Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH

KONSEP TAKHALLI, TAHALLI, DAN TAJALLI DALAM


DUNIA TASAWUF

(Diajukan sebagai Tugas Mata Kuliah Agama Islam VI)

Disusun oleh :

Fitria Indah Syafitri (21901061037)

Afidah Fajar Nuari (21901061038)

Nafisa (21901061039)

Faradillah Komalasari (21901061040)

Riny Ayu Trian Putri ( 21901061041)

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


2020

II
KATA PENGANTAR

Allhamdulillah, puji dan syukur kami panjatkan atas kehadirat Allah


Subhanahu wa ta’ala karena atas berkat rahmad dan karunia-Nya sehingga kami
dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul “Konsef Takhalli, Tahalli,
dan Tajalli dalam dunia tasawuf” ini dengan baik. Shalawat serta salam kami
curahkan kepada junjungan kita Nabi Muhammad Shallallahu 'alaihi wasallam
beserta keluarga dan para sahabatnya.

Makalah ini diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah Agama Islam VI,
namun demikian kami menyadari bahwa makalah yang kami susun masih belum
sempurna, karena kami sebagai penulis makalah ini juga masih dalam tahap
pembelajaran, sehingga pengalaman dan pengetahuan kami masih terbatas. Oleh
karena itu, kami berharap pembaca dapat memberikan kritik dan saran yang baik
terhadap makalah ini, sehingga kami dapat melakukan perbaikan di masa yang
akan datang.

Kami juga berharap, semoga makalah yang kami susun ini dapat bermanfaat bagi
kita semua. Aamiin Ya Robbal Aalaamiin.

Malang, 22 Maret 2021

Penulis

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................i
DAFTAR ISI...........................................................................................................ii
BAB 1......................................................................................................................1
PENDAHULUAN...................................................................................................1
I. Latar Belakang............................................................................................1
II. Rumusan Masalah...................................................................................2
III. Tujuan Pembahasan...............................................................................2
BAB II.....................................................................................................................3
PEMBAHASAN.....................................................................................................3
II.I Definisi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli........................................................3
II.2 Dalil Al-Quran & Hadits tentang tahapan takhalli, tahalli, dan tajalli 4
II.3 Implementasi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli di lingkungan sesama......7
BAB III..................................................................................................................13
PENUTUP.............................................................................................................13
III.I Kesimpulan...............................................................................................13
III.2 Saran.........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14

4
BAB 1
PENDAHULUAN
I. Latar Belakang

II. Rumusan Masalah


Rumusan masalah dari makalah ini adalah
1. Apa definisi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli?
2. Bagaimana dalil Al-Quran dan Hadits tentang tahapan Takhalli,
Tahalli, dan Tajalli?
3. Bagaimana implementasi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli dalam
lingkungan sesama?

II. Tujuan Pembahasan


Berdasarkan rumusan masalah yang ada, tujuan pembahasan dari
makalah ini adalah:
1. Menjelaskan definisi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
2. Menyebutkan dan menjelaskan dalil Al-Quran dan Hadits tentang
tahapan Takhalli, Tahalli, dan Tajalli.
3. Menyebutkan implementasi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli dalam
lingkungan sesama.

5
BAB II
PEMBAHASAN

II.1 Definisi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli

II.2 Dalil Al-Quran dan Hadits tentang tahapan Takhalli, Tahalli, dan Tajalli

6
II.3 Implementasi Takhalli, Tahalli, dan Tajalli dalam lingkungan sesama.
Tasawuf sebagai disiplin keilmuan yang berfokus membersihkan
budi pekerti atau membersihkan hati, pikiran dan tingkah laku yang
berefek ketenangan jiwa yang dapat mengarahkan menuju kepada

7
kegiatan- kegiatan yang dapat menghubungkan manusia dengan Tuhan
(Yasin. N, 2019).

Orang yang benar-benar mendalami tasawuf, pastilah orang


tersebut mengamalkan nilai-nilai ajaran tasawuf dalam kehidupannya
sehari-hari baik dalam keluarga maupun lingkungan sosial lainya. Tasawuf
memiliki beberapa aliran dengan pendekatan berbeda, akan tetapi pada
dasarnya tujuannya sama antara aliran satu dengan yang lainya.
seseorang yang mengamalkan ajaran tasawuf akan melakukan beberapa
tahap untuk membuang hal-hal buruk dalam dirinya dan memasukkan
perbuatan yang terpuji. Tahapan tersebut adalah Takhalli, tahalli, dan
tajalli (Yasin.N, 2019).

Dalam konteksnya proses takhalli berupa membuang sifat buruk


pada diri seperti sifat rakus sama perusak serakah dan sifat-sifat buruk
lain. Kemudian proses berikutnya jiwa diisi (tahalli) dengan sifat-sifat baik
atau mulia, seperti sifat kasih sayangku cintaku menghormat, merawat,
menjaga melestarikan dan sifat-sifat lain sebagaimana disebut pada sifat-
sifat dan nama-nama Allah yang indah (Asmaul Husna). Sifat-sifat ini
kemudian diimplementasikan atau diterapkan dan dilaksanakan di
manjurkan (Tajalli) pada tataran aksi diantaranya adalah membangun
relasi yang harmonis, saling menguntungkan, bermartabat dan beretika
dengan lingkungan sekitar (Khusnita, 2017).

Berikut proses implementasi nilai-nilai akhlak tasawuf dalam


lingkungan sesama :

1. Takhalli
Fase takhalli adalah fase penyucian budi pekerti yaitu
mental, akal pikiran, jiwa dan hati sehingga menumbuhkan akhlak

8
(moral) yang terpuji dan mulia dalam kehidupan sehari-hari
(Hasan. S, 2016).
Menurut (Hasan. S, 2016) Metode takhalli secara teknis
ada lima yaitu:
Pertama, mensucikan yang najis, dengan melakukan istinja
dengan menggunakan tanah atau air dengan teliti, baik dan benar.
Cara yang pertama ini berkaitan dengan anggota tubuh atau
dohir.
Kedua, mensucikan yang kotor, dengan cara mandi atau
menyiramkan air keseluruh anggota badan.
Ketiga, menyucikan yang suci, dengan cara berwudu baik dengan
air maupun debu.
Keempat, mensucikan yang suci atau fitrah dengan cara
mengerjakan sholat taubat.
Kelima, mensucikan yang maha suci, dengan cara melakukan
dzikir dan mentauhidkan Allah SWT.

Metode takhalli dengan kata lain adalah bentuk riyadha atau


usaha untuk membersihkan penyakit dari seluruh tubuh, baik
jasmani maupun dhohir. Sebagaimana sabda Rasulullah yang
diriwayatkan oleh AnNu'man bin Basyir r,a:

Artinya :

Ingatlah bahwa di dalam jasad itu ada segumpal daging. Jika


ia baik, maka baik pula seluruh jasad. Jika ia rusak, maka rusak ula
seluruh jasad. Ketahuilah bahwa ia adalah hati (HR. Bukhari no. 17).

2. Tahalli

9
Pada tahap ini merupakan bagian dari pengisi jiwa yang
telah dikosongkan dari sifat- sifat tercela. Dengan kata lain
sesudah tahap pembersihan diri dari segala sifat tercela (takhalli)
dapat dilalui kemudian usaha ini harus berlanjut ketahap
berikutnya yaitu tahalli untuk memperoleh segala sifat terpuji.
Diantaranya Taubat, zuhud, qona'ah, sabar, tawakkal, mujahadah,
ridha, syukur, ikhlas dan lainya (Yasin. N, 2019).
a. Taubat
Al Ghazali mengklasifikasikan Taubat menjadi tiga tingkatan yaitu:
 Meninggalkan kejahatan dalam segala bentuknya dan beralih
pada kebaikan karena takut terhadap siksa Allah.
 Beralih dari satu situasi yang sudah baik menuju situasi yang
lebih baik lagi. Dalam tasawuf keadaan ini sering disebut
dengan inabah
 Rasa penyesalan yang dilakukan semata mata karena ketaatan
dan kecintaan kepada Allah hal ini disebut aubah (Khoiruddin,
2016).

b. Khauf dan Raja’


(Dalam Khoiruddin, 2016) Khauf adalah perasaan takut seorang
hamba semata mata kepada Allah, sedangkan Raja' adalah perasaan hati
yang senang karena menaati sesuatu yang diinginkan dan disenangi.
Menurut Al-Ghazali, Raja ' adalah rasa lapang hati dalam
menantikan hal yang diharapkan pada masa yang akan datang yang
mungkin terjadi. Raja ' merupakan sikap hidup yang selalu mendorong
seseorang untuk lebih banyak berbuat dan beramal Shaleh sehingga
menjadi taat kepada Allah dan Rasul-Nya.
Biasanya orang yang memiliki sikap Raja ' juga memiliki sikap
Khauf. Khauf dan raja' saling berhubungan, kekurangan Khauf akan
menyebabkan seseorang menjadi lalai dan berani berbuat maksiat,

10
sedangkan Khauf yang berlebihan akan menjadikan seseorang menjadi
putus asa dan pesimistis. Keseimbangan antara Khauf dan Raja' sama-
sama penting karena tanpa Raja', orang akan serba khawatir, tidak
mempunyai gairah hidup, serba takut, dan pesimistis. Dimilikinya Khauf
dalam kadar sedang akan membuat orang senantiasa waspada dan hati-
hati dalam berperilaku agar terhindar dari ancaman (Khoiruddin, 2016).
Dengan demikian dua sikap tersebut merupakan sikap mental
yang bersifat untrospeksi dan selalu memikirkan kehidupan yang akan
datang, yaitu kehidupan abadi di alam akhirat.

C. Zuhud
Zuhud yaitu ke tidak tertarik pada dunia atau harta benda. Zuhud
terbagi menjadi tiga tingkatan, yaitu:
 Zuhud yang terendah adalah menjauhkan diri dari dunia
ini agar terhindar dari hukuman di akhirat.
 Menjauhi dunia dengan menimbang imbalan akhirat
 Merupakan maqam tertinggi adalah mengucilkan dunia
bukan karena takut atau karena berharap, tetapi karena
cinta kepada Allah (Khoiruddin, 2016).
Orang yang berada pada tingkat tertinggi ini akan memandang
segala sesuatu, kecuali Allah, tidak mempunyai arti apa-apa. Sesuai
dengan pandangan sufi, hawa nafsu duniawilah yang menjadi sumber
kerusakan moral manusia. Sikap kecenderungan seseorang kepada hawa
nafsu, mengakibatkan kebrutalan dalam mengejar kepuasan nafsunya.
Dorongan jiwa yang ingin menikmati kehidupan dunia akan menimbulkan
kesenjangan antar manusia dengan Allah (Khoiruddin, 2016).

d. Fakir

11
Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas
dengan apa yang sudah dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang
lain. Sikap mental fakir merupakan benteng pertahanan yang kuat dalam
menghadapi pengaruh dalam menghadapi kehidupan materi. Hal ini
karena sikap fakir dapat menghindarkan seseorang dari semua
keserakahan. Sikap fakir dapat memunculkan sikap wara' yaitu sikap
berhati hati dalam menghadapi segala sesuatu yang kurang jelas
masalahnya. Apabila bertemu dengan satu persoalan baik yang bersifat
materi maupun yang tidak pasti hukumnya lebih baik dihindari
(Khoiruddin, 2016).

e. Sabar
Menurut Al Ghazali sabar adalah suatu kondisi jiwa yang terjadi
karena adanya dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa
nafsu. Dengan demikian, sabar berarti konsisten dalam melaksanakan
semua perintah Allah, menghadapi kesulitan, dan tabah dalam
menghadapi cobaan selama dalam perjuangan untuk mencapai tujuan.
Oleh karena itu, sabar erat hubungannya dengan pengendalian diri, sikap
dan emosi. Apabila seseorang telah mampu mengendalikan nafsunya,
maka sikap sabar akan tercipta (Khoiruddin, 2016).
Tercapainya karakter sabar merupakan respons dari keyakinan
yang dipertahankan. Keyakinan adalah landasan sabar, apabila seseorang
telah yakin bahwa jalan yang ditempuhnya benar, maka ia akan teguh
dalam pendiriannya walaupun menghadapi tantangan (Khpiruddin,
2016).
Al Ghazali membedakan tingkatan sabar, menjadi iffah, hilm,
qana'ah dan syaja'ah. İffah ialah kemampuan mengatasi hawa nafsu. Hilm
merupakan kesanggupan seseorang menguasai diri agar tidak marah.
Qana'ah yaitu ketabahan hati untuk menerima nasib. Adapun syaja'ah
yaitu sifat pantang menyerah (Khoiruddin, 2016).

12
f. Ridha
Pengertian ridha adalah menerima hal-hal yang tidak
menyenangkan. Seorang dengan senang hati menerima ketentuan atau
qodho dari Allah dan tidak mengingkari apa yang telah menjadi
keputusan-Nya. Sikap mental ridha merupakan perpaduan dari
mahabbah dan sabar. Rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan akan
menimbulkan kelapangan hati untuk berkorban demi yang dicintainya.
Seorang hamba yang ridha, ia rela menuruti apa yang dikehendaki oleh
Allah dengan senang hati, sekaligus tidak dibarengi dengan sikap
menentang dan menyesal (Khoiruddin, 2016).

g. Muraqabah
Muraqabah berarti mawas diri. Muraqabah mempunyai makna
hampir sama dengan Introspeksi. Dengan kata lain muraqabah adalah
siap dan siaga setiap saat untuk meneliti keadaan sendiri. Seorang sufi
sejak awal sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah lepas dari
pengawasan Allah. Seluruh aktivitas hidupnya ditujukan untuk berada
sedekat mungkin dengan-Nya. la sadar bahwa Allah melihatnya.
Kesadaran itu membawanya pada satu sikap mawas diri atau muraqabah
(Khoiruddin, 2016).

3. Tajalli
Tajalli adalah proses terakhir atau ketiga dari proses
takhalli, tahalli dan tajalli dari metode tasawuf akhlaqi.
Peningkatan nur ghaib dalam jiwa harus dilakukan dengan
istiqomah dalam mengamalkan dari ketiga fase dari tasawauf
akhlaqi. Kesadaran ketuhanan dalam setiap aktivitas akan
kecintaan bahkan kerinduan kepadaan-Nya (Yasin, 2019).

13
Untuk memperdalam dan melanggengkan rasa kedekatan
dengan tuhan, para sufi mengajarkan hal-hal sebagai berikut:
a. Munajat berarti memuja dan memuji keagungan Allah dengan
sepenuh hati.
b. Muhasabah seperti yang dikatakan oleh Al-Ghazali selalu
memikirkan dan merenungkan apa yang telah diperbuat dan akan di
perbuat. Dengan mushasabah seorang sufi akan selalu memikirkan dan
merenungkan kesalahan-kesalahan yang telah di perbuat, serta
merenungkan kekurangan dalam ibadahnya dan memikirkan ataş
semua tingkah laku terhadap sesama manusia.
c. Selain itu adalah maqom muqorobah yakni meyakini dan
merasakan senantiasa berhadapan dengan Allah SWT. Semua yang
dilakukan manusia baik yang fisik maupun yang batin tidak pernah luput
dari pengawasan Allah SWT. Al-Ghazali menyatakan bahwa
muqorrabah memiliki arti yang sama dengan al-ihsan. Sebagaimana
yang diterangkan oleh Jibril kepada Rasulullah, adalah "engkau
menyembah kepada Allah, seolah-olah engkau melihatnya dan
sekalipun engkau tidak melihatnya, Dia melihat engkau." (Yasin, 2019).
Dengan demikian tasawuf adalah ajaran atau amalan untuk
membersihkan jiwa dari berbagai penyakit tercela yang menutupi hati,
agar terbukanya nur Illahi. Hati yang terbebas dari segala penyakit
tercela yang bernaung di dalam jiwa seseorang, maka orang tersebut
akan terhindar dari segala perkara yang hina. Serta menjadikan
seseorang menjadi lebih bijak dalam masalah kehidupannya baik untuk
diri sendiri maupun lingkungan sosial (Yasin, 2019).

14
BAB III
PENUTUP
III.1 Kesimpulan

III.2 Saran

15
DAFTAR PUSTAKA

Khusnita. 2017. Konsep Etika Lingkungan Dalam Tasawuf. Kediri: IAIN Kediri.
Khoiruddin, M.A. 2016. Peran Tasawuf Dalam Kehidupan Masyarakat Modern.
Dalam Jurnal Tasawuf Vol. 27 No.1 Januari 2016. Kediri: IAIT Kediri.
Yasin, Noor. 2019. Implementasi Nilai-nilai Tasawuf Dalam Pembinaan Akhlak
Santri di Pondok Pesantren Miftahul Huda Gading-Malang. Malang : UIN
Maulana Malik Ibrahim Malang.

16

Anda mungkin juga menyukai