Ali bin Abi Thalib ra. dilahirkan di Makkah pada tanggal 13 Rajab, sepuluh tahun
sebelum dimulainya masa kenabian Muhammad saw., sekitar tahun 599 masehi. Ali bin Abi
Thalib berasal dari bani Hasyim. Ibunya bernama Fatimah binti Asad yang memberi nama
Haydar kepada Ali ketika lahir . Nama itu kemudian diganti menjadi Ali oleh ayahnya, Abu
Thalib. Pada saat penduduk Makkah tertimpa paceklik dan kelaparan, Rasulullah saw.
mengambil Ali dari paman beliau, Abu Thalib, untuk membantunya mengingat paman beliau
memiliki banyak anak. Sejak usia enam tahun, Ali tumbuh dan berkembang di rumah
Rasulullah saw. Ali kecil menjadi penghibur bagi Rasulullah saw. karena beliau tidak
memiliki anak laki-laki. Rasulullah saw. bersama istrinya, Khadijah, mengasuh Ali yang
dilakukan juga untuk membalas jasa paman beliau, Abu Thalib, yang telah mengasuh
Rasulullah saw. sejak kecil hingga dewasa.
Ali bin Abi Thalib masuk islam saat berusia delapan tahun dan termasuk orang yang
pertama kali masuk islam dari kalangan anak-anak. Ali telah memeluk islam sedari kecil
karena beliau sudah berada di bawah tanggungan Rasul saw. ketika itu. Saat Allah SWT
mengutus Nabi Muhammad saw. menjadi seorang rasul yang membawa kebenaran, Khadijah
beserta kerabat terdekat beliau, termasuk di dalamnya Ali bin Abi Thalib, segera memeluk
islam.
Ali tumbuh menjadi pemuda yang cerdas, pemberani, tegas, juga lembut hati dan
sangat pemurah. Ali merupakan sahabat Rasul yang paling faham tentang Al-Qur’an dan
Sunnah, karena merupakan salah satu sahabat terdekat Rasul saw.. Setelah hijrah ke Madinah,
Ali menikah dengan Fatimah az Zahra, putri Rasulullah saw.. Dari pasangan inilah lahir dua
cucu Rasulullah saw. yang bernama Hasan dan Husein.
Ali bin Abi Thalib tampil sebagai khalifah menggantikan Utsman ra. setelah masa
pemberontakan di zaman kekhalifahan Ustman memaksa kaum muslimin untuk membaiat Ali
sebagai khalifah. Ali dibaiat pada tanggal 25 Zulhijjah 3 H di Masjid Madinah. Ali menjadi
khalifah sejak tahun 35 H hingga 40 H yang mana Ali merupakan Khulafaur Rasyidin yang
terakhir.
Perang Jamal
Perang Siffin
Setelah kemenangan Ali dalam Perang Jamal, semua penduduk negeri muslim:
Makkah, Madinah, Irak, Hijaz, Yaman dan Mesir, membaiat Ali sebagai khalifah. Namun,
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, kerabat dekat Utsman, tidak ikut membaiatnya dan
membangkang dengan alasan menuntut balas atas wafatnya Utsman. Permasalahan semakin
sulit ketika Mu’awiyah menolak perintah Ali untuk mengundurkan diri dari jabatannya
sebagai gubernur Damaskus. Mu’awiyah bahkan mempersiapkan pasukan perang untuk
melawan Ali bin Abi Thalib. Ali pun tidak kunjung diam, beliau berangkat menuju
Damaskus untuk menyelesaikan masalah yang ada. Ketika di perjalanan, Mu’awiyah
menghadang Ali di sebuah tempat di luar Damaskus yang bernama Siffin. Ali bin Abi Thalib
mengusulkan perjanjian damai kepada Mu’awiyah tetapi gagal sehingga terjadilah
peperangan. Perang tersebut dikenal dengan sebutan Perang Siffin. Pada peperangan tersebut
sebenarnya hampir dimenangi oleh pasukan Ali tetapi Mu’awiyah meminta kepada Ali agar
diadakan perundingan damai. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan tahkim atau arbitrase.
Pihak Mu’awiyah diwakili oleh Amru bin ‘Ash yang terkenal cerdik dan pandai bersiasat,
sedangkan dari pihak Ali bin Abi Thalib diwakili oleh Abu Musa al-Asy’ari yang dikenal
sebagai orang yang adil, rendah hati, dan mengutamakan kedamaian. Diketauhui, Amru bin
‘Ash melakukan kecurangan dalam perundingan yang memicu kemarahan sebagian pihak
dari Ali bin Abi Thalib. Namun, Ali tetap menerima keputusan perundingan dengan legawa,
yaitu menerima keputusan tawaran damai dari pihak Mu’awiyah.
Sebagian dari pihak Ali yang tidak menerima keputusan Ali untuk berdamai dengan
pihak Mu’awiyah, menyatakan keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib. Kaum ini disebut
Khawarij yang berarti orang-orang yang keluar. Mereka (orang-orang Khawarij) menyatakan
perang terhadap kelompok Ali bin Abi Thalib dan Mu’awiyah. Mereka kemudian menyingkir
ke Harurah, sebuah desa di dekat Kufah. Mereka mengangkat Syibi bin Rubi at-Tamimy
sebagai panglima perang dan Abdullah bin Wahhab ar-Rasibi sebagai pemimpin keagamaan.
Di Harurah mereka segera menyusun kekuatan untuk menggempur semua pihak yang
mendukung tahkim. Pada tahun 37 H/658 M, Ali bin Abi Thalib menyerang kaum khawarij
di Nahrawan. Perang ini disebut dengan Perang Nahrawan yang dimenangkan oleh pasukan
Ali.
Wafatnya Ali
Secara diam-diam kaum Khawarij berencana untuk membunuh Ali bin Abi Thalib,
Mu’awiyah bin Abu Sufyan, dan Amru bin ‘Ash. Mereka bertiga dianggap sebagai orang-
orang yang menyebabkan perpecahan umat islam. Abdurrahman bin Muljam, salah satu
utusan dari kaum Khawarij yang bertugas untuk menjalankan rencana, berhasil membunuh
Ali dengan pedangnya pada saat Ali sedang memanggil orang untuk salat. Dengan
berpulangnya Ali ke rahmatullah, habislah masa pemerintahan al-Khulafaur Rasyidin. Ali bin
Abi Thalib menjadi khalifah selama kurang lebih lima tahun. (35 H s.d. 40 H).
Poin-poin PPT:
Ali bin Abi Thalib ra. dilahirkan di Makkah pada tanggal 13 Rajab, sepuluh tahun
sebelum dimulainya masa kenabian Muhammad saw., sekitar tahun 599 masehi. Ali
bin Abi Thalib berasal dari bani Hasyim. Ibunya bernama Fatimah binti Asad yang
memberi nama Haydar kepada Ali ketika lahir . Nama itu kemudian diganti menjadi
Ali oleh ayahnya, Abu Thalib. Ali memiliki enam saudara kandung, di antaranya
Thalib, Aqil, Ja’far, Ummu hani, Jumanah, dan Raithah.
Ali wafat sebagai syahid pada 18 Ramadan 40 H, oada usia 63 tahun. Suatu ketika,
ketika beliau sedang membangunkan kaum muslimin dari tidurnya untuk menunaikan
salat subuh, sambal berangkat ke masjid di Kuffah. Di pagi itu, tiba-tiba salah seorang
dari kaum Khawarij yaitu Abdurrahman bin Muljam, menikamnya dengan
pedangnya.
2. Pemerintahan
Ali bin Abi Thalib tampil sebagai khalifah menggantikan Utsman ra. setelah masa
pemberontakan di zaman kekhalifahan Ustman memaksa kaum muslimin untuk
membaiat Ali sebagai khalifah. Ali dibaiat pada tanggal 25 Zulhijjah 3 H di Masjid
Madinah. Ali menjadi khalifah sejak tahun 35 H hingga 40 H yang mana Ali
merupakan Khulafaur Rasyidin yang terakhir.
3. Sifat Teladan
Pemberani. Ali adalah sosok sahabat yang pemberani. Hampir setiap peperangan
bersama kaum muslimin beliau ikuti kecuali Perang Tabuk karena ketika itu beliau
diamanahkan untuk memimpin Kota Madinah.
Cerdas. Tidak bisa dimungkiri bahwa Ali adalah seorang ilmuan yang cerdas. Beliau
sedari kecil telah hidup bersama Rasul saw. dan mendapatkan banyak ilmu darinya.
Rasul saw. bersabda, “Ana Madinatul ‘Ilm wa ‘Aliyyun Babuha” (saya adalah kota
ilmu dan Ali adalah pintu gerbangnya)
4. Keistimewaan
Ali menggantikan posisi Rasul di kamar ketika Rasul dan kaum muslimin hendak
hijrah ke Madinah. Pada saat itu, rumah Rasul sedang dikepung oleh kaum kafir
Quraisy yang hendak membunuh Rasul tetapi Ali tetap berani menjalankan amanah
dari Rasulullah saw.
Referensi: