AKHLAK TASAWUF
Dosen pengampu:
MUH. Gito Saroso, S.Ag., M.Ag
Oleh:
Alhamdulillah segala puji bagi Allah SWT. Yang telah memberikan kami
kemudahan sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan tepat waktu. Tanpa
pertolongan-Nya tentunya kami tidak akan sanggup untuk menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Shalawat serta salam semoga terlimpah curahkan kepada Baginda tercinta
kita Nabi Muhammad SAW. Yang kita nanti-nantikan syafaatnya di akhirat kelak.
Kami mengucapkan syukur kepada Allah SWT. Atas limpahan nikmat sehat-
NYA, baik berupa sehat fisik maupun akal pikiran. Terima kasih kepada bapak MUH.
Gito Saroso selaku dosen pembimbing mata kuliah Akhlak Tasawuf yang telah
memberikan tugas pembuatan makalah yang berjudul “ibadah sebagai sarana penyucian
jiwa”.
Kami menyadari bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih
banyak terdapat kesalahan serta kekurangan didalamnya. Untuk itu, penulis
mengharapkan kritik serta saran dari pembaca untuk makalah ini, supaya makalah ini
nantinya dapat menjadi makalah yang lebih baik lagi. Kemudian apabila terdapat
banyak kesalahan pada makalah ini kami meminta maaf sebesar-besarnya. Demikian,
semoga makalah ini dapat bermanfaat. Terima kasih.
Penulis
DAFTAR ISI
COVER…………………………………………………………………………i
KATA PENGANTAR………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………...iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang…………………………………………………………...4
B. Rumusan masalah………………………………………………………..4
C. Tujuan……………………………………………………………………4
BAB II PEMBAHASAN
A. Pengertian Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa……………………..5
B. Tujuan Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa…………………………5
C. Upaya Dalam Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa………………….7
D. Metode Dalam Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa………………...9
E. Pentingnya Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa…………………….9
F. Hasil dari Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa…………………….10
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan……………………………………………………………..12
B. Saran……………………………………………………………………12
DAFTAR PUSTAKA………………………………………………………….13
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang menghendaki kebersihan lahiriah maupun
batiniyah. Hal ini sesuai dengan tata peribadahan umat islam contohnya ketika akan
sholat maka kita harus berwudhu membersihkan badan kita agar suci sebagai syarat
sahnya sholat. Tasawuf merupakan salah satu bidang kajian studi islam yang
memusatkan perhatiannya pada upaya pembersihan aspek batiniyah manusia yang dapat
menghidupkan kegairahan akhlak mulia. Jadi sejak awal ilmu tasawuf ini tidak bisa
lepas dari tazkiyatunal-nafs (penyucian jiwa).
Dalam Konteks inilah penyucian dapat dilakukan dengan proses tazkiyah al-nafs
yang dalam konsepsi tasawuf didasarkan pada asumsi bahwa jiwa manusia ibarat
cermin, sedangkan ilmu (hakikat) ibarat gambar yang menjadi objek, banyaknya gambar
yang tertangkap dan terangnya tangkapan gambar tersebut tergantung pada kadar
kebersihan cermin.
B. Rumusan Masalah
Adapun pembahasan yang akan kami bahas, yaitu:
A. Pengertian dari Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa
B. Tujuan Ibadah Sebagai Sarana Penyucian Jiwa
C. Upaya Dalam Ibadah Sebagai Sarana penyucian Jiwa
D. Metode Dalam Ibadah Sebagai Sarana penyucian Jiwa
E. Pentingnya Ibadah Sebagai Sarana penyucian Jiwa
C. Tujuan
Tujuan pembuatan makalah ini adalah memahami taskiyatun nafs serta masalah-
masalah yang terkait dengan Tazkiatun Nafs dan dalilnya serta mengetahui cara-cara
menyucikan diri dari sifat-sifat jelek dan kotoran-kotoran dalam diri manusia. Selain itu
untuk menambah wawasan, pengetahuan tentang fenomena-fenomena nyata yang
terjadi di sekitar kita.
BAB II
PEMBAHASAN
Dalam bahasa Arab, penyucian jiwa disebut sebagai tazkiyatun nafs, yang terdiri dari
dua kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah bermakna at-tath-hiir, yaitu penyucian
atau pembersihan. Dan karena itulah zakat, yang satu akar dengan kata at-
tazkiyah disebut zakat karena ia kita tunaikan untuk membersihkan/menyucikan harta
dan jiwa kita. Adapun kata an-nafs (bentuk jamaknya: anfus dan nufus) berarti jiwa atau
nafsu. Dengan demikian tazkiyatun nafs berarti penyucian jiwa atau nafsu kita.
Namun at-tazkiyah tidak hanya memiliki makna penyucian. At-tazkiyah juga memiliki
makna an-numuww, yaitu tumbuh. Maksudnya, tazkiyatun nafs itu juga berarti
menumbuhkan jiwa kita agar bisa tumbuh sehat dengan memiliki sifat-sifat yang
baik/terpuji.
Dari tinjauan bahasa diatas, bisa kita simpulkan bahwa tazkiyatun nafs itu pada
dasarnya melakukan dua hal. Pertama, menyucikan jiwa kita dari sifat-sifat (akhlaq)
yang buruk/tercela (disebut pula takhalliy – memakai kha’), seperti kufur, nifaq, riya’,
hasad, ujub, sombong, pemarah, rakus, suka memperturutkan hawa nafsu, dan
sebagainya. Kedua, menghiasi jiwa yang telah kita sucikan tersebut dengan sifat-sifat
(akhlaq) yang baik/terpuji (disebut pula tahalliy – memakai ha’), seperti ikhlas, jujur,
zuhud, tawakkal, cinta dan kasih sayang, syukur, sabar, ridha, dan sebagainya.
Tingkatan itu di tentukan melalui seberapa besar usahanya untuk selalu dekat dengan
Allah dengan keistiqomahannya. Untuk istiqomah bukanlah hal yang mudah, karena itu
perlu kesabaran dan ketabahan yang luar biasa, dan hanya orang yang benar-benar kuat
imannya dan telah dipilih oleh Allah yang bisa melewati segala godaan yang
menghadangnya.
“Dia-lah (Allah) yang mengutus kepada kaum yang buta huruf seorang rasul di antara
mereka, yang membacakan ayat-ayat-Nya kepada mereka, menyucikan mereka dan
mengajarkan mereka Al-Kitab dan Al-Hikmah. Dan sesungguhnya mereka sebelumnya
benar-benar dalam kesesatan yang nyata.” Senada dengan itu, Allah SWT juga
berfirman dalam QS Al-Baqarah: 151: “Sebagaimana (Kami telah menyempurnakan
nikmat Kami kepadamu), Kami telah mengutus kepadamu rasul diantara kamu yang
membacakan ayat-ayat Kami kepada kamu dan menyucikan kamu dan mengajarkan
kepadamu Al-Kitab dan Al-Hikmah, serta mengajarkan kepada kamu apa yang belum
kamu ketahui.”
Dari kedua ayat diatas, kita bisa mengetahui bahwa tugas Rasulullah saw ada
tiga. Pertama, tilawatul aayaat: membacakan ayat-ayat Allah (Al-
Qur’an). Kedua, tazkiyatun nafs: menyucikan jiwa. Dan ketiga, ta’limul kitaab wal
hikmah: mengajarkan kitabullah dan hikmah.
Jelaslah bahwa salah satu diantara tiga tugas Rasulullah saw adalah tazkiyatun
nafs “menyucikan jiwa”. Tazkiyatun nafs itu sendiri identik dengan penyempurnaan
akhlaq, yang dalam hal ini Rasulullah saw bersabda tentang misi beliau diutus:
“Sesungguhnya aku ini diutus hanya untuk menyempurnakan akhlaq yang mulia.”
Alasan kedua pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena tazkiyatun
nafs merupakan sebab keberuntungan (al-falah). Dan ini ditegaskan oleh Allah SWT
setelah bersumpah 11 kali secara berturut-turut, yang tidaklah Allah bersumpah
sebanyak ini secara berturut-turut kecuali hanya di satu tempat, yaitu dalam QS Asy-
Syams: 1-10:
“Demi matahari dan cahayanya di pagi hari, dan bulan apabila mengiringinya, dan
siang apabila menampakkannya, dan malam apabila menutupinya, dan langit serta
pembinaannya, dan bumi serta penghamparannya, dan jiwa serta penyempurnaannya
(ciptaannya). Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (potensi) kefasikan dan
ketakwaannya. Sesungguhnya beruntunglah orang yang menyucikan jiwa itu, dan
sesungguhnya merugilah orang yang mengotorinya.”
Kemudian alasan ketiga pentingnya tazkiyatun nafs adalah, karena
perumpamaan tazkiyatun nafs adalah seperti membersihkan dan mengisi gelas. Jika
gelas kita kotor, meskipun diisi dengan air yang bening, airnya akan berubah menjadi
kotor. Dan meskipun diisi dengan minuman yang lezat, tidak akan ada yang mau minum
karena kotor. Tetapi jika gelasnya bersih, diisi dengan air yang bening akan tetap
bening. Bahkan bisa diisi dengan minuman apa saja yang baik-baik: teh, sirup, jus, dan
sebagainya.
Demikian pula dengan jiwa kita. Jika jiwa kita bersih, siap menampung kebaikan-
kebaikan. Tetapi jika jiwa kita kotor, tidak siap menampung kebaikan-kebaikan
sebagaimana gelas kotor yang tidak siap disi dengan minuman yang baik dan lezat.
Rasululloh menjadikan lurusnya lisan sebagai syarat bagi lurusnya hati, dan menjadikan
lurusnya hati sebagai syarat lurusnya iman. Membiasakan lisan untuk selalu dzikrulloh
daripada menyuarakan hal-hal yang tidak bermanfaat akan berakibat kerasnya hati. Jika
seseorang beriman kepada Allah dan hari akhir maka orang tersebut akan selalu berkata
yang baik dan bermanfaat, dan jika dia tidak bisa berkata baik dan bermanfaat maka dia
akan diam. Dengan begitu maka ia akan dapat mengontrol lisannya untuk selalu berkata
yang baik dan bermanfaat.
2. Iltizam bi adabil ‘ilaqat (komitmen dengan adab-adab pergaulan)
b. Segolongan orang yang bergaul dengan mereka ibarat mengkonsumsi obat. Ia di
butuhkan saat sakit, selama sehat tidak diperlukan bergaul dengan mereka. Mereka
adalah para profesional dalam urusan muamalat, bisnis, dan yang semisalnya. Bergaul
dengan mereka dapat melancarkan urusan ma’siyah kita.
d. Segolongan orang yang bergaul dengan mereka adalah kebinasaan total. Jika
ada seseorang yang tak sengaja mendatanginya pun sudah merupakan suatu kerugian.
Mereka ibarat racun. Golongan ini banyak sekali, mereka adalah ahli bid’ah dan
kesesatan, penghalang sunnah rasulullah penyeru pada perselisihan.
BAB III
PENUTUP
A. kesimpulan
Ibadah secara bahasa (etimologi) berarti merendahkan diri serta tunduk.
Dalam bahasa Arab, penyucian jiwa disebut sebagai tazkiyatun nafs, yang terdiri dari
dua kata: at-tazkiyah dan an-nafs. At-tazkiyah bermakna at-tath-hiir, yaitu penyucian
atau pembersihan. Tazkiyatun nafs mempunyai tujuan untuk membawa kualitas jiwa
seseorang menjadi hamba Allah yang selalu taat beribadah kepada Allah sesuai dengan
tuntunan Allah dan Rosulnya.
B. Saran
Mari kita menyucikan jiwa dan hati kita dari segala macam kejelekan dan sifat
tercela agar hati kita selalu menjadi hati yang tenang dan tentram serta senantiasa taqwa
dan dekat pada Allah karena Allah senang pada orang-orang yang taqwa dan senantiasa
menyucikan hatinya.
DAFTAR PUSTAKA
http://meriindryani.blogspot.com/2016/05/makalah-tazkiyatun-nafs.html
http://sunfilardi16.blogspot.com/2017/01/normal-0-false-false-false-en-us-x-none.html
https://almanhaj.or.id/2267-pengertian-ibadah-dalam-islam.html
http://www.ikadi.or.id/article/sucikan-jiwa-dengan-ibadah