Anda di halaman 1dari 9

KEPEMIMPINAN KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB R.

Nabi Muhammad saw. Tidak meninggalkan wasiat mengenai siapa yang akan
menggantikan beliau sebagai pemimpin politik umat Islam setelah beliau wafat.
Beliau tampaknya menyerahkan persoalan itu kepada kaum Muslimin untuk
menentukannya sendiri. Kaena itu, tidak lama setelah beliau wafat; belum lagi
jenazahnya dimakamkan, sejumlah tokoh Muhajirin dan Ashor Berkumpul di
balaikota Bani Sa’dah, Madinah.

Mereka memusyawarahkan siapa yang akan menjadi pemimpin. Musyawarah


itu berjalan cukup alot sebab masing-masing pihak, baik pihak Muhajirin atau
Anshar merasa berhak menjadi pemimpin Umat Islam, namun dengan semangat
ukhuwah Islamiyah tinggi, akhirnya Abu Bakar terpilih melalui musyawarah itu.

Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib adalah Khalifah keempat setelah Khalifah
Usman Ibnu Affan. Nama lengkap beliau adalah Ali Ibnu Abi Thalib Ibnu Abdul
Muthalib Ibnu Hasyim Ibnu Abdi Manaf. Beliau lahir 32 tahun setelah kelahiran
Rosulullah Saw. Dan beliaupun termasuk anak asuh Nabi Muhammad Saw. Khalifah
Ali Ibnu Abi Thalib boleh dibilang tangan kanan Nabi Muhammad Saw, saat di
Madinah.

Proses pengangkatan beliau sebagai Khalifah yang mula-mula di tolak oleh


beliau sebab situasi yang kurang tepat yang banyak terjadi kerusuhan disana sini.
Dan sebab waktu itu masyarakat butuh pemimpin akhirnya sebab desakan
masyarakat untuk menjadikan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menjadi pemimpin pun
akhirnya diterima. Pada tanggal 23 juni 656 Masehi, beliau resmi menjadi Khalifah.

Yang menjadi catatan bagi sosok khalifah seperti Ali Bin Abi Thalib adalah
pribadinya yang pernah menolak jadi Pemimpin Islam sebagaimana dikutif pada
uraian di atas. Olehnya itu, jika dibawa pada konteks kekinian, maka sangat sulit
kita mendapatkan sosok manusia yang menolak jadi pemimpin, bahkan yang terjadi
saat ini adalah kecenderungan untuk bersaing dan saling merebut kekuasaan hingga
pertumpahan dara atau menjual aqidah demi kekuasaan.

SOSOK KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB R.A

Ali Bin Abu Thalib bin Abdul Muththalib, bin Hasyim, bin Abdi Manaf, bin
Qushayy. Ibunya adalah: Fathimah binti Asad, bin Hasyim, bin Abdi Manaf.
Saudara-saudara kandungnya adalah: Thalib, 'Uqail, Ja'far dan Ummu Hani.

Dengan demikian, jelaslah, Ali adalah berdarah Hasyimi dari kedua ibu-
bapaknya. Keluarga Hasyim mempunyai sejarah yang cemerlang dalam masyarakat
Mekkah. Sebelum datangnya Islam, keluarga Hasyim terkenal sebagai keluarga
yang mulia, penuh kasih sayang, dan pemegang kepemimpinan masyarakat. Ibunya
adalah Fathimah binti Asad, yang lalu menamakannya Haidarah. Haidarah adalah
salah satu nama singa, sesuai dengan nama ayahnya: Asad (singa). Fathimah adalah
salah seorang wanita yang terdahulu beriman dengan Risalah Nabi Muhammad Saw.
Ia pula-lah yang telah mendidik Nabi Saw, dan menanggung hidupnya, setelah
meninggalnya bapak-ibu beliau, Abdullah dan Aminah. Beliau lalu membalas jasanya,
dengan menanggung kehidupan Ali, untuk meringankan beban pamannya, Abu Thalib,
pada saat mengalami kesulitan ekonomi. Saat Fathimah meninggal dunia, Rasulullah
Saw yang mulai mengkafaninya dengan baju qamisnya, meletakkannya dalam
kuburnya, dan menangisinya, sebagai tangisan seorang anak atas ibunya. Dan sebab
penghormatan beliau kepadanya, maka beliau menamakan anaknya yang tersayang
dengan namanya: Fathimah. Darinyalah lalu mengalir nasab beliau yang mulia, yaitu
anak-anaknya: Hasan, Husein, Zainab al Kubra dan Ummu Kultsum. Haidarah adalah
nama Imam Ali yang dipilihkan oleh ibunya. Namun ayahnya menamakannya dengan
Ali, sehingga ia terkenal dengan dua nama itu, walaupun nama Ali lalu lebih terkenal.
Anak-anaknya adalah: Hasan, Husein, Zainab, Ummu Kultsum, dari Fathimah binti
Muhammad saw., seorang isteri yang tidak pernah diperlakukan buruk oleh Ali r.a.
selama hidupnya. Bahkan Ali tetap selalu mengingatnya setelah kematiannya. Dia
juga mempunyai beberapa orang anak dari isteri-isterinya yang lain, yang dia kawini
setelah wafatnya Fathimah r.a. Baik isteri dari kalangan wanita merdeka atau
hamba sahaya. Yaitu: Muhsin, Muhammad al Akbar, Abdullah al Akbar, Abu Bakar,
Abbas, Utsman, Ja'far, Abdullah al Ashgar, Muhammad al Ashghar, Yahya, Aun,
Umar, Muhammad al Awsath, Ummu Hani, Maimunah, Rahmlah ash Shugra, Zainab
ash Shugra, Ummu Kaltsum ash Shugra, Fathimah, Umamah, Khadijah, Ummu al
Karam, Ummu Salmah, Ummu Ja'far, Jumanah, dan Taqiyyah.

KEKHALIFAHAN ALI BIN ABI THALIB R.A

Setelah ‘Utsman ra. syahid, Ali ra. diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya
beliau ra. menolak, namun akhirnya beliau ra. menerimanya. Imam Ahmad
meriwayatkan dengan sanad yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata:
.....Sementara orang banyak datang di belakangnya dan menggedor pintu dan segera
memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau (Utsman ra.) telah terbunuh, sementara
rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui orang yang paling berhak
untuk itu kecuali anda (Ali ra.)". Ali ra. berkata kepada mereka: "Janganlah kalian
mengharapkan saya, sebab saya lebih senang menjadi wazir (pembantu) bagi kalian
daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak
mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". ‘Ali ra.
menjawab: "Jika kalian tidak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku,
maka baiat itu hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid,
maka siapa yang bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Pergilah ‘Ali
ra. ke masjid dan orang-orang berbaiat kepadanya.

Dalam Tarikh Al-Ya’qubi dikatakan: ‘Ali bin Abi Thalib (ra.) menggantikan
‘Utsman sebagai khalifah... dan ia (ra.) dibaiat oleh Thalhah (ra.), Zubair (ra.), Kaum
Muhajirin dan Anshar (radhiyaLlahu anhum). Sedangkan orang yang pertama kali
membaiat dan menjabat tangannya adalah Thalhah bin Ubaidillah (ra.).
Imam Ahmad, Abu Daud dan At-Tirmidzy mentakhrij hadits berasal dari
Safinah ra., dia berkata: Aku mendengar RasuluLlah saw. bersabda: Kekhilafahan
berlangsung selama 30 tahun dan setelah itu adalah kerajaan.” Safinah ra. berkata:
“Mari kita hitung, Khilafah Abu Bakar ra. berlangsung 2 tahun, Khilafah ‘Umar ra.
10 tahun, Khilafah ‘Utsman ra. 12 tahun, dan Khilafah ‘Ali ra. 6 tahun.” Ali ra.
bekerja keras pada masa kekhilafahannya guna mengembalikan stabilitas dalam
tubuh umat setelah sebelumnya Ibnu Saba’dan Sabaiyahnya melancarkan konspirasi
dan provokasinya guna menghancurkan Islam dari dalam. Pada masa kekepemimpinan
Ali ra. ini, Ibnu Saba dan Sabaiyah nya pun kembali melancarkan konspirasi dan
makar mereka, sehingga membuat keadaan menjadi semakin rumit. Diriwayatkan
bahwa pada akhirnya ‘Ali ra. membakar banyak dari pengikut Sabaiyah ini dan juga
mengasingkan Ibnu Saba’ ke Al-Madain.

Sahabat yang lahir dalam keprihatinan dan meninggal dalam Kesunyian.


Dialah, khalifah Ali bin Abi Thalib ra. Ali kecil adalah anak yang malang. Namun,
kedatangan Muhammad SAW telah memberi seberkas pelangi baginya. Ali, tidak
pernah bisa bercurah hati kepada ayahnya, Abi Thalib, selega dia bercurah hati
kepada Rasulullah. Sebab, hingga akhir hayatnya pun, Abi Thalib tetap tidak mampu
mengucap kata syahadat tanda penyerahan hatinya kepada Allah. Ayahnya tidak
pernah bisa merasa betapa nikmatnya saat bersujud menyerahkan diri,kepada Allah
Rabb semesta sekalian alam. Kematian ayahnya tanpa membawa sejumput iman
begitu memukul Ali. Kelak dari sinilah, dia kemudian bertekad kuat untuk tidak
mengulang kejadian ini buat kedua kali. Dia ingin, saat dirinya harus mati nanti,
anak-anaknya tidak lagi menangisi ayahnya seperti tangis dirinya untuk ayahnya,
Abi Thalib. Tak hanya dirinya, disebelahnya, Rasulullah pun turut menangisi
kenyataan tragis ini...saat paman yang selama ini melindunginya, tidak mampu dia
lindungi nanti...di hari akhir,karena ketiaadaan iman di dalam dadanya.

Betul-betul pahit, padahal Ali tahu bahwa ayahnya sangatlah mencintai


dirinya dan Rasulullah. Saat ayahnya, buat pertama kali memergoki dirinya sholat
berjamaah bersama Rasulullah, dia telah menyatakan dukungannya. Abi Thalib
berkata, ""Janganlah kau berpisah darinya (Rasulullah), sebab ia tidak mengajakmu
kecuali kepada kebaikan".

Sejak masih berumur 6 tahun, Ali telah bersama dan menjadi pengikut setia
Rasulullah. Sejarah kelak mencatat bahwa Ali terbukti berkomitmen pada
kesetiaannya. Dia telah hadir bersama Rasulullah sejak awal dan baru berakhir saat
Rasulullah menghembuskan nafasnya yang terakhir. Ali ada disaat yang lain tiada.
Ali adalah tameng hidup Rasulullah dalam kondisi kritis atau dalam berbagai
peperangan genting, saat diri Rasulullah terancam. Kecintaan Ali pada Rasulullah,
dibalas dengan sangat manis oleh Rasulullah. Pada sebuah kesempatan dia
menghadiahkan kepada Ali sebuah kalimat yang begitu melegenda, yaitu : "Ali,
engkaulah saudaraku...di dunia dan di akhirat..."
Ali, adalah pribadi yang istimewa. Dia adalah remaja pertama di belahan
bumi ini yang meyakini kebenaran yang disampaikan oleh Rasulullah. Konsekuensinya
adalah, dia kemudian seperti tercerabut dari kegermerlapan dunia remaja. Disaat
remaja lain berhura-hura. Ali telah berkenalan dengan nilai-nilai spiritual yang
ditunjukkan oleh Rasulullah, baik melalui lisan atau melalui tindak-tanduk beliau.
"Aku selalu mengikutinya (Rasulullah SAWW) sebagaimana anak kecil selalu
membuntuti ibunya. Setiap hari dia menunjukkan kepadaku akhlak yang mulai dan
memerintahkanku untuk mengikuti jejaknya", begitu kata Ali mengenang masa-masa
indah bersama Rasulullah tidak lama setelah Rasulullah wafat.

Amirul mukminin Ali, tumbuh menjadi pemuda yang berdedikasi. Dalam


berbagai forum serius yang dihadiri para tetua, Ali selalu ada mewakili kemudaan.
Namun, muda tidak berarti tidak bijaksana. Banyak argumen dan kata-kata Ali yang
lalu menjadi rujukan. Khalifah Umar bahkan pernah berkata,"Tanpa Ali, Umar sudah
lama binasa"

Pengorbanannya menjadi buah bibir sejarah Islam. Ali-lah yang bersedia


tidur di ranjang Rasulullah, menggantikan dirinya, saat rumahnya telah terkepung
oleh puluhan pemuda terbaik utusan kaum kafir Quraisy yang hendak membunuhnya
di pagi buta. Ali bertaruh nyawa. Dan hanya desain Allah saja semata, jika lalu ia
masih tetap selamat, begitu juga dengan Rasulullah yang saat itu 'terpaksa' hijrah
ditemani Abu Bakar seorang. Keperkasaan Ali tiada banding. Dalam perang Badar,
perang pertama yang paling berkesan bagi Rasulullah (sehingga setelahnya, beliau
memanggil para sahabat yang ikut berjuang dalam Badar dengan sebutan "
Yaa...ahlul Badar..."), Ali menunjukkan siapa dirinya sesungguhnya. Dalam perang itu
dia berhasil menewaskan separo dari 70an pihak musuh yang terbunuh. Hari itu,
bersama sepasukan malaikat yang turun dari langit, Ali mengamuk laksana badai
gurun.

Perang Badar adalah perang spiritual. Di sinilah, para sahabat terdekat dan
pertama-tama Rasulullah menunjukkan dedikasinya pada apa yang disebut dengan
iman. Mulanya, jumlah lawan yang sepuluh kali lipat jumlahnya menggundahkan hati
para sahabat. Namun, doa pamungkas Rasulullah menjadi penyelamat dari jiwa-jiwa
yang gundah. Sebuah doa, semirip ultimatum, yang setelah itu tidak pernah lagi
diucapkan Rasulullah..."Ya Allah, disinilah sisa umat terbaikmu berkumpul...jika
Engkau tidak menurunkan bantuanmu, Islam takkan lagi tegak di muka bumi ini..."
Dalam berbagai siroh, disebutkan bahwa musuh lalu melihat jumlah pasukan muslim
seakan tiada batasnya, padahal jumlah sejatinya tidaklah lebih dari 30 gelintir.
Pasukan berjubah putih berkuda putih seperti turun dari langit dan bergabung
bersama pasukan Rasulullah. Itulah, kemenangan pasukan iman. Dan Ali, menjadi
bintang lapangannya hari itu.
Tak hanya Badar, banyak peperangan setelahnya menjadikan Ali sebagai
sosok yang disegani. Di Uhud, perang paling berdarah bagi kaum muslim, Ali menjadi
penyelamat sebab dialah yang tetap teguh mengibarkan panji Islam setelah satu
demi satu para sahabat bertumbangan. Dan yang terpenting, Ali melindungi
Rasulullah yang kala itu terjepit hingga gigi RAsulullah bahkan rompal dan darah
mengalir di mana-mana. Teriakan takbir dari Ali menguatkan kembali semangat
bertarung para sahabat, terutama setelah melihat Rasululah dalam kondisi kritis.

Perang Uhud walaupun pahit namun sejatinya berbuah manis. Di Uhud,


Rasulullah banyak kehilangan sahabat terbaiknya, para ahlul Badar. Termasuk
pamannya, Hamzah --sang singa padang pasir. Kedukaan yang tidak terperi, sebab
Hamzah-lah yang selama ini loyal melindungi Rasulullah setelah Abi Thalib wafat.
Buah manisnya adalah, doa penting Rasulullah juga terkabul, yaitu masuknya Khalid
bin Walid, panglima musuh di Perang Uhud, ke pangkuan Islam. Khalid kemudian,
hingga akhir hayatnya, mempersembahkan kontribusi besar pada kemenangan dan
perkembangan Islam.

Juga di Perang Khandak. Perang yang juga terhitung genting. Perang


pertama yang sifatnya psyco-war. Ali kembali menjadi pahlawan, setelah hanya ia
satu-satunya sahabat yang 'berani' maju meladeni tantangan seorang musuh yang
dikenal jawara paling tangguh, ‘Amr bin Abdi Wud. Dalam gumpalan debu pasir dan
dentingan suara pedang. Ali bertarung satu lawan satu. Rasulullah SAW bahkan
bersabda: “Manifestasi seluruh iman sedang berhadapan dengan manifestasi
seluruh kekufuran”.

Dan teriakan takbir menjadi pertanda, bahwa Ali menyudahinya dengan


kemenangan. Kerja keras Ali berbuah. Kemenangan di raih pasukan Islam tanpa ada
benturan kedua pasukan. Tidak ada pertumpahan darah. kegemilangan ini, membuat
Rasulullah SAW pada sebuah kesempatan : “Peperangan Ali dengan ‘Amr lebih
utama dari amalan umatku hingga hari kiamat kelak”.

Seluruh peperangan Rasulullah diikuti oleh Ali, kecuali satu di Perang


Tabuk. Rasulullah memintanya menetap di Mekkah untuk menjaga stabilitas wilayah.
Sebab Rasulullah mengetahui, ada upaya busuk dari kaum munafiq untuk
melemahkan Mekkah dari dalam saat Rasulullah keluar memimpin perang Tabuk.
Kehadiran Ali di Mekkah, walaupun seorang diri, telah berhasil
memporakporandakan rencana buruk itu. Nyali mereka ciut, mengetahui ada Ali di
tengah-tengah mereka.

Perubahan drastis ditunjukkan Ali setelah Rasulullah wafat. Dia lebih suka
menyepi, bergelut dengan ilmu, mengajarkan Islam kepada murid-muridnya. Di fase
inilah, Ali menjadi sosok dirinya yang lain, yaitu seorang pemikir. Keperkasaannya
yang melegenda telah diubahnya menjadi sosok yang identik dengan ilmu. Ali benar-
benar terinspirasi oleh kata-kata Rasulullah, "jika aku ini adalahkota ilmu, maka Ali
adalah pintu gerbangnya". Dari pakar pedang menjadi pakar kalam (pena). Ali begitu
tenggelam didalamnya, hingga lalu ia 'terbangun' kembali ke gelanggang untuk
menyelesaikan 'benang ruwet', sebuah nokta merah dalam sejarah Islam. Sebuah
fase di mana sahabat harus bertempur melawan sahabat.

STRATEGI ALI BIN ABI THALIB DALAM KEPEMIMPINAN

Diantara strategi Ali Bin Abi Thalib dalam menegakkan kekhalifaan adalah
memeranig Khawarij. Untuk kepentingan agama dan negara, Ali Bin Abi Thali juga
menggukan potensi dalam usaha pengembangan Islam, baik perkembangan dalam
bidang Sosial, politik, Militer, dan Ilmu Pengetahuan. Berikut ini akan diuraikan
mengenai strategi itu;

1. Ali Bin Abi Thalib Memerangi Khawarij Semula orang-orang yang kelak
dikenal dengan khawarij ini turut membaiat ‘Ali ra., dan ‘Ali ra. tidak
menindak mereka secara langsung mengingat kondisi umat belumlah kembali
stabil, di samping para pembuat makar yang berjumlah ribuan itu pun telah
berbaur di Kota Madinah, hingga dapat mempengaruhi hamba sahaya dan
orang-orang Badui. Jika Ali ra. bersegera mengambil tindakan, maka bisa
dipastikan akan terjadi pertumpahan darah dan fitnah yang tidak kunjung
habisnya. Karenanya Ali ra, memilih untuk menunggu waktu yang tepat,
setelah kondisi keamanan kembali stabil, untuk menyelesaikan persoalan
yang ada dengan menegakkan qishash. Kaum khawarij sendiri pada akhirnya
menyempal dari Pasukan Ali ra. setelah beliau melakukan tahkim dengan
Muawiyah ra. setelah beberapa saat terjadi perbedaan ijtihad di antara
mereka berdua ra. (Ali ra. dan Muawiyah ra.). Orang-orang khawarij menolak
tahkim seraya mengumandangkan slogan: “Tidak ada hukum kecuali hukum
Allah. Tidak boleh menggantikan hukum Allah dengan hukum manusia. Demi
Allah! Allah telah menghukum penzalim dengan jalan diperangi sehingga
kembali ke jalan Allah.””Ungkapan mereka: ‘Tiada ada hukum kecuali hukum
Allah, dikomatahari oleh Ali: “Ungkapan benar, tetapi disalahpahami. Pada
akhirnya ‘Ali ra. memerangi khawarij tsb., dan berhasil menghancurkan
mereka di Nahrawan, di mana nyaris seluruh dari orang Khawarij tsb
berhasil dibunuh, sedangkan yang terbunuh di pihak Ali ra. hanya 9 orang
saja.

2. Upaya Pengembangan dalam Bidang Pemerintahan Situasi ummat Islam pada


masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sudah sangat jauh berbeda
dengan masa-masa sebelumnya. Ummat Islam pada masa pemerintahan Abu
Bakar dan Umar Ibnu Khattab masih bersatu, mereka mempunyai banyak
tugas yang harus diselesaikannya, seperti tugas melakukan perluasan wilayah
Islam dan sebagainya. Selain itu, kehidupan masyarakat Islam masih sangat
sederhana sebab belum banyak terpengaruh oleh kemewahan duniawi,
kekayaan dan kedudukan. Namun pada masa pemerintahan Khalifah Usman
Ibnu Affan keadaan mulai berubah. Perjuangan pun sudah mulai terpengaruh
oleh hal-hal yang bersifat duniawi. Oleh sebab itu, beban yang harus dipikul
oleh penguasa selanjutnya semakin berat. Usaha-usaha Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib dalam mengatasi persoalan itu tetap dilakukannya, walaupun ia
memperoleh tantangan yang sangat luar biasa. Semua itu memiliki tujuan
agar masyarakat merasa aman, tentram dan sejahtera. Usaha-usaha yang
dilakukannya diantaranya :

a. Mengganti Para Gubernur yang diangkat Khalifah Usman Ibnu Affan


Semua gubernur yang diangkat oleh Khalifah Usman Ibnu Affan
terpaksa diganti, sebab banyak masyarakat yang tidak senang. Menurut
pengamatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib, para gubernur inilah yang
menyebabkan timbulnya berbagai gerakan pemberontakan pada
pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan. Mereka melakukan itu sebab
Khalifah Usman pada paruh kedua masa kepemimpinannya tidak mampu
lagi melakukan kontrol pada para penguasa yang berada dibawah
pemerintahannya. Hal itu disebabkan sebab usianya yang sudah lanjut
usia, selain para gubernur sudah tidak lagi banyak yang mempunyai
idealisme untuk memperjuangkan dan mengembangkan Islam.
Pemberontakan ini pada akhirnya membuat sengsara banyak rakyat,
sehingga rakyatpun tidak suka pada mereka. Berdasarkan pengamatan
inilah lalu Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mencopot mereka. Adapun para
gubernur yang diangkat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib sebagai pengganti
gubernur lama yaitu; Sahl Ibnu Hanif sebagai gubernur Syria, Sahl Ibnu
Hanif sebagai gubernur Syriah, Usman Ibnu Affan sebagai gubernur
Basrah, Umrah Ibnu Syihab sebagai gubernur kuffah, Qais Ibnu Sa'ad
sebagai gubernur Mesir, Ubaidah Ibnu Abbas sebagai gubernur Yaman.

b. Menarik kembali tanah milik negara Pada masa pemerintahan Khalifah


Usman Ibnu Affan banyak para kerabatnya yang diberikan fasilitas
dalam berbagai bidang, sehingga banyak diantara mereka yang lalu
merongrong pemerintahan Khalifah Usman Ibnu Affan dan harta
kekayaan negara. Oleh sebab itu, saat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
menjadi Khalifah, dia memiliki tanggung jawab yang besar untuk
menyelesaikannya. Beliau berusaha menarik kembali semua tanah
pemberian Usman Ibnu Affan kepada keluarganya untuk dijadikan milik
negara. Usaha itu bukan tidak memperoleh tantangan. saat Khalifah Ali
Ibnu Abi Thalib banyak memperoleh perlawanan dari para penguasa dan
kerabat mantan Khalifah Usman Ibnu Affan. Salah seorang yang tegas
menentang saat Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib adalah Muawiyah Ibnu Abi
Sufyan. Karena Muawiyah sendiri telah terancam kedudukannya sebagai
gubernur Syria. Untuk menghambat gerakan Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib, Muawiyah menghasut kepada para sahabat lain supaya menentang
rencana Khalifah, selain menghasut para sahabat Muawiyah juga
mengajak kerjasama dengan para mantan gubernur yang dicopot oleh
Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib. Kemudian terjadi perang Jamal, perang
Shiffin dan sebagainya. Semua tindakan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
semata memiliki tujuan untuk membersihkan praktek Kolusi, korupsi dan
Nepotisme didalam pemerintahannya. Tapi menurut sebagian masyarakat
kalo situasi pada saat itu kurang tepat untuk melakukan hal itu, yang
akhirnya Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib pun meninggal ditangan orang-
orang yang tidak menyukainya. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib bekerja
keras sebagai Khalifah sampai akhir hayatnya, dan beliau menjadi orang
kedua yang berpengaruh setelah Nabi Muhammad Saw.
3. Perkembangan di Bidang Politik Militer Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib
mempunyai kelebihan, seperti kecerdasan, ketelitian, ketegasan keberanian
dan sebagainya. Karenanya saat ia terpilih sebagai Khalifah, jiwa dan
semangat itu masih membara didalam dirinya. Banyak usaha yang dilakukan,
termasuk bagaimana merumuskan sebuah kebijakan untuk kepentingan
negara, agama dan umat Islam kemasa depan yang lebih cemerlang. Selain
itu, ia juga terkenal sebagai pahlawan yang gagah berani, penasihat yang
bijaksana, penasihat hukum yang ulung, dan pemegang teguh tradisi, seorang
sahabat sejati, dan seorang kawan yang dermawan. Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan sikap dan sifat
keberaniannya, baik dalam keadaan damai mupun saat kritis. Beliau amat
tahu medan dan tipu daya musuh, ini kelihatan sekali pada saat perang
Shiffin. Dalam perang itu Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib mengetahui benar
bahwa siasat yang dibuat Muawiyah Ibnu Abi Sufyan hanya untuk
memperdaya kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menolak ajakan damai,
sebab dia sangat mengetahui bahwa Muawiyah adalah orang yang sangat
licik. Namun para sahabatnya mendesak agar menerima tawaran perdamaian
itu. Peristiwa ini lalu dikenal dengan istilah "Tahkim" di Daumatul Jandal
pada tahun 34 Hijriyah. Peristiwa itu sebenarnya adalah bukti kelemahan
dalam system pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib. Usaha Khalifah terus memperoleh tantangan dan selalu dikalahkan
oleh kelompok orang yang tidak senang pada kepemimpinannya. Karena
peristiwa "Tahkim" itu, timbullah tiga golongan dikalangan umat Islam, yaitu
Kelompok Khawarij, Kelompok Murjiah dan Kelompok Syi'ah (pengikut Ali).
Ketiga kelompok itu yang pada masa selanjutnya adalah golongan yang sangat
kuat dan yang mewarnai perkembangan pemikiran dalam Islam.

4. Perkembangan di Bidang Ilmu Bahasa Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi
Thalib, wilayah kekuasaan Islam telah sampai Sungai Efrat, Tigris, dan Amu
Dariyah, bahkan sampai ke Indus. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam
dan banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan Arab, banyak
ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur'an atau Hadits sebagai
sumber hukum Islam. Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib menganggap bahwa
kesalahan itu sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang akan
mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab.
Kemudian Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib memerintahkan Abu Al-Aswad Al-
Duali untuk mengarang pokok-pokok Ilmu Nahwu ( Qawaid Nahwiyah ).
Dengan adanya Ilmu Nahwu yang dijadikan sebagai pedoman dasar dalam
mempelajari bahasa Al-Qur'an, maka orang-orang yang bukan berasal dari
masyarakat Arab akan mendaptkan kemudahan dalam membaca dan
memahami sumber ajaran Islam.

5. Perkembangan di Bidang Pembangunan Pada masa Khalifah Ali Ibnu Abi


Thalib, terdapat usaha positif yang dilaksanakannya, terutama dalam
masalah tatakota . Salah satukota yang dibangun adalahkota Kuffah.
Semula pembangunankota Kuffah ini bertujuao politis untuk dijadikan
sebagai basis pertahanan kekuatan Khalifah Ali Ibnu Abi Thalib dari
berbagai rongrongan para pembangkang, misalnya Muawiyah Ibnu Abi
Sufyan. Akan tetapi, lama kelamaankota itu berkembang menjadi
sebuahkota yang sangat ramai dikunjungi bahkan lalu menjadi pusat
pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti perkembangan Ilmu
Nahwu, Tafsir, Hadits dan sebagainya.

Anda mungkin juga menyukai