Anda di halaman 1dari 14

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.

10 Oktober 2008

PERADABAN ISLAM PADA MASA KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB Oleh: Dra. Hj.Shafiah, M.Pd.I Abstrak
Ali adalah khalifah keempat atau yang terakhir di antara empat khalifah Rasyidin lainnya. Ali adalah anak kecil yang pertama kali memeluk Islam. Tentang diri Ali, Al-Jahizh berkata, "Tidak ada orang yang patut disebut masuk Islam paling dini kecuali Ali. Tidak ada yang pantas disebutkan melebur dirinya dengan Islam kecuali Ali. Ketika disebutkan orang yang paling memahami masalah agama, dan ketika disebutkan tentang kezuhudan pada saat manusia memperebutkan dunia, maka hanya Ali yang pantas disebutkan untuk itu semua". Ali adalah orang dikaruniai pemahaman yang sangat baik terhadap agama dan dunia. Pada saat yang sama dia dihadapkan ke pada Muawiyah, musuhnya dalam dunia politik dan pemikiran. Musuh-musuhnya sering mengomentari Ali sebagai penduduk bumi yang paling takut kepada Allah. Dia adalah khalifah yang paling baik kalau saja dia menjabat khalifah pada saat yang paling tepat. Kata Kunci : Ali, peradaban

A. Pendahuluan Setelah khalifah Utsman bin Affan wafat, kemudian masyarakat membaiat Ali bin Abi thalib sebagai khalifah yang keempat. Ali bin Abi Thalib terkenal sebagai orang yang gagah, tangkas, jenius, darmawan dan perwira. Ia juga dikenal dengan sosok seorang yang sangat berani dan hampir semua peperangan besar ia ikuti bersama Rasulullah. Ia juga pernah mempertaruhkan nyawanya dengan menggantikan Nabi di tempat tidur, guna mengelabui kaum Quraisy yang sedang mengepung rumah beliau. Pada masa pemerintahan Ali merupakan era timbulnya berbagai konflik dan awal perpecahan di kalangan umat Islam. Dalam hal ini sebenarnya, bibit semua masalah itu mulai muncul pada akhir kekuasaan Utsman bin Affan. Walaupun demikian, ternyata masih banyak kemajuan peradaban yang muncul pada masa Ali bin Abi Thalib. Dalam tulisan ini, penulis ingin mencoba

Dosen Tetap Fakultas Tarbiyah IAIN Antasari Banjarmasin

37

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

memaparkan kemajuan peradaban pada masa Ali bin Abi Thalib dalam berbagai aspek yaitu dalam bidang ilmu pengetahuan, politik, ekonomi, dan seni budaya. B. Pengertian Peradaban Dalam perkembangan ilmu antropologi, istilah kebudayaan dan peradaban dibedakan. Kebudayaan adalah bentuk ungkapan tentang semangat mendalam suatu masyarakat. Sedangkan manifestasi-manifestasi kemajuan mekanis dan teknologis lebih berkaitan dengan peradaban. Kalau kebudayaan lebih banyak direfleksikan dalam bentuk seni, sasteri, religi (agama) dan moral, maka peradaban terefleksi dalam politik, ekonomi dan teknologi. 1 Menurut Koentjaraningrat 2, istilah peradaban biasanya dipakai untuk bagian-bagian dan unsur-unsur dari kebudayaan yang halus dan indah. Peradaban sering juga dipakai untuk menyebut suatu kebudayaan yang mempunyai sistem teknologi, seni bangunan, seni rupa, sistem kenegaraan dan ilmu pengetahuan yang maju dan kompleks. Oleh karena itu peradaban dalam tulisan ini adalah menyangkut kemajuan-kemajuan dalam segala bidang, menyangkut bidang politik, ekonomi, teknologi, ilmu pengetahuan dan sistem kenegaraan yang terjadi pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib. C. Riwayat Hidup Ali bin Abi Thalib Nama lengkapnya adalah Ali bin Abi Thalib bin Abd. Al-Muthalib bin Hasyim bin Abd. Al-Manaf al-Hasyimi al-Quraisyi. Ali bin Abi Thalib adalah anak keempat Abu Thalib. Ia dilahirkan di Makkah pada hari Jumat tanggal 13 Rajab tepatnya di dalam Ka'bah. Kelahirannya terjadi sekitar tiga tahun sebelum periode Hijrah. Ibunya adalah seorang wanita luhur yang berjiwa mulia bernama Fathimah binti Asad bin Hisyam bin Abdi Manaf. Ia tinggal di rumah ayahnya hingga berusia enam tahun. Ia adalah orang yang pertama masuk Islam di kalangan anak-anak dan ia dijadikan sebagai menantu Rasulullah Saw. Ketika Rasulullah berusia lebih dari tiga puluh tahun, paceklik sedang menimpa kota Makkah dan barang-barang pangan serba mahal. Hal inilah yang menyebabkan Ali kecil hidup bersama Rasulullah Saw. selama tujuh tahun hingga tahun-tahun pertama Bi'tsah dan mendapatkan didikan langsung darinya.

Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1994), h.5 2 Koentjaraningrat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, (Jakarta: Gramedia, 1985), h.5

38

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

Sejak kecil, Ali bin Abi Thalib sudah didik dengan adab dan budi pekerti Islam. Lidahnya amat fasih perbicara, pengetahuannya dalam agama sangatlah luas. Keberaniannya juga masyhur dan hampir di seluruh peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada di barisan muka. Ali bin Abi Thalib menikah dengan Fathimah, putri Rasulullah dengan Siti Khadijah. Ia telah dipertunangkan dengan putri Rasul itu sebelum perang Badar, tetapi perkawinan baru dirayakan sekitar tiga bulan sesudahnya. Ketika itu Ali berusia 21 tahun dan Fatimah berusia 15 tahun. Dari perkawinan ini, Ali bin Abi Thalib mempunyai empat orang anak, yaitu Hasan, Husain, Zainab (isteri Abdullah ibn Ja'far) dan Ummu Kalsum (isteri Ubaidullah bin Ja'far). Semasa hidup Fathimah, Ali bin Abi Thalib tidak pernah kawin lagi. Setelah wafatnya Fathimah, ia kawin dengan Yamamah, dan setelah wafatnya Yamamah, ia kawin lagi dengan seorang wanita bernama Hanafiah yang melahirkan seorang putera bernama Muhammad Hanafiah. Khalifah Ali bin Abi Thalib meninggal pada tanggal 20 Ramadhan 41 H (661 M). Ketika sedang shalat, ia dibunuh oleh salah seorang anggota Khawarij yang bernama Abdurrahman bin Muljam. D. Kondisi Politik pada Masa Ali bin Abi Thalib Walaupun dalam pembaiatannya Ali bin Abi Thalib mengalami berbagai rintangan dan kendala, namun ia tetap menjalankan kewajiban dan tanggung jawabnya sebagai seorang khalifah. Setelah menduduki jabatan tersebut, Ali melakukan berbagai kebijakan sebagai berikut: 1. Memecat dan mengganti para gubernur yang diangkat oleh Utsman, dengan alasan ia yakin bahwa pemberontakan-pemberontakan terjadi akibat dari keteledoran dan kelalaian mereka. 2. Menarik kembali tanah yang dihadiahkan Utsman kepada kerabatnya, Bani Umayyah dan penduduk lainnya dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara. 3. Memakai kembali sistem distribusi pajak tahunan di antara orang-orang Islam sebagaimana diterapkan oleh Umar. 4. Mengikuti dengan tepat prinsip-prinsip Baitul Mal yang telah ditetapkan oleh Abu Bakar. 3

Syed Mahmudunnasir, Islam Its Concepts and History, (New Delhi: Kitab Hbacan, 1981), h.195

39

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib terjadi perang secara fisik beberapa kali, yaitu: 1. Perang Unta Dinamakan demikian, karena dalam prang itu Aisyah sebagai pemimpin mengendarai unta. Dalam memimpin pasukan, ia dibantu oleh Zubair bin Awwam dan Thalhah bin Ubaidilah. 4 Asal mula perang ini adalah munculnya rasa tidak puas di kalangan sahabat terhadap Ali yang menunda pengusutan terhadap pembunuh Utsman bin Affan. Dengan pengangkatannya sebagai khalifah, mereka berharap masalah itu segera ditangani secara tuntas. Namun, Ali sendiri ingin menyelesaikannya setelah keadaan menjadi tenang. Pada suasana demikian menurutnya, penyelidikan dapat dilakukan dengan seksama. Prinsip tersebut tidak dapat diterima oleh mereka yang mengendaki pengusutan sesegera mungkin dan mereka langsung membentuk pasukan untuk menentang Ali. Adapun tujuan mereka tidak lain adalah untuk memaksa khalifah agar segera mengusut pembunuhan Utsman bin Affan yang merupakan syarat utama dari baiat yang mereka berikan. Dalam perang tersebut yang terjadi di Basrah, pasukan Aisyah (kurang lebih sebanyak 20.000 orang) terbunuh. Thalhah bin Ubaidilah terpanah dan meninggal dalam perjalanan mengundurkan diri. Zubain bin Awwam terbunuh pada akhir pertempuran dan Aisyah dikembalikan ke Mekkah. 5 2. Perang Syiffin (37 H) Dari Basrah, Ali kemudian membawa pasukannya ke Kufah (sempat menjadi ibukota pemerintahan menggantikan Madinah). Perhatiannya kini tertuju pada Muawiyah bin Abu Sufyan yang bermarkas di Damaskus. Tindakan pertama yang dilakukan oleh khalifah Ali adalah mengutus Jarir bin Abdullah untuk menyampaikan surat kepadanya dan menawarkan perindingan. Akan tetapi, Muawiyah tetap pada pendiriannya dan terkesan untuk membuka perang saudara. Hal ini disebabkan karena ia merasa kecewa terhadap kebijakan Ali bin Abi Thalib tentang pemberhentiannya sebagai gubernur di Syam (yang

Ali Murfrodi, Islam di Kawasan Kebudayaan Arab, (Ciputat: Logos Wacana Ilmu, 1997), h.65 5 A.Salaby, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1997), h.291297

40

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

jabatannya digantikan oleh Sabi bin Junaif). 6 Selain itu, Muawiyah bin Abu Sufyan juga menuntut qisas para pembunuh Utsman bin Affan. Akhirnya terjadilah pertempuran kedua pasukan tersebut di Shiffin, sebiah daerah di Selatan Suriah pada bulan Safar tahun 37 H. Untuk menyelesaikan persengketaan antara Ali dan Muawiyah, maka tahkim atau arbitrase segera diadakan. Sebagai wakil dalam perundingan yang akan dilaksanakan Muawiyah menunjuk Amr bin Ash yang terkenal sebagai seorang yang pandah dalam berdiplomasi. Adapun para pengikut Ali bin Abi thalib menunjuk Abu Musa al-Asy'ari, seorang tokoh senior dari kaum Muhajirin yang juga dikenal dengan kejujuran, kesalehan dan sangat wara'. 7 Hasil tahkim ternyata merugikan pihak Ali. Karena itu, ia dan seluruh pengikutnya menolak keputusan tersebut. Selain itu, dengan adanya tahkim tersebut mengakibatkan pengikut Ali terpecah menjadi tiga kelompok, yaitu: a. Yang keluar dari barisan Ali (yang disebut dengan kaum Khawarij). Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, kaum Khawarij yang bermarkas di Nahrawan8 dan mayoritas terdiri dari kelompok Badui yang terkenal dengan keberaniannya. Akan tetapi mereka memiliki sikap yang kaku dan mudah terpengaruh oleh hal-hal yang menyentuh dan menggugah hati. Mereka selalu berupaya memerangi pemerintahan yang berkuasa. Mereka tidak saja memberontak terhadap Ali, tetapi juga menyerang kekuasaan Muawiyah. Mereka melihat bahwa sumber kekacauan adalah Ali, Muawiyah dan Amr bin Ash. Oleh karena itu, mereka ingin membunuh ketiga tokoh tersebut. Namun yang dapat mereka lakukan hanyalah membunuh Ali bin Abi Thalib. Golongan Khawarij ini kemudian berkembang dan dianggap sebagai sekte pertama dalam Islam. 9 Sebagai sekte (aliran agama/teolog), golongan Khawarij mempunyai beberapa aliran, di antaranya adalah Muhakkimat, Azaziqah, Nazdah, dan lain-lain. 10 b. Yang tetap mengakui Ali sebagai khalifah, tetapi bersikap netral atas perselisihan yan terjadi antara kedua pemimpin itu.
Muhammad Sayyid al-Wakil, Wajah Dunia Islam (Dari Dinasti Bani Umayyah Hingga Imperialisme Modern, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, Jakarta, 1998), h.46 7 Muhammad Mahzum, Tahqiq Mawaqif al-Shahabah fi al-Fitnah, terj. Rosihan Anwar, (Bandung: Pustaka Setia, 1999), h. 43-45 8 Ali Mufrodi, op.cit, h.66 9 Taufik Abdullah, et.al, Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (2), (Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve, 2002), h.60 10 Al-Syahrastani, Al-Milal wa Nihal, (Mesir: Bab al-Halabi, 1967), h.74
6

41

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

c. Yang tetap loyal dan cinta kepada Ali (Syi'ah). Dalam tubuh Syi'ah terdapat beberapa aliran, dari yang ekstrim sampai yang moderat. Syi'ah terbagi kepada 22 aliran, di antaranya adalah Sabaiyah, Kaisaniyah, Imamiyah, Ismailiyah, Zaidiyah, Qaramithah, dan lain-lain. 11 Sejak saat itu, di kalangan umat Islam telah terbentuk suatu kelompok politik yang terpisah dari golongan yang sudah ada, yaitu pengikut Ali dan pengikut Muawiyah. E. Perkembangan dan Kemajuan Peradaban Islam Selama pemerintahan Ali bin Abi Thalib berlangsung, tidak ada masa sedikit pun dalam masa pemerintahannya itu yang dapat dikatakan stabil. Ia menghadapi berbagai pergolakan dan konflik internal di kalangan umat Islam. Walaupun demikian, tidak berarti bahwa pada masanya tidak ada peradaban yang penting dan tidak dihasilkan. Ada beberapa peradaban yang dihasilkan pada masa Ali bin Abi Thalib, adalah sebagai berikut: 1. Bidang Politik a. Mulai berkembangnya paham demokrasi. Paham demokrasi ini merupakan paham yang dikembangkan dan dianut oleh kaum Khawarij. 12 Menurut mereka khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh umat Islam. b. Berdirinya partai-partai politik Adanya partai-partai politik di kubu umat Islam disebabkan oleh: Golongan Utsman dibawah pimpinan Muawiyah bin Abu Sufyan yang mengumandangkan semboyan menuntut darah Utsman. Dua sahabat terkenal (Zubair dan Thalhah) dan isteri Nabi Aisyah berpihak kepada golongan Utsman. Golongan Ali, yang mana dalam golongan tersebut terdapat dua golongan yang terkemuka, yaitu golongan Syi'ah dan Kahawij. 13

Yusran Asmuni, Dirasah Islamiyah II (Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran), (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 1996), h.88-89 12 Harun Nasution, Islam Ditinjau dari Berbagai Aspeknya, (Jakarta: UI Press, 1984), h.12 13 A. Hasjmy, Sejarah Kebudayaan Islam, (Jakarta: Bulan Bintang, 1995), h.59

11

42

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

Partai-partai politik tersebut berdampak pada adanya gangguan dan goncangan terhadap sendi-sendi dalam Daulah Islamiyah yang masih berusia muda ini. 2. Bidang Ekonomi a. Perdagangan Sistem kebijaksanaan perdagangan yang diterapkan Ali tidak jauh berbeda dengan yang diterapkan oleh khalifah sebelumnya, Umar bin Khattab. Ia hanya melanjutkan beberapa kebijakan yang telah dibuat oleh Umar bin Khattab. b. Pertanian Dalam sektor pertanian ini, khalifah Ali mengelola beberapa tanah atau lahan yan telah diambilnya dari Bani Umayyah dan para penduduk lainnya. Hal ini digunakan untuk menambah devisa negara. c. Mengelola dan melestarikan kembali Baitul Mal Baitul Mal merupakan suatu karya budaya Islam yang berupa perbendaharaan negara dan mempunyai tanggung jawab atas pengelolaan keuangan dan kas negara. Pada masa pemerintahan khalifah Ali, ia dengan teguh mengikuti prinsip-prinsip yang telah diterapkan oleh khalifah kedua Umar bin Khattab. Harta dan kekayaan masyarakat dikembalikan kepada rakyat dengan adil dan merata. 14 3. Bidang Ilmu Pengetahuan Ali yang dikenal sebagai orang jenis (gerbang ilmu/ Bab al-ilm) menempati posisi yang unik sebagai intelektalitas terbesar di antara para sahabat Nabi. 15 Selain itu, ia juga dikenal sebagai Bapak Ilmu pengetahuan, karena itulah pada masa pemerintahannya mulai muncul dan berkembang beberapa ilmu pengetahuan, di antaranya adalah sebagia berikut: a. Ilmu Nahwu dan Ilmu Lughah (Ilmu Balaghah)

Ashgar Ali Engineer, The Origin and Development of Islam (An Essay on Its Socio-Economic Growth), terj. Imam Baehaqi, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1999), h.262 15 Jamil Ahmad, Hundred Great Muslims, terj. Tim Penerjemah Pustaka Firdaus (Jakarta: 2000), h.53

14

43

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

Ilmu nahwu dan ilmu lughah lahir dan berkembang di Basrah dan Kufah. Hal ini disebabkan karena kedua kota tersebut banyak bermukim berbagai kabilah Arab yang berbicara dengan bermacam-macam dialeg bahasa, bahkan di sana juga banyak bermukim orang-orang Ajam yang berbahasa Persia. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah Pembina dan penyusun pertama bagi dasardasar ilmu tata bahasa Arab tersebut yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Aswad ad-Duali. 16 Dengan adanya ilmu itu, khalifah Ali berjasa dalam memperbaharui gramatika tulisan Arab, dengan membuat rumus-rumus tanda baca, seperti titik dan harakat untuk memudahkan kaum muslimin membaca al-Qur'an atau berkomunikasi melalui tulisan. b. Ilmu Hadis Dalam bidang ilmu hadis, khalifah Ali bin Abi Thalib berusaha untuk memelihara hadis, dengan cara berhati-hati dalam meriwayatkan suatu hadis. 17 Hal ini terbukti dengan perkataannya: "Jika aku mendengar suatu dari Rasul, maka semoga Allah memberi manfaat kepadaku dengan apa yang Beliau kehendaki dari hadis itu. Jika orang lain meriwayatkan kepadaku, maka aku memintanya bersumpah, dan jika mau bersumpah, maka aku membiarkannya". Masa pemerintahan khalifah Ali diwarnai dengan masa permulaan pemalsuan hadis, yang mayoritas dibuat oleh pendukungnya, Syiah yang bertujuan untuk melawan politik dari musuh-musuh mereka. Golongan Syi'ah ini membuat keuatamaan (fadha'il) dari sisi-sisi positif Ali dan menonjolkan sisi-sisi negatif Muawiyah dan para pendukung Bani Umayyah. Dari kejadian inilah, maka 'ulmu alhadis dibuat dan dikembangkan oleh muhadditsin pada masa itu. c. Ilmu Mistik Ahli mistik terkenal, Junaid al-Baghdadi mengakui bahwa Ali memiliki otoritas paling tinggi dalam ilmu mistik. Ali menghabiskan banyak waktu untuk mistik. 18 Dari ilmu mistik inilah, maka akan melahirkan apa yang disebut sekarang dengan ilmu tasawuf.
A.Hasjmy, op.cit, h.87 Muhammad Ajaj al-Khatib, Al Sunnah Qabla al-Tadwin, terj. H.Akrom Fahmi (Jakarta: Gema Insani Press, Jakarta, 1999), h.153 18 Jamil Ahmad, op.cit, h.53
17 16

44

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

d. Berkembangnya pemikiran Rasional (Teologi) Proses perkembangan pemikiran muslim tidak lepas dari adanya pergolakan politik pada masa kekhalifahan Ali, yang menimbulkan perang Shiffin dan memunculkan golongan Khawarij. Golongan Khawarij inilah yang pertama kali memprakarsai terhadap berkembangnya teologi/ilmu kalam, yaitu tentang kufr. 4. Bidang Sosial Dengan berkembangnya sistem politik di masa khalifah Ali, maka hal tersebut mewarnai pola dan corak kehidupan masyarakat pada waktu itu. Ali dikenal sebagai orang yan memiliki sikap egalitarian yang sangat tinggi dan memberikan contoh sebagai sosok seorang kepala negara yang berkedudukan sama dengan rakyat lainnya. 19 Dalam sebuah kasus, Ali berperkara di pengadilan dengan seorang Yahudi mengenai baju besi. Yahudi tersebut dengan berbagai argumentasinya dan saksinya mengklaim bahwa baju tersebut milikinya. Karena Ali tidak dapat mengajukan bukti-bukti dalam pembelaannya, maka hakim memutuskan untuk memenangkan dan mengabulkan tuntutan Yahudi tersebut. Ali ingin mengembalikan citra pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan Umar sebelumnya. Namun kondisi masyarakat yang kacau balau dan tidak terkendali lagi menjadikan usaha Ali tidak banyak berhasil. Adapun usasha-usaha yang dapat dilakukannya adalah sebagai berikut: Mendirikan beberapa madrasah sebagai tempat memberikan pelajaran dalam bentuk khalaqah di masjid atau tempat pertemuan lainnya. 20 Mengembangkan hukum Islam. Selain sebagai khalifah, Ali juga dikenal sebagah seorang mujtahid yang agung dan ahli hukum pada zamannya, dan terbesar di segala zaman. Ia mampu menetapkan aturan-aturan pokok untuk kepentingan umat Islam secara keseluruhan dan menyelesaikan semua masalah rumit dan yang paling musykil sekalipun. Hal ini tergambar pada suatu riwayat yang mengisahkan tentang dua wanita bertengkar memperebutkan

Muhammad Iqbal, Fiqh Siyasah (Kontekstualisasi Doktrin Politik Islam), (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2001), h.78 20 Zuhairini, et.al, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta: Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN, 1986), h.78

19

45

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

seorang bayi laki-laki. Masing-masing menyatakan bayi itu anaknya. Kemudian kedua perempuan itu dibawa menghadap Ali. Sesudah mendengarkan penjelasan dari masing-masingnya, ia memerintahkan agar bayi itu dipotong-potong. Mendengar hal ini, seorang dari wanita tadi langsung menangis sambil memohon agar khalifah menyelamatkan bayi. Kemudian khalifah langsung memberikan bayi itu, karena ia tahu bahwa itulah ibu yang sesungguhnya. 21 Selain itu, Ali bin Abi Thalib dikenal juga sebagai ahli fuqaha (ahli dalam bidang ilmu fiqih). 22 5. Bidang Seni Budaya a. Seni Sastra Ali bin Abi Thalib merupakan salah satu tokoh sastera yang hebat. Ia menulis syair dan beberapa prosa (terutama dalam bentuk surat atau nasehat). Selain itu ia juga dikenal sebagai ahli retorika di kalangan kaum muslimin, beliau mengayakan dunia dengan beratus-ratus pidatornya yang mempunyai nilai sastera yang tinggi. b. Seni Kaligrafi Diketahui bahwa masa pemerintahan Ali merupakan kelanjutan dari pemerintahan Utsman, di mana pada masa khalifah Utsman tersebut teknik penulisan al-Qur'an sangat berkembang sampai kepada masa khalifah Ali. Adapun kaligrafi yang berkembang pada saat itu adalah kufi. 23 Khat kufi memiliki cirri-ciri yang spesifik, yakni berbentuk kaku, bersiku-siku atau bersudut-sudut dengan garis lengkung pada huruf-huruf tertentu saja. 6. Bidang Pemerintahan dan Ekspansi Militer Dalam bidang pemerintahan ini, Ali berusaha mengembalikan kebijaksanaan khalifah Umar bin Khattab pada tiap kesempatan yang memungkinkan. Ia melakukan beberapa hal, yaitu: a. Membenahi dan menyusun arsip negara dengan tujuan untuk mengamankan dan menyelamatkan dokumen-dokumen khalifah.

Jamil Ahmad, op.cit, h.53-54 Usman Said, Sejarah Kebudayaan Islam (Jilid I), (Ujung Pandang: Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi Negeri IAIN Alauddin, 1982), h.87 23 Badri Yatim dan D. Sirajuddin, Sejarah Kebudayaan Islam II, (Jakarta: Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama dan UT, 1993), h.125
22

21

46

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

b. Membentuk kantor hajib (perbendaharaan) c. Mendirikan kantor shahib al-Shurta (pasukan pengawal) d. Mendirikan lembaga qadhi al-Mudhalim (Usman Said: 85), suatu unsur pengadilan yang kedudukannya lebih tinggi dari qadhi (memutuskan hukum) atau muhtasib (mengawasi hukum). Lembaga ini bertugas untuk menyelesaikan perkara-perkara yang tidak dapat diputuskan oleh qadhi atau penyelesaian perkara banding. e. Mengorganisir polisi sekaligus menetapkan tugas-tugas mereka. Mengenai bidang kemiliteran, kaum muslimin pada masa khalifah Ali telah berhasil meluaskan wilayah kekuasaan Islam. Misalnya setelah pemberontakan di Kabul dan Sistan ditumpas, orang Arab mengadkan penyerangan laut atas Konkan (pantai Bombay). Negarawan yang juga ahli perang ini mendirikan pemukimanpemukiman militer di pebatasan Syiria. Sambil memperkuat daerah perbatasan negaranya, ia juga membangun benteng-benteng yang tangguh di Utara perbatasan Parsi. 24 F. Kemunduran Peradaban pada Masa Ali bin Abi Thalib Kemunduran peradaban pada masa Ali bin Abi Thalib ini disebabkan oleh beberapa faktor, yaitu: 1. Adanya konflik internal berkepanjangan dan bedampak pada sistem kebijakan pemerintahkan, sehingga tidak dapat dilaksanakan secara konsisten dan menyeluruh. 2. Munculnya perselisihan antara aliran-aliran politik dengan pemerintah, yang berindikasi pada terhambatnya ekspansi perluasan daerah. Selain itu, perselisihan politik juga banyak menyita energi dan tenaga, sehingga hampir seluruh masa pemerintahannya dihabiskan untuk menyelesaikan dan menanggulangi masalah tersebut. 3. Munculnya kefanatikan kesukuan (ashabiyah Qauniyah) dalam tubuh umat Islam. Kefanatikan berdasar pada asas persamaan ras, bangsa, suku dan lain-lain membawa pengaruh negatif sekali terhadap pemerintahan pada masa itu. Mereka yang fanatik terhadap suku, ras atau bangsa itu cenderung untuk mementingkan kelompoknya sendiri dan tidak menghiraukan kepentingan rakyat lain (bangsa).

24

Jamil Ahmad, op.cit, h.55

47

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

4. Kurangnya sikap sosialisasi terhadap budaya dari luar. Hal ini menghambat terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. 5. Khalifah Ali tidak memiliki sumber-sumber kekayaan yang memadai dan memimpin suatu kaum yang kesetiaan kepadanya berubah-ubah dan meragukan. Hal ini adalah salah satu sebab mengapa Muawiyah dapat lebih kuat dan unggul dibandingkan Ali. Muawiyah mempunyai sumbersumber kekayaan di Syria dan memiliki dukungan yang tangguh dari keluarganya Bani Umayyah. 6. Adanya perlawanan politik yang dilakukan oleh kaum Khawarij, yang membawa pada perang saudara. Akibat dari perlawanan ini, maka khalifah yang keempat, Ali bin Abi Thalib dibunuh oleh salah seorang anggota Khawarij, yaitu Abdurrahman bin Muljam. Pada saat itu khalifah Ali sedang mengimami shalat Subuh di mesjid Kufah. Pemerintahan Ali bin Abi Talib berlangsung sangat singkat, yaitu selama 4 tahun 9 bulan dari Zulhijjah 36 H/ 656 M sampai Ramadhan 41 H/661 M. Ia wafat dalam usia 63 tahun. 25 Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya Hasan selama beberapa bulan. Namun, karena Hasan ternyata lemah, sementara Muawiyah semakin kuat, maka Hasan membuat perjanjian damai. 26 Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam satu kepemimpinan politik di bawah pemerintahan Muawiyah bin Abi Sufyan. Sepanjang lima tahun pemerintahan Ali bin Abi Thalib banyak faktor yang selalu menjegalnya dalam usaha mewujudkan sebuah perbaikan universal dan keadilan sosial. Pada masa ini mayoritas waktu dan tenaganya digunakan untuk membasmi segala bentuk kudeta dan berperang melawan naakitsiin (para pembelot dari bai'at seperti Thalhah dan Zubair), qaasithiin (para penguasa zalim seperti Muawiyah dan para pengikutnya) dan maariqiin (orang-orang yang enggan mentaati segala intruksi Ali bin Abi Thalib seperti kelompok Khawarij Nahrawan). Selama enam puluh tiga tahun hidup di tengah-tengah masyarakat, Ali bin Abi Thalib bidup dengan penuh kesucian jiwa, takwa, kejujuran, iman dan ikhlas dengan berpegang teguh di jalan Allah.

Joesoef Sou'yb, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, (Jakarta: Bulan Bintang, 1979), h.530-531 26 Badri Yatim, op.cit, h.64

25

48

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

G. Simpulan Tidak ada masa yang stabil ketika Ali bin Abi Thalib menjadi khalifah, karena ia selalu menghadapi pergolakan di dalam pemerintahannya. Pertama, ia menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair dan Aisyah yang menuntut bela terhadap kematian khalifah Utsman bin Affan. Kedua, setelah pemberontakan ini dapat ditanggulangi, kemudian muncul pula pemberontakan Muawiyah bin Abu Sufyan dengan alasan yang sama. Perang antara golongan Ali dan Muawiyah ini berakhir dengan diadakannya tahkim. Melalui siasat politik, Muawiyah berhasil mengalahkan Ali. Ketiga, dari hasil tahkim tersebut sangat merugikan golongan di pihak Ali bin Abi Thalib. Sebagian pengikutnya membelot dan membentuk parti politik tersendiri dengan julukan al-Khawarij (orang yang keluar dari barisan Ali). Kaum Khawarij selalu berupaya memerangi pemerintahan yang berkuasa, karena itulah Ali kemudian mengadakan perlawanan terhadap mereka. Akan tetapi akhirnya, Ali terbunuh oleh seorang anggota Khawarij, Abdurrahman bin Muljam. Dengan demikian, berarti berakhirlah apa yang disebut dengan masa Khulafa al-Rasyidin, dan dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam kancah sejarah politik umat Islam.

49

Ittihad Jurnal Kopertis Wilayah XI Kalimantan, Volume 6 No.10 Oktober 2008

DAFTAR PUSTAKA

Abdullah, Taufik, et.al., Ensiklopedi Tematis Dunia Islam (2), Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 2002 Ahmad, Jamil, Hundred Great Muslim, terj. Tim Penerjemah Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000 Al-Katib, Muhammad Ajaj, Al-Sunnah Qabla al-Tadwin, terj. Muhamaad alBaqir, Mizan, Bandung, 1993 Al-Wakil, Muhammad Sayyid, Wajah Duni Islam (Dari Dinasti Bani Umayyah hingga Imperialisme Modern), Pustaka al-Kautsar, Jakarta, 1998 Asmuni, Yusran, Dirasah Islamiyah II (Pengantar Studi Sejarah Kebudayaan Islam dan Pemikiran), Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1996 Enginer, Ashgar Ali, The Origin and Development of Islam (An Essay on Its Socio-Economic Growth), terj. Imam Baehaqi, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 1999 Hasjmy, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Bulan Bintang, Jakarta, 1995 Koentrajaraningkat, Kebudayaan, Mentalitas dan Pembangunan, Gramedia, Jakarta, 1985 Said, Usman, et.al. Sejarah Kebudayaan Islam (Jilid I), Proyek Pembinaan Perguruan Tinggi IAIN Alauddin, Ujung Pandang, 1982 Salabi, A., Sejarah Kebudayaan Islam, Al-Husna Zikra, Jakarta, 1997 Souyb, Joesoef, Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin, Bulan Bintang, Jakarta, 1979 Yatim, Badri dan D. Sirajuddin, Sejarah Kebudayaan Islam II, Direktorat Jenderal Pembinaan Kelembagaan Agama Islam Departemen Agama dan Universitas Terbuka, Jakarta, 1993 Zuhairini, et.al., Sejarah Kebudayaan Islam, Proyek Pembinaan Prasarana dan Sarana Perguruan Tinggi Agama Islam/IAIN, Jakarta, 1986

50

Anda mungkin juga menyukai