Khalifah Ali bin Abi Thalib sejak masa mudanya amat terkenal dengan
sikap dan sifat keberaniannya. Beliau amat tahu medan dan tipu daya
musuh. Pada saat perang Shiffin, Khalifah Ali mengetahui benar bahwa
siasat yang dibuat oleh Muawiyah ketika Muawiyah menempatkan Al-
Qur’an diujung tombak sebagai isyarat pedamaian. Khalifah Ali menolak
ajakan damai, namun para sahabatnya mendesak agar menerimanya.
Peristiwa ini dikenal dengan istilah tahkim di Daumatul Jandal pada
tahun 34 H. Peristiwa ini sebenarnya bukti kelemahan dalam system
pertahanan pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib.
c. Perkembangan dalam bidang ilmu bahasa
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, wilayah kekuasaan
Islam telah meluas. Akibat luasnya wilayah kekuasaan Islam dan
banyaknya masyarakat yang bukan berasal dari kalangan masyarakat
Arab, maka banyak ditemukan kesalahan dalam membaca teks Al-Qur’an
atau hadis sebagai sumber hukum Islam. Khalifah Ali menganggap bahwa
kesalahan ini sangat fatal, terutama bagi orang-orang yang akan
mempelajari ajaran islam dari sumber aslinya yang berbahasa Arab. Oleh
karena itu, khalifah memerintahkan Abu al-Aswad ad-Duali agar
mengarang pokok-pokok ilmu Nahwu.
d. Perkembangan dalam bidang politik militer
Pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib, terdapat usaha
positif yang dilaksanakannya, terutama dalam masalah tata kota. Salah
satu kota yang dibangun adalah kota Kufah. Semula pembangunan kota
Kufah ini bertujuan politis, yaitu untuk dijadikan sebagai basis
pertahanan kekuatan Ali bin Abi Thalib dari berbagai rongrongan para
pembangkang. Akan tetapi, lama-kelamaan kota tersebut berkembang
menjadi sebuah kota yang sangat ramai dikunjungi, bahkan kemudian
menjadi pusat pengembangan ilmu pengetahuan keagamaan, seperti
perkembangan ilmu Nahwu, Tafsir, Hadis, dan sebagainya.
Perang Shiffin
Pada tahun 37 H/658 M, Muawiyah tidak
mau membai’at Khalifah Ali, sekaligus menolak
pencopotannya sebagai Gubernur Syam oleh Khalifah Ali, bahkan ia menuduh Ali
dibelakang tragedi pembunuhan terhadap Utsman. Perang inilah yang kemudian
menjadi akar terbunuhnya Khalifah Ali dan akhir dari kekhalifahannya. Setelah
mempersiapkan pasukannya di dataran Shiffin, Ali masih memberikan
kesempatan kepada Muawiyah untuk berunding, tetapi Muawiyah tetap tidak
mau membai’at Ali sebagai khalifah, bahkan dia menuntut Ali untuk
mengangkatnya sebagai khalifah. Perang pun tidak bisa dihindarkan. Ketika
pasukan Muawiyah terdesak, Amr bin Ash menganjurkan berdamai dengan
mengangkat Al-Qur’an sambil berseru, “Marilah bertahkim kepada
kitabullah.”Peristiwa ini yang dikenal dengan istilah tahkim.
Khalifah berketetapan untuk melanjutkan peperangan, sementara lainnya
berkata, “Seandainya mereka sudah meminta bertahkim kepada Kitabullah, apakah
layak bagi kita untuk tidak menerimanya?” Atas desakan sahabatnya, akhirnya Ali
menerima ajakan untuk berdamai. Pihak Muawiyah diwakili oleh Amr bin Ash, pihak Ali
diwakili oleh Abu Musa Al-Asy’ari. Dalam perundingan, keduanya sepakat menyuruh Ali
bin Abi Thalib dan Muawiyah mundur dari jabatannya, khalifah akan diputuskan
berdasarkan kesepakatan umat Islam.
Namun, Amr bin Ash berhasil mengelabui Abu Musa Al-Asy’ari. Ia meminta Abu
Musa Al-Asy’ari berpidato terlebih dahulu karena lebih tua, dia menegaskan
kemunduran Ali dari kursi kekhalifahan. Setelah itu, giliran Amr bin Ash naik ke atas
mimbar, dia menegaskan persetujuannya terhadap pendapat Abu Musa Al-Asy’ari.
Amr bin Ash langsung mengukuhkan Muawiyah bin Abi Sufyan sebagai khalifah yang
sah.
Semenjak peristiwa tersebut, sebagian dari mereka menyatakan keluar
dari Ali bin Abi Thalib dan menamakan dirinya sebagai kelompok khawarij.
Bahkan, mereka mengatakan Ali, Muawiyah, Amr bin Ash adalah kafir. Ali
berhasil memerangi kaum khawarij, tetapi beberapa orang yang melarikan diri
bersepakat untuk membunuh ketiga tokoh yang terlibat dalam peristiwa tahkim
tersebut. Pada tahun 39 H/660 M terjadi perdamaian antara Muawiyah dengan
Khalifah Ali dengan syarat Ali tidak mencampuri wilayah Syam.
Pada 16 Ramadhan 40 H/661 M sebelum fajar, dua orang khawarij
mengikuti Ali dari belakang. Ketika Ali sampai di depan pintu masjid agung
Kufah, keduanya membunuh Ali. Nama pembunuhnya yakni, Abdurrahman bin
Muljam. Pada tanggal 19 Ramadhan 40 H, Ali bin Abi Thalib menghembuskan
nafasnya yang terakhir. Seiring dengan wafatnya Khalifah Ali bin Abi Thalib,
berakhirlah masa Khulafaurrasyidin.
Bertanggung jawab
Berani
Sederhana
Adil
Sekian
dari
Kami
Terima kasih