Anda di halaman 1dari 10

Khalifah Ali Bin Abi Thalib

1. Latar Belakang Khalifah Ali Bin Abi Thalib


Ali adalah putra dari abu thalib bin abdul muthalib dan Fatimah binti
Asad bin Hasyim. Ia lahir di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, hari
jumat tanggal 13 rajab 620 M atau 10 tahun sebelum islam lahir. Ali
adalah orang yang pertama kali masuk islam dari golongan anak-anak
ketika berumur 10 tahun. Ia dikenal sebagai pemberani dan perwira
dan turut dalam seluruh peperangan Rasulullah kecuali perang Tabuk.
Julukan yang diberikan Rasullah kepada ali bin abi thalib yaitu abu
turab ( tanah atau debu ). Julukan ini diberikan oleh rasullah ketika
rasullah sedang mencari menantunya ( ali ), ternyata ketika itu ali
sedang tertidur dan rasullah melihat baju ali tersingkap dan
punggungnya kotor. Kemudian rasullah mendekati ali dan
membersikan punggungnya lalu ia membangunkan ali dengan
memanggilnya abu turab.
Adapun gelar lain yang dimiliki oleh ali yang diberikan oleh orang
sufi yaitu Karamallahu wajjah ( semoga Allah memuliakan
wajahnya ),kemudian yang diberikan oleh kaum suni yaitu Radiallahu
anhu ( semoga allah memberikan keridoannya ), dan yang diberikan
oleh kaum syiah yaitu Alaihi salam ( semoga Allah memberikan
keselamatan ).
2. Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Pengukuhan ali sebagai khalifah tidak semulus pengukuhan tiga
orang khalifah sebelumnya. Ali dibaiat di tengah-tengah suasana
berkabung atas meninggalnya utsman bin affan , pertentangan dan
kekacauan, serta kebingungan umat islam Madinah. Sebab, kaum
pemberontak yang membunuh utsman mendaulat Ali agar bersedia
dibaiat menjadi khalifah. Setelah utsman terbunuh , kaum
pemberontak mendatangi para sahabat senior satu per satu, seperti Ali
bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah
bin Umar bin Khathab . Tetapi disini ternyata, baik kaum pemberontak
maupun kaum anshar dan muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi
khalifah.
Selama lima hari setelah terbunuhnya Utsman kota Madinah
dipimpin sementara oleh al-Ghafiqi bin Harb, mereka mencari orang
yang bersedia memimpin. Penduduk Mesir mendesak Ali, sedang
beliau sendiri menghindar dari mereka ke sebuah rumah. Penduduk
Kufah mencari az-Zubair tapi mereka tidak menemukannya. Penduduk
Bashrah meminta Thalhah, tapi ia tidak bersedia. Maka mereka pun

berkata, Kami tidak akan mengangkat salah satu dari tiga orang ini.
Mereka menemui Saad bin Abi Waqqash . Mereka berkata,
Sesungguhnya engkau termasuk salah seorang anggota majelis
Syura! Namun Saad tidak memenuhi permintaan mereka. Kemudian
mereka menemui Abdullah bin Umar. Beliaupun menolak tawaran
mereka.
Mereka pun bingung, lantas mereka berkata, Jika kita pulang ke
daerah masing-masing dengan membawa kabar terbunuhnya Utsman
tanpa ada yang menggantikan posisinya, manusia akan berselisih
tentang urusan ini dan kita tidak akan selamat. Mereka kembali
menemui Ali dan memaksa beliau untuk menerimanya. Al-Asytar anNakhai meraih tangan Ali dan membaiatnya kemudian orangorangpun ikut membaiat beliau. Penduduk Kufah mengatakan
bahwasanya yang pertama kali membaiat Ali adalah al-Asytar anNakhaI, itu terjadi ketika hari kamis.
Pada hari Jumatnya di Masjid Nabawi, Ali dibaiat oleh mayoritas
rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para tokoh sahabat, seperti
Thalhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti
Abdullah bin Umar bin Khathab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin
Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu
berada di Madinah tidak mau ikut membaiat Ali. Abdullah dan Saad
misalnya bersedia membaiat kalau seluruh rakyat sudah membaiat.
Mengenai Thalhah dan Zubair, mereka membaiat secara terpaksa.
Mereka bersedia membaiat jika nanti mereka diangkat menjadi
gubernur di Kufah dan Bashrah.
Dengan demikian, Ali tidak dibaiat oleh kaum muslimin secara
aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak barada di kota
Madinah, mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru, dan
wilayah Islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat Islam
tidak hanya berada di tanah Hejaz (Mekkah, Madinah, dan Thaif),
tetapi sudah tersebar Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh
yang menolak untuk membaiat Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif
adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur
Syam. Alasan yang dikemukakan karena menurutnya Ali tidak
bertanggung jawab dan tidak menindak lanjuti pencarian pelaku atas
pembunuhan Utsman tetapi malah mengutamakan pemerintahannya.
Setelah pelantikan selesai, Ali menyampaikan pidato visi politiknya
dalam suasana yang kurang tenang di Masjid Nabawi. Setelah memuji
dan mengagungkan Allah, selanjutnya Ali berkata:Sesungguhnya
Allah telah menurunkan Kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan

kebaikan dan keburukan. Maka ambillah yang baik dan tinggalkan yang
buruk. Allah telah menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah! Maka
Allah menuntunmu ke surga. Sesungguhnya Allah telah
mengharamkan hal-hal yang haram dengan jelas, memuliakan
kehormatan orang muslim dari pada yang lainnya, menekankan
keikhlasan dan tauhid sebagai hak muslim. Seorang muslim adalah
yang dapat menjaga keselamatan muslim lainnya dari ucapan dan
tangannya. Tidak halal darah seorang muslim kecuali dengan alasan
yang dibenarkan. Bersegeralah membenahi kepentingan umum,
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu dimintai
pertanggungjawaban tentang apa saja, dari sejengkal tanah hingga
binatang ternak. Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya. Bila
melihat kebaikan ambillah, dan bila melihat keburukan tinggalkanlah.
Wahai manusia, kamu telah membaiat saya sebagaimana yang
kamu telah lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu daripada
saya. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi,
jika pilihan telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat,
teguh, dan rakyat harus tunduk dan patuh. Baiat terhadap diri saya ini
adalah baiat yang merata dan umum. Barang siapa yang mungkir
darinya, terpisahlah dia dari agama Islam.
3. Usaha-usaha yang dilakukan Ali bin Abi Thalib selama kepemimpinanya
menjadi khalifah
Dalam kepemimpinannya, Ali melakukan banyak hal dan usaha,
seperti:
a) Mengganti seluruh pejabat dan gubernur yang diangkat oleh
Khalifah Usman bin
Affan. Para sahabat ada yang telah memberikan nasehat agar
tindakan itu jangan
dilakukan, karena menurut mereka pemerintahn Ali belum kuat.
Akan tetapi
nasehat itu tidak didengar, malah beliau tetap ingin mengganti
para pejabat dan
gubernur yang sudah ada.
b) Mengambil kembali tanah-tanah yang dulu pernah dibagi-bagikan
pada masa
pemerintahan khalifah Usman bin Affan.
c) Memerangi para pemberontak
Ali bin Abi Thalib telah memecat para gubernur yang telah
diangkat oleh Umar. Itu
mengakibatkan umat islam terpecah menjadi 3 g0longan, yaitu: 1.
Golongan

pendukung Ali, 2. Golongan yang menuntut kematian utsman


( Muawiyah bin Abi
Sufyan), 3. Golongan yang tidak setuju dengan tuntutan Muawiyah
dan pengangkatan
Ali ( Thalhah,Zubair,Aisyah). Ketika Ali bin Abi Thalib telah memecat
para gubernur
yang telah diangkat oleh Umar yang salah satunya adalah Muawiyah
bin Abi Sufyan,
gubernur Irak, Muawiyah tidak mau. Ia mempersiapkan tentaranya
untuk menghadapi
khalifah Ali. sedangkan Ali bin abi Thalib sudah mempersiapkan
pasukannya untuk
memerangi Muawiyah.
Ketika akan berangkat ke Irak terdengar bahwa di Mekkah telah
terjadi
pemberontakan yang dipimpin oleh Aisyah, Talhah dan Zubeir
menuntut balas atas
kematian utsman. Itu terjadi karena Ali tidak juga memperlihatkan
sikap yang pasti
untuk menegakkan hukum syariat Islam terhadap para pembunuh
Utsman. Ali
sebenarnya ingin menghindari peperangan. Beliau mengirim surat
kepada Thalhah
dan Zubair agar mereka mau berunding untuk menyelesaikan
perkara itu secara
damai. Namun, ajakan tersebut ditolak.
Akhirnya pertempuran dahsyat antara keduanya pecah, yang
selanjutnya dikenal
dengan Perang Jamal atau Unta. Pertempuran tersebut
dipimpin oleh Aisyah,
Thalhah, dan Zubair. Pertempuran inilah yang terjadi pertama kali
diantara kaum
muslimin. Dan yang memperoleh kemenangan pada perang jamal
adalah pasukan Ali,
karena pasukan Ali lebih berpengalaman dibanding pasukan Aisyah.
Walaupun
pasukan Aisyah mengalami kekalahan seperti thalhah dan zubair
yang telah tewas.
Namun Aisyah tetap dihormati oleh Ali, layaknya menghormati istri
Rasullah SAW
sekaligus mertuanya. Bahkan setelah pertempuran usai, Khalifah Ali
mendirikan

perkemahan khusus untuk Aisyah. Dan keesokan harinya Aisyah


dipersilahkan pulang
kembali ke Madinah yang dikawal oleh saudaranya sendiri,
Muhammad bin Abi Bakar.
Pada akhir Dzulhijjah 36 H/657 M, khalifah Ali dengan pasukan
gabungan menuju
keSyiria utara. Dalam perjalanannya mereka menyusuri arus sungai
Euprate, namun
arus sungai tersebut telah dikuasai oleh pihak Muawiyah dan pihak
Muawiyah
tidak mengijinkan pihak Ali memakai air sungai tersebut. Awalnya Ali
mengirim
utusan pada Muawiyah agar arus sungai bisa digunakan oleh kedua
pihak, namun
Muawiyahmenolak. Akhirnya Ali mengirim tentaranya dibawah
pimpinan panglima
Asytar al-Nahki dan dia berhasil merebut arus sungai tersebut.
Meskipun sungai
tersebut dikuasai pihak Ali, mereka ini tetap mengijinkan tentara
Muawiyah
memenuhi kebutuhan airnya.
Setelah sengketa tersebut selesai maka pihak Ali mendirikan
garis
Pertahanan didataran Shiffin, dan Ali masih berharap dapat
mencapai penyelesaian
dengan cara damai. Ali mengirim utusan dibawah pimpinan
panglima Basyir bin Amru
untukmelangsungkan perundingan dengan pihak Muawiyah. Pada
bulan Muharram
37 H/658 Mmereka mencapai persetujuan yakni menghentikan
perundingan untuk
sementara danmasing-masing pihak akan memberi jawaban pada
akhir bulan
Muharram.Sebenarnya hal ini sangat merugikan Ali karena akan
mengurangi semangat
tempur tentaranya dan pihak lawan bisa memperbesar kekuatannya.
Namun sebagai
khalifah, Ali terikat oleh ketetapan firman Allah surat al-hujurat ayat
9 dan surat annisa ayat59.
Dengan mengenali prinsip-prinsip hukum Islam itu maka dapat
dipahami

Mengapa khalifah Ali menempuh jalan damai dahulu.Jawaban


terakhir dari pihak
Muawiyah menolak untuk mengangkat baiat Ali dan sebaliknya
menuntut Ali
mengangkat baiat terhadap dirinya. Maka bulan Saffar 37H/685M
terjadilah perang
antara ali dan muwiyah yang dikenal dengan nama perang
siffin dengan kekuatan
95.000 orang dari pihak Ali dan 85.000 orang dari pihak Muawiyah.
Pada saat perang,
Imar bin Yasir (orang pertama yang masuk Islam di kota Mekkah)
tewas. Tewasnya
tokoh yang sangat dikultuskan membangkitkan semangat tempur
yang tak terkirakan
pada pihak pasukan Ali, sehingga banyak korban pada pihak
Muawiyah dan panglima
Asytar al-Nahki berhasil menebas pemegang panji- panji perang
pihak Muawiyah dan
merebutnya. Bila panji perang jatuh pada pihak lawanmaka akan
melumpuhkan
semangat tempur.
Pada saat terdesak itulah pihak Muawiyah,Amru bin Ash
memerintahkan
mengangkat al-mushaf pada ujung tombak dan berserumarilah kita
bertahkim kepada
kitabullah. Namun pada saat itu Alimemerintahkan untuk tetap
berperang karena
beliau tahu itu hanya tipu muslihat musuh.Tapi sebagian besar
tentaranya berhenti
berperang dan berkata jikalau mereka telah meminta bertahkim
kepada kitabullah
apakah pantas untuk tidak menerimanya, bahkan diantara panglima
pasukannya
Musar bin Fuka al Tamimi mengancam: Hai Ali, mari berserah
kepada kitabullah
jikalau anda menolak maka kami akan berbuat terhadap anda seperti
apa yang kami
perbuat pada Usman.Akhirnya Ali terpaksa tunduk karena beliau
menghadapi orangorang sendiri.Sejarah mencatat korban yang tewas dalam perang ini
35.000 orang dari
pihak Ali dan 45.000 orang dari pihak Muawiyah. Ali bin Abi Thalib
kemudian

menghentikan peperangan .Kedua belah pihak setuju untuk


mengadakan perdamaian.
Masing-masing mengutus dari pihak Ali diutus Musa Al Asy'ari
sahabat Nabi yang
warok dan shaleh. Sedangkan dipihak Muawiyah mengutus Amir bin
Ash.
Dalam musyawarah itu pihak Ali kalah atas kelicikan Amr bin Ash.
Amr berjanji akan
sama-sama menurunkan diri dari jabatan kekhalifaan dan Muawiyah
menurunkan diri
dari jabatan sebagai gubernur, lalu umatlah yang selanjutnya akan
memilih siapa yang
menduduki jabatan tersebut. Pada kesempatan itu Abu Muasa
berpidato terlebih
dahulu untuk menurunkan Khalifah Ali. Kemudian Amr bin Ash
berkata, bahwa ia
setuju Ali diturunkan dari kekhalifaan dan hal ini diumumkan kepada
orang banyak.
Kemudian Amr bin Ash berkat, bahwa ia juga telah menurunkan
Muawiyah dari
gubernur dan langsung mengangkatnya sebagai khalifah.
Selanjutnya mereka tidak
mau melanjutkan perang. Muawiyah kemudian mengirim Amr bin
Ash untuk
memerangi para gubernur yang diangkat olen Ali. Amr bin Ash
berhasil membunuh
gubernur Mesir, yaitu Muhammad bin Abi Bakar. Kemudian Amr bin
Ash diangkat oleh
Muawiyah sebagai gubernur Mesir dan kemudian memberontak
kepada Ali.
Tentara khalifah Ali bin Abi Thalib yang tidak setuju peperangan
dihentikan, lalu
berbalik kebelakang untuk memberontak. Golongan yang tidak
setuju ini adalah awal
dari nama Khawrij yang di dalam Al-Quran dijuluki Allah Subhanahu
wa ta'ala sebagai
"Anjing-Anjing Neraka. Orang-orang Khawarij kemudian berniat akan
membunuh Ali
bin Abi Thalib, Muawiyah bin Abu Sufyan, dan Amr bin Ash. Karena
mereka
menganggap ketiga orang ini adalah sumber dari tidak tenteramnya
umat Islam.

Orang-orang Khawarij, seperti Ibnu Muljam berhasil membunuh Ali di


Kuffah pada 19
Ramadhan tahun 40 H dan ali menghembuskan nafas terakhir pada
21 ramadhan 40 H,
lalu dikuburkan secara diam-diam di najaf. Sedangkan Al Barah gagal
membunuh
Muawiyah dan Umar bin Bakir juga gagal membunuh Amr bin Ash.
Setelah Khalifah Ali
bin Abi Thalib wafat, kekhalifaan diduduki oleh anaknya, yaitu Hasan
pada tahun 40 H.
Adapun orang yang pertama kali membaiat Al Hasan bin Ali adalah
Qais bin Saad bin
Ubadah. Ia berkata kepadanya, Ulurkanlah tanganmu, aku akan
membaiatmu
Atas dasar kitabullah dan sunnah nabiNya.
Ketika itu Hasan hanya diam. Qais membaiatnya lalu diikuti oleh
banyak
sesudahnya. Peristiwa itu terjadi pada hari wafatnya Ali bin Abi
Thalib. Pada bulan
Ramadhan tahun 40 H. Saat itu Qais bin Sada adalah amir wilayah
Adzerbaijan. Ia
membawahi 40 ribu tentara. Mereka semua telah berbaiat untuk
membela Ali sampai
titik darah penghabisan. Setelah Ali bin Abi Thalib wafat, Qais
mendorong Al Hasan bin
Ali agar berangkat memerangi penduduk Syam. Lalu al-Hasan
menarik Qais dari
Adzerbaijan, kemudian mengirim Ubaidullah bin Abbas sebagai
penggantinya.
Dalam niat al-Hasan, beliau tidak ingin memerangi seorangpun.
Akan tetapi, mreka
berhasil memaksa pendapat mereka kepada beliau. Lalu
berkumpulah pasukan dalam
jumlah yang sangat besar yang belum pernah terkumpul sebanyak
itu. Al-Hasan
menunjuk Qais sebagai panlima detasemen yang dikirim kedepan
bersama 12 ribu
personil. Lalu beliau bergerak kebelakangnya menuju negri Syam
untuk memerangi
Muawiyah dan penduduk Syam.
Ketika melewati wilayah al-Madain beliau mengirim pasukan
detasemen kedepan,

sementara beliau menunggu di al-Madain dalam kampong militer di


pusat kota alMadain. Tiba-tiba ada orang yang berteriak di tengah-tengah
kerumunan manusia,
celaka, Qais bin Ubadan telah terbunuh! pasukan menjadi koncar
kancir, mereka
saling serang satu sama lain. Hingga mereka menyerbu kemah alHasan. Mereka
menarika paksa permadani yang dipakai duduk oleh al-Hasan dan
sebagian dari
mereka menikam beliau ketika sedang menaiki kendaraan hingga
beliau cedera.
Lalu al-Hasan sangat marah melihat sikap mereka. Beliau
melarikan diri hingga tiba
di istana putih di kota al-Maidan. Beliau berlindung disana dalam
keadaan luka parah.
Ketika beliau sedang berlindung di istana. Al-Mukhtar bin Abi Ubaid,
semoga Allah
memburukkan dirinya ketika ia berkata kepada pamannya Maukah
engkau
memperoleh kemuliaan dan kekayaan? apa itu? Tanya Saad. Ia
berkata,
Ringkuslah al-Hasan bin Ali lalu rantailah dia dan bawalah kehadapan
muawiyah!
Saad bin Masud, pamanya berkata, Semoga Allah SWT
memburukkan dirimu dan
apa yang engkau katakana itu! Apakah kau kira aku mau
mengkhianati cucu Rasullah
saw. Sementara itu di Madain antara Muawiyah dan Hasan
mengadakan perjanjian
yang isinya antara lain:
1. Hasan rela tidak menjadi khalifah karena memelihara darah
umat Islam.
2. Muawiyah jangan lagi mencaci maki ayahnya diatas mimbar.
3. Setelah Muawiyah nanti kursi kekhalifaan diserahkan
pengangkatannya kepada
umat Islam.
Maka merekapun menyepakati perjanjian tersebut. Dengan
demikian bulatlah
suara untu Muawiyah. Dalam hal ini al-Husain mencela keputusan
saudaranya itu,
yakni al-Hasan. Ia tidak bias menerima keputusannya itu. Namun
kebenaran berada

ditangan al-Hasan kemudian al-Hasan mengirim perintah kepada


Qais bin Saad selaku
panglima detasemen agar mendengar dan patuh kepada Muawiyah.
Menurut catatan
yang masyhur, al-Hasan berbaiat kepada Muawiyah pada tahun 40
H. Oleh sebab itu,
tahun tersebut dinamakan tahun jamaah. Karna suara kaum muslim
bulat untuk
Muawiyah. Tetapi menurut pendapat yang mansyur dari Ibnu Jarir
dan pakar sejarah
lainnya. Menyebutkan bahwa peristiwa itu terjadi pada tahun 41
H.Melalui beberapa
jalur dari Safinah Maula Rasullah saw, bahwa Rasullah saw bersabda,
Khilafah
sesudahku tiga puluh tahun , setelah itu akan muncul raja-raja.
Khilafah genap tiga puluh tahun dengan dibaiatnya al-Hasan bin
Ali menjadi
khalifah. Beliau melepaskan kekhalifahan kepada Muawiyah pada
bulan Rabiul awal
tahun 41 H. Berarti genap 30 tahun setelah Rasullah saw wafat pada
bulan Rabiul
Awal tahun 11 H. Ini merupakan tanda kenabian yang sangat besar.
Rasullah saw telah
memuji perbuatan nya itu. Ia meninggalkan dunia yang fana ini dan
memilih akhirat
yang kekal abadi. Keputusannya itu menghentikan pertumpahan
darah diantara umat
ini. Ia turun dari kekhalifahan dan menyerahkan kekuasaan kepada
Muawiyah. Hingga
kaum muslim bersatu pada seorang pemimpin. Yang mana peristiwa
tersebut disebut
dengan amul jamaah artinya tahun persatuan, karna di tahu itu
umat islam bersatu
pada satu pemimpin ( khalifah ).

Anda mungkin juga menyukai