Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

Perkembangan Islam Pada periode Khulafa' al Rasyidun

(Khalifah Ali bin Abi Thalib)

Di Susun Guna Memenuhi Tugas

Mata Kuliah : Sejarah Peradaban Islam

Dosen Pengampu : Dr.Hj.Syamzam Syukur., M.Ag.

Disusun Oleh :

Kelvin Anrean (40300121075)

Nengsih (40300121073)

Silfa Yunita(40300121083)

Program Studi Bahasa dan Sastra Inggris

Fakultas Adab dan Humaniora

Universitas Islam Negeri Alauddin Makassar

2022-2023

KATA PENGANTAR

1
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berkat Ridho-Nya kami mampu merampungkan makalah ini dengan tepat waktu.
Jangan lupa juga kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi
Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya dan
semua ummatnya yang selalu istiqomah sampai akhir zaman.

Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi kelompok mata kuliah
"Sejarah Peradaban Islam dengan tema Perkembangan Islam Pada periode Khulafa'
al Rasyidun (Khalifah Ali bin Abi Thalib).Yang mana di dalam makalah ini kami
menjelaskan mengenai perkembangan Islam pada masa sahabat serta dalam
makalah ini menjelaskan mengenai perjalanan spiritual para sahabat dalam
menyebarkan Islam dan sebagainya.

Namun, kami sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat berharap kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi
harapan berbagai pihah. Aamiin.

Makassar,, 10 September 2022

Penyusun

Daftar Isi

2
Kata pengantar........................................................................................................2

Daftar isi...................................................................................................................3

Bab 1

A.Latar Belakang.....................................................................................................4

B.Rumusan Masalah...............................................................................................4

Bab 2

A. Latar Belakang Kehidupan Khalifah Ali Bin Abi Thalib....................................5

B.Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Thalib ...........................................5

C.Peperangan Pada Masa Ali Bin Abi Thalib........................................................7

D. Sistem Ekonomi Pada Masa Ali bin Abi Thalib..............................................11

Bab 3

A.Kesimpulan.........................................................................................................12

B.Kritik dan saran..................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA

BAB I

3
PEMBUKAAN

A. LATAR BELAKANG

Segala sesuatu tentang penulisan ulang mengenai dunia islam, baik sejarah-sejarah
dunia islam maupun pada masa ali bin abi thalib pastinya bersifat terbuka dan milik
hak semua orang. Hanya bagaimana cara kita mengaplikasikannya secara baik dan
benar. Makalah ini lebih banyak menulusuri apa saja yang terjadi pada dunia islam
pada masa ali bin abi thalib. Karna banyak nilai -nilai positif yang dapat kita ambil
dari masa ali bin thalib dan para khalifah yang lainnya. Kejadian miris yang sering
terjadi saat ini adalah banyak orang-orang islam yang tidak

mengetahui sejarah-sejarah islam, bahkan lebih banyak mengadopsi budaya-budaya


dari non muslim. Ini adalah gambaran bagaimana dinamika dunia islam yang terjadi
terus menerus.

B. RUMUSAN MASALAH

1. Bagaimana latar belakang kehidupan Ali bin Abi Thalib?

2. Bagaimana proses pengangkatan Khalifah Ali bin Abi Thalib?

3. Perang apa sajakah yang terjadi Pada masa Khalifah Ali?

4. Bagaimana sistem politik Pada masa Khalifah Ali?

BAB II

PEMBAHASAN

4
A. Latar Belakang Kehidupan Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti Asad bin
Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah. Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Mutthalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, hari Jum’at pada tanggal
13 Rajab tahun 602 M atau 10 tahun sebelum kelahiran Islam. Usianya 32 tahun
lebih muda dari Rasulullah SAW.

Ali merupakan sepupu dan juga menantu dari Rasulullah SAW yaitu suami dari
puteri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra. Ali masuk Islam tatkala usianya belum mencapai
10 tahun. Dengan demikian, Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari
kalangan anak-anak.

Nabi Muhammad SAW semenjak kecil diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib.
Kemudian setelah kakeknya meninggal beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.
Karena hasrat hendak menolong dan membalas jasa kepada pamannya, maka beliau
mengasuh dan mendidik Ali. Pengetahuan agamanya amat luas. Karena
kedekatannya dengan Rasulullah, beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan
Hadits Nabi. Beliau juga terkenal dengan keberaniannya dan hampir diseluruh
peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada dibarisan depan. Ketika
Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau selalu mengajak Ali untuk memusyawarahkan
masalah-masalah penting. Begitu pula Umar bin Khathab tidak mengambil
kebijaksanaan atau melakukan tindakan tanpa musyawarah dengan Ali. Utsman pun
pada masa permulaan jabatannya dalam banyak perkara selalu mengajak Ali dalam
permusyawaratan. Demikian pula, Ali juga tampil membela Utsman ketika
berhadapan dengan pemberontak.

B. Proses Pengangkatan Khalifah Ali Bin Abi Thalib

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah
sebelumnya. Ali dibai’ad di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya
Utsman bin Affan, pertentangan dan kekacauan , serta kebingungan umat Islam
Madinah. Sebab, kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali agar
bersedia dibai’ad menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaumpemberontak
mendatangi para sahabat senior satu per satu yang ada di kota Madinah, seperti Ali
bin

Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin
Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi,
baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali
menjadi khalifah. Ali didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar
bersedia dibai’ad menjadi khalifah. Namun, Ali menolak. Sebab, Ali menghendaki
agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari
sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah massa mengemukakan

5
bahwa umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan
yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi khalifah.

Ali dibai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para tokoh
sahabat, seperti Thalhah dan Zubair. Ada beberapa orang sahabat senior, seperti
Abdullah bin Umar bin Khaththab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi
Waqqash, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di
Madinah tidak mau ikut membai’at Ali. Abdullah dan Saad misalnya bersedia
membai’at kalau seluruh rakyat sudah membai’at. Mengenai Thalhah dan Zubair,
mereka membai’at secara terpaksa. Mereka bersedia membai’at jika nanti mereka
diangkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah.

Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena
banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di kota Madinah, mereka tersebar di
wilayah-wilayah taklukan baru, dan wilayah Islam sudah meluas ke luar kota
Madinah sehingga umat Islam tidak hanya berada di tanah Hijaz (Mekkah, Madinah,
dan Thaif), tetapi sudah tersebar Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh
yang menolak untuk membai’at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang
dikemukakan karena menurutnya Ali tidak bertanggung jawab dan tidak
menindaklanjuti pencarian pelaku atas pembunuhan Utsman tetapi malah
mengutamakan pemerintahannya.

Pada hari Jum’at di Masjid Nabawi, mereka melakukan pembai’atan. Setelah


pelantikan selesai, Ali menyampaikan pidato visi politiknya dalam suasana yang
kurang tenang di Masjid Nabawi.

Setelah memuji dan mengagungkan Allah, selanjutnya Ali berkata:“Sesungguhnya


Allah telahmenurunkan Kitab sebagai petunjuk yang menjelaskan kebaikan dan
keburukan. Maka ambillah yang baik dan tinggalkan yang buruk. Allah telah
menetapkan segala kewajiban, kerjakanlah! Maka Allah menuntunmu ke surga.
Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal-hal yang haram dengan jelas,
memuliakan kehormatan orang muslim dari pada yang lainnya, menekankan
keikhlasan dan tauhid sebagai hak muslim. Seorang muslim adalah yang dapat
menjaga keselamatan muslim lainnya dari ucapan dan tangannya. Tidak halal darah
seorang muslim kecuali dengan alasan yang dibenarkan. Bersegeralah membenahi
kepentingan umum, bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya kamu dimintai
pertanggungjawaban tentang apa saja, dari sejengkal tanah hingga binatang ternak.

Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya. Bila melihat kebaikan ambillah,


dan bila melihat keburukan tinggalkanlah.” “Wahai manusia, kamu telah membai’at
saya sebagaimana yang kamu telah lakukan terhadap khalifah-khalifah yang dulu
daripada saya. Saya hanya boleh menolak sebelum jatuh pilihan. Akan tetapi, jika

6
pilihan telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan rakyat
harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah bai’at yang merata dan
umum. Barang siapa yang mungkir darinya, terpisahlah dia dari agama Islam.”

C. Peperangan Pada Masa Ali Bin Abi Thalib

Ada banyak peperangan yang terjadi di masa Ali, di antaranya:

1. Perang Jamal / Perang Unta

Selama masa pemerintahannya, Ali menghadapi berbagai pergolakan, tidak ada


sedikitpun dalam pemerintahannya yang dikatakan stabil. Setelah menduduki
Khalifah, Ali memecat gubernur yang diangkat oleh Utsman. Ali yakin bahwa
pemberontakan-pemberontakan yang terjadi karena keteledoran mereka. Selain itu
Ali juga menarik kembali tanah yang dihadiahkan oleh Utsman kepada penduduk
dengan menyerahkan hasil pendapatannya kepada negara. Dan mememakai kembali
sistem distrtibusi pajak tahunan diantara orang-orang Islam. Sebagaimana pernah
diterapkan oleh Khalifah Umar bin Khatthab. Menyikapi berbagai kebijakan dan
masalah-masalah yang dihadapi Ali, kemudian pemerintahannya digoncangkan oleh
pemberontakan-pemberontakan. Diantaranya adalahpemberontakan yang dipimpin
oleh Mu’awiyah bin Abi Sufyan yang merupakan keluarga Utsman sendiri dengan
alasan:

a. Ali harus bertanggung jawab atas terbunuhnya Khalifah Ustman

b. Wilayah Islam telah meluas dan timbul komunitas-komunitas Islam di daerah-


daerah baru.

Oleh karena itu hak untuk menentukan pengisian jabatan tidak lagi merupakan
hak pemimpin yang berada di Madinah saja. Namun, karena situasi politik yang
gawat pada waktu itu sehingga permintaan mereka merupakan tuntutan yang tidak
mungkin dipenuhi dalam waktu dekat. Suasana politik pada saat itu memanas
dikarenakan adanya rongrongan dari berbagai pihak, terutama pihak- pihak yang
tidak menyetujui dan tidak mengakui Ali menjabat sebagai khalifah keempat.
Melihat keadaan sedemikian rumit, maka hal pertama yang memerlukan
penanganan serius yang dilakukan Ali adalah memulihkan, mengatur, dan
menguatkan kembali posisinya sebagai khalifah dan berusaha mengatasi segala
kekacauan yang terjadi. Setelah itu baru melakukan pengusutan atas pembunuhan
Utsman. Namun, sejak tahun 35 H/656 M, tahun pengangkatan Ali sebagai khalifah
sampai tahun 36 H/657 M, Ali tidak juga memperlihatkan sikap yang pasti untuk
menegakkan hukum syariat Islam.terhadap para pembunuh Utsman. Sehingga
Aisyah bergabung dengan Thalhah dan Zubair menggerakkan kabilah-kabilah Arab
untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Setelah dirasa mempunyai kekuatan
yang besar, Aisyah dan pasukannya memutuskan menyerang pasukan Ali di Kufah,

7
yang sebetulnya pasukan Ali dipersiapkan untuk menghadapi tantangan Mu’awiyah
bin Abi Sufyan di Syiria. Ali sebenarnya ingin menghindari peperangan. Beliau
mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar mereka mau berunding untuk
menyelesaikan perkara itu secara damai.

Namun, ajakan tersebut ditolak. Akhirnya pertempuran dahsyat antara keduanya


pecah, yang selanjutnya dikenal dengan “Perang Jamal”. Pertempuran tersebut
dipimpin oleh Aisyah, Thalhah, dan Zubair. Pertempuran inilah yang terjadi pertama
kali diantara kaum muslimin. Dan yang memperoleh kemenangan pada perang jamal
adalah pasukan Ali, karena pasukan Ali lebih berpengalaman dibanding pasukan
Aisyah. Walaupun pasukan Aisyah mengalami kekalahan, Aisyah tetap dihormati
oleh Ali dan pengikutnya sebagai Ummul Mu’minin.Bahkan setelah pertempuran
usai, Khalifah Ali mendirikan perkemahan khusus untuk Aisyah.

Dan keesokan harinya Aisyah dipersilahkan pulang kembali ke Madinah yang


dikawal oleh saudaranya sendiri, Muhammad bin Abi Bakar. Demikianlah sejarah
terjadinya perang jamal yang merupakan perang pertama antara sesama umat Islam
dalam sejarah Islam.

2. Perang Shiffin

Kebijaksanaan-kebijaksanaan yang dilakukan Ali mengakibatkan perlawanan dari


Gubernur di Damaskus, Mu’awiyah, yang didukung oleh sejumlah bekas pejabat
tinggiyang merasa kehilangan kedudukan dan kejayaan. Selain itu, Mu’awiyah,
Gubernur Damaskus dan keluarga dekat Utsman, seperti halnya Aisyah, mereka
menuntut agar Ali mengadili pembunuh Utsman. Bahkan mereka menuduh Ali turut
campur dalam pembunuhan Utsman. Selain itu mereka tidak mengakui kekhalifahan
Ali. Hal ini bisa dilihat dari situasi kota Damaskus pada saat itu.

Mereka menggantung jubah Utsman yang berlumuran darah bersama potongan


jari tanda almarhum di mimbar masjid. Sehingga hal itu menjadi tontonan bagi
rombongan yang berkunjung. Dengan adanya peristiwa tersebut, pihak umum
berpendapat bahwa Ali yang bertanggungjawab atas pembunuhan Utsman.

Pada akhir Dzulhijjah 36 H/657 M, khalifah Ali dengan pasukan gabungan menuju
ke Syiria utara. Dalam perjalanannya mereka menyusuri arus sungai Euprate, namun
arus sungai tersebut telah dikuasai oleh pihak Mu’awiyah dan pihak Mu’awiyah tidak
mengijinkan pihak Ali memakai air sungai tersebut.

Awalnya Ali mengirim utusan pada Mu’awiyah agar arus sungai bisa digunakan
oleh kedua pihak, namun Mu’awiyah menolak. Akhirnya Ali mengirim tentaranya
dibawah pimpinan panglima Asytar al-Nahki dan dia berhasil merebut arus sungai
tersebut. Meskipun sungai tersebut dikuasai pihak Ali, mereka ini tetap mengijinkan
tentara Mu’awiyah memenuhi kebutuhan airnya.

8
Setelah sengketa tersebut selesai maka pihak Ali mendirikan garis pertahanan
didataran Shiffin, dan Ali masih berharap dapat mencapai penyelesaian dengan cara
damai. Ali mengirim utusan dibawah pimpinan panglima Basyir bin Amru untuk
melangsungkan perundingan dengan pihak Mu’awiyah. Pada bulan Muharram 37
H/658 M mereka mencapai persetujuan yakni menghentikan perundingan untuk
sementara dan masing-masing pihak akan memberi jawaban pada akhir bulan
Muharram.Sebenarnya hal ini sangat merugikan Ali karena akan mengurangi
semangat tempurtentaranya dan pihak lawan bisa memperbesar kekuatannya.
Namun sebagaikhalifah, Ali terikat oleh ketetapan firman Allah surat al-hujurat ayat
9 dan surat an-nisa’ ayat59. Dengan mengenali prinsip- prinsip hukum Islam itu maka
dapat dipahami mengapakhalifah Ali menempuh jalan damai dahulu.Jawaban
terakhir dari pihak Mu’awiyah menolak untuk mengangkat bai’at Ali dansebaliknya
menuntut Ali mengangkat bai’at terhadap dirinya. Maka bulan Saffar 37H/685M
terjadilah perangvsiffin dengan kekuatan 95.000 orang dari pihak Ali dan 85.000
orangdari pihak Mu’awiyah.

Pada saat perang, Imar bin Yasir (orang pertama yang masuk Islamdi kota
Mekkah) tewas. Tewasnya tokoh yang sangat dikultuskan ini membangkitkan
semangat tempur yang tak terkirakan pada pihak pasukan Ali, sehingga banyak
korbanpada pihak Mu’awiyah dan panglima Asytar al-Nahki berhasil menebas
pemegang panji-panjiperang pihak Mu’awiyah dan merebutnya. Bila panji perang
jatuh pada pihak lawanmaka akan melumpuhkan semangat tempur. Pada saat
terdesak itulah pihak Mu’awiyah,Amru bin Ash memerintahkan mengangkat al-
mushaf pada ujung tombak dan berserumarilah kita bertahkim kepada kitabullah.
Namun pada saat itu Alimemerintahkan untuk tetap berperang karena beliau tahu
itu hanya tipu muslihat musuh.Tapi sebagian besar tentaranya berhenti berperang
dan berkata jikalau mereka telahmeminta bertahkim kepada kitabullah apakah
pantas untuk tidak menerimanya, bahkandiantara panglima pasukannya Mus’ar bin
Fuka al Tamimi mengancam: “Hai Ali, mariberserah kepada kitabullah jikalau anda
menolak maka kami akan berbuat terhadap andaseperti.apa yang kami perbuat pada
Usman.”Akhirnya Ali terpaksa tunduk karena beliau menghadapi orang- orang
sendiri.Sejarah mencatat korban yang tewas dalam perang ini 35.000 orang dari
pihak Ali dan45.000 orang dari pihak Mu’awiyah.Peperangan ini diakhiri dengan
takhkim (arbitrase).

Akan tetapi hal itu tidak dapatmenyelesaikan masalah, bahkan menyebabkan


terpecahnya umat Islam menjadi tigagolongan. Diantara ketiga golongan itu adalah
golongan Ali, pengikutMu’awiyah dan Khawarij (orang-orang yang keluar dari
golongan Ali). Akibatnya, diujungmasa pemerintahan Ali, umat Islam terpecah
menjadi tiga kekuatan politik.

3. Perang Nahrawan

9
Setelah terjadi tahkim sebagian tentara Ali tidak terima dengan sikap Ali yang
menerima arbitrase karena itulah mereka keluar dari pihak Ali yang selanjutnya
dikenal dengan nama Khawarij. PihakKhawarij berkesimpulan bahwa:

a. Mu’awiyah dan Amru bin Ash beserta pengikutnya adalah kelompok kufur
karenatelah mempermainkan nama Allah dan kitab Allah dalam perang Shiffin, maka
mereka wajib dibasmi.

b. Ali dan pihak-pihak yang mendukung terbentuknya majlis tahkim adalah ragu
terhadap kebenaran yang telah diperjuangkan , padahal banyak korban yang jatuh
untuk membelanya. Untuk itu Ali telah melakukan dosa besar.

c. Dan yang membenarkan pembentukan majlis tahkim adalah mengembangkan


bid’ah dan membasmi kaum bid’ah adalah kewajiban setiap Muslim.

d. Pemuka kelompok ini adalah Abdullah bin Wahhab al Rasibi. SebenarnyaAli tidak
ingin memerangi kelompok Khawarij tapi karena kelompok ini keterlaluan dalam
bersikap diantaranya membunuh keluarga shahabat Abdullah bin Wahhab dengan
sadis sekali hanya karena menolak untuk menyatakan keempat khalifah
sepeningggal Nabi adalah kufur, selain itu mereka juga membunuh utusan yang
diutus oleh Ali.

e. Ali menggerakkan pasukannya dan kedua pasukan bertemu pada suatu tempat
bernama Nahrawan, terletak dipinggir sungai tigris (al dajlah). Sebelum perang
diumumkan, Ali masih punya harapan untuk menyadarkankaum Khawarij.

Dan Ali memberikan amnesti bersyarat yang berbunyi: “Barang siapa pulang
kembali ke Kufah, akan

memperoleh jaminan keamanan.”Sejarah mencatat setelah itu 500 orang diantara


mereka sebagian pulang ke Kufah dan sebagian lagi pindah ke pihak Ali sehingga
kelompok Khawarij tinggal 1.800 orang.Dengan begitu pecahlah perang Nahrawan,
korban berjatuhan dari pihak Ali karena keberanian kelompok Khawarij sangatlah
terkenal, walaupun demikian kemenangan berada dipihak Ali dan tokoh/pemuka
Khawarij, Mus’ar al Tamimi, Abdullah bin Wahhab tewas dalam peperangan
ini.Golongan Khawarij ( orang-orang yang keluar dari barisan Ali bin Abi Thalib) yang
bermarkas di Nahrawain benar-benar merepotkan Ali sehingga memberikan
kesempatanpada pihak Mu’awayah untuk memperkuat dan memperluas
kekuasannya sampai mampumerebut Mesir.

Akibatnya sangat fatal pada pihak Ali. Tentara Ali semakin lemah,sementara
kekuatan Mua’wiyah bertambah besar,keberhasilan Mu’awiyah mengambilposisi
Mesir berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak
Ali.

10
D. Sistem Ekonomi Pada Masa Ali bin Abi Thalib

Masa pemerintahan Kholifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama
enam tahun selalu diwarnai dengan ketidak stabilan kehidupan politik. Ali harus
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah yang menuntut kematian
Utsman bin Affan. Sekalipun demikian, Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha
untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan umat Islam. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, prinsip utama
dari pemerataan distribusi uang rakyat telah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap
pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari Kamis adalah hari pendistribusian
atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari
Sabtu dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut
pandang hukum dan kondisi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi.
Khalifah Ali meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak. Khalifah Ali
memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah -
masalah yang berkaitan dengannya.

BAB III

PENUTUP

A. SIMPULAN

Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti Asad bin
Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah. Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Mutthalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, hari Jum’at pada tanggal
13 Rajab tahun 602 M.

Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah
sebelumnya. Ali dibai’ad di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya
Utsman bin Affan, pertentangan dan kekacauan , serta kebingungan umat Islam
Madinah. Ada banyak peperangan yang terjadi di masa Ali, di antaranya Perang
Jamal / Perang Unta, perang siffin dan perang nahrawah.

Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai
kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam dalam
kebijakan politiknya di tengah campur marut kehidupan masa pemerintahannya.

B. KRITIK DAN SARAN

Demikian makalah yang kami buat. Kami menyadari masih banyaknya kekurangan
dalam penyajian makalah ini. Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami harapkan
untuk perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan penyusun.

11
DAFTAR PUSTAKA

http://nanamulyadimdf.blogspot.co.id/2012/05/makalah-sejarah-peradaban-
islam.html

Yatim, Badri. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada

Ath-Thabari, op. cit., hlm. 448-457 dan Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 153.4.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib

http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib

12

Anda mungkin juga menyukai