Anda di halaman 1dari 3

Ali bin Abu Thalib RA

Khalifah Keempat, Singa Allah Yang Dimuliakan Wajahnya Oleh Allah


Ketika Khalifah Uthman bin Affan ra wafat, warga Madinah dan tiga pasukan dari Mesir, Basrah dan
Kufah bersepakat memilih Ali bin Abu Thalib sebagai khalifah baru. Menurut riwayat, Ali sempat
menolak pelantikan itu. Namun semua mendesak beliau untuk memimpin umat. Pembaiatan Ali pun
berlangsung di Masjid Nabawi.
Nama beliau sebenarnya ialah Ali bin Abi Talib bin Abdul Mutalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Beliau
dilahirkan pada tahun 602 M atau 10 tahun sebelum kelahiran Islam. Usianya 32 tahun lebih muda
dari Rasulullah SAW. Saidina Ali merupakan sepupu dan merupakan menantu Baginda SAW melalui
pernikahannya Fatimah. Beliau adalah orang pertama yang memeluk Islam dari kalangan kanakkanak. Beliau telah dididik di rumah Rasulullah dan ini menyebabkan beliau mempunyai jiwa yang
bersih dan tidak dikotori dengan naluri Jahiliyah.
Saidina Ali adalah salah seorang sahabat paling dekat dengan Rasul. Sewaktu kecil, Nabi
Muhammad SAW diasuh oleh Abu Thalib, datuknya yang juga ayah kepada Saidina Ali. Setelah
berumah tangga dan melihat Abu Thalib hidup kekurangan, Nabi Muhammad SAW memelihara Ali di
rumahnya. Ali dan Zaid bin Haritsah anak angkat Nabi Muhammad SAW, adalah orang pertama
yang memeluk Islam setelah Khadijah. Mereka selalu shalat berjamaah.
Kecerdasan dan keberanian Ali sangat menonjol dalam lingkungan Quraisy. Saat masih kanakkanak, beliau telah menentang tokoh-tokoh Quraisy yang mencemuh Nabi Muhammad SAW. Ketika
Nabi Muhammad SAW berhijrah dan kaum Quraisy telah menghunus pedang untuk membunuhnya,
Ali tidur di tempat tidur Nabi Muhammad SAW serta mengenakan mantel yang dipakai oleh
Rasulullah.
Di medan perang, beliau adalah ahli tempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud
hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah beliau berhasil menjebol gerbang benteng
Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali
ditugasi untuk melaksanakan misi ketenteraan ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.
Zaman Remaja
Setelah tiga tahun Dakwah secara sembunyi, Nabi menerima perintah Allah bahwa dia harus
mengumumkan kepada publik risalah Islam, dan bahwa kaum kerabatnya yang terdekatlah menjadi
pilihan pertama untuk Dakwah. Nabi yang mengundang Bani Hashim, sekitar empat puluh laki-laki.
Setelah selesai jamuan, Nabi memberikan ucapan yang menceritakan bahwa dia telah dikunjungi
oleh malaikat Jibril yang telah menyampaikan kepadanya perintah Allah bahwa baginda merupakan
nabi akhir zaman. Dia mengatakan bahwa tidak ada Tuhan selain Allah, dan bahwa ia adalah Rasul
yang diutuskan untuk mengajak seluruh ummat manusia untuk menyembah Allah.
Selanjutnya, lalu di akhir ucapan, Nabi menimbulkan pertanyaan, Siapa di antara kita yang akan
mendukung saya dalam tugas ini? Para tetamu semuanya diam dan tidak ada satu kata yang
diucapkan. Ali bangkit dan berkata,Wahai Muhammad, saya akan mendukung Anda!
Nabi melihat ke arah Ali, dan terima kasih atas dukungannya. Nabi menanyakan pertanyaan yang
sama untuk kedua dan ketiga kalinya tetapi, tidak satu dari tetamu menjanjikan dukungan. Setiap kali,
Ali bangkit ia menawarkan dukungan istilah tegas. Sedangkan sejurus selepas itu pula, bangun Abu
Lahab yang terus mengherdik dan menghina nabi.
Begitu juga kisahnya sewaktu hijrah dari Mekah ke Madinah. Ketika Nabi Muhammad SAW berhijrah
dan kaum Quraisy telah menghunus pedang untuk membunuhnya, Ali tidur di tempat tidur Nabi
Muhammad SAW serta mengenakan selimut yang dipakai oleh Rasulullah
Keluarga Saidina Ali
Pada suatu hari Abu Bakar Ash Shiddiq r.a., Umar Ibnul Khatab r.a. dan Saad bin Muadz bersamasama Rasul Allah s.a.w. duduk dalam masjid beliau. Pada kesempatan itu diperbincangkan antara
lain persoalan puteri Rasul Allah s.a.w. Saat itu beliau bertanya kepada Abu Bakar Ash Shiddiq r.a.:
Apakah engkau bersedia menyampaikan persoalan Fatimah kepada Ali bin Abi Thalib?
Abu Bakar Ash Shiddiq menyatakan kesediaanya. Ia beranjak untuk menghubungi Ali r.a. Sewaktu Ali
r.a. melihat kedatangan Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. dengan tergopoh-gopoh dengan terperanjat ia
menyambutnya, kemudian bertanya: Anda datang membawa berita apa?

Setelah duduk beristirahat sejenak, Abu Bakar Ash Shiddiq r.a. segera menjelaskan persoalannya:
Hai Ali, engkau adalah orang pertama yang beriman kepada Allah dan Rasul-Nya serta mempunyai
keutamaan lebih dibanding dengan orang lain. Semua sifat utama ada pada dirimu. Demikian pula
engkau adalah kerabat Rasul Allah s.a.w. Beberapa orang sahabat terkemuka telah menyampaikan
lamaran kepada beliau untuk dapat mempersunting puteri beliau. Lamaran itu oleh beliau semuanya
ditolak. Beliau mengemukakan, bahwa persoalan puterinya diserahkan kepada Allah s.w.t. Akan
tetapi, hai Ali, apa sebab hingga sekarang engkau belum pernah menyebut-nyebut puteri beliau itu
dan mengapa engkau tidak melamar untuk dirimu sendiri? Kuharap semoga Allah dan Rasul-Nya
akan menahan puteri itu untukmu.
Mendengar perkataan Abu Bakar r.a. mata Ali r.a. berlinang-linang. Menanggapi kata-kata itu, Ali r.a.
berkata: Hai Abu Bakar, anda telah membuat hatiku goncang yang semulanya tenang. Anda telah
mengingatkan sesuatu yang sudah kulupakan. Demi Allah, aku memang menghendaki Fatimah,
tetapi yang menjadi penghalang satu-satunya bagiku ialah kerana aku tidak mempunyai apa-apa.
Abu Bakar r.a. terharu mendengar jawaban Ali yang memelas itu. Untuk membesarkan dan
menguatkan hati Ali r.a., Abu Bakar r.a. berkata: Hai Ali, janganlah engkau berkata seperti itu. Bagi
Allah dan Rasul-Nya dunia dan seisinya ini hanyalah ibarat debu bertaburan belaka!
Setelah berlangsung dialog seperlunya, Abu Bakar r.a. berhasil mendorong keberanian Ali r.a. untuk
melamar puteri Rasul Allah s.a.w.
Ketika bertemu Rasulullah dan di Tanya tentang maskahwin, lalu Ali menjawab, Demi Allah, jawab
Ali bin Abi Thalib dengan terus terang, Anda sendiri mengetahui bagaimana keadaanku, tak ada
sesuatu tentang diriku yang tidak anda ketahui. Aku tidak mempunyai apa-apa selain sebuah baju
besi, sebilah pedang dan seekor unta.
Akhirnya setelah persetujuan, sewaktu ijab kabul Rasul Allah s.a.w. mengucapkan kata-kata ijab
kabul pernikahan puterinya: Bahwasanya Allah s.w.t. memerintahkan aku supaya menikahkan
engkau Fatimah atas dasar maskawin 400 dirham (nilai sebuah baju besi). Mudah-mudahan engkau
dapat menerima hal itu.
Ya, Rasul Allah, itu kuterima dengan baik, jawab Ali bin Abi Thalib r.a. dalam pernikahan itu.
Rumah Tangga Sederhana
Dua sejoli suami isteri yang mulia dan bahagia itu selalu bekerja sama dan saling bantu dalam
mengurus keperluan-keperluan rumah tangga. Mereka sibuk dengan kerja keras. Sitti Fatimah r.a.
menepung gandum dan memutar gilingan dengan tangan sendiri. Ia membuat roti, menyapu lantai
dan mencuci. Hampir tak ada pekerjaan rumah-tangga yang tidak ditangani dengan tenaga sendiri.
Rasul Allah s.a.w. sendiri sering menyaksikan puterinya sedang bekerja bercucuran keringat. Bahkan
tidak jarang beliau bersama Ali r.a. ikut menyingsingkan lengan baju membantu pekerjaan Sitti
Fatimah r.a.
Banyak sekali buku-buku sejarah dan riwayat yang melukiskan betapa beratnya kehidupan rumahtangga Ali r.a. Sebuah riwayat mengemukakan: Pada suatu hari Rasul Allah s.a.w. berkunjung ke
tempat kediaman Sitti Fatimah r.a. Waktu itu puteri beliau sedang menggiling tepung sambil
melinangkan air mata. Baju yang dikenakannya kain kasar. Menyaksikan puterinya menangis, Rasul
Allah s.a.w. ikut melinangkan air mata. Tak lama kemudian beliau menghibur puterinya: Fatimah,
terimalah kepahitan dunia untuk memperoleh kenikmatan di akhirat kelak
Riwayat lain mengatakan, bahwa pada suatu hari Rasul Allah s.a.w. datang menjenguk Sitti Fatimah
r.a., tepat: pada saat ia bersama suaminya sedang bekerja menggiling tepung. Beliau terus bertanya:
Siapakah di antara kalian berdua yang akan kugantikan?
Fatimah! Jawab Ali r.a. Sitti Fatimah lalu berhenti diganti oleh ayahandanya menggiling tepung
bersama Ali r.a.
Masih banyak catatan sejarah yang melukiskan betapa beratnya penghidupan dan kehidupan rumahtangga Ali r.a. Semuanya itu hanya menggambarkan betapa besarnya kesanggupan Siti Fatimah r.a.
dalam menunaikan tugas hidupnya yang penuh bakti kepada suami, taqwa kepada Allah dan setia
kepada Rasul-Nya.
Putera-puteri
Siti Fatimah r.a. melahirkan dua orang putera dan dua orang puteri. Putera-puteranya bernama Al
Hasan r.a. dan Al Husein r.a. Sedang puteri-puterinya bernama Zainab r.a. dan Ummu Kalsum r.a.
Rasul Allah s.a.w. dengan gembira sekali menyambut kelahiran cucu-cucunya.

Al Hasan r.a. dan Al Husein r.a. meninggalkan jejak yang jauh jangkauannya bagi umat Islam. Al
Husein r.a. gugur sebagai pahlawan syahid menghadapi penindasan dinasti Bani Umayyah.
Semangatnya terus berkesinambungan, melestarikan dan membangkitkan perjuangan yang tegas
dan seru di kalangan ummat Islam menghadapi kedzaliman. Semangat Al Husein r.a. merupakan
kekuatan penggerak yang luar biasa dahsyatnya sepanjang sejarah.
Di Medan Peperangan
Di medan perang, beliau adalah ahli tempur yang sangat disegani. Baik di perang Badar, Uhud
hingga Khandaq. Namanya semakin sering dipuji setelah beliau berhasil menjebol gerbang benteng
Khaibar yang menjadi pertahanan terakhir Yahudi. Menjelang Rasul menunaikan ibadah haji, Ali
ditugasi untuk melaksanakan misi ketenteraan ke Yaman dan dilakukannya dengan baik.
Menjawat Sebagai Khalifah
Sebagai khalifah, beliau mewarisi pemerintahan yang sangat kacau. Juga ketegangan politik akibat
pembunuhan Uthman. Keluarga Umayyah menguasai hampir semua kerusi pemerintahan. Dari 20
gabenor yang ada, hanya Gabenor Iraq iaitu Abu Musa Al-Asyari aja yang bukan dari keluarga
Umayyah. Mereka menuntut Ali untuk mengadili pembunuh Khalifah Uthman. Tuntutan demikian juga
banyak diajukan oleh tokoh lainnya seperti Saidatina Aisyah rha, juga Zubair dan Thalhah dua
orang pertama yang masuk Islam seperti Ali.
Kesan dari kematian Khalifah Uthman adalah amat sulit bagi Khalifah Ali untuk menyelesaikan
terutamanya dalam masalah menjalankan pentadbiran. Untuk melicinkan pentadbiran, Khalifah Ali
telah memecat jawatan pegawai-pegawai yang dilantik oleh Khalifah Uthman yang terdiri dari
kalangan Bani Umayyah. Ini telah menimbulkan rasa tidak puas hati dikalangan Bani Umayyah.
Beliau juga telah bertindak mengambil kembali tanah-tanah kerajaan yang telah dibahagikan oleh
Khalifah Uthman kepada keluarganya. Ini telah menambahkan lagi semangat kebencian Bani
Umayyah terhadap Khalifah Ali. Oleh itu golongan ini telah menuduh Khalifah Ali terlibat dalam
pembunuhan Khalifah Uthman. Beberapa orang menuding Ali terlalu dekat dengan para pembunuh
itu. Ali menyebut pengadilan sulit dilaksanakan sebelum situasi politik reda.
Lanjutan daripada ini, berlaku peperangan Jamal dan Siffin
Sumbangan Saidini Ali sewaktu menjawat jawatan sebagai Khalifah juga tidak kurang
banyaknya. Berikut merupakan huraian lanjut.
Penghujung Hayat Saidina Ali Karamalwahu Wajhah
Allah s.w.t. rupanya telah mentakdirkan bahwa Ali r.a. harus meninggal karena pembunuhan pada
waktu subuh tanggal 17 Ramadhan, tahun 40 Hijriyah. Ketika Ali r.a. sedang menuju masjid,
sesudah mengambil air sembahyang untuk melakukan shalat subuh, tiba-tiba muncul Abdurrahman
bin Muljam dengan pedang terhunus. Ali r.a. yang terkenal ulung itu tak sempat lagi mengelak.
Pedang yang ditebaskan Abdurrahman tepat mengenai kepalanya. Luka berat merobohkannya ke
tanah. Ali r.a. segera diusung kembali ke rumah.
Saat itu semua orang geram sekali hendak melancarkan tindakan balas dendam terhadap Ibnu
Muljam. Tetapi Ali r.a. sendiri tetap lapang dada dan ikhlas, tidak berbicara sepatahpun tentang
balas dendam. Tak ada isyarat apa pun yang diberikan ke arah itu. Semua orang yang berkerumun di
pintu rumahnya merasa sedih. Mereka berdoa agar Ali r.a. dilimpahi rahmat Allah yang sebesarbesarnya dan dipulihkan kembali kesehatannya. Semua mengharap semoga ia dapat melanjutkan
perjuangan menghapus penderitaan manusia.
Dua hari kemudian beliau pun wafat. Peristiwa itu terjadi pada Ramadhan 40 Hijrah bersamaan 661
Masihi.

Anda mungkin juga menyukai