Anda di halaman 1dari 12

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF

Makalah

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Tasawuf

Dosen Pengampu: Uswatun Khasanah, S.H.I., M.S.I.

Disusun oleh:
1. Abdurrohman Itsnan (1119062)
2. Hadi Nursalam (1119049)
Kelas B

JURUSAN HUKUM KELUARGA ISLAM

FAKULTAS SYARIAH

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI PEKALONGAN

2020
KATA PENGANTAR

Alhamdullilah, puji syukur ke hadirat Allah swt. atas segala nikmat dan
karunia-Nya sehingga makalah yang berjudul “Tahapan Utama dalam Tasawuf”
ini dapat diselesaikan. Shalawat serta salam senantiasa tercurah kepada sebaik-
baik manusia, Nabi Muhammad SAW., keluarganya, dan sahabatnya. Makalah ini
menjelaskan tahapan utama dalam tasawuf yaitu Takhlli, Tahalli, dan Tajalli.

Kami mengucapkan banyak terimakasih kepada Ibu Uswatun Khasanah,


S.H.I., M.S.I., selaku pengampu mata kuliah Ilmu Tasawuf, yang telah
membimbing kami selama ini. Demikian juga, kepada semua pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini hingga selesai.

Makalah ini tentu tidak terlepas dari kekurangan dan kesalahan. Oleh
karena itu, penulis dengan senang hati menerima saran dan kritik konstruktif dari
pembaca guna penyempurnaan penulisan makalah ini. Akhirnya, semoga makalah
ini menambah khasanah keilmuan dan bermanfaat pada khususnya bagi
mahasiswa. Amin yaa robbal ‘Alamin

Pekalongan, 20 Maret 2020

Penulis

I
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.......................................................................................... i

DAFTAR ISI......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 1
C. Tujuan Penulisan............................................................................................. 1

BAB II PEMBAHASAN
A. Tahap Takhalli dan Unsurnya.......................................................................... 2
B. Tahap Tahalli dan Unsurnya............................................................................ 4
C. Tahap Tajalli dan Unsurnya............................................................................. 6

BAB III PENUTUP


Kesimpulan............................................................................................................. 8

DAFTAR PUSTAKA............................................................................................ 9

II
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perjalanan menuju Tuhan itu adalah proses beralihnya jiwa yang kotor
dan tercemar menjadi jiwa yang suci lagi tersucikan, peralihan dari akal non
Syar’i menuju akal yang Syar’i, dari hati yang kafir menuju hati yang
mukmin, atau dari hati yang fasik, sakit dan keras menuju hati yang tenang,
tenteram dan sehat. Dapat pula berarti perubahan nilai dari ruh yang jauh dan
lari dari Allah SWT., tidak pernah ingat akan kerja pengabdian diri kepada-
Nya menuju ruh yang kenal dengan Allah SWT..
Jelasnya, perjalanan menuju Allah itu adalah peralihan dan perubahan
nilai ruhaniyah dari jiwa yang kurang sempurna menjadi jiwa yang lebih dan
sangat sempurna baik itu dalam kesalehannya atau dalam mengikuti jejak
Rasulullah berupa sabda, tingkah laku maupun takrir beliau. Semua itu
termasuk dalam pengertian perjalanan menuju Allah SWT.. Maka dari itu
pemakalah mengupas tentang tahap perjalanan menuju Allah

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana Tahap Takhalli daan Unsurnya
2. Bagaimana Tahap Tahalli dan Unsurnya
3. Bagaimana Tahap Tajalli dan Unsurnya

C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mengetahui Tahap Takhalli daan Unsurnya
2. Untuk mengetahui Tahalli dan Unsurnya
3. Untuk mengetahui Tajalli dan Unsurnya

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 1


BAB II

PEMBAHASAN

A. Tahapan Takhalli dan Unsurya


Takhalli adalah mengosongkan hati dari semua penyakit yang
mengotorinya.1 Usaha yang membersihkan diri dari semua perilaku tercela,
baik maksiat batin maupun maksiat lahir. Maksiat-maksiat ini mesti
dibersihkan, karena menurut para sufi semua itu adalah najis maknawiyah
yang menghalangi seseorang untuk dapat dekat dengan Tuhannya.
Sebagaimana najis zati yang menghalangi seseorang melakukan ibadah
kepada-Nya.2 Logikanya, sebuah wadah yang kotor tidak bisa dengan serta-
merta menjadi bersih hanya dengan mengisi air yang jernih, tanpa dibersihkan
dahulu. Meinjam filsafat Sa’id Syirazi, ”Bagaimana seorang bisa membuat
pedang yang bagus dari besi yang jelek”. Lebih jau beliau menasihatkan,
“Tanaah bergaram tidak akan menghasilkan bunga bakung, karena itu jangan
menebarkan benih di sana”.
Langkah pertama yang harus dilakukan oleh pengamal tarekat atau salik
adalah taubat dan istighfar bagi si saalik ibarat suatu yang fundamental pada
suat bangunan atau ibarat akr dari suatu pohon. Tidak mungkin menjadi
pengamal tarekat tanpa taubat nauhadan istighfar yang sungguh-sungguh
dihayati dan dilaksanakan. Pembersihan dan pengosongan diri secara rohani
dari segala dosa dan noda, daari segala sifat buruk dan tercela, menghentikan
segala perbuatan yang keji dan mungkar yang merusak dan seterusnya itulah
yang dinamakan dengan Takhalli.3
Dalam Al Quran Allah SWT., menjelaskan bahwa:

尘જన જriજl 枘જS જ㤵 iજ䁙 જ 尘જన જ쳌જ જ 枘જS iજ䁙 㤵Իજϭ જ㤵 iજ જ 㤵⺁ ⺁ iજ䁙જనજ䁙 જiજ iજ䁙 㤵જ iજన 㤵 ˴Ϭજԩ જ㤵
iજ䁙 જ枘

1
Jamal Ma’mur Asmani, Agar Hati Tidak Keras (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014), hlm.
111
2
Nasarudin Umar, Islam Fungsional “Revitalisasi & Reaktualisasi Nilai-Nilai Keislaman” (Jakarta:
PT. Elex Media Komputindo, 2014), hlm. 234
3
Agustang K, Sugirma, Tasawuf Anak Muda “Yang Muda Yang berhati Mulia” (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), hlm. 37

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 2


“Demi jiwa serta penyempurnaan (ciptaan) nya, maka Dia mengilhamkan
tantangan (jalan) kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang
yang menyucikannya (jiwa itu), dan sungguh rugi orang yang mengotorinya”.
(Q.S. Asy Syams [91] : 7-10)

Menyucikan diri jasad dan diri rohani harus simultan dan serentak.
Dosa yang dilakukan oleh jasad dinamakan dosa lahir, sedangkan dosa yang
dilakukan oleh rohani dinamakan dosa batin, sedangkan perbuatan tersebut
dinamakan maksiat batin dan maksiat lahir. Karena itu untuk menyucikannya
harus pula secara lahir dan batin.
Ketujuh anggota badan yang diyakini dapat melakukan dosa batin dan
harus dijaga:
1. Mata, seharusnya digunakan untuk melihat alam ini sebagai bukti
adanya Tuhan, tidak untuk melihat yang haram.
2. Telinga, seharusnya digunakan untuk mendengar ajaran-ajaran agama,
untuk kemaslahatan hidup di dunia dan di akhirat, tidak mendengar
sesuatu yang mendorong kepada maksiat.
3. Mulut, seharusnya digunakan untuk perbuatan baik dan manfaat, tidak
untuk berdusta, mengumpat, menghina, dan sebagainya.
4. Tangan, seharusnya diguna untuk hal-hal yang bermanfaat, baik bagi
diri sendiri, maupun masyarakat, bukan untuk merusak.
5. Kaki, seharusnya digunakan untuk mencri rezeki yang halal dan
mengerjakna ibadah, tidak untuk mencari rezeki yang haram dan
berbuat maksiat.
6. Perut, seharusnya diisi dengan makanan yang halal lagi baik, tidak diisi
dengan makanan yang haram.
7. Kemaluan, seharusnya digunakan untuk mencari keturunan melalui
menikah, tidak digunakan untuk memuaskan syahwat dengan berzina
dengan menghancurkan kehidupan bermasyarakat.

Sementara maksiat batin inilah yang menimbulkan dan membangkitkan


maksiat lahir yang berbentuk kejahatan yang dilakukan oleh anggota badan

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 3


lahir. Maksiat batin tumbuh dan berkembang oleh sebab jarng disucikan atau
mungkin tidak pernah disucikan.
Adapun cara menyucikan/memberantas maksiat batin yaang
menimbulkan dosa batin adalah dengan cara berdzikir yang diawali dengan
taubatan nasuha, yakni taubat dengan sebenar-benarnya taubat. Taubaat
sebagaimana yang dijelaskan oleh Imam Al-Ghozali dalam kitabnya ihya
Ulum al-din harus memenuhi syarat sebagi berikut:
1. Meninggalkan dengan sekuat hati, yang berarti tidak akan kembali
mengulangi lagi mengerjakan maksiat yang sama.
2. Menghentikan dan meninggalkan semua dosa yang dikerjakan sebelum
ia taubat.
3. Bahwa dosa yang dilakukannya harus setimpal dengan dosa yang
ditinggalkannya. Seperti misalnya seorang pencuri apabila ingin
bertaubat, maka harus meninggalkan perbuatan mencuri tersebut.
4. Harus rela meninggalkan maksiat yang telah dikerjakannya itu dengan
segala resiko yang ada, karena takut akan murka Allah SWT., begitu
pula dengan takut akan hukuman yang akan menimpanya manakala ia
terus melakukan maksiat.4

Takhalli (membersihkan diri dari sifat tercela) oleh sufi dipandang


penting karena semua sifat yang tercela merupakan dinding-dinding tebal
yang membatasi manusia dengan Tuhannya. Oleh karena itu, untuk dapat
mendalami tasawuf seseorang harus maampu melepaskan diri dari sifat-sifat
tercela dan mengisinya dengan akhlak-akhlak terpuji untuk dapat
memperoleh kebahagiaan yang hakiki.

B. Tahalli dan Unsurnya


Secara bahasa, tahalli berarti proses menghiasi atau memperindah
sesuatu. Oleh karena itu setelah segal penyakit hati kita sirna, hendaklah kita
menghiasi diri kita dengan sifat-sifat yang terpuji seperti tawadhu’, lapaang
dada, ridho, dengan dengan qadha dan qadar Allah, ikhlas beramal dan lain-

4
Agustang K, Sugirma, Tasawuf Anak Muda “Yang Muda Yang berhati Mulia” (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), hlm. 39

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 4


lain sebagainya. Dengan kata lain, tahalli merupakan pelengkapa baaagai
tugaas takhalli atau penyempurnaaa baaginya.5
Dalam tasawuf, istilah tahalli bermakna menghiasi atau memperindah
jiwa dan hati dengan kesucian. Hanya dari jiwa dan hati yang sucilah akan
memancar akhlak yang mulia, baik dalam hubungan dengan sesama manusia
dan alam semesta. Para ulama tasawuf, memberikan sejumlah metode untuk
melakukan tahalli ini, di antaranya:
Pertama, Riyadhatun nafs (melatih diri) untuk merasakan kefakiran
yang bermakna dasar membutuhkan (faqara¸ bahasa Arab). Dari kata kerja
faqara ini kemudian terbentuk kata sifat faqir (bentuk tunggal) yang berarti
seorang yang membutuhkan, dan fuqara’u (bentuk jamak) yang berarti orang-
orang yang membutuhkan. Al-Quran menggunakan istilah ini untuk dua hal
yang terkait dengan ekonomi (permasalahan ekonomi yang berhak menerima
zakat, infak, dan sedekah) dan eksistensial.
Dilihat dari eksistensi manusia dihadapan Allah bahwa manusia secara
universal membutuhkan Allah. Hal ini ditegaskan dalam Al-Quran :

䇅 䇅 䇅 ‫﮵‬7‫ﺘ‬䇅 䇅 ⺁ ൖ ൖ 䇅 䇅䇅 ⺁䇅䇅 䇅 Ϣ˵䇅Θ䇅 α Ύ7 䇅 ⺁

"Wahai manusia! Kamulah yang memerlukan Allah; dan Allah Dialah Yang
Mahakaya (tidak memerlukan sesuatu), Maha Terpuji." (QS. Fatir [35]: 15)

Para ulama sufi ber-tahalli secara eksistensial, menyadari eksistensi diri


sebagai hamba dalam hubungan dengan Allah, Sang Maha Pencipta. Dengan
megembangkan kesadaran kefakiran, maka akan tertolak di dalam diri kita
persaan istighna’ (merasa cukup) dengan akal budi, kecerdasan, pengalaman,
intuisi, materi, pangkat, wibawa, karisma, pengaruh, dan jabatan yang sudah
dimiliki sehingga tidak membutuhkan dan tidak perlu melibatkan Tuhan
dalam kehidupan ini. Manusia yang bersikap istighna’ terhadap Allah
dikecam dalam oleh Al-Quran sebagai berikut:

( )٠ 䇅٠᥀䇅٠ ϩ ή٠ 7٠ ( ) 7䇅٠ 䇅 lΎQr ( ) 7䇅‫˵ﺘ‬䇅ϐ䇅 ϐ˴ 䇅ϐ Ύ䇅


5
Zaprulkhan, Belajar Kearifan Hidup Bersama Jalaluddin Rumi dan Sa’di Syrazi (Jakarta: PT. Elex
Media komputindo, 2016), hlm. 75

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 5


“Dan adapun orang yang kikir dan merasa dirinya cukup (tidak perlu
pertolongan Allah), serta mendustakan (pahala) yang terbaik, maka akan kami
mudahkan baginya jalan menuju kesukaran (kesengsaraan)”. (QS. Al-Lail
[92]: 8-10)

Kedua, melatih diri untuk merasakan, memupuk, dan mengembangkan


kesabaran. Kata shabr dalam Al-Quran mengandung pengertian: keteguhan
hati, kekukuhan mental, keuletan, dan daya tahn yang tangguh. Shabr
merupakan mentalitas para utusan Allah (QS Al-Ahqaf [46]: 35) dan
merupakan media untuk memperoleh pertolongan Allah dan merasakan
kekhusyukan dalam shalat (QS Al-Baqarah [2]: 45 & 153).
Kesabaran merupak kunci kesuksesan. Untuk meraih karunia Allah
yang besar, mendekatkan diri kepada kepada-Nya, memperoleh kedudukan
yang terhormat di sisi-Nya, meraih cinta-Nya, dan mengenal-Nya secara
mendalam, bahkan merasakan bersatu bersama-Nya hanya dapat diraih
melalui kesuksesan dalam maqam shabr. Nabi SAW. bersabda: “seorang
hamba Allah tidak akan memperoleh suatu kebahagian, sebelum harta dan
fisiknya diuji. Sebab Allah jika mencintai seorang hamba akan mengujinya
dengan berbagai cobaan. Sebab itu, jika Allah mengujinya bersabarlah.”
(HR. Tirmidzi).
Ketiga, merasakan kematian sebellum datangnya kematian (antal maut
qablal maut).

C. Tajalli dan Unsurnya


Setelah melewati takhalli dan tajalli, maka seseorang yang dengan
riyadah dan mujahadah yang rutin dan kontinu, akan mengantarkan si salik
menuju tajalli yakni tersingkapnya tirai pemisah antara makhluk dengan Sang
Khaliq. Penyingkapan diri Tuhan itu secara batiniah yang masuk ke hati
akibart tahalli yang konsisten. Apabila seseorang telah melewati kedua tahap
tersebut –tentu dengan proses yang lama–, maka ia akan mencapai tahap ini,
yang berarti lenyap atau hilangnya hijab dari sifat kemanusiaan atau
terangnya nur yang telah lama tersembunyi akibat hati yang kotor dan gelap.
Akibatnya segala sesuatu tersembunyi, kecuali AllahSWT..

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 6


Tajalli adalah tanda yang Allah tanamkan di dalam diri sesorang
manusia supaya dapat disaksikan. Setiap tajalli melimphkan cahaya demi
cahaya sehingga seseorang yang menerimanya akan tenggelam dalam
kebaikan. Al-Jilli membagi tajalli menjadi empat tingkatan:
1. Tajalli Af’al, yakni tajalli Allah SWT., perbuatan seseorang, artinya
segala aktivitasnya itu disertai kodrat-Nya, dan ketika itu ia melihatnya.
2. Tajalli Asma’, yakni lenyapnya seseorang dari dirinya dan lenyapnya
dan sifat-sifat kebaruan dan lepasnya dari ikatan tubuh kasarnya. Dalam
tingkatan ini tidak ada yang dilihat kecuali dzat ash-shirfah (hakikat
gerakan), bukan melihat asma.
3. Tajalli Sifat, yakni menerimanya seorang hamba atas sifat-sifat
ketuhanan, artinya tuhan mengambil tempat padanya tanpa hulul dzat-
Nya.
4. Tajalli Dzat, yakni apabila Allah menghendaki adanya tajalli atas
hambanya yang memfana’kan dirinya, maka bertempat padanya karunia
ketuhanan yang bisa berupa sifat dan bisa pula bersifat dzat, disitulah
terjadi ketunggalan yang sempurna.6

Keadaan tersingkapny a tabir pemisah antar makhluk dan Sang Khaliq,


merupakan dambaan setiap salik (penempuh jalan), karena ia merupakan
keindahan yang sangat b agi siapa saja yang bisa menggapainya. Dan bagi
seorang sufi, itu bukanlah suatu hal yang tidak mungkin, manakala manusia
senantiasa berusaha untuk menyucikan hati dengan bertaubat serta memenuhi
jiwa dengan usaha-usaha batiniah dengan riyadah dan mujahadah secara
kontinu dan berkesinambungan.
Namun perlu diketahui bahwa, keadaan tersingkapnya tabir itu bukan
berarti manusia dan tuhannya menyatu, sebagaimana yang dianjurkan Ibnu
Arabi dengan konsep wahda al-wujud nya dan Al Hallaj dengan konsep
Hulul nya. Akan tetapi manusia tetaplah hambaa dan Allah SWT. tetaplah
Tuhan yang Maha Kuasa.

6
Agustang K, Sugirma, Tasawuf Anak Muda “Yang Muda Yang berhati Mulia” (Yogyakarta:
Deepublish, 2017), hlm. 42

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 7


BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Tiga langkah paanjaang menuju Allah SWT. itu adalah penge-jawantahan
dari kalimat tauhid la Ilaha Illa Allah, membuang dan mengosongkan ruang dari
segala macam, bentuk dan wujud Tuhan, pada saat yang sama posisi itu diganti
dengan satu Tuhan yang benar yaitu Allah SWT.. Artinya selalu ada nafy dan
itsbat, membuang syirik dan menetapkan tauhid, membuang madzmumah dan
menetaapkan mahmudah.

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 8


DAFTAR PUSTAKA

Asmani, Jamal Ma’mur, Agar Hati Tidak Keras (Jakarta: PT. Elex Media Komputindo,
2014)

Umar, Nasarudin, Islam Fungsional “Revitalisasi & Reaktualisasi Nilai-Nilai Keislaman”


(Jakarta: PT. Elex Media Komputindo, 2014)

Sugirma, Agustang K, Tasawuf Anak Muda “Yang Muda Yang berhati Mulia” (Yogyakarta:
Deepublish, 2017),

Zaprulkhan, Belajar Kearifan Hidup Bersama Jalaluddin Rumi dan Sa’di Syrazi (Jakarta: PT.
Elex Media komputindo, 2016),

TAHAPAN UTAMA DALAM TASAWUF | Ilmu Tasawuf 9

Anda mungkin juga menyukai