW, dan beliau menerimanya dengan gembira.
Dan Anas bin Malik terus menjadi pelayan Nabi SAW hingga beliau berpulang ke
Rahmatullah.
Sebelum kehadiran Islam di Madinah, keluarga Anas bin Malik diliputi
kebahagiaan, kedua orang tuanya, Rumaisha binti Milhan dan Malik bin Nadhar
termasuk pasangan yang ideal walaupun mereka masih saudara sepupu,
hidupnya rukun tanpa diwarnai pertengkaran. Tetapi ketika cahaya Islam mulai
menyinari Madinah, saat itu Nabi SAW belum berhijrah dan Agama Islam
didakwahkan oleh utusan beliau, Mush'ab bin Umair dengan didampingi salah
satu tokoh Madinah, As'ad bin Zurarah, rumah tangga orang tuanya mulai
goncang. Ibunya, yang lebih dikenal dengan nama Ummu Sulaim ternyata
mengikuti dakwah dua orang tersebut dan memeluk Islam tanpa diketahui oleh
ayahnya.
Ketika Malik bin Nadhar mengetahui keislamannya, ia sangat marah, tetapi
keyakinan Ummu Sulaim sudah sangat menguat. Suaminya berkata, "Apakah
engkau sudah murtad?"
"Aku tidak murtad, tetapi justru aku telah beriman…!!" Kata Ummu Sulaim.
Saat itu Ummu Sulaim sedang bersama putra kesayangannya, Anas, yang segera
saja ia merengkuhnya dan berkata, "Wahai Anas, ucapkanlah : Asyhadu an laa
ilaaha illallaah…!!"
Anas mengikuti perintah ibunya mengucap syahadat tersebut dengan lancar.
Ayahnya berkata, "Janganlah engkau merusak keyakinan anakku!!"
"Aku tidak merusaknya," Kata Ummu Sulaim, "Bahkan aku akan mengajar dan
mendidiknya…!"
Kemudian Ummu Sulaim berpaling lagi kepada putranya dan berkata,
"Ucapkanlah : Asyhadu anna muhammadar rasulullah…!!"
Sekali lagi Anas mengikuti perintah ibunya dan mengulang ucapan tersebut
dengan lancar. Ayahnya makin marah melihat sikap ibunya tersebut, dan ia
mengancam akan meninggalkannya. Tetapi keyakinan Ummu Sulaim seakan
tidak bergeming, bahkan ia terus mengajari Anas untuk mengucapkan dua
kalimat syahadat tersebut berulang-ulang. Kemarahan Malik bin Nadhar makin
memuncak dan akhirnya meninggalkan rumah, meninggalkan istri dan anak-
anaknya. Sebagian riwayat menyebutkan ia pergi ke Syam dan meninggal di
sana, dan riwayat lain menyatakan ia bertemu dengan musuh lamanya dan
terbunuh dalam suatu perkelahian.
Tentu ada kesedihan pada diri Ummu Sulaim dan anak-anaknya, terutama pada
diri Anas yang masih kecil, kehilangan ayah yang menjadi pilar keluarganya, dan
juga kebahagiaan keluarganya yang dahulu dinikmatinya. Apalagi kemudian
mereka mendapat kabar kalau ayahnya telah meninggal. Tetapi tidak ada
kenikmatan yang lebih baik dan lebih utama daripada kenikmatan merasakan
manisnya keimanan, mungkin itu yang dirasakan Ummu Sulaim, dan itu
membuatnya tetap tegar menjalani kehidupan.
Ketika Nabi SAW telah hijrah dan tinggal di Madinah, Ummu Sulaim menemui
beliau dan menawarkan anak kesayangannya, Anas bin Malik menjadi pelayan
beliau, dan beliau menerimanya dengan senang hati. Beliau juga mendoakannya
atas permintaan ibunya, "Ya Allah, perbanyaklah hartanya dan juga anak-
anaknya, serta berkahilah ia di dalamnya…!!"
Doa Nabi SAW ini dikabulkan Allah, Anas berumur panjang dan hartanya
melimpah ruah, tetapi ia tetap hidup dalam kezuhudan sesuai dengan contoh
dari Rasulullah SAW. Beberapa orang anak dan cucunya telah meninggal
sementara ia tetap dalam keadaan sehat dan selalu dalam kesalehannya.
Anas bin Malik memang bukan satu-satunya pelayan Nabi SAW, ada beberapa
sahabat lainnya yang membaktikan hidupnya untuk melayani Rasulullah SAW
seperti Bilal bin Rabah, Rabi'ah bin Ka'b, dan lain-lainnya. Tetapi ia memiliki
kebiasaan unik, ia selalu bergegas menampung dan mengambil air bekas mandi
Rasulullah SAW, lalu air tersebut digunakannya sendiri untuk mandi. Ia juga
selalu mengumpulkan rambut-rambut Rasulullah yang terjatuh/ rontok,
sebagaimana beberapa sahabat lainnya melakukannya, termasuk Khalid bin
Walid, kemudian berpesan kepada orang-orang di sekitarnya agar rambut-
rambut beliau tersebut disertakan/dimasukkan ke dalam kafannya kalau ia telah
meninggal dan akan dikuburkan, termasuk surban Rasulullah SAW.
Anas bin Malik juga terjun dalam berbagai medan jihad bersama Rasulullah
SAW, tentunya tanpa meninggalkan tugas utamanya sebagai pelayan beliau,
apalagi saat hidupnya Nabi SAW usianya memang masih sangat muda. Setelah
wafatnya Nabi SAW, barulah ia bisa terjun dengan maksimal di medan jihad, di
samping ia memang sudah cukup dewasa. Di masa Umar bin Khatthab, ketika ia
mengikuti pasukan yang mengepung benteng Tustar, ia seolah-olah berada di
ujung tanduk, sudah berada di pintu kematiannya. Tetapi karena Rasulullah SAW
telah mendoakannya untuk berusia panjang, maka ada saja jalan yang
menyelamatkannya.
Pasukan Persia yang mempertahankan kota Tustar menggunakan besi panas
berkait untuk menyerang pasukan muslim yang mengepungnya. Tentara muslim
yang terkena kaitan akan diangkat ke atas benteng dan dibunuh. Saat itu Anas
bin Malik terkena kaitan besi panas tersebut dan mulai ditarik ke atas. Melihat
keadaan tersebut, saudara Anas, Barra' bin Malik, yang memang bertubuh kecil
tetapi mempunyai semangat dan kekuatan jihad yang luar biasa, meminta
beberapa orang untuk melemparkannya ke arah kaitan besi panas yang
membawa saudaranya tersebut. Gambarannya mungkin seperti aksi
cheerleader yang melemparkan salah satu temannya pada struktur teratas.
Barra' berhasil merengkuh kaitan besi, walau tangannya melepuh tidak
diperdulikannya lagi. Ia berhasil melepaskan Anas dari kaitan tersebut dan
menjatuhkan diri di kumpulan pasukan muslim, dan mereka berdua selamat.
Selama sepuluh tahun menjadi pelayan Nabi SAW, yakni sepanjang hidup beliau
di Madinah, seolah-olah ia menjadi putra Nabi SAW sendiri, dilimpahi kasih
sayang dan pendidikan akhlak yang berbasis wahyu dan kenabian. Tidak heran
kalau ia menjadi salah seorang sahabat yang ilmunya melimpah. Kita yang sering
membaca dan mempelajari hadits-hadits Nabi SAW tentulah tidak asing dengan
nama sahabat Anas bin Malik ini.
Sahabat Abu Hurairah pernah berkata, "Aku tidak melihat seseorang yang
shalatnya lebih mirip dengan shalatnya Rasulullah SAW kecuali shalatnya putra
Ummu Sulaim (yakni, Anas bin Malik)…"
Ketika Anas bin Malik meninggal, yakni pada masa kekhalifahan Walid bin Abdul
Malik dari Bani Umayyah sekitar tahun 90-an hijriah, para ulama pada masa itu
berkata, "Telah hilang dari kita separuh dari ilmu…!!"
Anas bin Malik pernah didatangi seorang lelaki yang memberitahukan kalau
daerahnya dilanda kekeringan dan tanahnya sangat gersang. Ia mendatangi
daerah tersebut, kemudian berwudhu dan shalat dua rakaat di suatu tanah
lapang yang tandus, kemudian memanjatkan doa. Atas ijin Allah, beberapa saat
kemudian awan datang berarak dan turun hujan di tempat itu. Padahal saat itu
adalah musim panas.

Hal yang paling berkesan baginya tentang Nabi SAW, diungkapkan


dalam perkataannya, "Selama sepuluh tahun saya berkhidmad kepada
Rasulullah SAW, saya tidak pernah melihat beliau memukul seorang pelayan
ataupun seorang wanita. Beliau juga tidak pernah menegur (atau
mempertanyakan) : Apa yang engkau lakukan? Mengapa engkau lakukan?
Mengapa engkau tidak lakukan ini? Mengapa engkau tidak tinggalkan itu?"

Augt’ 2010

Anda mungkin juga menyukai