Disusun Oleh :
Nengsih (40300121073)
Silfa Yunita(40300121083)
2022-2023
KATA PENGANTAR
1
Syukur Alhamdulillah atas segala limpahan karunia Allah Subhanahu Wa Ta'ala
berkat Ridho-Nya kami mampu merampungkan makalah ini dengan tepat waktu.
Jangan lupa juga kami haturkan shalawat serta salam kepada junjungan Nabi
Muhammad Shallallahu `alaihi Wa Sallam, beserta keluarganya, para sahabatnya dan
semua ummatnya yang selalu istiqomah sampai akhir zaman.
Penulisan makalah ini memiliki tujuan untuk memenuhi kelompok mata kuliah
"Sejarah Peradaban Islam dengan tema Perkembangan Islam Pada periode Khulafa'
al Rasyidun (Khalifah Ali bin Abi Thalib).Yang mana di dalam makalah ini kami
menjelaskan mengenai perkembangan Islam pada masa sahabat serta dalam
makalah ini menjelaskan mengenai perjalanan spiritual para sahabat dalam
menyebarkan Islam dan sebagainya.
Namun, kami sadar bahwa makalah ini penuh dengan kekurangan. Oleh karena itu,
kami sangat berharap kritik dan saran konstruktif demi penyempurnaan makalah ini.
Harapan kami semoga makalah ini dapat bermanfaat serta mampu memenuhi
harapan berbagai pihah. Aamiin.
Penyusun
Daftar Isi
2
Kata pengantar........................................................................................................2
Daftar isi...................................................................................................................3
Bab 1
A.Latar Belakang.....................................................................................................4
B.Rumusan Masalah...............................................................................................4
Bab 2
Bab 3
A.Kesimpulan.........................................................................................................12
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
3
PEMBUKAAN
A. LATAR BELAKANG
Segala sesuatu tentang penulisan ulang mengenai dunia islam, baik sejarah-sejarah
dunia islam maupun pada masa ali bin abi thalib pastinya bersifat terbuka dan milik
hak semua orang. Hanya bagaimana cara kita mengaplikasikannya secara baik dan
benar. Makalah ini lebih banyak menulusuri apa saja yang terjadi pada dunia islam
pada masa ali bin abi thalib. Karna banyak nilai -nilai positif yang dapat kita ambil
dari masa ali bin thalib dan para khalifah yang lainnya. Kejadian miris yang sering
terjadi saat ini adalah banyak orang-orang islam yang tidak
B. RUMUSAN MASALAH
BAB II
PEMBAHASAN
4
A. Latar Belakang Kehidupan Khalifah Ali Bin Abi Thalib
Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti Asad bin
Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah. Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Mutthalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, hari Jum’at pada tanggal
13 Rajab tahun 602 M atau 10 tahun sebelum kelahiran Islam. Usianya 32 tahun
lebih muda dari Rasulullah SAW.
Ali merupakan sepupu dan juga menantu dari Rasulullah SAW yaitu suami dari
puteri Rasulullah, Fatimah Az-Zahra. Ali masuk Islam tatkala usianya belum mencapai
10 tahun. Dengan demikian, Ali adalah orang yang pertama kali masuk Islam dari
kalangan anak-anak.
Nabi Muhammad SAW semenjak kecil diasuh oleh kakeknya, Abdul Muthalib.
Kemudian setelah kakeknya meninggal beliau diasuh oleh pamannya, Abu Thalib.
Karena hasrat hendak menolong dan membalas jasa kepada pamannya, maka beliau
mengasuh dan mendidik Ali. Pengetahuan agamanya amat luas. Karena
kedekatannya dengan Rasulullah, beliau termasuk orang yang banyak meriwayatkan
Hadits Nabi. Beliau juga terkenal dengan keberaniannya dan hampir diseluruh
peperangan yang dipimpin Rasulullah, Ali senantiasa berada dibarisan depan. Ketika
Abu Bakar menjadi Khalifah, beliau selalu mengajak Ali untuk memusyawarahkan
masalah-masalah penting. Begitu pula Umar bin Khathab tidak mengambil
kebijaksanaan atau melakukan tindakan tanpa musyawarah dengan Ali. Utsman pun
pada masa permulaan jabatannya dalam banyak perkara selalu mengajak Ali dalam
permusyawaratan. Demikian pula, Ali juga tampil membela Utsman ketika
berhadapan dengan pemberontak.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah
sebelumnya. Ali dibai’ad di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya
Utsman bin Affan, pertentangan dan kekacauan , serta kebingungan umat Islam
Madinah. Sebab, kaum pemberontak yang membunuh Utsman mendaulat Ali agar
bersedia dibai’ad menjadi khalifah. Setelah Utsman terbunuh, kaumpemberontak
mendatangi para sahabat senior satu per satu yang ada di kota Madinah, seperti Ali
bin
Abi Thalib, Thalhah, Zubair, Saad bin Abi Waqqash, dan Abdullah bin Umar bin
Khaththab agar bersedia menjadi khalifah, namun mereka menolak. Akan tetapi,
baik kaum pemberontak maupun kaum Anshar dan Muhajirin lebih menginginkan Ali
menjadi khalifah. Ali didatangi beberapa kali oleh kelompok-kelompok tersebut agar
bersedia dibai’ad menjadi khalifah. Namun, Ali menolak. Sebab, Ali menghendaki
agar urusan itu diselesaikan melalui musyawarah dan mendapat persetujuan dari
sahabat-sahabat senior terkemuka. Akan tetapi, setelah massa mengemukakan
5
bahwa umat Islam perlu segera mempunyai pemimpin agar tidak terjadi kekacauan
yang lebih besar, akhirnya Ali bersedia dibai’at menjadi khalifah.
Ali dibai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshar serta para tokoh
sahabat, seperti Thalhah dan Zubair. Ada beberapa orang sahabat senior, seperti
Abdullah bin Umar bin Khaththab, Muhammad bin Maslamah, Saad bin Abi
Waqqash, Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di
Madinah tidak mau ikut membai’at Ali. Abdullah dan Saad misalnya bersedia
membai’at kalau seluruh rakyat sudah membai’at. Mengenai Thalhah dan Zubair,
mereka membai’at secara terpaksa. Mereka bersedia membai’at jika nanti mereka
diangkat menjadi gubernur di Kufah dan Bashrah.
Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara aklamasi karena
banyak sahabat senior ketika itu tidak berada di kota Madinah, mereka tersebar di
wilayah-wilayah taklukan baru, dan wilayah Islam sudah meluas ke luar kota
Madinah sehingga umat Islam tidak hanya berada di tanah Hijaz (Mekkah, Madinah,
dan Thaif), tetapi sudah tersebar Jazirah Arab dan di luarnya. Salah seorang tokoh
yang menolak untuk membai’at Ali dan menunjukkan sikap konfrontatif adalah
Mu’awiyah bin Abi Sufyan, keluarga Utsman dan Gubernur Syam. Alasan yang
dikemukakan karena menurutnya Ali tidak bertanggung jawab dan tidak
menindaklanjuti pencarian pelaku atas pembunuhan Utsman tetapi malah
mengutamakan pemerintahannya.
6
pilihan telah jatuh, penolakan tidak boleh lagi. Imam harus kuat, teguh, dan rakyat
harus tunduk dan patuh. Bai’at terhadap diri saya ini adalah bai’at yang merata dan
umum. Barang siapa yang mungkir darinya, terpisahlah dia dari agama Islam.”
Oleh karena itu hak untuk menentukan pengisian jabatan tidak lagi merupakan
hak pemimpin yang berada di Madinah saja. Namun, karena situasi politik yang
gawat pada waktu itu sehingga permintaan mereka merupakan tuntutan yang tidak
mungkin dipenuhi dalam waktu dekat. Suasana politik pada saat itu memanas
dikarenakan adanya rongrongan dari berbagai pihak, terutama pihak- pihak yang
tidak menyetujui dan tidak mengakui Ali menjabat sebagai khalifah keempat.
Melihat keadaan sedemikian rumit, maka hal pertama yang memerlukan
penanganan serius yang dilakukan Ali adalah memulihkan, mengatur, dan
menguatkan kembali posisinya sebagai khalifah dan berusaha mengatasi segala
kekacauan yang terjadi. Setelah itu baru melakukan pengusutan atas pembunuhan
Utsman. Namun, sejak tahun 35 H/656 M, tahun pengangkatan Ali sebagai khalifah
sampai tahun 36 H/657 M, Ali tidak juga memperlihatkan sikap yang pasti untuk
menegakkan hukum syariat Islam.terhadap para pembunuh Utsman. Sehingga
Aisyah bergabung dengan Thalhah dan Zubair menggerakkan kabilah-kabilah Arab
untuk menuntut balas atas kematian Utsman. Setelah dirasa mempunyai kekuatan
yang besar, Aisyah dan pasukannya memutuskan menyerang pasukan Ali di Kufah,
7
yang sebetulnya pasukan Ali dipersiapkan untuk menghadapi tantangan Mu’awiyah
bin Abi Sufyan di Syiria. Ali sebenarnya ingin menghindari peperangan. Beliau
mengirim surat kepada Thalhah dan Zubair agar mereka mau berunding untuk
menyelesaikan perkara itu secara damai.
2. Perang Shiffin
Pada akhir Dzulhijjah 36 H/657 M, khalifah Ali dengan pasukan gabungan menuju
ke Syiria utara. Dalam perjalanannya mereka menyusuri arus sungai Euprate, namun
arus sungai tersebut telah dikuasai oleh pihak Mu’awiyah dan pihak Mu’awiyah tidak
mengijinkan pihak Ali memakai air sungai tersebut.
Awalnya Ali mengirim utusan pada Mu’awiyah agar arus sungai bisa digunakan
oleh kedua pihak, namun Mu’awiyah menolak. Akhirnya Ali mengirim tentaranya
dibawah pimpinan panglima Asytar al-Nahki dan dia berhasil merebut arus sungai
tersebut. Meskipun sungai tersebut dikuasai pihak Ali, mereka ini tetap mengijinkan
tentara Mu’awiyah memenuhi kebutuhan airnya.
8
Setelah sengketa tersebut selesai maka pihak Ali mendirikan garis pertahanan
didataran Shiffin, dan Ali masih berharap dapat mencapai penyelesaian dengan cara
damai. Ali mengirim utusan dibawah pimpinan panglima Basyir bin Amru untuk
melangsungkan perundingan dengan pihak Mu’awiyah. Pada bulan Muharram 37
H/658 M mereka mencapai persetujuan yakni menghentikan perundingan untuk
sementara dan masing-masing pihak akan memberi jawaban pada akhir bulan
Muharram.Sebenarnya hal ini sangat merugikan Ali karena akan mengurangi
semangat tempurtentaranya dan pihak lawan bisa memperbesar kekuatannya.
Namun sebagaikhalifah, Ali terikat oleh ketetapan firman Allah surat al-hujurat ayat
9 dan surat an-nisa’ ayat59. Dengan mengenali prinsip- prinsip hukum Islam itu maka
dapat dipahami mengapakhalifah Ali menempuh jalan damai dahulu.Jawaban
terakhir dari pihak Mu’awiyah menolak untuk mengangkat bai’at Ali dansebaliknya
menuntut Ali mengangkat bai’at terhadap dirinya. Maka bulan Saffar 37H/685M
terjadilah perangvsiffin dengan kekuatan 95.000 orang dari pihak Ali dan 85.000
orangdari pihak Mu’awiyah.
Pada saat perang, Imar bin Yasir (orang pertama yang masuk Islamdi kota
Mekkah) tewas. Tewasnya tokoh yang sangat dikultuskan ini membangkitkan
semangat tempur yang tak terkirakan pada pihak pasukan Ali, sehingga banyak
korbanpada pihak Mu’awiyah dan panglima Asytar al-Nahki berhasil menebas
pemegang panji-panjiperang pihak Mu’awiyah dan merebutnya. Bila panji perang
jatuh pada pihak lawanmaka akan melumpuhkan semangat tempur. Pada saat
terdesak itulah pihak Mu’awiyah,Amru bin Ash memerintahkan mengangkat al-
mushaf pada ujung tombak dan berserumarilah kita bertahkim kepada kitabullah.
Namun pada saat itu Alimemerintahkan untuk tetap berperang karena beliau tahu
itu hanya tipu muslihat musuh.Tapi sebagian besar tentaranya berhenti berperang
dan berkata jikalau mereka telahmeminta bertahkim kepada kitabullah apakah
pantas untuk tidak menerimanya, bahkandiantara panglima pasukannya Mus’ar bin
Fuka al Tamimi mengancam: “Hai Ali, mariberserah kepada kitabullah jikalau anda
menolak maka kami akan berbuat terhadap andaseperti.apa yang kami perbuat pada
Usman.”Akhirnya Ali terpaksa tunduk karena beliau menghadapi orang- orang
sendiri.Sejarah mencatat korban yang tewas dalam perang ini 35.000 orang dari
pihak Ali dan45.000 orang dari pihak Mu’awiyah.Peperangan ini diakhiri dengan
takhkim (arbitrase).
3. Perang Nahrawan
9
Setelah terjadi tahkim sebagian tentara Ali tidak terima dengan sikap Ali yang
menerima arbitrase karena itulah mereka keluar dari pihak Ali yang selanjutnya
dikenal dengan nama Khawarij. PihakKhawarij berkesimpulan bahwa:
a. Mu’awiyah dan Amru bin Ash beserta pengikutnya adalah kelompok kufur
karenatelah mempermainkan nama Allah dan kitab Allah dalam perang Shiffin, maka
mereka wajib dibasmi.
b. Ali dan pihak-pihak yang mendukung terbentuknya majlis tahkim adalah ragu
terhadap kebenaran yang telah diperjuangkan , padahal banyak korban yang jatuh
untuk membelanya. Untuk itu Ali telah melakukan dosa besar.
d. Pemuka kelompok ini adalah Abdullah bin Wahhab al Rasibi. SebenarnyaAli tidak
ingin memerangi kelompok Khawarij tapi karena kelompok ini keterlaluan dalam
bersikap diantaranya membunuh keluarga shahabat Abdullah bin Wahhab dengan
sadis sekali hanya karena menolak untuk menyatakan keempat khalifah
sepeningggal Nabi adalah kufur, selain itu mereka juga membunuh utusan yang
diutus oleh Ali.
e. Ali menggerakkan pasukannya dan kedua pasukan bertemu pada suatu tempat
bernama Nahrawan, terletak dipinggir sungai tigris (al dajlah). Sebelum perang
diumumkan, Ali masih punya harapan untuk menyadarkankaum Khawarij.
Dan Ali memberikan amnesti bersyarat yang berbunyi: “Barang siapa pulang
kembali ke Kufah, akan
Akibatnya sangat fatal pada pihak Ali. Tentara Ali semakin lemah,sementara
kekuatan Mua’wiyah bertambah besar,keberhasilan Mu’awiyah mengambilposisi
Mesir berarti merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak
Ali.
10
D. Sistem Ekonomi Pada Masa Ali bin Abi Thalib
Masa pemerintahan Kholifah Ali bin Abi Thalib yang hanya berlangsung selama
enam tahun selalu diwarnai dengan ketidak stabilan kehidupan politik. Ali harus
menghadapi pemberontakan Thalhah, Zubair, dan Aisyah yang menuntut kematian
Utsman bin Affan. Sekalipun demikian, Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha
untuk melaksanakan berbagai kebijakan yang dapat mendorong peningkatan
kesejahteraan umat Islam. Pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib, prinsip utama
dari pemerataan distribusi uang rakyat telah diperkenalkan. Sistem distribusi setiap
pekan sekali untuk pertama kalinya diadopsi. Hari Kamis adalah hari pendistribusian
atau hari pembayaran. Pada hari itu, semua penghitungan diselesaikan dan pada hari
Sabtu dimulai penghitungan baru. Cara ini mungkin solusi yang terbaik dari sudut
pandang hukum dan kondisi negara yang sedang berada dalam masa-masa transisi.
Khalifah Ali meningkatkan tunjangan bagi para pengikutnya di Irak. Khalifah Ali
memiliki konsep yang jelas tentang pemerintahan, administrasi umum dan masalah -
masalah yang berkaitan dengannya.
BAB III
PENUTUP
A. SIMPULAN
Ali adalah putera Abi Thalib bin Abdul Muthalib dan Fatimah binti Asad bin
Hasyim bin Abdul Manaf al-Qursyiah al-Hasyimiah. Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Mutthalib dilahirkan di Mekkah, daerah Hejaz, Jazirah Arab, hari Jum’at pada tanggal
13 Rajab tahun 602 M.
Pengukuhan Ali menjadi khalifah tidak semulus pengukuhan tiga orang khalifah
sebelumnya. Ali dibai’ad di tengah-tengah suasana berkabung atas meninggalnya
Utsman bin Affan, pertentangan dan kekacauan , serta kebingungan umat Islam
Madinah. Ada banyak peperangan yang terjadi di masa Ali, di antaranya Perang
Jamal / Perang Unta, perang siffin dan perang nahrawah.
Khalifah Ali bin Abi Thalib tetap berusaha untuk melaksanakan berbagai
kebijakan yang dapat mendorong peningkatan kesejahteraan umat Islam dalam
kebijakan politiknya di tengah campur marut kehidupan masa pemerintahannya.
Demikian makalah yang kami buat. Kami menyadari masih banyaknya kekurangan
dalam penyajian makalah ini. Maka dari itu, kritik dan saran sangat kami harapkan
untuk perbaikan makalah kami selanjutnya. Semoga makalah ini bermanfaat bagi
pembaca dan penyusun.
11
DAFTAR PUSTAKA
http://nanamulyadimdf.blogspot.co.id/2012/05/makalah-sejarah-peradaban-
islam.html
Yatim, Badri. 2007. Sejarah Peradaban Islam. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada
Ath-Thabari, op. cit., hlm. 448-457 dan Suyuthi Pulungan, op. cit., hlm. 153.4.
http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib
http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib
12