Anda di halaman 1dari 3

PROFIL ALI BIN ABI THALIB

Ali bernama lengkap Ali bin Abu Thalib bin Abdul Mutthalib bin Hasyim bin Abdul Manaf. Ibunya
bernama Fatimah binti Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf. Beliau dilahirkan di Mekkah pada hari Jum’at
13 Rajab tahun 570 M atau 32 tahun setelah kelahiran Nabi Muhammad Saw. Kelahiran Ali bin Abi
Thalib banyak memberi hiburan bagi Muhammad karena dia tidak punya anak laki-laki. Beliau tinggal
bersama Nabi Muhammad Saw sejak kecil. Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, di
mana Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan Ali, merupakan keturunan Hasyim dari
sisi bapak dan ibu.

Ali pertama kali hatinya terbuka, hanya mengenal cahaya Islam, saat itu ia berusia 10 tahun. Namun ia
mempercayai Rasullullah SAW dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari golongan Anak-
anak.Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga Ali tumbuh
menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak.Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah Beliau dinikahkan
dengan putri Nabi Saw, Fathimah Az Zahra. Lahir dari Fatimah dua anak yaitu Hasan dan Husein. Salah
satu gelar ali adalah Abu Turab. Istilah Abu dalam bahasa Arab berarti bapak dan Turab berarti tanah.
Dengan demikian Abu Turab berarti Bapak Tanah.

 Proses pengangkatan ali bin abi thalib sebagai khalifah

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah sebelumnya. Ali dibai'at
di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya Utsman, penentangan dan kekacauan, serta
kebingungan umat Islam Madinah. Sebab, kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali
supaya bersedia dibai'at menjadi khalifah. 

Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak mendatangi para sahabat senior satu per satu yang ada
di kota Madinah, seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin
Umar bin Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. 

Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali
menjadi khalifah. la didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia dibai'at
menjadi khalifah. 

Namun, Ali menolak. Sebab, ia menghendaki agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan
mendapat persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka Akan tetapi, setelah massa rakyat
mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan
yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai'at menjadi khalifah.

Ia dibai'at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan An har serta para tokoh sahabat, seperti Thalhah
dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin Khaththab,
Muhamnmd bm Maslamah, Saad bin Abi Waqqas, Hasan bin Tsabit. dan Abdullah bm Salam yang waktu
itu berada di Madinah tidak mau ikut membai'at Alli.
Ibn Umar dan Saad misalnya bersedia berbai'at kalau seluruh rakyat sudah berbai'at. Mengenai Thalhah
dan Zubair diriwayatkan, mereka bethara; secara terpaksa. Riwayat lain menyatakan mereka bersedia
membai'at jika nanti mereka diangkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah. Akan tetapi, riwayat lain
menyatakan bahwa Thalhah dan Zubair

bersama kaum Anshar dan Muhajirinlah yang meminta kepada Ali agar bersedia dibai'at menjadi
khalifah. Mereka menyatakan bahwa mereka tidak punya pilihan lain, kecuali memilih Ali.

Dengan demikian, Ali tidak dibai'at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena banyak sahabat senior
ketika itu tidak berada di kota Madinah, mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukanbaru; dan wilayah
Islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat Islam tidak hanya berada di tanah Hijaz
(Mekah, Madinah, dan Thaif), tetapi sudah tersebar di Jazirah Arab dan di luarnya.

Salah seorang tokoh yang menolak untuk membai'at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah
Muawiyah bin Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang dikemukakan karena
menurutnya Ali bertanggung jawab atas terbunuhnya Utsman.

 Masa Pemerintahan Ali Bin Abi Thalib

Masa pemerintahan Ali penuh dengan cobaan. Ia berusaha mengatasinya dengan menarik para amir
yang sebelumnya diangkat oleh Usman bin Affan. Ia juga mengambil alih tanah yang dihadiahkan Usman
kepada penduduk dengan menyerahkan hasil pendapatan kepada negara. Ali mengembalikan sistem
distribusi pajak tahunan di antara orang Islam yang pernah diterapkan pendahulunya Umar bin Khattab.
Pemberontakan yang dihadapi Ali bin Abi Talib di antaranya datang dari Talhah, Zubair, dan Aisyah.
Mereka mengecam Ali yang tak mau menghukum pembunuh Usman. Mereka minta agar ada
pembalasan. Ali yang ingin menghindari perang, mengirim surat ke Talhah dan Zubair agar keduanya
mau berunding untuk menyelesaikan perakara itu secara damai. Namun keduanya menolak. Maka
pertempuran hebat pun terjadi. Pertempuran itu dikenal dengan nama Perang Jamal (unta) karena
Aisyah menunggang unta. Zubair dan Talhah terbunuh. Aisyah ditawan dan dikirim kembali ke Madinah.
Setelah pemberontakan itu padam, Ali begerak dari Kufah ke Damaskus. Pasukannya bertemu dengan
pasukan Muawiyah di Siffin. Keduanya bertempur dan dikenal dengan nama Perang Siffin. Perang ini
berakhir dengan takhim atau arbitrase. Tapi takhim tak menyelesaikan masalah. Bahkan, takhim
menyebabkan munculnya golongan ketiga, yakni Al Khawarij atau orang-orang yang keluar dari barisan
Ali bin Abi Talib.

Masa kepemimpinan yang penuh gejolak ini membuat tak banyak warisan yang ditinggalkan Ali. Salah
satu dari sedikit warisan itu yakni penyempurnaan bahasa Arab. Ali memerintahkan Abul Aswad Ad
Duali untuk memberi tanda baca dan menulis kitab-kitab Nahwu (tata bahasa). Harapannya, muslim dari
luar Arab dapat mempelajari Al-Quran dan Al-Hadis dengan benar. Ali juga membangun kota Kufah di
Irak sebagai pusat pemerintahan dan pusat pengembangan ilmu pengetahuan.

Berakhirnya Khalifah Ali bin Abi Thalib


Di akhir masa pemerintahan Ali bin Abi Talib, umat terpecah menjadi tiga golongan, yakni: Muawiyah
Syiah, pengikut Abdullah bin Saba' al-Yahudi yang menyusup barisan tentara Ali bin Abi Talib Al Khawarij,
orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib Ini menyebabkan tentara makin lemah. Hingga
pada 20 Ramadan 40 H atau 660 M, Ali bin Abi Talib dibunuh oleh Abdullah bin Muljam, anggota
Khawarij.

Anda mungkin juga menyukai