Anda di halaman 1dari 3

Nama : Erwiansyah (11905069)

Kelas KPI 3 C

Pengertian Ijtihad
Ijtihad adalah berpikir keras untuk menghasilkan pendapat hukum atas suatu masalah yang
tidak secara jelas disebutkan dalam Al-Quran dan As-Sunnah.
Menurut bahasa, ijtihad artinya bersungguh-sungguh dalam mencurahkan pikiran.
Sedangkan, menurut istilah, ijtihad adalah mencurahkan segenap tenaga dan pikiran secara
bersungguh-sungguh untuk menetapkan suatu hukum. Oleh Secara terminologis, berijtihad
berarti mencurahkan segenap kemampuan untuk mencari syariat melalui metode tertentu

Hukum Berijtihad
Secara umum, hukum berijtihad itu adalah wajib. Artinya, seseorang mujtahid wajib
melakukan ijtihad untuk menggali dan merumuskan hukum syara’ dalam hal-hal yang syara’.
Namun tidak menetapkannya sebagai suatu kepastian hukum yang harus dipegangi oleh
orang lain, karena kebenarannya bersifat fiktif, artinya berkemungkinan hasil ijtihad itu bisa
benar dan bisa salah.
Perintah berijtihad ini diungkapakan dalam firman Allah, dalam Q.S. al-H(asyr[59]: 2) ‫فَا ْعتَبِرُوْ ا‬
‫ار‬ َ ‫يَا أُوْ لِى اأْل َب‬.
ِ ‫ْص‬
Maka ambillah (kejadian itu) untuk menjadi pelajaran, wahai orang-orang yang memiliki
pandangan.

Pengertian Ittiba’
Kata ‘’Itibbaa’a’’ berasal dari bahasa Arab, yakni dari kata kerja atau fi’il “Ittaba’a”,
“Yattbiu” ”Ittiba’an”, yang artinya adalah mengikut atau menurut.
Ittiba’ yang dimaksud di sini adalah: ُ‫قَبُوْ ُل قَوْ ِل ْالقَائِ ِل َوأَ ْنتَ تَ ْعلَ ُم ِم ْن أَ ْينَ قَالَه‬
“Menerima perkataan orang lain yang berkata yang berkata, dan kamu mengetahui alasan
perkataannya.”

Hukum Ittiba’
Hukum ittiba’ adalah Wajib bagi setiap muslim, karena ittiba’ adalah perintah oleh Allah,
sebagaimana firmannya:
)۳ : ‫ (األعرف‬. َ‫اِتَّبِعُوْ ا َما أُ ْن ِز َل إِلَ ْي ُك ْم ِم ْن َربِّ ُك ْم َوالَ تَتَّبِعُوْ ا ِم ْن ُدوْ نِ ِه أَوْ لِيَا َء قَلِ ْيالً َما تَ َذ َّكرُوْ ن‬
“Ikuti apa yang diturunkan padamu dari Tuhanmu, dan janganlah kamu ikuti selain Dia
sebagai pemimpin. Sedikit sekali kamu mengambil pelajaran.(QS. Al-A’raf:3)
Dalam ayat tersebut kita diperintah mengikuti perintah-perintah Allah.Kita telah mengikuti
bahwa tiap-tiap perintah adalah wajib, dan tidak terdapat dalil yang merubahnya.
Di samping itu juga ada sabda Nabi yang berbunyi:

ِ ‫َعلَ ْي ُك ْم بِ ُسنَّتِى َو ُسنَّةُ ْال ُخلَفَا ِء الر‬


)‫َّش ِد ْينَ ِم ْن بَ ْع ِدى ـ (رواه ابو داود‬
“Wajib atas kamu mengikuti sunnahku dan perjalanan/sunnah Khulafaur Rasyidin sesudahku.
(HR.Abu Daud

Pengertian Taqlid
Kata taklid berasal dari bahasa Arab yakni kata kerja “Qallada”, yaqallidu’, “taglidan”,
artinya meniru menurut seseorang dan sejenisnya.
Adapun taqlid yang dimaksud dalam istilah ilmu ushul fiqih adalah
ُ‫قَبُوْ ُل قَوْ ِل ْالقَائِ ِل َوأَ ْنتَ الَ تَ ْعلَ ُم ِم ْن أَ ْينَ قَالَه‬
“Menerima perkataan orang lain yang berkata, dan kamu tidak mengetahui alasan
perkataannya itu.
Ada juga ulama lain memberi definisi, seperti Al-Ghazali, yakni :
‫ قَبُوْ ُل قَوْ ِل ْالقَائِ ِل ال َغي ِْر ُدوْ نَ حُ َّجتِ ِه‬.
“Menerima perkataan orang lain yang tidak ada alasannya.”
Selain definisi tersebut, masih banyak lagi definisi yang diberikan oleh para ulama, yang
kesemuanya tidak jauh berbeda dengan definisi di atas. Dari semua itu dapat di simpulkan
bahwa, taqlid adalah menerima atau mengambil perkataan orang lain yang tidak beralasan
dari Al-Qur’an Hadis, Ijma’ dan Qiyas.

Hukum Taqlid
Para ulama membagi hukum taqlid menjadi tiga, yaitu:
a). Haram, yaitu taqlid kepada adat istiadat yang bertentangan dengan Al-Qur’an dan As-
Sunah, taqlid kepada seseorang yang tidak diketahui kemampuannya, dan taqlid kepada
pendapat seseorang sedang ia mengetahui bahwa pendapat orang itu salah.
b). Boleh, yaitu taqlid kepada mujtahid, dengan syarat bahwa yang bersangkutan selalu
berusaha menyelidiki kebenaran masalah yang diikuti. Dengan kata lain, bahwa taqlid seperti
ini sifatnya hanya sementara.
c). Wajib, yaitu taqlid kepada orang yang perkataan, perbuatan dan ketetapannya dijadikan
hujjah, yaitu Rasulullah saw.

Anda mungkin juga menyukai