Anda di halaman 1dari 14

SEJARAH PERADABAN ISLAM PADA MASA ALI BIN ABI THALIB

MAKALAH

Makalah ini Disusun untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Sejarah


Kebudayaan Islam

Dosen Pengampu :
Mimin Mintarsih, M.Ag.

Disusun oleh :
Firda Mahardika (20364004)

PERBANKAN SYARIAH
FAKULTAS EKONOMI DAN ISLAM
UNIVERSITAS MA’SOEM
1444 H / 2023 M
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT. yang telah
memberi nikmat Iman dan Islam serta telah memberikan rahmat dan hidayah-
Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini selesai pada waktunya.
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi salah satu
tugas presentasi mata kuliah Sejarah kebudayaan Islam pada Program Sarjana
Jurusan Perbankan Syariah Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam di Universitas
Ma’soem.
Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan banyak ucapan
terima kasih, terutama kepada orang tua penulis yang telah memberikan doa
dan restunya dalam penyelesaian makalah ini.
Semoga Allah SWT. memberikan balasan yang setimpal atas segala
bantuan dan kebaikan yang telah diberikan kepada penulis. Untuk
kesempurnaan penulisan laporan berikutnya, kritik dan saran sangat diharapkan
oleh penulis. Sehingga menjadi bahan evaluasi bagi penulis dalam penulisan
lainnya di masa yang akan datang. Semoga makalah ini, dapat bermanfaat bagi
kita semua, khususnya bagi penulis umumnya bagi yang membaca. Aamiin.

Rancaekek, April 2023

Penulis
BAB I
PEMBUKAAN

A. LATAR BELAKANG
Segala sesuatu tentang penulisan ulang mengenai dunia islam, baik
sejarah-sejarah dunia islam maupun pada masa ali bin abi thalib
pastinya bersifat terbuka dan milik hak semua orang. Hanya bagaimana
cara kita mengaplikasikannya secara baik dan benar. Makalah ini lebih
banyak menulusuri apa saja yang terjadi pada dunia islam pada masa ali
bin abi thalib. Karna banyak nilai-nilai positif yang dapat kita ambil
dari masa ali bin thalib dan para khalifah yang lainnya.
Kejadian miris yang sering terjadi saat ini adalah banyak orang-
orang islam yang tidak mengetahui sejarah-sejarah islam, bahkan lebih
banyak mengadopsi budaya-budaya  dari non muslim. Ini adalah
gambaran bagaimana dinamika dunia islam yang terjadi terus menerus.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana latar belakang kehidupan Ali bin Abi Thalib?
2. Bagaimana proses pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib?
3. Perang apa sajakah yang terjadi Pada masa Khalifah Ali?
4. Bagaimana sistem politik Pada masa Khalifah Ali?
BAB II
PEMBAHASAN

A. Latar Belakang Kehidupan Khalifah Ali Bin Abi Thalib


Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti
Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah. Ali bin Abi
Thalib bin Abdul Mutthalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah
Arab, hari Jum’at pada tanggal 13 Rajab tahun 602 M atau 10 tahun
sebelum kelahiran Islam. Usianya 32 tahun lebih muda dari Rasulullah
SAW.
Ali merupakan sepupu dan juga menantu dari Rasulullah SAW
yaitu suami dari puteri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra. Ali masuk Islam
tatkala usianya belum mencapai 10 tahun. Dengan demikian, Ali adalah
orang yang pertama kali masuk Islam dari kalangan anak-anak.
Nabi Muhammad SAW semenjak kecil diasuh oleh kakeknya,
Abdul Muthalib. Kemudian setelah kakeknya meninggal beliau diasuh
oleh pamannya, Abu Thalib. Karena hasrat hendak menolong dan
membalas jasa kepada pamannya, maka beliau mengasuh dan mendidik
Ali. Pengetahuan agamanya amat luas. Karena kedekatannya dengan
Rasulullah, beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan Hadits
Nabi. Beliau juga terkenal dengan keberaniannya dan hampir diseluruh
peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada dibarisan
depan. Ketika Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau selalu mengajak Ali
untuk memusyawarahkan masalah-masalah penting. Begitu pula Umar bin
Khathab tidak mengambil kebijaksanaan atau melakukan tindakan tanpa
musyawarah dengan Ali. Utsman pun pada masa permulaan jabatannya
dalam banyak perkara selalu mengajak Ali dalam permusyawaratan.
Demikian pula, Ali juga tampil membela Utsman ketika berhadapan
dengan pemberontak.
B. Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga
orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’ad di tengah-tengah suasana
berkabung atas meninggalnya Utsman bin Affan, pertentangan dan
kekacauan , serta kebingungan umat Islam Madinah. Sebab, kaum
pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali agar bersedia
dibai’ad menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaum pemberontak
mendatangi para sahabat senior satu per satu yang ada di kota Madinah,
seperti Ali bin Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan
Abdullah bin Umar bin Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun
mereka menolak. Akan tetapi, baik kaum pemberontak maupun kaum
Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali menjadi khalifah. Ali
didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar bersedia
dibai’ad menjadi khalifah. Namun, Ali menolak. Sebab, Ali menghendaki
agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat
persetujuan dari sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah
massa mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai
pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, akhirnya Ali
bersedia dibai’at menjadi khalifah.
Ali dibai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta
para tokoh sahabat, seperti Thalhah dan Zubair. Ada beberapa orang
sahabat senior, seperti Abdullah bin Umar bin Khaththab, Muhammad bin
Maslamah, Saad bin Abi Waqqash, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin
Salam yang waktu itu berada di Madinah tidak mau ikut membai’at Ali.
Abdullah dan Saad misalnya bersedia membai’at kalau seluruh rakyat
sudah membai’at. Mengenai Thalhah dan Zubair, mereka membai’at
secara terpaksa. Mereka bersedia membai’at jika nanti mereka diangkat
menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah.
Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara
aklamasi karena banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di kota
Madinah, mereka tersebar di wilayah-wilayah taklukan baru, dan wilayah
Islam sudah meluas ke luar kota Madinah sehingga umat Islam tidak hanya
berada di tanah Hijaz (Mekkah, Madinah, dan Thaif), tetapi sudah tersebar
Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh yang menolak untuk
membai’at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah Mu’awiyah bin
Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang
dikemukakan karena menurutnya Ali tidak bertanggung jawab dan tidak
menindaklanjuti pencarian pelaku atas pembunuhan Utsman tetapi malah
mengutamakan pemerintahannya.
Pada hari Jum’at di Masjid Nabawi, mereka melakukan pembai’atan.
Setelah pelantikan selesai, Ali menyampaikan pidato visi politiknya dalam
suasana yang kurang tenang di Masjid Nabawi. Setelah memuji dan
mengagungkan Allah, selanjutnya Ali berkata:“Sesungguhnya Allah telah
menurunkan Kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan
keburukan. Maka ambillah yang baik dan tinggalkan yang buruk. Allah
telah menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah! Maka Allah
menuntunmu ke surga. Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal-hal
yang haram dengan jelas, memuliakan kehormatan orang muslim dari
pada yang lainnya, menekankan keikhlasan dan tauhid sebagai hak
muslim. Seorang muslim adalah yang dapat menjaga keselamatan muslim
lainnya dari ucapan dan tangannya. Tidak halal darah seorang muslim
kecuali dengan alasan yang dibenarkan. Bersegeralah membenahi
kepentingan umum, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu
dimintai pertanggungjawaban tentang apa saja, dari sejengkal tanah
hingga binatang ternak. Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya.
Bila melihat kebaikan ambillah, dan bila melihat keburukan
tinggalkanlah.”

“Wahai manusia, kamu telah membai’at saya sebagaimana yang kamu


telah lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu daripada saya. Saya
hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, jika pilihan telah
jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan rakyat
harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah bai’at yang
merata dan umum. Barang siapa yang mungkir darinya, terpisahlah dia
dari agama Islam.”

C. Peperangan Pada Masa Ali Bin Abi Thalib


Ada banyak peperangan yang terjadi di masa Ali, di antaranya:
1. Perang Jamal / Perang Unta
Selama masa pemerintahannya, Ali menghadapi berbagai pergolakan,
tidak ada sedikitpun dalam pemerintahannya yang dikatakan stabil. Setelah
menduduki Khalifah, Ali memecat gubernur yang diangkat oleh Utsman.
Ali yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan yang terjadi karena
keteledoran mereka. Selain itu Ali juga menarik kembali tanah yang
dihadiahkan oleh Utsman kepada penduduk dengan menyerahkan hasil
pendapatannya kepada negara. Dan mememakai kembali sistem distrtibusi
pajak tahunan diantara orang-orang Islam. Sebagaimana pernah diterapkan
oleh Khalifah Umar bin Khatthab. Menyikapi berbagai kebijakan dan
masalah-masalah yang dihadapi Ali, kemudian pemerintahannya
digoncangkan oleh pemberontakan-pemberontakan. Diantaranya adalah
pemberontakan yang dipimpin oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang
merupakan keluarga Utsman sendiri dengan alasan:
a. Ali harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Khalifah Ustman
b. Wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas Islam di
daerah-daerah baru.
Oleh karena itu hak untuk menentukan pengisian jabatan tidak lagi
merupakan hak pemimpin yang berada di Madinah saja. Namun, karena
situasi politik yang gawat pada waktu itu sehingga permintaan mereka
merupakan tuntutan yang tidak mungkin dipenuhi dalam waktu dekat.
Suasana politik pada saat itu memanas dikarenakan adanya rongrongan dari
berbagai pihak, terutama pihak-pihak yang tidak menyetujui dan tidak
mengakui Ali menjabat sebagai khalifah keempat. Melihat keadaan
sedemikian rumit, maka hal pertama yang memerlukan penanganan serius
yang dilakukan Ali adalah memulihkan, mengatur, dan menguatkan
kembali posisinya sebagai khalifah dan berusaha mengatasi segala
kekacauan yang terjadi. Setelah itu baru melakukan pengusutan atas
pembunuhan Utsman. Namun, sejak tahun 35 H/656 M, tahun
pengangkatan Ali sebagai khalifah sampai tahun 36 H/657 M, Ali tidak
juga memperlihatkan sikap yang pasti untuk menegakkan hukum syariat
Islam terhadap para pembunuh Utsman. Sehingga Aisyah bergabung
dengan Thalhah dan Zubair menggerakkan kabilah-kabilah Arab untuk
menuntut balas atas kematian Utsman. Setelah dirasa mempunyai kekuatan
yang besar, Aisyah dan pasukannya memutuskan menyerang pasukan Ali
di Kufah, yang sebetulnya pasukan Ali dipersiapkan untuk menghadapi
tantangan Mu’awiyah bin Abi Sufyan di Syiria. Ali sebenarnya ingin
menghindari peperangan. Beliau mengirim surat kepada Thalhah dan
Zubair agar mereka mau berunding untuk menyelesaikan perkara itu secara
damai. Namun, ajakan tersebut ditolak. Akhirnya pertempuran dahsyat
antara keduanya pecah, yang selanjutnya dikenal dengan “Perang Jamal”.
Pertempuran tersebut dipimpin oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair.
Pertempuran inilah yang terjadi pertama kali diantara kaum muslimin. Dan
yang memperoleh kemenangan pada perang jamal adalah pasukan Ali,
karena pasukan Ali lebih berpengalaman dibanding pasukan Aisyah.
Walaupun pasukan Aisyah mengalami kekalahan, Aisyah tetap dihormati
oleh Ali dan pengikutnya sebagai Ummul Mu’minin.
Bahkan setelah pertempuran usai, Khalifah Ali mendirikan
perkemahan khusus untuk Aisyah. Dan keesokan harinya Aisyah
dipersilahkan pulang kembali ke Madinah yang dikawal oleh saudaranya
sendiri, Muhammad bin Abi Bakar. Demikianlah sejarah terjadinya perang
jamal yang merupakan perang pertama antara sesama umat Islam dalam
sejarah Islam.
2. Perang Shiffin
Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan Ali mengakibatkan
perlawanan dari Gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh
sejumlah bekas pejabat tinggiyang merasa kehilangan kedudukan dan
kejayaan. Selain itu, Mu’awiyah, Gubernur Damaskus dan keluarga dekat
Utsman, seperti halnya Aisyah, mereka menuntut agar Ali mengadili
pembunuh Utsman. Bahkan mereka menuduh Ali turut campur dalam
pembunuhan Utsman. Selain itu mereka tidak mengakui kekhalifahan Ali.
Hal ini bisa dilihat dari situasi kota Damaskus pada saat itu. Mereka
menggantung jubah Utsman yang berlumuran darah bersama potongan jari
tanda almarhum di mimbar masjid. Sehingga hal itu menjadi tontonan bagi
rombongan yang berkunjung. Dengan adanya peristiwa tersebut, pihak
umum berpendapat bahwa Ali yang bertanggungjawab atas pembunuhan
Utsman.Pada akhir Dzulhijjah 36 H/657 M, khalifah Ali dengan pasukan
gabungan menuju ke Syiria utara. Dalam perjalanannya mereka menyusuri
arus sungai Euprate, namun arus sungai tersebut telah dikuasai oleh pihak
Mu’awiyah dan pihak Mu’awiyah tidak mengijinkan pihak Ali memakai air
sungai tersebut. Awalnya Ali mengirim utusan pada Mu’awiyah agar arus
sungai bisa digunakan oleh kedua pihak, namun Mu’awiyah menolak.
Akhirnya Ali mengirim tentaranya dibawah pimpinan panglima Asytar al-
Nahki dan dia berhasil merebut arus sungai tersebut. Meskipun sungai
tersebut dikuasai pihak Ali, mereka ini tetap mengijinkan tentara
Mu’awiyah memenuhi kebutuhan airnya.
Setelah sengketa tersebut selesai maka pihak Ali mendirikan garis
pertahanan didataran Shiffin, dan Ali masih berharap dapat mencapai
penyelesaian dengan cara damai. Ali mengirim utusan dibawah pimpinan
panglima Basyir bin Amru untuk melangsungkan perundingan dengan
pihak Mu’awiyah. Pada bulan Muharram 37 H/658 M mereka mencapai
persetujuan yakni menghentikan perundingan untuk sementara dan masing-
masing pihak akan memberi jawaban pada akhir bulan
Muharram.Sebenarnya hal ini sangat merugikan Ali karena akan
mengurangi semangat tempur tentaranya dan pihak lawan bisa
memperbesar kekuatannya. Namun sebagaikhalifah, Ali terikat oleh
ketetapan firman Allah surat al-hujurat ayat 9 dan surat an-nisa’ ayat59.
Dengan mengenali prinsip-prinsip hukum Islam itu maka dapat dipahami
mengapakhalifah Ali menempuh jalan damai dahulu.Jawaban terakhir dari
pihak Mu’awiyah menolak untuk mengangkat bai’at Ali dansebaliknya
menuntut Ali mengangkat bai’at terhadap dirinya. Maka bulan Saffar
37H/685M terjadilah perang siffin dengan kekuatan 95.000 orang dari
pihak Ali dan 85.000 orangdari pihak Mu’awiyah. Pada saat perang, Imar
bin Yasir (orang pertama yang masuk Islamdi kota Mekkah) tewas.
Tewasnya tokoh yang sangat dikultuskan ini membangkitkan semangat
tempur yang tak terkirakan pada pihak pasukan Ali, sehingga banyak
korbanpada pihak Mu’awiyah dan panglima Asytar al-Nahki berhasil
menebas pemegang panji-panjiperang pihak Mu’awiyah dan merebutnya.
Bila panji perang jatuh pada pihak lawanmaka akan melumpuhkan
semangat tempur. Pada saat terdesak itulah pihak Mu’awiyah,Amru bin
Ash memerintahkan mengangkat al-mushaf pada ujung tombak dan
berserumarilah kita bertahkim kepada kitabullah. Namun pada saat itu
Alimemerintahkan untuk tetap berperang karena beliau tahu itu hanya tipu
muslihat musuh.Tapi sebagian besar tentaranya berhenti berperang dan
berkata jikalau mereka telahmeminta bertahkim kepada kitabullah apakah
pantas untuk tidak menerimanya, bahkandiantara panglima pasukannya
Mus’ar bin Fuka al Tamimi mengancam: “Hai Ali, mariberserah kepada
kitabullah jikalau anda menolak maka kami akan berbuat terhadap
andaseperti apa yang kami perbuat pada Usman.”Akhirnya Ali terpaksa
tunduk karena beliau menghadapi orang-orang sendiri.Sejarah mencatat
korban yang tewas dalam perang ini 35.000 orang dari pihak Ali dan45.000
orang dari pihak Mu’awiyah.Peperangan ini diakhiri dengan takhkim
(arbitrase).Akan tetapi hal itu tidak dapatmenyelesaikan masalah, bahkan
menyebabkan terpecahnya umat Islam menjadi tigagolongan. Diantara
ketiga golongan itu adalah golongan Ali, pengikutMu’awiyah dan Khawarij
(orang-orang yang keluar dari golongan Ali). Akibatnya, diujungmasa
pemerintahan Ali, umat Islam terpecah menjadi tiga kekuatan politik.
3. Perang Nahrawan
Setelah terjadi tahkim sebagian tentara Ali tidak terima dengan sikap
Ali yang menerima arbitrase karena itulah mereka keluar dari pihak Ali
yang selanjutnya dikenal dengan nama Khawarij. Pihak Khawarij
berkesimpulan bahwa:
a. Mu’awiyah dan Amru bin Ash beserta pengikutnya adalah kelompok
kufur karenatelah mempermainkan nama Allah dan kitab Allah dalam
perang Shiffin, maka mereka wajib dibasmi.
b. Ali dan pihak-pihak yang mendukung terbentuknya majlis tahkim
adalah ragu terhadap kebenaran yang telah diperjuangkan , padahal
banyak korban yang jatuh untuk membelanya. Untuk itu Ali telah
melakukan dosa besar.
c. Dan yang membenarkan pembentukan majlis tahkim adalah
mengembangkan bid’ah dan membasmi kaum bid’ah adalah kewajiban
setiap Muslim.
d. Pemuka kelompok ini adalah Abdullah bin Wahhab al Rasibi.
SebenarnyaAli tidak ingin memerangi kelompok Khawarij tapi karena
kelompok ini keterlaluan dalam bersikap diantaranya membunuh
keluarga shahabat Abdullah bin Wahhab dengan sadis sekali hanya
karena menolak untuk menyatakan keempat khalifah sepeningggal Nabi
adalah kufur, selain itu mereka juga membunuh utusan yang diutus oleh
Ali.
e. Ali menggerakkan pasukannya dan kedua pasukan bertemu pada suatu
tempat bernama Nahrawan, terletak dipinggir sungai tigris (al dajlah).
Sebelum perang diumumkan, Ali masih punya harapan untuk
menyadarkankaum Khawarij. Dan Ali memberikan amnesti bersyarat yang
berbunyi: “Barang siapa pulang kembali ke Kufah, akan memperoleh
jaminan keamanan.”Sejarah mencatat setelah itu 500 orang diantara
mereka sebagian pulang ke Kufah dan sebagian lagi pindah ke pihak Ali
sehingga kelompok Khawarij tinggal 1.800 orang.Dengan begitu pecahlah
perang Nahrawan, korban berjatuhan dari pihak Ali karena keberanian
kelompok Khawarij sangatlah terkenal, walaupun demikian kemenangan
berada dipihak Ali dan tokoh/pemuka Khawarij, Mus’ar al Tamimi,
Abdullah bin Wahhab tewas dalam peperangan ini.Golongan Khawarij
( orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib) yang bermarkas
di Nahrawain benar-benar merepotkan Ali sehingga memberikan
kesempatanpada pihak Mu’awayah untuk memperkuat dan memperluas
kekuasannya sampai mampumerebut Mesir. Akibatnya sangat fatal pada
pihak Ali. Tentara Ali semakin lemah,sementara kekuatan Mua’wiyah
bertambah besar, keberhasilan Mu’awiyah mengambilposisi Mesir berarti
merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak Ali.
D. Sistem Ekonomi Pada Masa Ali
Masa pemerintahan Kholifah Ali bin Abi Thalib yang hanya
berlangsung selama enam tahun selalu diwarnai dengan ketidak stabilan
kehidupan politik. Ali harus menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair,
dan Aisyah yang menuntut kematian Utsman bin Affan. Sekalipun
demikian, Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan
berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat
Islam. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, prinsip utama dari
pemerataan distribusi uang rakyat telah diperkenalkan. Sistem distribusi
setiap pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari Kamis adalah
hari pendistribusian atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua
penghitungan diselesaikan dan pada hari Sabtu dimulai penghitungan baru.
Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut pandang hukum dan
kondisi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi. Khalifah Ali
meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak. Khalifah Ali
memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan
masalah-masalah yang berkaitan dengannya.
BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN

Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti
Asad bin Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah. Ali bin Abi
Thalib bin Abdul Mutthalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah
Arab, hari Jum’at pada tanggal 13 Rajab tahun 602 M.

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga


orang khalifah sebelumnya. Ali dibai’ad di tengah-tengah suasana
berkabung atas meninggalnya Utsman bin Affan, pertentangan dan
kekacauan , serta kebingungan umat Islam Madinah. Ada banyak
peperangan yang terjadi di masa Ali, di antaranya Perang Jamal / Perang
Unta, perang siffin dan perang nahrawah.
Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan
berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat
Islam dalam kebijakan politiknya di tengah campur marut kehidupan masa
pemerintahannya.

B. KRITIK DAN SARAN


Demikian makalah yang kami buat. Kami menyadari masih
banyaknya kekurangan dalam penyajian makalah ini. Maka dari itu, kritik
dan saran sangat kami harapkan untuk perbaikan makalah kami
selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi pembaca dan penyusun.
DAFTAR PUSTAKA :

1. http://nanamulyadimdf.blogspot.co.id/2012/05/makalah-sejarah-
peradaban-islam.html
2. Yatim, Badri. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja
Grafindo Persada
3. Ath-Thabari, op. cit., hlm. 448-457 dan Suyuthi Pulungan, op. cit.,
hlm. 153.
4. http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib

Anda mungkin juga menyukai