Anda di halaman 1dari 14

MAKALAH FIQIH

THAHARAH

Dosen Pengampu : Umi Hani S.Ag. M.Pd

KELOMPOK 2 :

1. Maulida Ajizah ( 2101010026 )


2. Ahim Ramadani ( 2101010198 )
3. Muhammad Hafiz ( 2101010130 )

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN MUHAMMAD ARSYAD
AL – BANJARI
2023
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha kuasa karena telah memberikan kesempatan
pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Makalah Fiqih tentang Thaharah ini disusun
guna memenuhi tugas Ibu Umi Hani S.Ag, M.Pd di Universitas Islam Kalimantan
Muhammad Arsyad al - Banjari. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat
menambah wawasan bagi pembaca.

Penulis mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada Ibu Umi Hani S.Ag,
M.Pd selaku dosen mata kuliah Fiqih. Tugas yang telah diberikan ini dapat menambah
pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis juga mengucapkan
terima kasih pada semua anggota yang telah membantu proses penyusunan makalah ini.

Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, kritik dan
saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Banjarmasin, 02 Oktober 2023

Kelompok 2

1
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................1

BAB I.........................................................................................................................................3

PENDAHULUAN......................................................................................................................3

Latar belakang........................................................................................................................3

BAB II........................................................................................................................................4

PEMBAHASAN........................................................................................................................4

Pengertian Thaharah...............................................................................................................4

Jenis - Jenis Bersuci................................................................................................................5

Cara - cara Beristinja’.............................................................................................................6

Jenis - Jenis Air......................................................................................................................6

Jenis – Jenis Najis...................................................................................................................7

BAB III.......................................................................................................................................9
PENUTUP.................................................................................................................................9

KESIMPULAN..........................................................................................................................9

DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................................10

2
BAB I
PENDAHULUAN

Latar belakang
Hadats dan najis menghalangi untuk beribadah kepada Allah seperti melaksanakan
shalat, puasa, thawaf dan memegang al- Qur’an, maka wajib berthaharah (bersuci )
sebagai kunci untuk dapat melaksanakan ibadah. Para Fuqaha meletakkan bab thaharah
selalu diawal pembahasan ( Bab ). Hal tersebut menunjukkan betapa pentingnya masalah
thaharah. Justru itu, thaharah tidak hanya cukup untuk diketahui, tetapi juga harus di
praktekkan secara benar, baik hadats maupun najis. Menyucikan diri dari hadats dan najis
memberi isyarat supaya kita senantiasa menyucikan jiwa dari dosa dan segala perangai
yang keji. Hikmah dan manfaat dilakukannya thaharah tersebut memberikan pengetahuan
kepada kita bahwa betapa pentingnya thaharah tidak hanya sekedar untuk melaksanakan
ibadah, tetapi juga untuk menjaga kesehatan tubuh manusia. Tetapi pada kenyataannya,
sebagian umat Islam masih kurang memahami dalam melaksanakan praktek thaharah.
secara benar dikarenakan kurangnya pengetahuan, sehingga salah dalam pelaksanaannya.
Apabila thaharah tidak benar atau tidak sempurna, maka pelaksanaan ibadah yaitu shalat,
puasa, thawaf, i’tiqaf, memegang al- Qura’an dan lain- lainnya tidak sah atau batal.
Karena salah satu syarat sah pelaksanaan tersebut adalah thaharah.

3
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Thaharah

Dari segi bahasa thaharah berarti bersih dan suci dari segala yang kotor, baik
yang bersifat hissiy (dapat dilihat/ diindera) atau yang bersifat ma 'nawiyy (abstrak).
Sedangkan menurut syara' thaharah adalah menghilangkan atau membersihkan diri,
pakaian, tempat, dan benda benda lain dari najis dan hadats. Thaharah juga sering kali
diartikan bersuci.

Ada dua hal yang menjadi obyek thaharah, yaitu hadats, baik hadats kecil maupun
besar dan najis. Dari sini kita pun mengenal istilah bersuci dari hadats dan bersuci
dari najis. Islam menempatkan masalah thaharah sebagai masalah penting yang tidak
bisa dianggap remeh. Hal ini disebabkan oleh dua hal, yaitu: Pertama, thaharah
menjadi syarat sahnya ibadah-ibadah tertentu, misalnya ibadah shalat. Ini artinya jika
shalat tidak dibangun atas dasar tharahah, bersih dari hadats dan najis, maka shalat
dianggap tidak sah yang konsekuensinya tidak akan diterima Allah.

Nabi SAW bersabda:

َ‫ضأ‬
‫ال َي ْقَ بل ّلال˚ ص ِ د ˚ك ْم إَِذا حَتى َ يت‬
‫َو‬ ‫ََلَة أ أَ ْ حَدث ح‬

"Allah tidak akan menerima shalat kalian, jika berhadats hingga kalian berwudhu"

Kedua, alasan lain mengapa Islam menempatkan masalah thaharah sebagai urusan
sangat penting adalah karena thaharah terkait langsung dengan masalah kebersihan.

Nabi SAW bersabda:

‫النظافة من االيمان‬

"Kebersihan adalah sebagaian dari iman"

Allah menegaskan bahwa Dia sangat mencintai orang Islam yang bersih. Dengan kata
lain Allah menyukai orang orang-orang yang selalu memperhatikan kebersihan. Itu
artinya seseorang bisa saja mendapatkan cinta Allah sebab dalam hidup mereka
menempatkan persoalan thaharah sebagai masalah yang benar-benar harus

4
diperhatikan.

5
Adanya kenyataan bahwa masalah kebersihan menjadi syarat sahnya sebuah ibadah
menunjukkan bahwa Islam menyerukan agar umat Islam ini hidup bersih dan jauh
dari segala hal yang kotor dan najis. Hal ini dimaksudkan agar umat Islam menjadi
umat yang sehat, baik sehat badan maupun sehat lingkungan. Adalah sebuah
kenyataan bahwa hal yang kotor dan najis sering kali menjadi penyebab timbulnya
penyakit. Inilah mengapa Islam memerintahkan manusia agar menghindarkan diri
dari sesuatu yang kotor dan najis sekaligus melarang keras mengkonsumsi keduanya.

Islam sangat menekankan hidup sehat dan nyaman. Dan untuk bisa meraihnya semua
orang Islam harus menjaga kebersihan lingkungan dimana mereka tinggal. Apa pun
caranya, yang jelas Islam melihat upaya membersihkan lingkungan sebagai sebuah
amal mulia dan menyimpan pahala yang sangat besar.

2. Jenis - Jenis Bersuci

Thaharah atau bersuci menurut pembagiannya dapat dibedakan menjadi dua bagian,
yaitu :

A. Bersuci lahiriah

Beberapa contoh yang bersifat lahiriah adalah membersihkan diri, tempat tinggal dan
lingkungan dari segala bentuk kotoran, hadas dan najis. Membersihkan diri dari najis
adalah membersihkan badan, pakaian atau tempat yang didiami dari kotoran sampai
hilang rasa, bau dan warnanya.

‫ط ِ’ ه ْ ر‬
‫و ِث َيا َب ك‬
‫ف‬

QS Al-Muddassir ayat : 4[74:4] dan pakaianmu bersihkanlah,

B. Bersuci batiniah

Bersuci batiniah adalah membersihkan jiwa dari kotoran batin berupa dosa dan
perbuatan maksiat seperti iri, dengki, takabur dll. Cara membersihkannya dengan
taubatan nashuha yaitu memohon ampun dan berjanji tidak akan mengulanginya lagi.

6
3. Cara - cara Beristinja’

Istinja’ adalah menghilangkan Najis atau meringankannya dari tempat keluarnya


air seni atau kotoran. Berasal dari kata an-najaa’ yang berarti bersih atau selamat
dari penyakit.

Ada tiga macam cara melakukan istinja', yakni:

- Menggunakan tiga buah batu atau bisa diganti dengan tiga lembar tisu. Namun jika
dirasa masih belum bersih, maka ditambah lagi hingga berjumlah ganjil, lima atau
tujuh dan seterusnya. Ini dilakukan apabila tidak ada air. Atau ada air yang tersedia,
tapi hanya cukup untuk minum.

- Dengan menggunakan air saja.

- Menggunakan tiga lembar tisu atau batu terlebih dahulu. Lalu diakhiri dengan
menggunakan air. Cara istinja yang ketiga ini adalah yang terbaik.Batu atau
tisu berfungsi untuk menghilangkan wujud najis sekaligus bekasnya. Air yang
akan menyempurnakan sucinya dari najis.

4. Jenis - Jenis Air

Tidak semua jenis air bisa digunakan untuk bersuci. Maka, kita perlu
mengetahui jenis-jenis air dan hukumnya digunakan bersuci. Para ulama membagi
jenis-jenis air sebagai berikut:

A. Air Mutlak

Air mutlak adalah air yang suci dan bisa digunakan untuk bersuci. Jenis-jenis air
mutlak adalah air hujan, air sumur, air sungai, air telaga, air laut, embun, serta air es
atau salju. Allah Swt. berfirman:

‫ط ˚هو ˝را‬
˝ ‫وأن َز ْ نل َا من َ م‬
َ )
‫ال ا ِء ء‬
‫س ما‬

"...Dan Kami turunkan dari langit air yang amat bersih." (QS. al-Furqaan [25]: 48).

Selain itu, Abu Hurairah menyatakan bahwa Rasulullah Saw. bersabda tentang
(hukum) air laut, "Air laut itu suci, (dan) halal bangkainya." (HR. Tirmidzi, Nasa'i,

7
Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ahmad).

8
B. Air Musta'mal
Air musta'mal adalah air yang sudah digunakan untuk bersuci, baik berwudhu

atau mandi besar. Terkait dengan hukum air musta'mal, para ulama berbeda
pendapat. Sebagian menyatakan bahwa air musta'mal itu suci dan bisa dipakai
bersuci.
Sedangkan sebagian yang lain menyatakan bahwa air ini suci, tapi tidak boleh dipakai
bersuci.

Para ulama menetapkan batasan air musta'mal dan tidak. Batasannya adalah dua
qullah. Artinya, air yang sudah melebihi volume dua qullah, meskipun sudah
digunakan untuk bersuci, tidak disebut air musta'mal. Volume dua qullah
adalah sekitar 270 liter.

C. Air Musyammas
Air musyammas adalah air yang terpapar sinar matahari dalam wadah yang
terbuat dari selain emas dan perak. Air jenis ini dimakruhkan untuk
digunakan bersuci.
D. Air Mudhaf

Air mudhaf adalah air yang berasal dari buah dan sejenisnya, misalnya air kelapa,
air perasan jeruk, dan lain- lain. Termasuk air mudhaf ialah air mutlak yang
bercampur dengan benda lain, seperti kopi, teh, atau gula juga masuk kategori air
mudhaf. Air mudhaf hukumnya suci, tapi tidak menyucikan sehingga tidak boleh
digunakan bersuci.

E. Air Mutanajjis

Air mutanajjis adalah air mutlak yang sudah terkena najis. Air ini tidak bisa
digunakan bersuci jika sudah berubah salah satu sifatnya, yaitu bau, warna, atau
rasanya. Jika salah satu dari ketiga sifat tersebut tidak berubah, para ulama bersepakat
bahwa air tersebut bisa digunakan bersuci.

5. Jenis – Jenis Najis

Ust. H. Fatkhur Rahman dalam bukunya Pintar Ibadah memaparkan menurut


tingkatannya, najis dibagi menjadi 3 macam, yaitu:

9
1. Najis Mukhaffafah yaitu najis ringan.

Contohnya air kencing bayi laki-laki yang belum makan sesuatu kecuali air susu
ibunya. Jika sang bayi sudah pernah mengonsumsi makanan selain air susu ibu,
semisal susu kaleng buatan pabrik atau yang lainnya, maka air kencingnya sudah
tidak lagi dikatakan najis ringan, melainkan najis sedang.

Lalu, bagaimana dengan air kencing bayi perempuan yang belum makan apa-apa
selain air susu ibu? Ust. Abu Sakhi dalam bukunya Panduan Praktis dan Lengkap
Menuju Kesempurnaan Salat menjelaskan bahwa hukumnya bukan termasuk najis
ringan, tetapi najis sedang.

2. Najis Mutawasithah yaitu najis biasa atau sedang.

Contohnya nanah, darah, kotoran yang keluar dari qubul dan dubur manusia atau
binatang, minuman keras, darah haid dan nifas, wadi dan madzi, juga bangkai
(termasuk tulang dan bulunya). Bangkai manusia, belalang, dan ikan tidak dianggap
najis.

Najis Mutawasithah dibagi menjadi dua macam, yaitu:

- Najis 'Ainiyah yaitu najis yang tampak zatnya atau sifatnya seperti warna, bau, dan
rasanya

- Najis Hukmiah yaitu najis yang tidak tampak zatnya atau sifatnya, seperti air
kencing atau arak yang sudah kering

3. Najis Mughallazah yaitu najis berat.

Contohnya babi dan air liur anjing. Hal ini berdasarkan Al-Qur'an surat Al-An'am ayat
145,

‫ْن ِز ْي „ر‬
َ ‫ْ ن َي اَْ و َد ˝ما مسف حا ا‬ ˚ ‫˚م‬ ‫ع „م‬ ‫ا˚ْ و ِح ي َر‬ ˚‫ق˚ ْ ل اَ ِجد‬
‫َف ِانَ ˚ه خ‬ ‫اه‬ ‫ٰلى طاع‬ ‫ي ماا َلي ˝ما‬
‫م ْيتَة˝ ˚ ْو ْو ل م‬ ‫˚ك ْون‬ ‫الا‬
‫َالا ا‬ ‫ط‬ ‫مح‬
‫ح‬ ‫َع‬

‫ْ و ر ِح ْي ˚م‬ ‫و‬ ‫غ ْي‬ ‫ر‬


‫فَ ِان ر‬ َ ‫َر‬ ‫ض‬ ‫ه ف‬,“ ‫ِلّال‬
‫عا „د َبك ˚ر‬ ‫ا‬ ‫َبا‬ ‫ط‬ ‫َم ِ ن‬
˚‫غف‬ ‫ل‬ ‫„غ‬ ‫ا‬

1
0
‫ْي ِر لَغ‬ ˚‫ا‬ ‫ِه‬ ‫ل‬ ‫˝ا سق‬ ‫رج‬ ‫س ا َ ْو‬

Artinya: Katakanlah, "Tidak kudapati di dalam apa yang diwahyukan


kepadaku sesuatu yang diharamkan memakannya bagi yang ingin
memakannya, kecuali

1
1
(daging) hewan yang mati (bangkai), darah yang mengalir, daging babi karena ia
najis, atau yang disembelih secara fasik, (yaitu) dengan menyebut (nama) selain
Allah. Akan tetapi, siapa pun yang terpaksa bukan karena menginginkannya dan tidak
melebihi (batas darurat), maka sesungguhnya Tuhanmu Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang."

Adapun tentang najis anjing didasarkan pada hadits berikut. Rasulullah SAW
bersabda, "Jika seekor anjing menjilat bejana salah satu daripada kamu sekalian, maka
hendaknya kamu menuangkan bejana itu (mengosongkan isinya) kemudian
membasuhnya tujuh kali." (HR Muslim)

BAB III
PENUTUP

KESIMPULAN
Thaharah berarti bersih dan suci dari segala yang kotor, baik yang bersifat hissiy
(dapat dilihat/ diindera) atau yang bersifat ma 'nawiyy (abstrak). Ini artinya jika shalat
tidak dibangun atas dasar tharahah, bersih dari hadats dan najis, maka shalat dianggap
tidak sah yang konsekuensinya tidak akan diterima Allah. Adanya kenyataan bahwa
masalah kebersihan menjadi syarat sahnya sebuah ibadah menunjukkan bahwa Islam
menyerukan agar umat Islam ini hidup bersih dan jauh dari segala hal yang kotor dan
Najis.

1
2
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah Ma’awiyah Find and explore academic papers. (2016). Di akses 30 September 2023
dari
https://www.connectedpapers.com/main/be967c10817e4135497366bf3022d25
b79d71d72/THAHARAH-SEBAGAI-KUNCI-IBADAH/graph

Fiqih Thaharah. (2015). Di akses 30 September 2023 dari https://books.google.co.id/books?


id=yivbDwAAQBAJ&printsec=frontcover&
dq=thaharah&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobile_search
&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwjR6mpv9GBAxUTyDgGHZJXCYUQ6wF
6BAgGEAU#v=onepage&q=thaharah&f=false

Office, A. L. (2015). PENGERTIAN, MACAM, DAN CARA THAHARAH. Di akses 30


september 2023 dari http://pengacaramuslim.com/pengertian-macam-dan-
cara-thaharah/

Istinja’ Adalah Bersuci dalam Islam, Pengertian, Hukum & Tata Cara Sesuai Syariat.
(2021) Di akses 30 September 2023 dari
https://www.merdeka.com/trending/istinja- adalah-bersuci-dalam-islam-
pengertian-hukum-amp-tata-cara-sesuai-syariat- kln.html

Kitab Terlengkap Bersuci, Shalat, Puasa, Shalawat, Surat-Surat Pendek, Hadits Qudsi dan
Hadits Arba’in Pilihan, serta Dzikir & Doa. (2017). Di akses 30 september
2023 dari https://books.google.co.id/books?
id=eXlWEAAAQBAJ&pg=PA16&dq=jenis
%2Bjenis%2Bbersuci&hl=id&newbks=1&newbks_redir=0&source=gb_mobi
le_search&ovdme=1&sa=X&ved=2ahUKEwjm0bnLwNGBAxWon2MGHXL
qA-0Q6AF6BAgKEAM#v=onepage&

Ramadanti, F. (2023). Macam-Macam Najis dan Cara Mensucikannya. Di akses


30 September 2023 dari
https://www.detik.com/hikmah/khazanah/d- 6650149/macam-
macam-najis-dan-cara-mensucikannya

Anda mungkin juga menyukai