Anda di halaman 1dari 13

Tanggal : 16 desember 2020

Dosen : Dr. Patmawati, S.Ag.M.Ag.

TUGAS MATA KULIAH


SEJARAH PERADABAN ISLAM

JUDUL
Ali Bin Abi Thalib

Oleh:

Nama Erwiansyah : NIM. 11905069

PROGRAM STUDI KOMUNIKASI PENYIARAN ISLAM


FAKULTAS USHULUDDIN ADAB DAN DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI
PONTIANAK
2 0 1 9
BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang

Ali bin Abi Thalib adalah khalifah ke empat dari kekhalifahan islam. Ali bin Abi Thalib
diangkat menjadi khalifah setelah meninggalnya khalifah Usman bin Affan dalam peristiwa
pembunuhan yang terjadi dirumah khalifah Usman bin Affan.

Pertama kali yang dirasakan kaum muslimin ketika mengkaji sejarah tentang Ali bin Abi
Thalib adalah kerumitan-kerumitan yang menjadi tanda tanya besar. Pada waktu itu, terjadi
berbagai konflik atau tepatnya fitnah di kalangan para sahabat, seperti Perang Jamal (terjadi
antara golongan Ali dan Aisyah) dan perang Shifin (terjadi antara golongan Ali dan
Muawiyah). Generasi sahabat yang disebut di dalam al-Qur’an sebagai Khairu Ummah
mengalami peristiwa yang benar-benar tidak terduga, bahkan oleh para sahabat di masa itu
sekali pun. Hal itu menimbulkan banyak pertanyaan yang harus diselesaikan oleh kaum
muslim, terutama para pengkaji sejarah Islam.

Membahas khalifah Ali dalam sebuah makalah yang sederhana tidaklah akan cukup dan
memuaskan. Namun, belajar dari uraian buku-buku yang kami baca, kami berusaha untuk
memberikan beberapa analisa dengan menggunakan buku-buku itu, untuk kemudian
menguatkan atau bahkan mengkritisi, bila memang terdapat pernyataan-pernyataan yang
tidak sesuai dengan data-data sejarah yang ada. Kami bahas tentang pemerintahan Ali dan
berbagai peristiwa penting yang terjadi. Di makalah ini juga, kami akan menghadirkan
biografi Ali sebagai pengetahuan sepintas, sebab tidak pantas rasanya kalau kita membahas
seseorang tetapi tidak mengetahui biografinya.

B.       Rumusan Masalah

1.        Bagaimana biografi Ali bin Abi Thalib?

2.        Bagaimana proses pembai’atan Ali bin Abi Thalib?

3.        Bagaimana sistem pemerintahan pada masa Ali bin Abi Thalib?

4.        Apa saja kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi Thalib?

5.        Peristiwa apa saja yang terjadi pada masa Ali bin Abi Thalib?
C.       Tujuan dan Manfa’at

1.      Tujuan

a.       Dapat memahami dan menjelaskan tentang biografi Ali bin Abi Thalib.

b.      Dapat memahami dan menjelaskan tentang proses pembai’atan Ali bin Abi Thalib.

c.       Dapat memahami dan menjelaskan tentang sistem pemerintahan pada masa Ali bin Abi
Thalib.

d.      Dapat memahami dan menjelaskan tentang kebijakan-kebijakan pada masa Ali bin Abi
Thalib.

e.       Dapat memahami dan menjelaskan tentang peristiwa yang terjadi pada masa Ali bin Abi
Thalib.

2.      Manfa’at

a.       Memberikan tambahan ilmu yang sebelumnya masih kurang atau bahkan belum tahu
sebelumnya.

b.      Memberikan tambahan pengetahuan yang baru.

c.       Memberikan bekal dalam pembuatan skripsi kelak.

d.      Memberikan tambaham iman dan taqwa kepada Allah.

BAB II
PEMBAHASAN

A.      Biografi Ali bin Abi Thalib

1.        Nama dan Nasab Ali bin Abi Thalib

Ia adalah Ali bin Abi Thalib bin Abdul Muthallib bin Hasyim bin Abdu Manaf, sepupu
nabi Muhammad SAW, dan suami dari pemimpin seleuruh perempuan, Fatimah binti Nabi
Muhammad, serta ayah dari dua cucu beliau, al-Hasan dan al-husain. Ibunya bernama
Fatimah binti Asad bin hasyim bin Abdu Manaf. Ia masuk islam ketika masih kecil, yaitu
berumur delapan tahun.

2.      Istri Ali bin Thalib

Semasa hidup Ali, Ia mempunya banyak istri. Wanita-wanita yang pernah menjadi
istrinya adalah: Fatimah binti Rasulullah SAW, Umamah binti Abul ‘Ash, Khaulah binti
Ja’far bin Qais, Laila binti Mas’ud, Ummul BaninbintuHizam, Asma’ binti ‘Umais, ash-
Shahba binti Rabi’ah, dan Ummu Sa’id binti ‘Urwah.

3.      Anak Ali bin Abi Thalib

Khalifah Ali bin Thalib juga dikaruniai banyak anak, baik laki-laki maupun perempuan.
Yang laki-laki: al-Hasain, al-Husain, Muhammad al-Akbar, ‘Ubaidillah, Abu Bakar,
al-‘Abbas al-Akbar, Utsman, Ja’faral-Akbar, Abdullah, Yahya, ‘Aun, Umar al-Akbar,
Muhammad al-Ausath, dan Muhammad al-Ashghar. Adapun yang perempuan: Zainab al-
Kubra, Ummu Kultsum al-Kubra, Ruqayyah, Ummul Hasan, Ramlah al-Kubra, Ummu Hani’,
Maimunah, Zainab ash-Shughra, Ummu Kultsum asg-Shughra, Fatimah, Umamah, Khadijah,
Ummul Kiram, Ummu Salamah, Ummu Ja’far, Jumanah, dan Nafisah.

B.       Pembai’atan Ali bin Abi Thalib sebagai Khalifah

Setelah Khalifah Usman syahid, Ali diangkat menjadi khalifah ke-4. Awalnya beliau


menolak, namun akhirnya beliau menerimanya. Imam Ahmad meriwayatkan dengan sanad
yang shahih dari Muhammad bin Al-Hanafiyah berkata: .....Sementara orang banyak datang
di belakangnya dan menggedor pintu dan segera memasuki rumah itu. Kata mereka: "Beliau
(Usman) telah terbunuh, sementara rakyat harus punya khalifah, dan kami tidak mengetahui
orang yang paling berhak untuk itu kecuali anda (Ali)". Ali berkata kepada mereka:
"Janganlah kalian mengharapkan saya, karena saya lebih senang menjadi wazir (pembantu)
bagi kalian daripada menjadi Amir". Mereka menjawab: "Tidak, demi Allah, kami tidak
mengetahui ada orang yang lebih berhak menjadi khalifah daripada engkau". Ali menjawab:
"Jika kalian tak menerima pendapatku dan tetap ingin membaiatku, maka baiat tersebut
hendaknya tidak bersifat rahasia, tetapi aku akan pergi ke masjid, maka siapa yang
bermaksud membaiatku maka berbaiatlah kepadaku". Ali kemudian keluar menuju masjid,
dan kaum muslimin pun membaiatnya sebagai khalifah mereka.

Pengangkatan Khalifah Ali terjadi pada bulan Zulhijjah tahun 35 H/656 M, dan


memerintah selama 4 tahun 9 bulan, menjelang pembunuhan terhadap dirinya pada bulan
Ramadhan tahun 40 H/661 M.

Penetapannya sebagai Khalifah ditolak antara lain oleh Mu’awiyah bin Abu Shufyan,
dengan alasan Ali harus mempertanggung jawabkan tentang terbunuhnya Utsman, dan
berhubung wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas Islam di daerah-
daerah baru, maka hak untuk menentukan pengisian jabatan khalifah tidak lagi merupakan
hak mereka yang di Madinah saja.

Pada masa pemerintahan Khalifah Ali itu, perpecahan kongkrit di dalam kalangan al-
Shahabi menjadi suatu kenyataan, dengan pecah beberapa kali sengketa  bersenjata yang
menelan korban bukan kecil. Juga pada masanya itu bermula lahir sekte-sekte di dalam
sejarah dunia Islam, yakni sekte Syiah dan sekte Khawarij. Bermula sebagai kelompok-
kelompok politik yang berbedaan paham dan pendirian tetapi lambat-laun berkembang
menjadi sekte-sekte keagamaan, menpunyai ajaran-ajaran keagamaan tertentu  di dalam
beberapa permasalahan Syariat dan Aqidah. Perkambangan tersebut berlangsung beberapa
puluh tahun sepeninggal Khalifah Ali ibn Abi Thalib.

C.       Sistem Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib

Sudah diketahui bahwa Ali bin Abi Thalib memiliki sikap yang kokoh, kuat pendirian
dalam membela yang hak. Setelah dibaiat sebagai khalifah, dia cepat mengambil tindakan.
Dia segera mengeluarkan perintah yang menunujukkan ketegasan sikapnya.

Langkah awal yang dilakukan khalifah Ali adalah menghidupkan kembali cita-cita Abu
Bakar dan Umar, ia menarik kembali semua tanah dan hibah yang telah dibagikan Utsman
kepada kerabat dekatnya menjadi milik negara. Ali juga melakukan pemecatan semua
gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat. Ia juga membenahi dan menyusun arsip Negara
untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah dan kantor sahib-
ushsurtah, serta mengkoordinir polisi dan menetapkan tugas-tugas mereka.

Ali juga memindahkan pusat kekuasaan islam ke kota Kuffah. Sejak itu berakhirlah
Madinah sebagai ibukota kedaulatan islam dan tidak ada lagi khalifah yang berkuasa berdiam
disana. Sekarang Ali adalah pemimipin dari seluruh wilayah islam, kecuali Suriah. Pada saat
itu, Ali tidak bermukim secara tetap di Kuffah, dia pergi kesana hanya untuk menegakkan
kekuasaannya, sebagaimana ditunjukkan oleh jasa pemukimannya yang ada diluar kota itu.
Pada saat yang sama dia melakukan perpindahan-perpindahan untuk menegakkan
kedudukannya dibeberapapropinsididalamkerajannya.

D.      Kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib

Selama Ali bin Abi Thalib memerintah , ia membuat kebijakan-kebijakan tertentu sesuai
dengan situasi yang mengiringinya atau situasi yang dihadapinya, sehingga kebijakan Ali
sangat berbeda dengan kebijakan sebelum-sebelumnya. Diantara kebijakan Ali bin Abi
Thalib yang terkenal adalah:

1.      Penundaan Pengusutan Pembunuhan Utsman

Setelah terbunuhnya Utsman, tuntutan para sahabat terutama yang turunan Umayyah
untuk segera mengusut pembunuh Utsman juga sangat kuat. Namun menyadari kondisi
pemerintahannya yang masih labil,  Ali memilih untuk menunda pengusutan tersebut.

2.      Mengganti Pejabat dan Penataan Administrasi

Diantara pemicu terjadinya fitnah di zaman Utsman adalah kecenderungan


pemerintahannya yang dianggap nepotis, yang mengangkat kerabatnya untuk menduduki
suatu jabatan tertentu. Hal inilah antara lain yang digugat oleh kaum pemberontak. Ali segera
mengambil kebijaksanaan untuk mengganti gubernur yang diangkat Utsman tersebut.

3.      Memberi tunjangan kepada kaum muslimin yang diambil dari baitul mal, tanpa melihat
apakah masuk islam dahulu atau belakangan.

4.      Mengatur tata laksana pemerintahan untuk mengembalikan kepentingan umat.

5.      Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat
Utsman.
6.      Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar.

E.       Peristiwa-peristiwa Penting pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

1.      Perang Jamal

Perang Jamal adalah peperangan yang terjadi anatara Aisyah dengan Khalifah Ali.
Aisyah telah dihasut oleh anak angkatnya Abdullah bin Zubair yang sebenarnya
menginginkan jabatan khalifah. Alasan perang ini karena khalifah Ali dianggap tidak
mengusut pembunuhan khallifahustman dan dianggap membiarkan kasus pembunuhan
usman. Khalifah Ali berusaha supaya tidak teradi peperangan dengan melakukan
perundingan akan tetapi ternyata ada pasukan Aisyah yang mengajak berperang maka
perangpun tidak bisa dihindarkan.

Perang Jamal terjadi pada tahun 36 H atau pada awal kekhalifahan Ali. Perang ini
mulai berkecamuk setelah dzuhur dan berakhir sebelum matahari terbenam pada hari itu.
Dalam peperangan ini, Ali disertai 10.000 personil pasukan, sementara Pasukan Jamal
berjumlah antara 5.000-6.000 prajurit. Bendera Ali dipegang oleh Muhammad bin Ali bin
Abi Thalib, sementara bendera Pasukan Jamal dipegang oleh Abdullah bin az-Zubair.

Perang Jamal ini dimenangkan Ali. Kedua saingan (Thalha-Zubair) gugur atau
terbunuh dimalam hari dan tidak diketahui siapa pembunuhnya. Sementara Aisyah kalah
perang dan ditangkap. Ali dengan penuh hormat memulangkan Aisyah ke Madinah seperti
biasa diperlakukan terhadap seorang “ibu negara”.

2.      Perang Shiffin

Perang Shiffin adalah peperangan pasukan Ali melawan Mu’awiyah. Perang ini tidak
berakhir dengan kalah-menang antara keduanya, tetapi hanya dengan mengamati indikasi
peperangan, akan tampak  kelemahan Ali kalau tidak mau kalah. Peperangan ini terjadi
karena faktor politik. Dapat dikemukakan dua hal yang mempengaruhi: Pertama, Ali
diangkat menjadi khalifah pada tahun 656, namun Mu’awiyah jauh lebih mapan karena dua
puluh tahun lebih dulu telah menjadi Gubernur Syiria; Kedua,  Mu’awiyah cukup
berpengalaman dan memiliki pengaruh yang mengakar, yang mampu membangun
kemakmuran bagi wilayah dan penduduknya, sedangkan Ali tidak memilik kemantapan
politik pada masa khilafah.
Perang Jamal terjadi diwilayah Shiffin, sebelah selatan Raqqah tepi barat sungai Efrat.
Dalam peperangan ini, Ali membawa pasukan sebanyak 50.000 orang, dan Mu’awiyah
membawa tentara Suriah. Di bawah pimpinan Malik al-Asytar, pasukan Ali hampir menang
ketika Amr bin Ash pemimpin pasukan Mu’awiyah yang cerdik dan licik melancarkan siasat.
Salinan al-Qur’an yang dilekatkan diujung tombak terlihat diacung-acungkan, sebuah tanda
yang diartikan sebagai seruan untuk mengakhiri bentrokan dan mengikuti keputusan al-
Qur’an. Perang ini diakhiri dengan tahkim, tapi tahkim tidak menyelesaikan masalah, bahkan
telah menimbukan perpecahan dikalangan umat Islam yang terbagi menjadi tiga kekuatan
politik yaitu Mu’awiyah, Syi’ah dan Khawarij. Keadaan ini tidak menguntungkan Ali.
Munculnya kelompok Khawarij menyebabkan tentaranya semakin lemah, sementara posisi
Mu’awiyah semakin kuat. Pada tanggal 20 Ramadhan 40 H (660 M), Ali dibunuh oleh salah
satu anggota Khawarij bernama Abdurrahman bin Muljam dengan pedang beracun di dahinya
yang mengenai otak.

3.      Perang Nahrawan

Perang ini terjadi pada tahun 38 H. Sepulangnya ke Kufah, kaum Khawarij


memberontak terhadapnya. Sebelumnya, mereka menolak adanya tahkim. Mereka
mengatakan: “tidak boleh ada hukum yang dipatuhi kecuali hukum Allah”. Mereka
memprovokasi orang-orang untuk menentang Ali.

Setelah itu, kaum Khawarij membunuh seorang sahabat yang mulia, Abdullah bin
Khabbabdan istrinya yang ketika itu sedang hamil tua. Ketika ksaus ini sampai kepada Ali, ia
mengirimkan surat kepada mereka, isinya: “Siapa yang menbunuhKhabbab?” Mereka
menjawab: “Kamilah semua yang membunuhnya”. Maka Ali pun keluar menuju tempat
mereka dengan pasukan berjumlah 10.000 prajurit, dan menyerang mereka di daerah
Nahrawan.

4.      Munculnya Sekte-sekte

Sebagai akibat perang Shiffin, sekte-sekte muncul secara serius pada masa Ali. Bahkan
persinggungan antara faktor teologi dan politik muncul pertama kali dalam suatu
percekcokan yang terjadi dikalangan pengikut Ali.  

Dalam sejarah umat Islam, sekte-sekte sebagai wujud perbedaan pemikiran dan ide pada
pokoknya disebabkan perbedaan aspirasi politik: kelompok setia Ali yang selanjutnya
dinamakan Syi’ah dan kelompok eksodus yang selanjutnya dikenal dengan Khawarij, benar-
benar berbeda sangat jauh.

Syi’ah merupakan kelompok sayap kanan dan Khawarij adalah kelompok sayap kiri.
Keduanya sama radikal dan ekstrim. Adanya imam menurut Syi’ah adalah wajib. Keharusan
agama dan dunia akan hancur tanpa imam. Tetapi Khawarij mengatakan, adanya imam tidak
diharuskan agama. Imam tidak perlu bila manusia dapat menyelesaikan masalahnya sendiri,
bahkan karena imamlah manusia membuat kehancuran dengan membunuh.

Kemelut yang semula menitikberatkan hal-hal politik, kini beralih pada persoalan
teologi. Seperti apa yang dilontarkan Syi’ah maupun Khawarij, mempunyai konotasi dengan
pembicaraan yang didasarkan atas prinsip-prinsip dan ajaran-ajaran Islam.

BAB III

PENUTUP

A.      Simpulan

1.      Ali menjadi Khalifah ditunjuk oleh para sahabat.

2.      Masa kekhalifahannya 35-40 H / 656-661 M

3.      Memindahkan pusat pemerintahan ke Kuffah.


4.      Memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman dan mengirim kepala daerah yang baru
yang menggantikan

5.      Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat
Utsman dengan jalan yang tidak sah.

6.      Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar.

7.      Perang Jamal => Pemberontakan yang dipimpin oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah =>
menuntut balas atas terbunuhnya Utsman dan Ali tidak mau menghukum pembunuh Utsman.
Perang dimenangkan Ali.

8.      Perang Shiffin => Pemberontakan oleh Mu’awiyah. Diakhiri dengan Tahkim.

9.      Perang Nahrawan => Pemberontakan oleh Khawarij.

10.  20 Ramadhan 40 H (24 Januari 661 M), Ali dibunuh Abdurrahman bin Muljam.

B.       Kritik dan Saran

Alhamdulillah puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, yang telah memberikan
kami kesempatan untuk menyelesaikan makalah ini hingga kami dapat mengaplikasikan
kemampuan kami di dalam makalah ini, tidak lupa kami ucapkan  terima kasih kepada
bapak/ibu dosen yang telah membimbing dan mengawasi proses pembuatan makalah ini,
serta teman-teman yang telah mendukung dalam penyelesaian makalah ini.

Kami mohon maaf apabila didalam makalah ini terdapat beberapa kesalahan dan
beberapa kekurangan. Kami sebagai penulis meminta kritik dan saran agar dalam penulisan
makalah berikutnya kami bisa lebih bagus dan lebih kreatif.
DAFTAR PUSTAKA

al-Khamis, Utsman bin Muhammad. 2012. Hiqbah Minat Tarikh (Inilah Faktanya, Meluruskan
Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-
Husain) diterjemahkan: Syafarudin. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.

Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam.  Yogyakarta: Teras.

http://cipcipmuuach.blogspot.co.id/2013/04/sistem-politik-masa-khalifah-ali-bin.html, diakses 4
April 2013

Karim, Abdul. 2007. Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam. Yogyakarta: Pustaka


Book Publisher.
Khoiriyah. 2012. Reorientasi Wawasan Sejarah Islam. Yogyakarta: Teras.

Sjadzali, Munawir. 1990. Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan Pemikiran. Jakarta:


Universitas Indonesia Press.

Sou’yb, Joesoef. 1970. Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin. Jakarta: Bulan Bintang.

Shaban. 1993. Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru. Jakarta: Rajawali Pers.

Sholikhin. 2005. Sejarah Peradaban Islam. Semarang: Rasail.

Yatim, Badri. 2003. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta: Raja Grafindo.

[1] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Hiqbah Minat Tarikh (Inilah Faktanya,


Meluruskan Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya
al-Husain)  diterjemahkan: Syafarudin, (Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i, 2012), cet. 2, hlm.
167.

[2] Ibid, hlm. 167-168.

[3] Ibid, hlm. 168.

[4] Ibid, hlm. 174.

[5] Munawir Sjadzali, Islam dan Tata Negara: Ajaran, Sejarah, dan


Pemikiran  (Jakarta: Universitas Indonesia Press, 1990), hlm. 28.

[6] JoesoefSou’yb, Sejarah Daulah Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang,


1979), hlm. 462-463.

[7] http://cipcipmuuach.blogspot.co.id/2013/04/sistem-politik-masa-khalifah-ali-
bin.html, diakses 4 April 2013

[8] Shaban, Sejarah Islam (600-750): Penafsiran Baru, (Jakarta: Rajawali Pers,


1993), hlm. 105.

[9] Imam Fu’adi, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Teras, 2011), hlm. 61

[10] Ibid, hlm. 61-62.
[11] Khoiriyah, Reorientasi Wawasan Sejarah Islam, (Yogyakarta: Teras, 2012), hlm.
66.

[12] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Op. Cit., hlm. 181.

[13] Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Pustaka


Book Publisher, 2007), hlm. 106-107.

[14] Sholikhin, Sejarah Peradaban Islam, (Semarang: Rasail, 2005), hlm. 23-24.

[15] Khoiriyah, Op. Cit.,  hlm. 63.

[16] Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam, (Jakarta: Raja Grafindo, 2003), hlm. 40.

[17] Utsman bin Muhammad al-Khamis, Op. Cit., hlm. 195.

[18] Solikhin, Op. Cit., hlm. 29-30.

Anda mungkin juga menyukai