Anda di halaman 1dari 25

TUGAS INDIVIDU DOSEN PENGAMPU

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM UMI HANI, S.Ag, M. Pd

MAKALAH
“THAHARAH DAN SEJENISNYA“

Disusun sebagai bahan tugas kuliah


O
L
E
H

NAMA : FAJAR ISMAIL


NIM : 2104010028
SEMESTER : I (SATU)

UNIVERSITAS ISLAM KALIMANTAN


MUHAMMMAD ARSYAD AL BANJARI BANJARMASIN
PROGRAM STUDI S1 PETERNAKAN
NON REGULER BANJARBARU

i
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah Yang Maha Esa karena telah
melimpahkan rahmat dan karunia-Nya berupa pengetahuan dan kesempatan sehingga
saya dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Makalah ini disusun guna
memenuhi tugas mata kuliah Pendidikan Agama Islam yang diberikan oleh Ibu Umi
Hani, S.Ag. M.Pd selaku dosen pengampu.
Makalah ini bertema “Thaharah” yang memuat pembahasan tentang pengertian
Thaharah, Najis, Nisbah antara Kesehatan Lahir Batin dan hal-hal lain yang terkait
didalamnya.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada semua pihak yang berkenan
membantu dalam proses pembuatan dan penyempurnaan makalah ini. Penulis
menyadari bahwa makalah ini sangat jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu kritik dan
saran yang bersifat membangun sangat saya harapkan demi kesempurnaan makalah ini
dikemudian hari.
Akhirnya hanya kepada Tuhanlah kita serahkan semua dan semoga makalah ini
bermanfaat dan dapat dipergunakan sebagaimana mestinya, Amin.

Banjarbaru, September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ............................................................................................. i


KATA PENGANTAR ........................................................................................... ii
DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii

BAB I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang ............................................................................................ 1


B. Rumusan Masalah ....................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ........................................................................................ 2

BAB II. PEMBAHASAN

A. Thaharah
1. Pengertian Thaharah ............................................................................ 4
2. Jenis Thaharah ...................................................................................... 4
3. Macam-macam Cara Thaharah ............................................................. 6
B. Najis
1. Pengertian Najis .................................................................................... 15
2. Macam-Macam Najis dan Cara Membersihkkannya ........................... 15
C. Nisbah
1. Pengertian Nisbah ................................................................................. 16
2. Keterkaitan Thaharah Dengan Nisbah Kesehatan Lahir Batin ............. 17

BAB III. PENUTUP


A. Kesimpulan ................................................................................................. 20
B. Saran-saran ................................................................................................. 21

iii
BAB I
PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Tantangan dan masalah kehidupan selalu muncul secara alami seiring dengan
berputarnya waktu dan perkembangan zaman. Berbagai masalah muncul dari
berbagai sudut kehidupan, salah satu masalah yang besar terjadi dalam kehidupan di
dunia ini yaitu menyangkut masalah kebersihan. Kebersihan menjadi masalah yang
penting dalam kehidupan. Antara kesehatan dan air pastilah sangat berhubungan
satu sama lain, hal ini dapat dibuktikan bahwa dengan air yang bersih kita akan
lebih mudah menjaga kebersihan dan kesehatan khususnya kesehatan jasmani.
Kebersihan dan kesehatan juga sangat erat hubungannya dengan thaharah di
dalam islam. Yang thaharah sangat dianjurkan oleh islam karena banyak manfaat
dan hikmahnya bagi kehidupan. Pembahasan thaharah dalam literatur fiqh Islam
selalu mengawali pembahasan sebelum yang lainnya. Hal demikian menunjukkan
betapa penting dan besarnya perhatian Islam terhadap masalah kebersihan dan
kesehatan. Karena itu, bersuci termasuk ibadah pokok yang diwajibkan, mengingat
besarnya nilai kebersihan dan kesehatan di dalamnya.
Pentingnya thaharah dalam Islam ini sesuai dengan firman Allah yaitu Q.S.
Al-Baqarah : 222

“Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan menyukai orang-


orang yang mensucikan diri.” Dari ayat tersebut dijelaskan bahwa Allah menyukai
orang yang mau kembali kepada- Nya dengan bertaubat, tidak terus menerus
melakukan perbuatan buruk atau maksiat, tidak memenangkan syahwat atas sunah
fitrah (tidak menyetubuhi isteri sewaktu dia sedang haid). Allah sangat menyukai
semua orang yang membersihkan diri dari segala kotoran dan menjauhkan diri dari
segala kemungkaran, orang seperti itu lebih disukai oleh Allah. Kebersihan juga
sangat dianjurkan oleh masyarakat secara umum apapun agamanya, seperti yang

1
disebutkan dalam ungkapan “bersih pangkal sehat” yang mengandung arti bahwa
kesehatan dapat dicapai dengan menjaga kebersihan yang di dalam Islam kebersihan
dapat dilakukan dengan thaharah.
Kebersihan adalah upaya manusia untuk memelihara diri dan lingkungannya
dari segala yang kotor dan keji dalam rangka mewujudkan dan melestarikan
kehidupan yang sehat dan nyaman. Kebersihan di dalam Islam dapat dilakukan
dengan thaharah khususnya thaharah dari najis. Kebersihan merupakan masalah
yang urgen karena dengan hidup bersih nantinya akan tercipta kehidupan yang sehat
pula. Menjaga kebersihan dapat juga kita lakukan dengan menjaga lingkungan dari
benda- benda yang bersifat kotor dan membahayakan bagi kebersihan lingkungan.
Dengan lingkungan yang bersih berarti kita sudah menjaga lingkungan hidup
dari kerusakan, karena salah satu sebab terjadinya kerusakan lingkungan adalah
kurang terjaganya lingkungan dari benda-benda yang kotor. Agama Islam sangat
menjunjung tinggi kebersihan yaitu di atur dalam masalah thaharah.
Thaharah(bersuci) di dalam Islam sebenarnya menerangkan secara jelas tentang
ruang lingkup sampai hikmah Islam mewajibkan menjaga kesehatan dan kebersihan.

B. RUMUSAN MASALAH
Agar terarah dan fokus pada pembahasan, penulis mengkhususkan hanya
pada Thaharah, Najis, dan Nisbah antara Kesehatan Lahir Batin saja yang dikutip
dari sumber yang ada. Penulis juga memberi rumusan pada permasalahan yang akan
dibahas yaitu :
1. Apa pengertian Thaharah tersebut ?
2. Apa yang dimaksud dengan Najis itu ?
3. Bagaimana cara Thaharah atau bersuci dilakukan ?
4. Bagaimana hubungan Thaharah dengan Nisbah antara kesehatan lahir batin ?

C. TUJUAN PENULISAN
Ada beberapa tujuan dalam pembuatan makalah ini yaitu sebagai berikut :
1. Guna memenuhi sebagian tugas yang diberikan oleh Dosen Mata Kuliah
Pendidikan Agama Islam, Ibu Umi Hani, S.Ag. M.Pd.

2
2. Ingin mengetahui lebih jauh lagi tentang Thaharah ini dan hal-hal yang terkait di
dalamnya.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. THAHARAH
1. Pengertian Thaharah
Thaharah menurut etimologi (bahasa) artinya “bersih” dan “suci” dari
segala bentuk kotoran. Sedangkan menurut terminologi (istilah), Ath Thaharah
adalah bersih dari hadats yaitu menghilangkan sifat yang melekat pada anggota
badan yang dapat menghalangi dari shalat dan semisalnya. Juga menghilangkan
najis dari badan, pakaian dan tempat seorang muslim. Selain itu, thaharah dapat
juga diartikan mengerjakan pekerjaan yang membolehkan shalat, berupa
wudhu, mandi, tayamum dan menghilangkan najis.

2. Jenis Thaharah
Thaharah terbagi menjadi 2 jenis, antara lain :
a. Thaharah Maknawiyah
Thaharah maknawiyah adalah bersihnya hati dari segala bentuk kesyirikan
dan kemaksiatan serta penyakit-penyakit hati lainnya. Hakikat thaharah
tidak akan terwujud selama kesyirikan masih bersarang dalam hati. Allah
berfirman dalam surah At Taubah ayat 28 yang berbunyi :

Artinya :
“Hai, orang-orang yang beriman sesungguhnya musyrik itu adalah najis
maka janganlah mereka mendekati Masjidil Haram. Setelah setahun ini, dan
jika kamu khawatir menjadi miskin, maka Allah SWT nanti akan
memberikan kekayaan kepadamu dari karunia-Nya, jika Dia menghendaki.
Sesungguhnya Allah SWT Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.

4
b. Thaharah Hissiyah
Thaharah Hissiyah (secara fisik) adalah sucinya anggota badan dari segala
kotoran dan najis yang terbagi ke dalam dua bagian, yaitu :
1) Suci dari Hadast
Hadast adalah sesuatu yang melekat pada tubuh seorang muslim yang
menyebabkannya terhalang melaksanakan ibadah sebelum ia bersuci
seperti shalat, thawaf, dan lain-lain.
Hadast terbagi menjadi dua bagian, yaitu :
 Hadast Kecil
Yaitu kondisi yang mengharuskan seseorang berwudhu 9sebelum
melakukkan ibadah) seperti buang air kecil, buang air besar, dan
pembatal wudhu lainnya. Adapun cara bersucinya dengan
berwudhu, Allah SWT berfirman dalam surah Al Maaidah ayat 6
yang berbunyi :

Artinya :
“Hai, orang-orang yang beriman, jika kalian hendak mengerjakan
sholat, maka basuhlah mukamu dan tanganmu sampai dengan siku,
dan usaplah kepalamu serta basuhlah kakimu sampai mata kaki.”

 Hadast Besar
Yaitu kondisi yang mengharuskan seseorang mandi (sebelum
melaksanakan ibadah) seperti junub, haid, dan lainnya. Cara

5
bersuci dari hadast besar adalah mandi. Allah SWT berfirman
dalam surah Al Maaidah ayat 6 yang berbunyi :

Artinya :
“Dan jika kamu junub, maka mandilah …”

2) Suci dari Najis


Menghilangkan najis merupakan sebuah kewajiban setiap muslim. Hal
ini tertuang dalam firman Allah SWT pada surah Al Mudatstsir ayat 4
yang berbunyi :


Artinya :
“Dan pakaianmu, bersihkanlah.”

3. Macam – Macam Cara Thaharah


a. Wudhu
1) Pengertian dan Hukum Wudhu
Wudhu menurut bahasa berarti tampil indah dan bersih. Sedangkan
menurut istilah Syar‟i adalah menggunakan air untuk bersuci pada
bagian tubuh tertentu dengan niat bersuci.
Hukum wudhu ada dua, antara lain :
a) Wudhu menjadi wajib ketika akan melaksanakan 3 hal, yaitu :
 Mengerjakan Shalat
 Melaksanakan Thawaf di Ka‟bah
 Hendak Menyentuh Mushaf (Al Qur‟an)
b) Disunahkan berwudhu ketika akan melaksanakan amalan ibadah
selain 3 hal yang disebutkan di atas.

6
Lebih dianjurkan lagi tatkala memperbarui wudhu di setiap
waktu shalat, atau saat akan berzikir dan berdoa kepada Allah SWT,
saat akan mebaca Al Qur‟an, sebelum tidur, sebelum mandi, setelah
menguburkan jenazah, dan terkena najis walaupun di luar waktu
shalat.

2) Keutamaan Wudhu
a) Wudhu akan mendatangkan kecintaan Allah SWT
Allah SWT berfirman dalam surah Al Baqarah ayat 222 yang
berbunyi :

Artinya :
“Sesungguhnya Allah SWT mencintai orang-orang yang bertaubat
dan orang-orang yang mensucikan diri mereka”.

b) Wudhu merupakan ciri umat Nabi Muhammad SAW


Kelak di hari kiamat, saat mereka dibangkitkan dalam keadaan
bersinar dan indah.
Rasullulah bersabda “Umatku akan dibangkitkan di hari kiamat
kelak dalam keadaan berseri-seri bekas air wudhu, maka barang
siapa mampu memperpanjang gurrahnya maka hendaklah ia
lakukan.” (Hadist Riwayat Muttafaqun „Alaihi)

c) Wudhu sebagai penghapus dosa dan kesalahan


Rasullulah bersabda “Barangsiapa berwudhu dengan sempurna
maka kesalahannya akan berguguran sampai yang ada di balik
kukunya.” (Hadist Riwayat Muslim)

7
d) Wudhu akan meninggikan derajat manusia
Rasullulah bersabda “Maukah kalian aku tunjukkan sesuatu yang
dapat menggugurkan kesalahan kalian dan mengangkat derajat
kalian?. Menyempurnakan wudhu di saat kondisi sulit dan
memperbanyak langkah ke masjid”. (Hadist Riwayat Muslim)

3) Tata Cara Wudhu

Tata cara pelaksanaan wudhu, antara lain :


a) Berniat dalam hati
b) Membaca Bismillah
c) Mencuci kedua telapak tangan sebanyak 3 kali
d) Berkumur-kumur sebanyak 3 kali
e) Memasukkan (istinsyaaq) dan mengeluarkan (istinsyaar) air ke
dalam hidung sebanyak 3 kali
f) Membasuh wajah sambil menyela-nyela jenggot sebanyak 3 kali
g) Mencuci tangan kanan dari ujung jari sampai siku, setelah itu tangan
kiri dengan cara yang sama sebanyak 3 kali
h) Mengusap kepala dengan cara membasahi tangan dengan air, lalu
mengusap kepala dari permulaan tumbuhnya rambut sampai ke
tungkak belakang kemudian kembali ke arah semula

8
i) Mengusap bagian tengah telinga menggunakan jari telunjuk dan
bagian luar telinga menggunakan ibu jari
j) Mencuci kaki kanan sampai mata kaki kemudian kaki kiri dengan
cara yang sama sebanyak 3 kali
k) Berdoa setelah wudhu

4) Syarat-Syarat Sah Wudhu


a) Menggunakan air suci untuk berwudhu
b) Air yang digunakan adalah air halal dan bukan air curian
c) Membersihkan benda-benda yang dapat menghalangi air menyentuh
kulit seperti cat kuku dan lain-lain

5) Rukun Wudhu
a) Niat dalam hati
b) Membasuh wajah termasuk berkumur-kumur dan istinsyaq
c) Mencuci kedua tangan sampai siku
d) Mencuci kedua kaki sampai mata kaki
e) Mengusap kepala termasuk kedua telinga
f) Berurutan
g) Berkeseinambungan

9
6) Sunah Dalam Berwudhu
a) Mencuci kedua telapak tangan sebanyak 3 kali
b) Bersiwak
c) Mencuci anggota wudhu sebanyak 3 kali kecuali kepala dan kedua
telinga, keduanya cukup 1 kali
d) At Tayamun (memulai dari bagian kanan)
e) Melewati bagian siku saat mencuci tangan
f) Menyela-nyela jenggot
g) Menyela-nyela jari tangan dan kaki
h) Menggosok anggota wudhu dengan tangan karena tidak cukup
hanya dengan menyiramkan air saja
i) Menggunakan air secukupnya
j) Berdoa setelah wudhu
k) Shalat dua raka‟at setelah berwudhu

7) Hal-Hal yang Membatalkan Wudhu


a) Sesuatu yang keluar dari dua jalan (qubul dan dubur) seperti air
kencing, kotoran, dan kentut
b) Tidur yang nyenyak
c) Memakan daging unta
d) Menyentuh kemaluan tanpa memakai alas

b. Mandi (Al Qhusl)


1) Pengertian Mandi
Mandi menurut bahasa artinya menyiram rata sesuatu dengan air.
Sedangkan menurut istilah syar‟i adalah menyiram seluruh anggota
badan dengan air dengan tata cara tertentu disertai niat beribadah
kepada Allah SWT.

2) Hal-hal yang Mewajibkan Mandi


a) Keluarnya sperma
b) Jima‟ (Bersenggama)

10
c) Saat masuk Islam
d) Berhentinya darah haid atau darah nifas
e) Meninggal dunia

3) Tata Cara Mandi


a) Mencuci kedua telapak tangan dua atau tiga kali
b) Mencuci kemaluan
c) Meletakkan tangan di lantai atau dinding sebanyak dua atau tiga kali
d) Berwudhu seperti hendak melakukan shalat tanpa membasuh kepala
dan mencuci kedua kaki
e) Menyiram kepala dengan air
f) Menyiram seluruh anggota badan
g) Menunduk untuk mencuci kedua kaki

4) Hal-Hal yang Diharamkan Bagi Orang Junub


a) Mendirikan shalat
b) Thawaf mengelilingi Ka‟bah
c) Memegang mushaf Al Qur‟an
d) Membaca Al Qur‟an
e) Berdiam di dalam masjid, kecuali sekedar melintas

5) Jenis-Jenis Mandi yang Disunahkan


a) Mandi hari jumat
b) Mandi saat hendak berihram untuk haji maupun umrah
c) Mandi setelah memandikan mayit

c. Tayammum
1) Pengertian Tayammum
Tayammum menurut bahasa artinya kehendak daan keinginan terhadap
sesuatu. Sedangkan menurut istilah syar‟i adalah mengusap wajah dan
kedua tangan dengan debu yang menempel pada telapak tangan dengan
niat thaharah.

11
2) Hukum dan Dalil Bolehnya Tayammum
Hukum bertayammum adalah wajib, ketika tidak menemukan air atau
tidak boleh menggunakan air. Dalil bolehnya dilakukan tayammum
terdapat dalam firman Allah SWT pada surah Al Maidah ayat 6 yang
berbunyi :

…..

Artinya :
“… lalu kamu tidak mendapatkan air, maka bertayammumlah dengan
tanah yang bersih, usaplah mukamu dan tanganmu dengan tanah itu.”

3) Hikmah Disyariatkannya Tayammum


a) Memberikan kemudahan bagi umat Nabi Muhammad SAW
b) Menangkal kemudharatan yang kemungkinan akan muncul ketika
menggunakan air seperti saat sakit atau cuaca dingin menusuk
c) Tetap kontinyu menjalankan ibadah dan tidak terhalang dengan
tidak adanya air

4) Saat Diperbolehkan Tayammum


a) Ketika tidak menemukan air
b) Ketika tidak memungkinkan mengunakan air
Seperti bagi orang sakit, atau orangtua yang tak mampu lagi
bergerak sementara tidak ada orang yang membantunya berwudhu
dengan air.
c) Adanya kekhawatiran terhadap efek buruk saat menggunakan air
Diantaranya seperti :
 Seorang yang sakitnya bertambah parah kalau ia menggunakan
air
 Seorang yang terserang musim dingin dan tidak memiliki alat
pemanas, dan dia khawatir akan sakit jika ia mandi

12
 Seorang yang berada di tempat yang sangat jauh sementara
persediaan air untuk kebutuhan minumnya tinggal sedikit

5) Tata Cara Tayammum


a) Menepukkan kedua telapak tangannya ke tanah sebanyak satu kali
b) Meniup debu tersebut untuk megurangi ketebalan debu yang
menempel
c) Mengusap wajahnya sebanyak satu kali
d) Mengusap bagian belakang kedua tangannya
Tangan kanan diusap dengan telapak tangan kiri, sebaliknya tangan
kiri diusap dengan telapak tangan kanan.

6) Rukun-Rukun Tayammum
a) Niat
b) Mengusap wajah
c) Mengusap kedua telapak tangan
d) Berurutan, yaitu dimulai dengan mengusap wajah lalu kedua telapak
tangan
e) Berkesinambungan yaitu mengusap kedua tangan setelah mengusap
wajah

7) Hal-Hal yang Membatalkan Tayammum


a) Adanya air
b) Munculnya salah satu pembatal wudhu seperti keluar angin
c) Munculnya sesuatu yang mengharuskan seseorang mandi
d) Hilangnya sesuatu yang memperbolehkan seseorang bertayammum
seperti sakit dan lain-lain

d. Beristinja’
1) Pengertian Beristinja’
Istinja secara bahasa berarti terlepas atau selamat, sedangkan
menurut pengertian syariat adalah bersuci setelah buang air besar atau

13
buang air kecil. Secara legkapnya, istinja adalah menghilangkan sesuatu
yang keluar dari kubul atau dubur dengan menggunakan air suci lagi
mensucikan atau batu yang suci atau benda-benda lain yang memiliki
fungsi sama dengan air dan batu. Selain istinja, ada lagi istilah istijmar,
yaitu menghilangkan najis dengan batu atau sejenisnya. Istinja dan
istijmar, adalah cara bersuci yang diajarkan syariat Islam kepada orang
yang telah buang hajat.

2) Hukum Beristinja’
Hukum istinja adalah wajib bagi setiap orang yang baru buang air
besar ataupun buang air kecil, dengan air atau media lainnya.

3) Tata Cara Beristinja’


Istinja‟ yang baik adalah dengan air, bilas pula dengan batu
(istijmar). Untuk beristijmar, batu dapat diganti dengan benda keras
apapun asal tidak haram dan punya sifat bisa menghilangkan najis. Pada
zaman sekarang, kamar-kamar kecil biasanya menyediakan fasilitas tisu
khusus untuk menghilangkan najis. Dengan menggunakannya, kita
dapat menghilangkan kotoran dan menjaga kebersihan tangan. Sebab,
tisu memiliki kesamaan fungsi dengan batu dalam konteks sebagai alat
istinja‟.

4) Adab Membuang Hajat


a) Tidak boleh membuang hajat pada tempat yang terbuka serta
menutup diri saat membuang hajat
b) Dilarang menghadap atau membelakangi kiblat saat buang air
c) Tidak boleh berbicara ketika buang hajat
d) Tidak boleh membuang air kecil maupun air besar pada air yang
menggenang
e) Tidak boleh membuang hajat di bawah pohon yang berbuah dan
tempat orang berteduh serta pada lubang
f) Tidak boleh pula menghadap matahari dan bulan serta
membelakangi keduanya

14
g) Tidak mengangkat pakaian sampai dirinya mendekat di bumi agar
auratnya tidak terbuka
h) Dimakruhkan memasuki tempat membuang air dengan membawa
sesuatu yang bertuliskan zikir kepada Allah SWT
i) Disunnahkan untuk masuk dengan kaki kiri dan keluar dengan kaki
kanan, masuk wc dengan membaca “Bismillah” dan disunnahkan
juga membaca do‟a masuk kamar mandi
j) Dibolehkan kencing dengan berdiri dan duduk
Kebolehan kencing secara berdiri harus memenuhi dua syarat, yaitu
 Aman dari percikan kencing
 Aman dari pandangan orang lain
k) Hendaklah membersihkan kotoran dengan air dan batu (sesuatu
yang mengisap) sesudah membuang hajat
l) Mencuci tangan setelah membuang hajat

B. NAJIS
1. Pengertian Najis
Najis menurut bahasa adalah sesuatu yang menjijikkan, sedangkan
menurut istilah adalah sesuatu yang haram seperti perkara yang berwujud cair
(darah, muntah muntahan dan nanah), setiap perkara yang keluar dari dubur dan
qubul kecuali mani.

2. Macam-Macam Najis dan Cara Membersihkannya


Untuk melakukan kaifiat mencuci benda yang kena najis, terlebih dahulu
akan diterangkan bahwa najis terbagi atas tiga bagian :
a) Najis mugallazah (tebal)
Najis mugallazah ini berupa najis anjing. Benda yang terkena najis ini
hendaklah dibasuh tujuh kali, satu kali di antaranya hendaklah dibasuh
dengan air yang dicampur dengan tanah.

b) Najis mukhaffafah (ringan)


Najis mukhaffafah ini berupa :

15
 Kencing anak laki-laki
Yang dimaksud kencing anak laki-laki dalam hal ini adalah anak laki-
laki yang belum memakan makanan apa-apa selain susu ibu saja.
Mencuci benda yang kena najis ini dengan memercikkan air pada benda
itu, meskipun tidak mengalir.
 Kencing anak perempuan
Adapun kencing anak perempuan yang belum memakan apa-apa selain
ASI, kaifiat mencucinya hendaklah dibasuh sampai air mengalir di atas
benda yang kena najis itu, dan hilang zat najis dan sifat-sifatnya,
sebagaimana mencuci kencing orang dewasa.

c) Najis Mutawassitah (pertengahan)


Najis Mutawassitah merupakan najis yang lain daripada kedua macam yang
diatas. Najis ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu :
 Najis hukmiah yaitu yang kita yakini adanya, tetapi tidak nyata zat,
bau, rasa, dan warnanya, seperti kencing yang sudah lama kering,
sehingga sifat-sifatnya telah hilang. Cara mencuci najis ini cukup
dengan mengalirkan air di atas benda yang kena itu.
 Najis ‘ainiyah, yaitu yang masih ada zat, warna, rasa, dan baunya,
kecuali warna atau bau yang sangat sukar menghilangkannya, sifat ini
dimaafkan. Cara mencuci najis ini hendaklah dengan menghilangkan
zat, rasa, warna, dan baunya.

C. NISBAH
1. Pengertian Nisbah
a) Nisbah menurut bahasa adalah Rasio atau Perbandingan.
b) Menurut Sri Nurhayati dalam Ismawati (2018)
Nisbah adalah besaran yang digunakan untuk membagi keuntungan.
c) Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI)
Nisbah adalah perbandingan antara aspek kegiatan yang dapat dinyatakan
dengan angka atau sejenisnya

16
Dilihat berdasarkan pembahasan materi ini, maka Nisbah dapat diartikan
sebagai hikmah yang kita peroleh antara kesehatan lahir dan batin apabila kita
menerapkan hidup yang selalu berpedoman dan menjalankan Thaharah.

2. Keterkaitan Thaharah Dengan Nisbah Kesehatan Lahir Batin


Islam adalah agama yang sempurna. Tidak ada satu hal dalam kehidupan
kita melainkan Islam telah memberikan arahan dan petunjuknya. Semua
kandungan ajaran dalam Islam bertujuan untuk menjadikan umatnya hidup
bahagia dan sejahtera di dunia dan akhirat.
Salah satu aspek kehidupan yang menjadi perhatian Islam adalah
thaharah, kesucian dan kebersihan. Sehingga dengan hidup sehat dan bersih kita
akan terhindar dari berbagai penyakit, dengan demikian kita akan dapat bekerja
dan beribadah dengan lancar dalam rangka menunaikan kewajiban kita sebagai
hamba Allah yang bertaqwa kepada-Nya. Sangat mudah bagi kita mendapatkan
petunjuk Allah SWT dan Rasul SAW tentang prinsip-prinsip hidup sehat dan
bersih ini. Di antaranya firman Allah SWT ;

Artinya:
“Jika kamu berjunub maka bersucilah” (QS: Al-Maidah: 6)

Di dalam ayat lain Allah SWT berfirman:

Artinya: Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertaubat dan


orangorang yang menyucikan diri (QS: Al-Baqarah: 222)
Kesucian dan kebersihan merupakan bagian dari kesempurnaan nikmat
yang diberikan Allah kepada hamba-Nya, karena bersih merupakan modal awal
dari hidup sehat, kesehatan merupakan nikmat yang tidak ternilai harganya. Di
samping ayat-ayat tersebut, juga terdapat hadits-hadits dari Rasulullah SAW

17
yang berbicara tentang kebersihan ini, bahkan Rasulullah SAW mengaitkan
kebersihan itu dengan keimanan seseorang. Rasulullah SAW bersabda ;

Artinya; Suci itu bagian dari iman (HR. Muslim)

Dalam hadits di atas sangat jelas dikatakan bahwa kebersihan dan


kesucian merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari keimanan, oleh
sebab itu orang yang tidak menjaga kebersihan dan kesucian sama dengan telah
mengabaikan sebagian dari nilai-nilai keimanannya, sehingga dia belum
termasuk orang yang betul-betul beriman.
Di samping masalah kebersihan diri, Islam juga sangat memperhatikan
kebersihan lingkungan yang ada di sekitar kita, karena sebagai agama yang
menjadi rahmat bagi sekalian alam, Islam tidak akan membiarkan manusia
merusak atau mengotori lingkungan sekitarnya. Kebersihan lingkungan itu
sendiri akan sangat berpengaruh terhadap keselamatan manusia yang ada di
sekitarnya, oleh sebab itu menjaga kebersihan lingkungan sama pentingnya
dengan menjaga kebersihan diri.
Syariat Islam sangat memperhatikan kebersihan dan kesehatan. Hal itu
tercermin dari pembahasan thaharah / bersuci yang selalu terdapat di bagian
pertama kitab fikih.
Berbicara soal kesehatan, tentu setiap orang selalu ingin sehat lahir dan
batin. Hanya saja, terkadang manusia lalai atas nikmat sehat ini. Bahkan,
Rasulullah SAW sudah mewasiatkan bahwa ada dua nikmat yang melenakan
manusia yakni nikmat kesehatan dan waktu senggang. Dua hal ini sering
melalaikan manusia sehingga lupa bahwa kesehatan itu harus dijaga dan
diupayakan. Karena pentingnya menjaga kesehatan inilah, Alqur‟an pun
memberikan sejumlah tuntunan bagaimana menjaga kesehatan agar dengan
nikmat sehat itu, manusia bisa beribadah bukan hanya ibadah mahdhah secara
kuantitas namun juga ibadah-ibadah sosial lain yang tak kalah penting dan
berkualitas.

18
Ada banyak ayat yang membicarakan perihal kesehatan dalam Alqur'a n
meliputi menjaga kesehatan jasmani (di antaranya memperhatikan makanan dan
minuman), menjaga kebersihan, istirahat, anjuran menjaga kesehatan rohani
yang di antaranya melaksanakan ibadah sholat, menunaikan zakat, perintah
berpuasa serta memohon ampunan dan bertaubat.
Dengan demikian, perhatian Alqur'an terhadap kesehatan lebih
komprehensif; tak terbatas hanya kesehatan fisik/ lahir/ jasmani yang terlihat
secara kasat mata, namun juga bagaimana manusia bisa mencapai sehat
sebenarnya yaitu sehat secara mental dan psikis.
Agama Islam selalu memperhatikan hal-hal besar ataupun kecil dalam
kehidupan manusia. Seperti halnya korelasi antara wudhu dan kesehatan.
Dalam sebuah artikel yang dimuat di Koran Swiss dan dipublikasikan oleh PBB
“Sesungguhnya mandi yang teratur dan berwudhu rutin yang dilakukan
sebelum shalat di kalangan masyarakat muslim sangat berperan dalam
meminimalisir penyebaran penyakit yang menjadi penyebab utama terjadinya
kebutaan di dunia”.

BAB III
PENUTUP

19
A. KESIMPULAN
Dalam Islam bersuci (Thaharah) memiliki posisi yang sangat penting
bahkan menjadi bab pertama dalam pembelajaran fiqih. Bersuci merupakan
perintah agama yang bisa dikatakan selevel lebih tinggi dari sekadar bersih-bersih.
Sebab, tak setiap yang bersih adalah suci.
Thahârah terbagi menjadi dua, yakni bersuci dari najis dan bersuci dari
hadats. Bersuci dari najis dilakukan dengan berbagai cara tergantung dengan
tingkatan najis: berat (mughalladhah), sedang (mutawassithah), atau ringan
(mukhaffafah). Sementara bersuci dari hadats dilakukan dengan wudhu (untuk
hadats kecil) dan mandi (untuk hadats besar) atau tayamum bila dalam kondisi
terpaksa.
Sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, perintah bersuci ini mengandung
hikmah atau kebijaksanaan. Setidaknya ada empat hikmah tentang disyariatkannya
thaharah, antara lain :
1. Bersuci merupakan bentuk pengakuan Islam terhadap fitrah manusia
Manusia memiliki kecenderungan alamiah untuk hidup bersih dan menghindari
sesuatu yang kotor dan jorok. Karena Islam adalah agama fitrah maka ia pun
memerintahkan hal-hal yang selaras dengan fitrah manusia.
2. Menjaga kemulian dan wibawa umat Islam
Orang Islam mencintai kehidupan bermasyarakat yang aman dan nyaman.
Islam tidak menginginkan umatnya tersingkir atau dijauhi dari pergaulan
lantaran persoalan kerbersihan. Seriusnya Islam soal perintah bersuci ini
menunjukkan komitmennya yang tinggi akan kemuliaan para pemeluknya.
3. Menjaga kesehatan
Kebersihan merupakan bagian paling penting yang memelihara seseorang dari
terserang penyakit. Ragam penyakit yang tersebar umumnya disebabkan oleh
lingkungan yang kotor. Karena itu tidak salah pepatah mengungkapkan,
“Kebersihan adalah pangkal kesehatan”. Anjuran untuk membersihkan badan,
membasih wajah, kedua tangan, hidung, dan kedua kaki, berkali-kali saban hari
relevan dengan kondisi dan aktivitas manusia. Sebab, anggota-anggota tubuh
itu termasuk yang paling sering terpapar kotoran.

20
4. Menyiapkan diri dengan kondisi terbaik saat menghadap Allah
Tidak hanya bersih tapi juga suci. Dalam shalat, doa, dan munajatnya, seorang
hamba memang seyogianya suci secara lahir dan batin, bersih jasmani dan
rohani, karena Allah SWT mencintai orang-orang yang bertobat dan
menyucikan diri.

B. SARAN
Dalam mempelajari dan mengetahui tentang Thaharah, Najis, dan Nisbah
antara kesehatan lahir batin ini diharapkan dapat menjadi bahan pelajaran yang
berguna dan menambah rasa pengetahuan kita terhadap Thaharah, serta hal-hal
yang terkait di dalamnya.

21
DAFTAR PUSTAKA

Kamal, Syaikh Abu Malik. 2016. Fiqih Sunnah Iin Nisaa. Depok : Dar taufiqiyyah
Khazanah Fawa‟id

Bahammam, Dr. Abdullah. 2014. Fiqih Ibadah Bergambar. Jakarta : Mutiara


Publishing

Al-Bugha, DR. Musthafa Dib. 2016. Fikih Islam Lengkap Penjelasan Hukum-Hukum
Islam Madzhab Syafii. Surakarta : Media Zikir

Abbas, Abdullah. 2013. Fiqih Thaharah Tata Cara dan Hikmah Bersuci Dalam Islam.
Tanggerang : Lentera Hati

Abi Abdul Jabbar 5 August 2020. „Thaharah dan Hikmah Pensyariatannya bagi Umat
Muslim”, https://www.madaninews.id/2475/thaharah-dan-hikmah-
pensyariatannya-bagi-umat-muslim.html, diakses pada tanggal 8 Oktober 2021
Pukul 20.10

22

Anda mungkin juga menyukai