Anda di halaman 1dari 17

Fathimah Binti Asad: Wanita Mulia

Penolong Rasulullah SAW


REPUBLIKA.CO.ID, ''Dia adalah wanita yang sangat saleh. Bahkan, Nabi SAW sering mengunjungi dan
beristirahat siang di rumahnya,'' begitulah Ibnu Sa'id melukiskan keagungan Fathimah binti Asad bin
Hisyam bin Abdi Manaf. 

Ia adalah istri Abu Thalib bin Abdul Muthalib – paman Nabi Muhammad SAW. Fathimah juga ibu
kandung Khalifah ar-Rasyidin keempat, Ali bin Abi Thalib.  Fathimah adalah sosok wanita mulia yang
telah mendukung dan membantu perjuangan Rasulullah dalam menyebarkan Islam, setelah wafatnya
Abu Thalib dan Khadijah RA

Muhammad Ibrahim Salim dalam bukunya berjudul Perempuan-perempuan Mulia di Sekitar Rasulullah
SAW, mengungkapkan, Fathimah  merupakan seorang wanita  dengan ide-ide cemerlang, penuh
kelembutan, pandai serta kehormatan dan kedudukannya yang melebihi wanita lain.

Ketika tahun 10 kenabian, Rasulullah SAW mengalami amul huzn yang berarti tahun kesedihan -- setelah
meninggalnya Abu Thalib dan Khadijah RA – Fathimah tampil menjadi sosok pengganti keduanya. Ia
begitu mendukung dan membantu setiap perjuangan Rasulullah SAW dalam menyebarkan agama Islam.

Fathimah membela Rasulullah SAW dari tekanan kaum Kafir Quraisy, hingga akhirnya berhasil hijrah ke
Madinah.  Ia pun turut berhijrah ke kota suci kedua bagi umat Muslim itu bersama kaum Muslimin
lainnya. Bagi Fathimah binti Asad, Madinah merupakan kota yang penuh dengan kebahagiaan serta
kemuliaan, seperti halnya Makkah.

Dedikasi dan pengorbanan Fathimah dalam membela agama Allah SWT sungguh sangat ternilai. Ia
sungguh wanita yang agung. Rasulullah SAW begitu menghormati sosok Fathimah, bibi, sekaligus
besannya. Dalam sebuah hadis yang dikeluarkan Ibnu Abi Ashim dari dari Abdullah bin Muhammad bin
Umar bin Ali bin Abu Thalib dikisahkan bawah ketika Fathimah wafat, Rasulullah SAW mengkafaninya
dengan bajunya.

Lalu Rasulullah SAW bersabda, ''Sepeninggal Abu Thalib, saya belum pernah menemukan orang yang
lebih baik padaku selain Fathimah bin Asad.''  Bahkan, Rasulullah SAW juga sampai turun ke liang lahat
untuk kemudian membaringkan jasad wanita yang suci itu. Sehingga, terpancarlah cahaya Illahi dalam
kuburannya dengan semerbak harum roh sucinya dan curahan rahmat Sang Pencipta.

Seorang sahabat bertanya kepada Rasulullah SAW, ''Wahai Rasulullah, kami belum pernah melihat
engkau berbuat kepada seseorang seperti yang engkau lakukan kepada wanita ini (Fathimah binti
Asad).'' Lalu Rasulullah menjawab, ''Sesungguhnya, tidak ada orang yang lebih baik padaku setelah
wafatnya Abu Thalib, selain dia.''

Begitu banyaknya kebaikan Fathimah, baik kepada Rasulullah maupun kepada puterinya,  sehingga  Nabi
Muhammad SAW tak pernah melupakan sosok perempuan yang agung itu. Selama hidupnya, Fathimah
memang dikenal sebagai sosok penolong agama Allah. Ia juga merupakan pendamping setia perjuangan
Rasulullah SAW. Ia dikenal sebagai wanita yang mempunyai pengetahuan berlimpah tentang agama.
Kehidupannya, dipenuhi dengan aktivitas dakwah Islamiyah. Ia juga termasuk salah seorang Muslimah
yang juga turut meriwayatkan hadis. Ia telah meriwayatkan sebanyak 46 hadis. Dalam kitab shahihain,
menurut Ibrahim Saliim, Fathimah binti Asad meriwayatkan satu hadis Muttafaq 'alaih.

Mengenai waktu wafatnya Fathimah, para ulama berbeda pendapat. Menurut Ibnu Hajar, Fathimah
binti Asad wafat sebelum hijrah Nabi SAW. Namun, berdasarkan pendapat yang diyakini kebenarannya,
Muslimah agung itu tutup usia setelah turut hijrah menyusul Rasulullah SAW. Ia wafat dan dimakamkan
di kota nabi, Madinah.

Hal itu dibenarkan oleh asy-Sya'bi yang mengatakan bahwa Fathimah masuk Islam di Makkah, lalu turut
menyusul Rasulullah SAW ke Madinah dan meninggal dunia di kota itu. Fathimah binti Asad adalah
wanita yang layak dicontoh para Muslimah sepanjang masa. Ia merupakan sosok perempuan yang
istiqamah, tak mengenal lelah, membantu memperjuangkan agama Allah SWT.

Allah SWT memberi keutamaan kepada seseorang yang dikendaki-Nya. Sebab, hanya Dialah pemilik
keutamaan yang paling agung.

Sa`ad bin Abi Waqqash, Lelaki Penghuni Surga


REPUBLIKA.CO.ID, `Aku adalah orang ketiga yang memeluk Islam, dan orang pertama yang melepaskan
anak panah di jalan Allah,`

Demikianlah Sa`ad bin Abi Waqqash mengenalkan dirinya. Ia adalah orang ketiga yang memeluk Islam,
dan orang pertama yang melepaskan anak panah dari busurnya di jalan Allah.

Sa’ad bin Abi Waqqash bin Wuhaib bin Abdi Manaf hidup di tengah-tengah Bani Zahrah yang merupakan
paman Rasulullah SAW. Wuhaib adalah kakek Sa’ad dan paman Aminah binti Wahab, ibunda Rasulullah.

Sa’ad dikenal orang karena ia adalah paman Rasulullah SAW.  Dan beliau sangat bangga dengan
keberanian dan kekuatan, serta ketulusan iman Sa'ad. Nabi bersabda, “Ini adalah pamanku, perlihatkan
kepadaku paman kalian!”

Keislamannya termasuk cepat, karena ia mengenal baik pribadi Rasulullah SAW. Mengenal kejujuran dan
sifat amanah beliau. Ia sudah sering bertemu Rasulullah sebelum beliau diutus menjadi nabi. Rasulullah
juga mengenal Sa’ad dengan baik. Hobinya berperang dan orangnya pemberani. Sa’ad sangat jago
memanah, dan selalu berlatih sendiri.

Kisah keislamannya sangatlah cepat, dan ia pun menjadi orang ketiga dalam deretan orang-orang yang
pertama masuk Islam, Assabiqunal Awwalun.

Sa’ad adalah seorang pemuda yang sangat patuh dan taat kepada ibunya. Sedemikian dalam sayangnya
Sa’ad pada ibunya, sehingga seolah-olah cintanya hanya untuk sang ibu yang telah memeliharanya sejak
kecil hingga dewasa, dengan penuh kelembutan dan berbagai pengorbanan.

Ibu Sa’ad bernama Hamnah binti Sufyan bin Abu Umayyah adalah seorang wanita hartawan keturunan
bangsawan Quraisy, yang memiliki wajah cantik dan anggun. Disamping itu, Hamnah juga seorang
wanita yang terkenal cerdik dan memiliki pandangan yang jauh. Hamnah sangat setia kepada agama
nenek moyangnya; penyembah berhala.

Pada suatu hari, Abu Bakar Ash-Shiddiq mendatangi Sa'ad di tempat kerjanya dengan membawa berita
dari langit tentang diutusnya Muhammad SAW, sebagai Rasul Allah. Ketika Sa’ad menanyakan, siapakah
orang-orang yang telah beriman kepada Muhammad SAW. Abu Bakar mengatakan dirinya sendiri, Ali
bin Abi Thalib, dan Zaid bin Haritsah.

Seruan ini mengetuk kalbu Sa’ad untuk menemui Rasulullah SAW, untuk mengucapkan dua kalimat
syahadat. Ia pun memeluk agama Allah pada saat usianya baru menginjak 17 tahun. Sa’ad termasuk
dalam deretan lelaki pertama yang memeluk Islam selain Ali bin Abi Thalib, Abu Bakar As Siddiq dan Zaid
bin Haritsah.

Setelah memeluk Islam, keadaannya tidak jauh berbeda dengan kisah keislaman para sahabat lainnya.
Ibunya sangat marah dengan keislaman Sa'ad. “Wahai Sa’ad, apakah engkau rela meninggalkan
agamamu dan agama bapakmu, untuk mengikuti agama baru itu? Demi Allah, aku tidak akan makan dan
minum sebelum engkau meninggalkan agama barumu itu,” ancam sang ibu.

Sa’ad menjawab, “Demi Allah, aku tidak akan meninggalkan agamaku!”

Sang ibu tetap nekat, karena ia mengetahui persis bahwa Sa’ad sangat menyayanginya. Hamnah
mengira hati Sa'ad akan luluh jika melihatnya dalam keadaan lemah dan sakit. Ia tetap mengancam akan
terus melakukan mogok makan.

Namun, Sa’ad lebih mencintai Allah dan Rasul-Nya. “Wahai Ibunda, demi Allah, seandainya engkau
memiliki 70 nyawa dan keluar satu per satu, aku tidak akan pernah mau meninggalkan agamaku
selamanya!” tegas Sa'ad.

Akhirnya, sang ibu yakin bahwa anaknya tidak mungkin kembali seperti sedia kala. Dia hanya dirundung
kesedihan dan kebencian.

Allah SWT mengekalkan peristiwa yang dialami Sa’ad dalam ayat Al-Qur’an, “Dan jika keduanya
memaksamu untuk mempersekutukan dengan Aku sesuatu yang tidak ada pengetahuanmu tentang itu,
maka janganlah kamu mengikuti keduanya, dan pergaulilah keduanya di dunia dengan baik.” (QS.
Luqman: 15).

Pada suatu hari, ketika Rasulullah SAW, sedang duduk bersama para sahabat, tiba-tiba beliau menatap
ke langit seolah mendengar bisikan malaikat. Kemudian Rasulullah kembali menatap mereka dengan
bersabda, "Sekarang akan ada di hadapan kalian seorang laki-laki penduduk surga."

Mendengar ucapan Rasulullah SAW, para sahabat menengok ke kanan dan ke kiri pada setiap arah,
untuk melihat siapakah gerangan lelaki berbahagia yang menjadi penduduk surga. Tidak lama berselang
datanglah laki-laki yang ditunggu-tunggu itu, dialah Sa’ad bin Abi Waqqash.

Disamping terkenal sebagai anak yang berbakti kepada orang tua, Sa’ad bin Abi Waqqash juga terkenal
karena keberaniannya dalam peperangan membela agama Allah. Ada dua hal penting yang dikenal
orang tentang kepahlawanannya. Pertama, Sa’ad adalah orang yang pertama melepaskan anak panah
dalam membela agama Allah dan juga orang yang mula-mula terkena anak panah. Ia hampir selalu
menyertai Nabi Saw dalam setiap pertempuran.
Kedua, Sa’ad adalah satu-satunya orang yang dijamin oleh Rasulullah SAW dengan jaminan kedua orang
tua beliau. Dalam Perang Uhud, Rasulullah SAW bersabda, "Panahlah, wahai Sa’ad! Ayah dan ibuku
menjadi jaminan bagimu."

Sa’ad bin Abi Waqqash juga dikenal sebagai seorang sahabat yang doanya senantiasa dikabulkan Allah.
Qais meriwayatkan bahwa Rasulullah saw pernah bersabda, “Ya Allah, kabulkanlah Sa’ad jika dia
berdoa.”

Sejarah mencatat, hari-hari terakhir Sa’ad bin Abi Waqqash adalah ketika ia memasuki usia 80 tahun.
Dalam keadaan sakit, Sa’ad berpesan kepada para sahabatnya agar ia dikafani dengan jubah yang
digunakannya dalam Perang Badar—perang kemenangan pertama untuk kaum Muslimin.

Pahlawan perkasa ini menghembuskan nafas yang terakhir pada tahun 55 H dengan meninggalkan
kenangan indah dan nama yang harum. Ia dimakamkan di pemakaman Baqi’, makamnya para syuhada.

Kisah Ketulusan Hati Abu Ayyub Sang


Sahabat Rasulullah
Sahabat yang Rasulullah ini bernama : KHALID BIN ZAID BIN KULAIB dari Bani Najjar.
Gelarnya Abu Ayyub, dan golongan Anshar. Siapakah di antara kaum muslimin yang belum
mengenal Abu Ayyub Al Anshary? Nama dan derajatnya dimuliakan Allah di kalangan
makhluk, baik di Timur maupun di Barat. Karena Allah telah memilih rumahnya di antara
sekalian rumah kaum muslimin, untuk tempat tinggal Nabi-Nya yang mulia, ketika beliau baru
tiba di Madinah sebagai Muhajir. Hal ini cukup membanggakan bagi Abu Ayyub.

Bertempatnya Rasulullah di rumah Abu Ayyub merupakan kisah manis untuk diulang-ulang dan
enak untuk dikenang-kenang. Setibanya Rasulullah di Madinah, beliau disambut dengan hati
terbuka oleh seluruh penduduk, beliau dialu-alukan dengan kemuliaan yang belum pernah
diterima seorang tamu atau utusan manapun. Seluruh mata tertuju kepada beliau memancarkan
kerinduan seorang kekasih kepada kekasihnya yang baru tiba. Mereka membuka hati lebar-lebar
untuk menerima kasih sayang Rasulullah.

Mereka buka pula pintu rumah masing-masing, supaya kekasih mulia yang drindukan itu sudi
bertempat tinggal di rumah mereka. Sebelum sampai di kota Madinah, beliau berhenti lebih
dahulu di Quba selama beberapa hari. Di kampung itu beliau membangun masjid yang pertama-
tama didirikan atas dasar taqwa.

Sesudah itu beliau meneruskan perjalanan ke kota Yatsrib mengendarai unta. Para pemimpin
Yatsrib berdiri sepanjang jalan yang akan dilalui beliau untuk kedatangannya. Masing-masing
berebut meminta Rasulullah tinggal di rumahnya. Karena itu Sayyid demi Sayyid menghadang
dan memegang tali untuk beliau untuk membawanya ke rumah rnereka.
“Ya, Rasulullah! Sudilah Anda tinggal di rumah saya selama Anda menghendaki. Akomodasi.
dan keamanan Anda terjamin sepenuhnya.” kata mereka berharap. Jawab Rasulullah,
“Biàrkanlah unta itu berjalan ke mana dia mau, karena dia sudah mendapat perintah.” Unta
Rasulullah terus berjalan. diikuti semua mata, dan diharap-harapkan seluruh hati. Bila untuk
melewati sebuah rumah, terdengar keluhan putus asa pemiliknya, karena apa yang diangan-
angankannya ternyata hampa. Unta terus berjalan melenggang seenaknya. Orang banyak
mengiringi di belakang. Mereka ingin tahu siapa yang beruntung rumahnya ditempati tamu dan
kekasih yang mulia ini. Sampai di sebuah lapangan, yaitu di muka halaman rumah Abu Ayyub
Al Anshary unta itu berlutut.

Rasulullah tidak segera turun dan punggung unta. Unta itu disu ruhnya berdiri dan berjalan
kembali. Tetapi setelah berkeliling-keliling, untuk berlutut kembali di tempat semula. Abu
Ayyub mengucapkan takbir karena sangat gembira. Dia segera mendekati Rasulullah dan
melapangkan jalan bagi beliau. Diangkatnya barang-barang beliau dengan kedua tangannya,
bagaikan mengangkat seluruh perbendaharaan dunia.

Lalu dibawanya ke rumahnya Rumah Abu Ayyub bertingkat tingkat atas dikosongkan dan
dibersihkannya untuk tempat tiniggal Rasulullah. Tetapi Rasuluulah lebih suka tinggal di bawab.
Abu Ayyub menurut saja di mana beliau senang. Setelah malam tiba, Rasulullah masuk ke kamar
tidur. Abu Ayyub dan isteninya naik ke tingkat atas. Ketika suami isteri itu menutupkan pintu,
Abu Ayyub berkata kepada isterinya, “Celaka….! Mengapa kita sebodoh ini. Pantas kah
Rasulullab bertempat di bawah, sedangkan kita berada lebih tinggi dari beliau” Pantaskah kita
berjalan di atas beliau? Pantaskah kita menghalangi antara Nabi dan Wahyu? Niscaya kita
celaka!” Kedua suami isteri itu bingung, tidak tahu apa yang harus diperbuat Tidak berapa lama
berdiam diri, akhirnya mereka memilih kamar yang tidak setentang dengan kamar Rasulullah
Mereka berjalan benjingkit.jjngkit untuk menghindarkan suara telapak kaki mereka.

Setelah hari Subuh, Abu Ayyub berkata kepada Rasulullah kami tidak rnau terpejam sepicing
pun malam ini. Baik aku maupun ibu Ayyub” “Mengapa begitu?” tanya Rasulullah “Aku ingat,
kami berada di atas sedangkan Rasulullah Yang kami muliakan berada di bawah. Apabila
bergerak sedikit saja, abu berjatuhan mengenai Rasulullah. Di samping itu kami mengalingi
Rasulullah dengan wahyu,” kata Abu Ayyub menjelaskan.

“Tenang sajalah, hai Abu Ayyub. Saya lebih suka bertempat tinggal di bawah, karena akan
banyak tamu yang datang berkunjung.”

Kata Abu Ayyub.  Akhirnya saya mengikuti kemauan Rasulullah. Pada suatu malam yang
dingin, bejana kami pecah di tingkat atas, sehingga airnya tumpah. Kain lap hanya ada sehelai,
karena itu air yang kami keringkan dengan baju, kami sangat kuatir kalau air mengalir ke ternpat
Rasulullah. Saya dan Ibu Ayyub bekerja keras mengering kan air sampai habis. Setelah hari
Subuh saya pergi menemui Rasulullah. Saya berkata kepada beliau, “Sungguh mati, saya segan
bertempat tinggal di atas, sedangkan Rasulullah tinggal di bawah”. Kemudian Abu Ayyub
menceritakan kepada beliau perihal bejana yang pecah itu. Karena itu Rasulullah
memperkenankan kami pindah ke bawah dan beliau pindah ke atas. Rasulullah tinggal di rumah
Abu Ayyub kurang lebih tujuh bulan.
Setelah masjid Rasulullah selesai dibangun, beliau pindah ke kamar-kamar yang dibuatkan untuk
beliau dan para isteri beliau sekitar masjid. Sejak pindah dari rumah Abu , Rasulullah menjadi
tetangga dekat bagi Abu Ayyub. Rasulullah sangat menghargai Abu Ayyub suami isteri sebagai
tetangga yang baik. Abu Ayyub mencintai Rasulullah sepenuh hati. Sebaliknya beliau
mencintainya pula, sehingga mereka saling membantu setiap kesusahan masing-masing.

Rasulullah memandang rumah Abu Ayyub seperti rumah sendiri. Ibnu Abbas pernah bercerita
sebagai berikut: Pada suatu hari di tengah hari yang amat panas, Abu Bakar pergi ke masjid, lalu
bertemu dengan Umar ra.

“Hai, Abu Bakar! Mengapa Anda keluar di saat panas begini?”, tanya Umar.

Jawab Abu Bakar, “Saya lapar!”

Kata Umar, “Demi Allah! Saya juga lapar.”

Ketika mereka sedang berbincang begitu, tiba-tiba Rasulullah rnuncul.

Tanya Rasulullah, “Hendak kemana kalian di saat panas begini?”

Jawab mereka, Demi Allah! Kami rnencari makanan karena lapar.”

Kata Rasulullah, Demi Allah yang jiwaku di tangan Nya! Saya juga lapar. Nah! Marilah ikut
saya.”

Mereka bertiga berjalan bersama-sama ke rumah Abu Ayyub Al Anshary. Biasanya Abu Ayyub
selalu menyediakan makanan setiap hari untuk Rasulullah. Bila beliau terlambat atau tidak
datang, makanan itu dihabiskan oleh keluarga Abu Ayyub. Setelah mereka tiba di pintu, Ibu
Ayyub keluar menyongsong mereka.

Selamat datang, ya Nabiyallah dan kawan-kawan!” kata Ibu Ayyub.

“Kemana Abu Ayyub?” tanya Rasulullah.

Ketika itu Abu Ayyub sedang bekerja di kebun kurrna dekat rumah. Mendengar suara
Rasulullah, dia bergegas rnenemui beliau.

“Selamat datang, ya Nabiyallah dan kawan-kawan!” kata Abu Ayyub. Abu Ayyub langsung
menyambung bicaranya, “Ya, Nabiyallah! Tidak biasanya Anda datang pada waktu seperti
sekarang.

Jawab Rasulullah “Betul. hai Abu Ayyub!

Abu Ayyub pergi ke kebun, lalu dipotongnya setandan kurma. Dalam setandan itu terdapat
kurma yang sudah kering, yang basah, dan yang setengah masak.
Kata Rasulullah, “Saya tidak menghendaki engkau memotong kurma setandan begini. Alangkah
baiknya jika engkau petik saja yang sudah kering.”

Jawab Abu Ayyub, “Ya, Rasulullah! Saya senang jika Anda suka mencicipi buah kering, yang
basah, dan yang setengah masak. Sementara itu saya sembelih kambing untuk Anda bertiga.”

Kata Rasulullah, “Jika engkau menyembelih, jangan disembelih kambing yang sedang
menyusui.”

Abu Ayyub menangkap seekor kambing, lalu disembelihnya. Dia berkata kepada Ibu Ayyub,
“Buat adonan roti. Engkau lebih pintar membuat roti.” Abu Ayyub membagi dua sembelihannya.
Separuh digulainya dan separuh lagi dipanggangnya Setelah masak, maka dihidangkannya ke
hadapan Rasulullah dan sahabat beliau. Rasulullah mengambil sepotong gulai kambing,
kemudian diletakkannya di atas sebuah roti yang belum dipotong.

Kata beliau, “Hai Abu Ayyub! Tolong antarkan ini kepada Fatimah. Sudah beberapa hari ini dia
tidak mendapat makanan seperti ini.”
Selesai makan, Rasulullah berkata, “Roti, daging, kurma kering, kurma basah, dan kurma
setengah masak.”  Air mata beliau mengalir ke pipinya. Kemudian beliau bersabda Demi Allah
yang jiwaku di tangan-Nya! SesungguhnYy beginilah nikmat yang kalian minta nanti di hari
kiamat. Maka apabila kalian memperoleh yang seperti ini bacalah “Basmalah” lebih dahulu
sebelum kalian makan. Bila sudah kenyang, baca tahmid: “Segala puji bagi Allah yang telah
mengenyangkan kami dan memberi kami nikmat.

” Kemudian Rasulullah saw. bangkit hendak pulang. Beliau berkata kepada Abu Ayyub,
Datanglah besok ke rumah kami!” Sudah menjadi kebiasaan bagi Rasulullah, apabila Seseorang
berbuat baik kepadanya, beliau segera membalas dengan yang lebih baik.  Tetapi Abu Ayyub
tidak mendengar perkataan Rasulullah kepadanya.

Lalu dikata oleh Umar, “Rasulullah menyuruh Anda datang besok ke rumahnya.”

Kata Abu Ayyub, “Ya, saya patuhi setiap perintah Rasulullah.”

Keesokan harinya Abu Ayyub datang ke rumah Ra sulullah. Beliau memberi Abu Ayyub
seorang gadis kecil untuk pembantu rumah tangga. Kata Rasulullah, Perlakukanlah anak ini
dengan baik, hai Abu Ayyub! Selama dia di tangan kami, saya lihat anak ini baik.” Abu Ayyub
pulang ke rumahnya membawa seorang gadis kecil. “Untuk siapa ini, Pak Ayyub?” tanya Ibu
Ayyub. “Untuk kita. Anak kita diberikan Rasulullah kepada kita,”jawab Abu Ayyub. “Hargailah
pemberian Rasulullah. Perlakukan anak ini lebih daripada sekedar suatu pemberian ” kata Ibu
Ayyub.

“Memang! Rasulullah berpesan supaya kita bersikap baik terhadap anak ini,” kata Abu Ayyub.

“Bagaimana selayaknya sikap kita terhadap anak ini, supaya pesan beliau terlaksana?” tanya Ibu
Ayyub.
“Derni Allah! Saya tidak rnelihat sikap yang lebih baik, melainkan memerdekakannya,” jawab
Abu Ayyub.

“Kakanda benar-benar mendapat hidayah Allah. Jika kakanda setuju begitu, baiklah kita
merdekakan dia,” kata Ibu Ayyub menyetujui. Lalu gadis kecil itu mereka merdekakan. ltulah
sebagian bentuk nyata celah-celah kehidupan Abu Ayyub setelah dia masuk Islam. Kalau
dipaparkan celah-celah kehidupannya dalam peperangan, kita akan tercengang dibuatnya.
Sepanjang hayatnya Abu Ayyub hidup dalam peperangan. Sehingga dikatakan orang, “Abu
Ayyub tidak pernah absen dalam setiap peperangan yang dihadapi kaum muslimin sejak masa
Rasulullah sampai dia wafat di masa pemerintahan Mu awiyah. Kecuali bila dia sedang bertugas
dengan suatu tugas penting yang lain. Peperangan terakhir yang ikutinya, ialah ketika Muawiyah
mengerahkan tentara muslimin merebut kota Konstantinopel. Abu Ayyub seorang prajurit yang
patuh dan setia. Ketika itu dia telah berusia lebih delapan puluh tahun. Suatu usia yang boleh
dikatakan usia akhir tua.

Tetapi usia tidak menghalanginya untuk bergabung dengan tentara muslimin di bawah bendera
Yazid bin Muawiyah. Dia tidak menolak rnengharungi laut, membelah ombak untuk berperang fi
sabilillah. Tetapi belum berapa lama dia berada di medan tempur menghadapi musuh, Abu
Ayyub jatuh sakit. Abu Ayyub terpaksa istirahat di perkemahan, tidak dapat melanjutkan
peperangan karena fisiknya sudah lemah. Ketika Yazid mengunjungi Abu Ayyub yang sakit,
panglima ini bertanya, “Adakah sesuatu yang Anda kehendaki, hai Abu Ayyub?”

Jawab Abu Ayyub, Tolong sampaikan salam saya kepada seluruh tentara muslimin. Katakan
kepada mereka, Abu Ayyub berpesan supaya kalian semuanya terus maju sampai ke jantung
daerah musuh. Bawalah saya beserta kalian. Kalau saya mati, kuburkan saya dekat pilar kota
Konstantinopel!”

Tidak lama sesudah ia berkata demikian, Abu Ayyub menghembuskan nafasnya yang terakhir.
Dia wafat menemui Tuhannya di tengah-tengah kancah pertempuran. Tentara muslimin
memperkenankan keinginan sahabat Rasulullah yang mulia ini. Mereka berperang dengan gigih,
menghalau musuh dari satu medan ke medan tempur yang lain. Sehingga akhirnya mereka
berhasil mencapai pilar-pilar kota Konstantinopel, sambil membawa jenazah Abu Ayyub. Dekat
sebuah pilar kota Konstantinopel niereka menggali kuburuan, lalu mereka makamkan jenazah
Abu Ayyub di sana, sesuai dengan pesan Abu Ayyub. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya
kepada Abu Ayyub. Dia tidak ingin mati kecuali dalam barisan termpur yang sedang berperang
fi sabiillah. Sedangkan usianya telah mencapai delapan puluh tahun. Radhiyallahu anhu. Amin!!
(dkh) www.suaramedia.com
Kisah Abu Hurairah ra, yaitu Bapa Kucing
Kecil
Sahabat nabi saw adalah insan yang paling mulia selepas nabi kerana pengorbanannya dalam
membantu berjuang bersama nabi saw, jasa mereka tidak mampu dibayar melainkan jannah
Allah swt firman Allah swt dalam quran

Pada Surah At-Taubah ayat: 100


Terjemahannya :
Dan orang-orang yang terdahulu – yang mula-mula (berhijrah dan memberi bantuan) dari orang-
orang “Muhajirin” dan “Ansar”, dan orang-orang yang menurut (jejak langkah) mereka dengan
kebaikan (iman dan taat), Allah reda akan mereka dan mereka pula reda akan Dia, serta Ia
menyediakan untuk mereka Syurga-syurga yang mengalir di bawahnya beberapa sungai, mereka
kekal di dalamnya selama-lamanya; itulah kemenangan yang besar.

Tafsir Ibnu Katsier :


Allah Swt memberitahu tentang redha-Nya kepada orang-orang yang terdahulu dan yang
pertama-tama masuk islam dari golongan Muhajirin dan Ansar, serta orang-orang yang
mengikuti jejak mereka dengan sebaik- baiknya. Bagi mereka itu semuanya Allah menyediakan
kehidupan di surga dengan segala ni?mat dan kebahagiaannya.

Beserta dengan ini marilah bersama mengenal mereka dengan mengunkap kisah sahabat ra pada
minngu ini mengenai kisah Abu Hurairah ra, yaitu Bapa Kucing Kecil

Tokoh kita ini biasanya berpuasa sunah tiga hari setiap awal bulan Qamariah (bulan Arab dalam
peninggalan Hijri), mengisi malam harinya dengan membaca Al-Quran dan solat tahajud. Akrab
dengan kemiskinan, beliau sering mengikatkan batu ke perutnya, bagi menahan lapar. Dalam
sejarah beliau dikenal sahabat yang paling banyak meriwayatkan hadith. Dialah Bapa Kucing
Kecil (Abu Hurairah), begitu orang mengenalnya. Kenapa beliau dikenal sebagai “Bapak
Kucing”? Di waktu jahiliyah namanya dulu Abdu Syamsi ibn Shakhr Ad-Dausi, dan tatkala
beliau memeluk Islam, beliau diberi nama oleh Rasul saw dengan Abdurrahman. beliau sangat
penyayang kepada binatang dan mempunyai seekor kucing, yang selalu diberinya makan,
digendongnya, dibersihkannya dan diberinya tempat. Kucing itu selalu menyertainya seolah-olah
bayang bayangnya. Inilah sebabnya beliau digelar sebagai “Bapa Kucing”.

Penghafal Hadits Terbesar Sepanjang Masa

Shahabat mulia Abu Hurairah adalah seorang perawi agung yang paling banyak meriwayatkan
hadith. dia mempunyai bakat yang luar biasa dalam kemampuan dan kekuatan ingatan. Abu
Hurairah r.a. mempunyai kelebihan dalam seni menghafal apa yang didengarinya, ingatannya
mempunyai keistimewaan dalam segi menghafal dan menyimpan. Didengarya, lalu terpatri
dalam mindanya, hampir tidak pemah beliau melupakan satu kata atau satu huruf pun dari apa
yang telah didengarnya, sekalipun usia bertambah dan masa saling berganti. Oleh karena itulah,
beliau telah mewakafkan hidupnya untuk lebih banyak mendampingi Rasulullah saw sehingga
termasuk antara sahabat yang terbanyak menerima dan menghafal Hadith, serta
meriwayatkannya.

Sewaktu datang zaman pemalsuan hadith yang dengan sengaja masyarakat mereka hadith-hadith
palsu, seolah-olah ianya berasal dari Rasulullah saw mereka memperalat nama Abu Hurairah dan
menyalahgunakan keterangannya dalam meriwayatkan Hadith dari Nabi saw , hingga sering kali
mereka mengeluarkan sebuah “hadith”, dengan menggunakan kata-kata: — “Berkata Abu
Hurairah… ”

Dengan perbuatan ini hampir-hampir mereka menyebabkan keterangan Abu Hurairah dan
kedudukannya selaku penyampai Hadith dari Nabi saw menjadikan ianya satu keraguan dan
tanda tanya, kalaulah tidak ada usaha dengan susah payah dan ketekunan yang luar biasa, serta
banyak waktu yang telah di habiskan oleh tokoh-tokoh utama para ulama Hadith yang telah
membaktikan hidup mereka untuk berkhidmat kepada Hadith Nabi dan menyingkirkan setiap
tambahan yang dimasukkan ke dalamnya.

Di sana Abu Hurairah berhasil meloloskan diri dari jaringan kepalsuan dan penambahan yang
sengaja hendak diselundupkan oleh kaum perosak ke dalam Islam, dengan mengkambing
hitamkan Abu Hurairah dan membebankan dosa dan kejahatan mereka kepadanya.

Setiap anda mendengar muballigh atau penceramah atau khatib Jum’at mengatakan kalimat yang
mengesankan dari Abu Hurairah r.a berkata beliau, telah bersabda Rasulullah saw..” Saya
katakan ketika anda mendengar nama ini dalam rangkaian kata tersebut, dan ketika anda banyak
menjumpainya, nah banyak sekali dalam kitab-kitab Hadith, sirah, fiqah serta kitab-kitab Agama
pada umumnya, maka ketahuilah bahwa anda sedang menemui suatu pribadi, antara sekalian
banyak pribadi yang paling gemar bergaul dengan Rasulullah dan mendengarkan sabdanya.
Karana itulah perbendaharaannya yang menakjubkan dalam hal Hadith dan pengarangan penuh
hikmat yang dihafalkannya dari Nabi saw jarang sekali diperoleh dan bandingkannya.

Beliau adalah salah seorang yang menerima pantulan revolusi Islam, dengan segala perubahan
yang mengkagumkan yang telah diciptakan. Dari seorang hamba upahan menjadi perawi hadith
agung.

Dari seorang yang teronta-ronta di tengah-tengah lautan manusia, menjadi imam dan ikutan! Dan
dari seorang yang sujud di hadapan batu-batu yang disusun, menjadi orang yang beriman kepada
Allah yang Maha Esa lagi Maha Perkasa. Inilah Abu Hurairah ra sekarang bercerita dan berkata:
“Aku dibesarkan dalam keadaan yatim, dan pergi hijrah dalam keadaan miskin. Aku menerima
upah sebagai pembantu pada Busrah binti Ghazwan demi untuk mengisi perutku! Akulah yang
melayani keluarga itu bila mereka sedang menetap dan menuntun binatang tunggangannya bila
sedang bepergian. Sekarang inilah aku, Allah telah menikahkanku dengan putri Busrah, maka
segala puji bagi Allah yang telah menjadikan Agama ini tiang penegak, dan menjadikan Abu
Hurairah ikutan ummat.!”

Islamnya Abu Hurairah


Jika dibandingkan Nabi saw, umurnya lebih muda sekitar 30 tahun. Dia lahir di Daus, sebuah
desa miskin di padang pasir Yaman. Hidup di tengah kabilah Azad, beliau sudah yatim semenjak
kecil, yang membantu ibunya menjadi penggembala kambing.

Abu Hurairah ra datang kepada Nabi saw di tahun yang ke tujuh Hijrah sewaktu beliau berada di
Khaibar, beliau memeluk Islam karana dorongan kecintaan dan kerinduannya terhadap Islam.
Dan semenjak beliau bertemu dengan Nabi Saw; dan berbai’at kepadanya, hampir-hampir beliau
tidak pernah berpisah daripada nabi kecuali pada ketika waktu tidur . Begitulah berjalan selama
masa empat tahun yang dilaluinya bersama Rasulullah saw yakni sejak beliau memeluk agama
islam hingga wafatnya Nabi, pergi jauh disisi Yang Maha Tinggi. Kita katakan: “Waktu yang
empat tahun itu tak ubahnya bagai suatu usia manusia yang panjang lebar, penuh dengan segala
yang baik, dari perkataan, sampai kepada perbuatan dan pendengaran!’

Dengan fitrahnya yang kuat, Abu Hurairah mendapat kesempatan yang besar yang
memungkinkannya untuk memainkan peranan yang penting dalam berbakti kepada Agama.

Ketika itu pahlawan perang dikalangan sahabat amat banyak walhal ahli feqah, juru da’wah dan
para guru amat sedikit. Tetapi lingkungan dalam masyarakat ketika itu amat memerlukan tulisan
dari penulis. Di masa itu golongan manusia pada umumnya bukan hanya terbatas pada bangsa
Arab saja bahkan termasuk juga benua eropah tidak mampu menulis. Dan tulisan itu belum Lagi
merupakan bukti kemajuan terhadap masyarakat dikala itu.

Walaupun Abu Hurairah bukanlah seorang penulis, beliau hanya seorang ahli hafal yang mahir,
di samping memiliki kesempatan atau mampu mengadakan kesempatan yang diperlukan itu,
karena ia tak punya tanah yang akan digarap, dan tidak punya perniagaan yang akan diurus.

Beliau menyadari bahwa dirinya termasuk orang yang terakhir masuk Islam, maka ia bertekad
untuk mengejar ketinggalannya, dengan cara mengikuti Rasul terus menerus dan secara tetap
menyertai majlisnya. Kemudian disadarinya pula adanya bakat pemberian Allah ini pada dirinya,
berupa daya ingatannya yang luas dan kuat, serta semakin bertambah kuat, tajam dan luas lagi
dengan do’a Rasul “”, agar pemilik bakat ini diberi Allah berkat.

Beliau telah menyiapkan dirinya dan menggunakan bakat dan kemampuan yang kurnia Ilahi
untuk memikul tanggung jawab dan memelihara peninggalan yang sangat penting ini dan
mewariskannya kepada generasi kemudian.

Abu Hurairah bukan tegolong dalam barisan penulis, tetapi sebagaimana telah kita utarakan,
beliau adalah seorang yang beketerampilan dalam bidang hafalan dengan mempunyai daya
ingatan yang kuat. Karana beliau juga tidak punyai tanah yang akan diushakan atau perniagaan
yang akan disibukkan, ini telah memberikan peluang untuknya berdamping dengan nabi saw,
baik dalam perjalanan mahupun dikala menetap.

Begitulah beliau mempermahir dirinya dengan ketajaman daya ingatnya untuk menghafal
Hadith-hadith Rasulullah saw. Sewaktu Rasul telah pulang ke Rafikul’Ala (wafat), Abu Hurairah
terus-menerus menyampaikan hadith, yang menyebabkan sebahgian sahabatnya merasa hairan
sambil tertanya-tanya di dalam hati, dari mana datangnya hadith-hadith ini.
Abu Hurairah telah memberikan penjelasan untuk menghilangkan rasa kecurigaan dan keraguan
kepada sahabat lain, beliau berkata: “Tuan-tuan telah mengatakan bahwa Abu Hurairah banyak
sekali mengeluarkan hadith dari Nabi saw. Dan tuan-tuan katakan pula orang-orang Muhajirin
yang lebih dahulu daripadanya masuk Islam, tidak ada menceritakan hadith itu? Ketahuilah,
bahwa sekalian sahabatku orang-orang Muhajirin itu, mereka sibuk dengan perdagangan mereka
di pasar-pasar, sedang sahabat-sahabatku dari orang Anshar sibuk degan tanah pertanian mereka.
Sedang aku adalah seorang miskin, yang paling banyak menyertai majlis Rasulullah, maka aku
hadir sewaktu yang lain tidak. Dan aku tahu seandainya mereka lupa adalah karena kesibukan
mereka.

Dan Nabi saw pernah berbicara kepada kami di suatu hari, berkata beliau: “Siapa yang
membentangkan serbannya hingga selesai ucapanku, kemudian dia mengambil serban ke dirinya,
maka ia tidak akan terlupa dedikitpun dari apa yang telah didengarnya dari padaku!”

Maka kuhamparkan kainku, lalu beliau berbicara kepadaku, kemudian kuraih kain itu ke diriku,
dan demi Allah, tak ada suatu pun yang terlupa bagiku dari apa yang telah kudengari
daripadanya! Demi Allah kalau tidaklah karana adanya ayat di dalam Kitabullah nescaya tidak
akan kukabarkan kepada kalian sedikitpun melainkan! Ayat itu ialah:

“Sesungguhnya orang-orang yang menyembunyikan apa-apa yang telah kami turunkan berupa
keterangan-keterangan dan petunjuk, sesudah Kami nyatakan kepada manusia di dalam Kitab
mereka itulah yang dikutuk oleh Allah dan dikutuk oleh para pengutuk (Malaikat-malaikat) !”

Demikianlah Abu Hurairah menjelaskan rahasia kenapa hanya ia seorang diri yang banyak
mengeluarkan riwayat dari Rasulullah saw. Yang pertama: karena ia melowongkan waktu untuk
menyertai Nabi lebih banyak dari para shahabat lainnya.
Kedua, karena ia memiliki daya ingatan yang kuat, yang telah diberi berkat oleh Rasul, hingga ia
jadi semakin kuat. Ketiga, ia menceritakannya bukan karena ia gemar bercerita, tetapi karena
keyakinan bahwa menyebarluaskan hadits-hadits ini, merupakan tanggung jawabnya terhadap
Agama dan hidupnya. Kalau tidak dilakukannya berarti ia menyembunyikan kebaikan dan haq,
dan termasuk orang yang lalai yang sudah tentu akan menerima hukuman kelalaiannya!

Oleh sebab itulah ia harus saja memberitakan, tidak suatupun yang boleh menghalanginya dan
tidak jua seorangpun boleh melarangnya, hingga pada suatu hari Amirul Mu’minin Umar berkata
kepadanya: “Hendaklah kamu hentikan menyampaikan berita dari Rasulullah! kalau tidak, akan
kukembalikan kau ke tanah Daus. !” (yaitu tanah kaum dan keluarganya).

Tetapi larangan ini tidaklah mengundang suatu tuduhan bagi Abu Hurairah, hanyalah sebagai
pengukuhan dari suatu pandangan saja oleh Umar, yaitu agar orang-orang Islam dalam jangka
waktu tersebut, tidak membaca dan menghafalkan yang lain, kecuali Al-Quran hingga ia melekat
dan mantap dalam hati sanubari dan fikiran.

Kerana Al-Quran adalah kitab suci Islam, Undang-undang Dasar dan risalah lengkap dan terlalu
banyak mnceritakan tentang Rasulullah saw yang teristimewa. Tambahan lagi sewaktu wafatnya
baginda Nabi saw, saat baru tercetusnya usaha menghimpunkan Al-Quran, maka ditakuti jika
dihafal hadith pada ketika itu ianya akan mengundang campur aduk terhadap hadith dan quran!
Oleh karena ini, Umar berpesan: “Sibukkanlah dirimu dengan Al-Quran karena dia adalah kalam
Allah.” Dan katanya lagi: “Kurangilah olehmu meriwayatkan perihal Rasulullah kecuali yang
mengenai amal perbuatannya!”

Dan sewaktu beliau mngutus Abu Musa al-Asy’ari ke Irak beliau berpesan kepadanya:
“Sesungguhnya anda akan mendatangi suatu kaum yang dalam mesjid mereka terdengar bacaan
Al-Quran seperti suara lebah. maka biarkanlah seperti itu dan jangan anda bimbangkan mereka
dengan hadith-hadith, dan aku menjadi pendukung anda dalam hal ini!”

Al-Qur’an sudah dihimpun dengan jalan yang sangat cermat, hingga terjamin keasliannya tanpa
dirembesi oleh hal-hal lainnya. Adapun hadits, maka Umar tidak dapat menjamin bebasnya dari
pemalsuan atau perubahan atau diambilnya sebagai alat untuk mengada-ada terhadap Rasulullah
SAW dan merugikan Agama Islam.

Abu Hurairah menghargai pandangan Umar, tetapi beliau juga percaya terhadap dirinya dan
teguh memenuhi amanat, hingga beliau tak mahu menyembunyikan suatu pun dari Hadits dan
ilmu selama diyakininya bahwa menyembunyikannya adalah dosa dan kejahatan.

Demikianlah, setiap ada kesempatan untuk menumpahkan isi dadanya berupa Hadith yang
pernah didengar dan ditangkapnya tetap jua disampaikan dan dikatakannya.

Hanya terdapat pula suatu hal yang merisaukan, yang menimbulkan kesulitan bagi Abu Hurairah
ini, karena sering kali beliau berucap berkenaan Haditsnya maka akan adanya tukang hadits yang
lain yang akan menyebarkan Hadits-hadits dari Rasul saw dengan menambah-nambah dan
melebih-lebihkan hingga para sahabat merasa sulit terhadap sebahgian besar dari Hadith-
hadithnya. Orang yang sering berbuat demikian adalah Ka’ab al-Ahbaar, seorang Yahudi yang
masuk Islam.

Pada suatu hari Marwan bin Hakam bermaksud menguji kemampuan menghafal dari Abu
Hurairah. Maka dipanggilnya beliau dan dibawanya duduk bersamanya, lalu dimintanya untuk
mengkabarkan hadith-hadith dari Rasulullah saw. Sementara itu disuruhnya penulisnya
menuliskan apa yang diceritakan Abu Hurairah dari balik dinding. Sesudah berlalu satu tahun,
dipanggilnya Abu Hurairah kembali dan dimintanya membacakan sekali lagi Hadith-hadith
tersebut yang telah ditulis sekretarinya. Ternyata tak ada yang terlupa oleh Abu Hurairah walau
sepatah kata pun!

beliau berkata tentang dirinya, — “Tak ada seorang pun dari sahabat-sahabat Rasul yang lebih
banyak menghafal Hadith dari padaku, kecuali Abdullah bin ‘Amr bin ‘Ash, karena beliau
pandai menuliskan sedangkan aku tidak.” Dan Imam Syafi’i mengemukakan pula pendapatnya
tentang Abu Hurairah: — “beliau seorang yang paling banyak menghafal di antara seluruh
perawi Hadith yang sesamanya.” Sementara Imam Bukhari menyatakan pula: –“Ada delapan
ratus orang atau lebih dari shahabat tabi’in dan ahli ilmu yang meriwayatkan Hadits dari Abu
Hurairah.”
Demikianlah Abu Hurairah ra tidak ubah bagai suatu perpustakaan besar yang telah ditaqdirkan
kebijaksanaannya dan keabadiannya bagi menyampaikan risalah dari baginda nabi rasulullah
saw.

Kisah Sahabat Nabi: Abdurrahman bin Auf, "Manusia Bertangan Emas"

Abdurrahman bin Auf termasuk kelompok delapan orang yang mula-mula masuk Islam. Ia juga
tergolong sepuluh sahabat yang diberi kabar gembira oleh Rasulullah masuk surga dan termasuk
enam orang sahabat yang bermusyawarah dalam pemilihan khalifah setelah Umar bin Al-
Khathab. Di samping itu, ia adalah seorang mufti yang dipercayai Rasulullah berfatwa di
Madinah selama beliau masih hidup.

Pada masa Jahiliyah, ia dikenal dengan nama Abd Amr. Setelah masuk Islam, Rasulullah
memanggilnya Abdurrahman bin Auf. Ia memeluk Islam sebelum Rasulullah menjadikan rumah
Al-Arqam sebagai pusat dakwah. Ia mendapatkan hidayah dari Allah dua hari setelah Abu Bakar
Ash-Shiddiq memeluk Islam.

Seperti kaum Muslimin yang pertama-tama masuk Islam lainnya, Abdurrahman bin Auf tidak
luput dari penyiksaan dan tekanan dari kaum kafir Quraisy. Namun ia tetap sabar dan tabah.
Abdurrahman turut hijrah ke Habasyah bersama kawan-kawan seiman untuk menyelamatkan diri
dan agama dari tekanan Quraiys.

Tatkala Rasulullah SAW dan para sahabat diizinkan Allah hijrah ke Madinah, Abdurrahman
menjadi pelopor kaum Muslimin. Di kota yang dulu bernama Yatsrib ini, Rasulullah
mempersaudarakan orang-orang Muhajirin dan Anshar. Abdurrahman bin Auf dipersaudarakan
dengan Sa'ad bin Rabi Al-Anshari.

Sa'ad termasuk orang kaya diantara penduduk Madinah, ia berniat membantu saudaranya dengan
sepenuh hati, namun Abdurrahman menolak. Ia hanya berkata, "Tunjukkanlah padaku di mana
letak pasar di kota ini!"

Sa'ad kemudian menunjukkan padanya di mana letak pasar. Maka mulailah Abdurrahman
berniaga di sana. Belum lama menjalankan bisnisnya, ia berhasil mengumpulkan uang yang
cukup untuk mahar nikah. Ia pun mendatangi Rasulullah seraya berkata, "Saya ingin menikah, ya
Rasulullah," katanya.
 

"Apa mahar yang akan kau berikan pada istrimu?" tanya Rasul SAW.

"Emas seberat biji kurma," jawabnya.

Rasulullah bersabda, "Laksanakanlah walimah (kenduri), walau hanya dengan menyembelih


seekor kambing. Semoga Allah memberkati pernikahanmu dan hartamu."

Sejak itulah kehidupan Abdurrahman menjadi makmur. Seandainya ia mendapatkan sebongkah


batu, maka di bawahnya terdapat emas dan perak. Begitu besar berkah yang diberikan Allah
kepadanya sampai ia dijuluki 'Sahabat Bertangan Emas'.

Pada saat Perang Badar meletus, Abdurrahman bin Auf turut berjihad fi sabilillah. Dalam perang
itu ia berhasil menewaskan musuh-musuh Allah, di antaranya Umar bin Utsman bin Ka'ab At-
Taimy. Begitu juga dalam Perang Uhud, dia tetap bertahan di samping Rasulullah ketika tentara
Muslimin banyak yang meninggalkan medan perang.

Abdurrahman bin Auf adalah sahabat yang dikenal paling kaya dan dermawan. Ia tak segan-
segan mengeluarkan hartanya untuk jihad di jalan Allah. Pada waktu Perang Tabuk, Rasulullah
memerintahkan kaum Muslimin untuk mengorbankan harta benda mereka. Dengan patuh
Abdurrahman bin Auf memenuhi seruan Nabi SAW. Ia memelopori dengan menyerahkan dua
ratus uqiyah

emas.

Mengetahui hal tersebut, Umar bin Al-Khathab berbisik kepada Rasulullah, "Sepertinya
Abdurrahman berdosa karena tidak meninggalkan uang belanja sedikit pun untuk keluarganya."

Rasulullah bertanya kepada Abdurrahman, "Apakah kau meninggalkan uang belanja untuk
istrimu?"
 

"Ya," jawabnya. "Mereka kutinggalkan lebih banyak dan lebih baik daripada yang
kusumbangkan."

"Berapa?" tanya Rasulullah.

"Sebanyak rezeki, kebaikan, dan pahala yang dijanjikan Allah."

Pasukan Muslimin berangkat ke Tabuk. Dalam kesempatan inilah Allah memuliakan


Abdurrahman dengan kemuliaan yang belum pernah diperoleh siapa pun. Ketika waktu shalat
tiba, Rasulullah terlambat datang. Maka Abdurrahman bin Auf yang menjadi imam shalat
berjamaah. Setelah hampir selesai rakaat pertama, Rasulullah tiba, lalu shalat di belakangnya dan
mengikuti sebagai makmum. Sungguh tak ada yang lebih mulia dan utama daripada menjadi
imam bagi pemimpin umat dan pemimpin para nabi, yaitu Muhammad SAW.

Setelah Rasulullah wafat, Abdurrahman bin Auf bertugas menjaga kesejahteraan dan
keselamatan Ummahatul Mukminin (para istri Rasulullah). Dia bertanggung jawab memenuhi
segala kebutuhan mereka dan mengadakan pengawalan bagi ibu-ibu mulia itu bila mereka
bepergian.

Suatu ketika Abdurrahman bin Auf membeli sebidang tanah dan membagi-bagikannya kepada
Bani Zuhrah, dan kepada Ummahatul Mukminin. Ketika jatah Aisyah ra disampaikan
kepadanya, ia bertanya, "Siapa yang menghadiahkan tanah itu buatku?"

"Abdurrahman bin Auf," jawab si petugas.

Aisyah berkata, "Rasulullah pernah bersabda, 'Tidak ada orang yang kasihan kepada kalian
sepeninggalku kecuali orang-orang yang sabar."

 
Begitulah, doa Rasulullah bagi Abdurrahman bin Auf terkabulkan. Allah senantiasa
melimpahkan berkah-Nya, sehingga ia menjadi orang terkaya di antara para sahabat. Bisnisnya
terus berkembang dan maju. Semakin banyak keuntungan yang ia peroleh semakin besar pula
kedermawanannya. Hartanya dinafkahkan di jalan Allah, baik secara sembunyi-sembunyi
maupun terang-terangan. Walau termasuk konglomerat terbesar pada masanya, namun itu tidak
memengaruhi jiwanya yang dipenuhi iman dan takwa.

Berbahagialah Abdurrahman bin Auf dengan limpahan karunia dan kebahagiaan yang diberikan
Allah kepadanya. Ketika meninggal dunia, jenazahnya diiringi oleh para sahabat mulia seperti
Sa'ad bin Abi Waqqash dan yang lain. Dalam kata sambutannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib
berkata, "Engkau telah mendapatkan kasih sayang Allah, dan engkau berhasil menundukkan
kepalsuan dunia. Semoga Allah selalu merahmatimu." Amin.

Anda mungkin juga menyukai