Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KHALIFAH ALI BIN ABI THALIB

Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah


Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam

Dosen Pengampu
Prof. Dr. H Abdul Karim, MA., MA

Oleh:

Zahrah Ibnu Salim


22322098

PONDOK PESANTREN UNIVERSITAS ISLAM INDONESIA


TAHUN 2022

1
KATA PENGANTAR

‫بسم هللا الرحمن الرحيم‬

Assalamualaikum warahmatullahi wabarokatuh


Puja puji syukur saya panjatkan kepada Allah Subhanahu Wata`ala Yang
Telah Memberikan limpahan Rahmatnya, sehingga saya dapat di menyelesaikan
makalah ini tepat waktu tanpa ada halangan suatu apapun dan sesuai dengan harapan
Sholawat serta salam senantiasa tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad
SAW. Yang mana tanpa Rosululloh kita tidak akan merasakan yang namanya
manisnya iman dan islam yang beliau Da`wahkan kepada pendahulu kita hingga saat
ini .
Ucapan terima kasih saya sampaikan kepada bapak Prof. Dr. H Abdul
Karim,MA.,MA sebagai dosen pengampu mata kuliah “Sejarah Pemikiran dan
Peradaban Islam “ yang telah membantu memberikan arahan dan pemahaman dalam
penyusunan makalah ini. Saya menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih banyak kekurangan karena keterbatasan saya. Maka dari itu penyusun sangat
mengharapkan kritik dan saran untuk menyempurnakan makalah ini. Semoga apa
yang ditulis dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkan.

Yogyakarta, 2 Oktober, 2022

Penulis

2
DAFTAR ISI

Hlm
COVER…………………………………………………………………… 1
KATA PENGANTAR……………………………………………………. 2
DAFTAR ISI……………………………………………………………… 3
BAB I: PENDAHULUAN
A.Latar belakang …………………………………………………………. 4
B.Rumusan masalah ……………………………………………………… 5
C.Tujuan penulisan ………………………………………………….......... 5
BAB II: PEMBAHASAN
A.Proses peralihan kekuasaan kekhalifahan sampai kepada Ali…………. 6
B.Politik Khalifah Ali dalam pemerintahanya…………………………….. 11
C.Konflik yang terjadi pada masa Khalifah Ali……………………............ 13

1. Perang Jamal………………………………………………………… 13
2. Perang Siffin…………………………………………………………. 15
BAB III: PENUTUP
Kesimpulan……………………………………………………………....... 21
DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………….. 23

3
BAB 1
PENDAHULUAN

A.Latar Belakang

Ali bin Abi Thalib adalah seorang pemeluk Islam pertama dan juga keluarga dari
Nabi Muhammad SAW. Menurut Islam Sunni, ia adalah khalifah terakhir dari
Khulafaur Rasyidin. Syi`ah berpendapat bahwa ia adalah Imam sekaligus khalifah
pertama yang dipilih oleh Nabi Muhammad SAW.
Sudah dimaklumi bahwa satu peristiwa pasti berkaitan dengan peristiwa yang lain,
hal itu disebut dengan kausalitas (perihal, sebab , akibat ). Begitu juga dengan
peristiwa yang menyangkut dengan pemerintahan Ali bin Abi Thalib, besar
hubunganya dengan peristiwa-peristiwa yang terjadi pada pemerintahan Usman bin
Affan. Peristiwa terbunuhnya Usman di tangan rombongan penentang menyisakan
banyak teka-teki sejarah yang tak kunjung memuaskan. Hal inilah yang menyebabkan
terjadinya berbagai konflik pada masa Kekhalifahan Ali bin Abi Tholib.
Umat Muslim dalam kesedihan yang sangat mendalam, dan dalam kebingungan
setelah kematian Khalifah Usman ibn Affan. Selama lima hari berikutnya mereka
tanpa pemimpin, selain itu pemberontak yang menanamkan ketakutan di hati orang-
orang pada waktu itu1, dan beberapa orang yang teridentifikasi sebagai pembunuh.
Khalifah Usman baik secara langsung atau tidak menunjuk Sayyidina Ali ibn Abi
Tholib. Selain itu kebanyakan orang Mesir yang salah satunya dipelopori oleh
Gafiqi ibn Harb sebagai kelompok terbesar yang memaksa agar Sayyidiana Ali
menerima tawaran untuk menjabat sebagai khalifah.

1 ?
Ali Audah, Ali bin Abi Talib (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2008), hlm 187
4
Di dalam makalah ini membahas tentang proses peralihan kekuasaan
kekhalifahan sampai kepada Ali, politik Khalifah Ali dalam pemerintahanya,konflik
yang terjadi pada masa Kekhalifahan Ali (tentang peperangan Jamal dan peperangan
shiffin) dan munculnya Syi`ah di akhir hayat Khalifah Ali ibn Abi Thalib.

B.Rumusan Masalah
1.Bagaimana proses peralihan kekuasaan kekhalifahan sampai kepada Ali
2.Bagaimana politik Khalifah Ali dalam pemerintahannya
3.Bagaimana konflik yang terjadi pada masa Khalifah Ali

C.Tujuan Penulisan
1.Untuk mengetahui proses peralihan kekuasaan kekhalifahan sampai kepada Ali
2.Untuk mengetahui politik Khalifah Ali dalam pemerintahanya
3.Untuk mengetahui konflik yang terjadi pada masa Khalifah Ali

5
BAB II
PEMBAHASAN

A.Proses Peralihan Kekuasaan Kekhalifahan Sampai Kepada Ali

1.Perpindahan kekuasaan antar khalifah.


Ketika Umar mengusulkan enam nama untuk duduk dalam Majelis Syura sebagai
calon penggantinya bila ia meninggal, enam nama sahabat, yaitu Abdurrahman ibn
`Auf, Thalhah, Zubair, Usman ibn Affan, Ali ibn Abi Tholib, dan Sa`ad ibn Waqos.
Alasan membentuk tim tersebut, bahwa ia tidak sebaik Abu Bakar yang dapat
menunjuk seseorang sebagai penggantinya .
Setelah wafatnya khalifah Umar, maka diadakanlah pemilihan khalifah baru,
menjelang pemilihan khalifah ke tiga , fanatisme kekabilahan mulai timbul lagi.
Persaingan lama antara bani Hasyim dengan bani Umayyah dalam berebut
kepemimpinan masa sebelum Islam bangkit kembali, dan menjadi pendorong untuk
saling berseteru dan menyulut permusuhan. Tetapi fanatisme kesukuan dan keturunan
datangnya bukan dari sahabat-sahabat Nabi yang sudah lama dalam Islam, malainkan
oleh mereka yang orang baru masuk Islam sesudah Mekah di bebaskan , yang
kemudian dikenal sebagai kaum Tulaqo` 2. Mereka yang datang dari pemimpin-
pemimpin dua kubu Quraisy, dari bani Hasyim diwakili oleh Abbas bin Abdul-
Muttalib dan dari bani Umayyah diwakili oleh Abu Sufyan bin Harb.
Berkembanganya kedaulatan Islam membuat luas persaingan untuk merebutkan
kursi kekhalifahan yang tidak bisa dihindari. Karna, perbedaan pendapat siapa yang
patut menduduki jabatan itu menjadi persaingan yang sangat tajam. Ada pihak yang
ingin mencegah pencalonan khalifah dari bani Hasyim. Mereka khawatir, dengan

2 ?
Thulaqa' artinya adalah tahanan yang telah mendapat pembebasan Nabi Muhammad
SAW.memberikan penyebutan ini untuk sekelompok penduduk kota Mekah pada peristiwa Fathu
Mekah (pembebasan kota Mekah), Audah (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2008), hlm 165
6
demikian berarti kenabian dan kekhalifahan, yakni kekusaan rohani dan kekuasaan
duniawi akan berada dalam satu keluarga mereka saja. Selain mereka, tak boleh ada
kabilah lain yang akan memegang kedudukan itu. Sebaliknya, ada juga kekhawatiran
demikian dirasakan oleh kabilah- kabilah arab yang lain,bahwa jika kekhalifahan
berada di tangan bani Umayyah, mereka akan merajalela, sebab mereka adalah suku
Quraisy yang terbanyak jumlahnya dan yang terkuat. Kalau kekhalifahan ditangan
mereka tidak akan mudah dilepaskan.3
Dari sebagian kecil dari mereka ada juga yang masih punya hati nurani. Mereka
tidak akan bersikap fanatik terhadap kebatilan bilamana kebenaran sudah jelas, tidak
akan terpengaruh oleh fanatisme pada suatu kabilah, ras atau kepercayaan untuk
menerima kebenaran. Karna mengingat seruan dakwah Rosululah SAW. Tentang
ajaran tauhid yang pokok, dan juga untuk membasmi segala macam adat jahiliah yang
buruk dan menghapus segala golongan berhasil dengan baik, persaingan dan
permusuhan sudah tak ada lagi. Mereka yang sudah tergabung dalam persaudaraan
seiman sama sekali sudah membuang jauh-jauh segala sifat jahiliah itu. Dimana
fanatisme kesukuan itu ingin di ungkit-ungkit kembali. Akan tetapi Usman bin Affan,
Ali bin Abi Thalib, dan para sahabat yang lain sampai sejauh waktu itu dapat
menghindari segala macam bentuk penyakit tersebut.
Keberadaan Usman dan Ali di Majlis Syura sama sekali tidak berarti telah
mewakili kabilah masing-masing. keenam sahabat yang dipilih oleh Umar ini adalah
orang-orang yang sejak awal sudah langsung dididik oleh Nabi sehingga tak terlintas
dalam pikiran mereka untuk mengingat-ingat, apalagi untuk kembali ke masalah
kesukuan.

Setelah selesai pemakaman khalifah Umar, keenam orang sahabat (Usman , Ali,
Zubair, Thalhah, Saad ,dan Abdurrahman bin Auf) berkumpul untuk

3 ?
Audah, Ali bin Abi Talib (Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa 2008) hlm 166
7
bermusyawarah,4 Abdurahman bin Auf berkata “serahkan urusan kalian kepada tiga
orang “, (orang pertama) Zubair berkata ,“ aku serahkan urusan ini kepada Ali ”.
(orang kedua) Saad berkata, “ Aku serahkan urusan ini kepada Abdurrahman bin Auf
“. Lalu (orang ketiga), Thalhah berkata, “ aku serahkan urusan ini kepada Usman “.
Kemudian tiga orang tersebut yang sudah terpilih menjadi kandidat bermusyawarah .
Abdurrahman bin Auf berkata, “ aku sama sekali tidak berminat untuk
memangku jabatan khalifah. Siapakah di antara kalian yang ingin mundur, nanti kita
baiat yang tersisa! Demi Allah, hendaklah kalian melihat kepada diri kalian dan
hendaklah kalian kalian melihat untuk kebaiakan umat ini .” kedua sahabat besar
Rosulullah, Usman , Ali, hanya terdiam. Kemudian, Abdurrahman bin Auf berkata,”
serahkan urusan ini kepadaku dan aku akan memilih siapa yang lebih utama di antara
kalian.” Keduanya menjawab,” Baiklah.” secara tidak lansung Abdurrahman
mengundurkan diri dari kandidat ke tiga dan menyisakan Usman dan Ali . Sehingga,
dalam sebuah Riwayat menyebutkan bahwa Abdurrahman ibn auf sebagai ketua tim
pelaksanaan pemilihan khalifah, pasca wafatnya Umar Ibn Khattab.5
Kemudian Abdurrahman ibn Auf berbicara di suatu tempat, berkata kepada
Usman , jika saya tidak memba`iatmu, maka siapa yang kau usulkan ? ia berkata,
“Ali”. Kemudian Abdurrahman bertanya kepada Ali, jika saya tidak memba`iatmu
maka siapa yang akan kau usulkan untuk di ba`iat? Ia berkata,”Usman “ kemudian
Abdurrahman bin Auf melakukan voting dengan tokoh-tokoh lainya yang berada
dalam tim tersebut, ternyata mayoritas bersepakat memilih Usman, sebagai khalifah.
Dalam sejarah Islam itulah panitia pemilihan khalifah pertama kali. 6 Kemudian
Abdurrahman memba`iat Usman dengan sumpah,” Atas nama Allah, jika aku

4 ?
Imam As-Suyuti, Tarikh Al-khulafa (Jakarta:Hikmah Mizan Publika ,cetakan 1, 2010) hlm 170

5 ?
M.Abdul Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,(Yogyakarta: Bagaskara, cetakan
8 ,2019) hlm 90

6 ?
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam,(Yogyakarta: Bagaskara, cetakan 8 ,2019)
hlm 89
8
menyuruhmu untuk memerintah maka hendaklah kamu berlaku adil dan jika ada
orang yang memerintahmu maka hendaklah kamu mendengar dan taat.” Maka
terba`iatlah Usman menjadi khalifah ke III.7
2.pemba`iatan khalifah Ali
Beberapa hari setelah pembunuhan Usman, stabilitas keamanan di Madinah
menjadi rawan. Gafiqi ibnu Harb memegang keamanan ibu kota Islam selama lima
hari sampai terpilihnya khalifah yang baru. Kaum pemberontak mengadakan
pendekatan kepada Ali bin Abi Tholib dengan maksud mendukungnya sebagai
khalifah. Tetapi Ali menolak. Setelah khalifah Usman , tak ada lagi orang lain yang
pantas menjadi khalifah dari pada Ali bin Abi Tholib. Dalam kenyataanya Ali
memang merupakan tokoh popular saat itu. Di samping itu, memang tak seorangpun
mengklaim atau mau tampil mencalonkan diri atau dicalonkan untuk menggantikan
Khalifah Usman termasuk Mu`awiyah bin Abi Sufyan selain nama Ali bin Abi
Tholib. Di samping itu, mayoritas umat Muslim di Madinah dan kota-kota besar
lainya sudah memberikan pilihanya pada Ali, kebanyakan dari Bani Umayyah yang
tidak mau membaiat Ali, dan Sebagian dari mereka ada yang pergi ke Suria.8
Selain mereka, ada beberapa sahabat penting di Madinah, dari Muhajirin 9 dan
Ansar10, seperti Sa`ad bin Abi Waqqas, Muhammad bin Maslamah, Usamah bin Zaid,
Hasan bin Sabit, Abdullah bin Umar RA. Dan beberapa lagi yang lain, yang juga
belum bersedia membaiatnya.
Rupanya Sa`ad bin Abi Waqqas tidak ingin jika masih ada golongan di luar yang
tidak sepakat. Ia baru akan membaiatnya apabila Umat Muslim yang lain juga
membaiat. Pendirianya itu diikuti juga oleh sahabat-sahabat yang lain, selain yang

7 ?
As-Suyuti, Tarikh Al-khulafa (Jakarta:Hikmah Mizan Publika ,cetakan 1, 2010) hlm 170

8 ?
Kota yang Letak nya di utara kota madinah

9 ?
Kaum yang rela hijrah Bersama Rosulullah untuk meninggalkan kota Mekah ke Madinah

10 ?
Kaum yang menerima sekaligus menolong dakwah dan hijrah Rosulullah di Madinah
9
sudah disebutkan seperti Ka`ab bin Malik, Abu Sa`id al-Khudri, Abdullah bin Sallam,
Nu`man bin Basyir, Zaid bin Sabit, Mughirah bin Syu`bah , dan masih banyak lagi.
Namun karna berbagai desakan, Ali meminta masalah ini dibawa ke Masjid
Nabawi. Ternyata kebanyakan sahabat di Madinah melihat dialah yang paling tepat
menjadi khalifah setelah Usman RA. Akan tetapi sebenarnya bukan ini yang di
inginkan Ali. Kedudukanya sekarang memang serba sulit. Tapi kalua dia mundur,
juga salah.mayoritas dia tetap mendesak Ali agar bersedia dibaiat. Umat tidak boleh
dibiarkan terlalu lama tanpa imam, tanpa pemimpin. Dalam keadaan yang masih
kacau setelah terjadi pemberontakan sampai khalifah terbunuh, keadaan mamang
eksplosif .11 Akibatnya perpecahan akan bertambah parah, umat akan saling curiga.
Akhirnya karna tekanan-tekanan tersebut dengan permintaan serius (entreaty) dari
kawan – kawan dekatnya serta sahabat -sahabat yang lain, 12 maka pada hari ke enam
pasca terbunuhnya Usman. Ali terpilih menjadi Khalifah dengan menerima bai`at dari
sejumlah kaum muslim.

B. Politik Khalifah Ali dalam Pemerintahanya


Setelah dilantik menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib menyampaikan pidato politik
untuk pertama kalinya. Pidatonya tersebut secara umum menggambarkan garis besar
dari visi politiknya. Sedikitnya ada lima visi politik Ali dari pidatonya itu. Yang
berisi sebagai berikut :

11 ?
Mudah Meletus, meledak (tentang perang dan sebagainya ) , KBBI

12 ?
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam (Yogyakarta: Bagaskara, 2019) hlm 106
10
Setelah mengucapkan puji syukur kepada Allah SWT. Ia berkata “Allah telah
menurunkan Qur`an sebagai petunjuk yang jelas mana yang baik dan mana yang
buruk. Ambillah yang baik dan tinggalkan yang buruk. Laksanakanlah segala
kewajiban kepada Allah, yang akan mengantarkan kalian ke surga. Bagi kalian sudah
jelas segala yang di haramkan oleh Allah, dan ini merupakan suatu kehormatan bagi
setiap Muslim. Laksanakanlah dengan ikhlas dan bersatulah. Seorang Muslim ialah
yang dapat menyelamatkan orang lain dengan lidah atau tangannya atas dasar
kebenaran, dan tak boleh mengganggu. Utamakanlah kepentingan umum… Takutlah
kalian kepada Allah mengenai hak-hak manusai dan negrinya. Sampai ke soal
sejengkal tanah dan binatang pun kalian harus ikut bertanggung jawab. Taatlah kalian
kepada Allah dan jangan melanggar perintah -Nya. Bila kalian melihat yang baik
ambillah dan bila melihat yang buruk tinggalkanlah.”13

َ‫ض تَخَافُوْ نَ اَ ْن يَّتَ َخطَّفَ ُك ُم النَّاسُ فَ ٰا ٰوى ُك ْم َواَيَّ َد ُك ْم بِنَصْ ِر ٖه َو َر َزقَ ُك ْم ِّمن‬ ِ ْ‫َو ْاذ ُكر ُْٓوا ِا ْذ اَ ْنتُ ْم قَلِ ْي ٌل ُّم ْستَضْ َعفُوْ نَ فِى ااْل َر‬
ِ ‫الطَّيِّ ٰب‬
‫ت لَ َعلَّ ُك ْم تَ ْش ُكرُوْ ن‬

Artinya :” Dan ingatlah ketika kamu (para Muhajirin) masih (berjumlah) sedikit, lagi
tertindas di bumi (Mekah), dan kamu takut orang-orang (Mekah) akan menculik kamu, maka
Dia memberi kamu tempat menetap (Madinah) dan dijadikan-Nya kamu kuat dengan
pertolongan-Nya dan diberi-Nya kamu rezeki yang baik agar kamu bersyukur.

Pertama, sumber hukum dan dasar keputusan politik yang akan dilaksanakan oleh Ali
adalah kitab suci al-Quran. Ini tidak berarti bahwa Ali akan mengabaikan Sunnah,
sebab al-Quran hanya dapat dilaksanakan secara tepat jika ia dibimbing oleh Sunnah
Nabi saw, dan Ali tentulah orang yang paling memahami persoalan ini.

Kedua, mewujudkan nilai-nilai kebaikan ideal al-Quran dan menolak segala


keburukan dalam masyarakat.

Ketiga, tulus ikhlas dalam memimpin dan mengutamakan integrasi kaum Muslim.
13 ?
Audah, Ali bin Abi Talib,(Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa 2008) hlm 196
11
Keempat, melindungi kehormatan jiwa dan harta benda rakyat dari segala gangguan
kezaliman lidah dan tangan.

Kelima, membangun kehidupan masyarakat yang bertanggungjawab terhadap bangsa


dan negara dengan landasan ketaatan kepada Allah swt. Menurut A. Syalabi, politik
yang dijalankan seseorang merupakan gambaran dari pribadi orang tersebut yang
akan mencerminkan akhlak dan budi pekertinya. Ali adalah orang yang suka berterus
terang, tegas bertindak, tidak suka berminyak air, dan tidak takut celaan siapapun
dalam menjalankan kebenaran. Karena kepribadian yang dimilkinya itu maka setelah
dibai’at Ali mengeluarkan dua buah ketetapan, yaitu:

1.Memecat kepala daerah angkatan Usman dan menggantinya dengan yang baru.
Salah satunya adalah Muawiyah di Syam,

2.Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Usman kepada family family dan
kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah, demikian juga hibah Usman kepada siapapun
yang tanpa alasan.14

C. Konflik Yang Terjadi Pada Masa Khalifah Ali

1.Perang Jamal

Disebut perang jamal (perang onta) karena Aisyah ikut dalam peperangan ini
dengan mengendarai onta. Ketika Aisyah telah menunaikan umrah dan akan kembali
ke Madinah, dia menangguhkan kepulangannya setelah mendengar berita kematian
khalifah Utsman. Terlebih Aisyah mendapatkan kabar bahwa Ali telah dibaiat
menjadi khalifah pengganti Utsman. Thalhah bin Ubaidillah dan Zubair bin Awwam
yang saat itu berada di Madinah, meminta izin kepada Ali bin Abi Thalib untuk pergi
ke Makkah dalam rangka menunaikan umrah. Telah disampaikan bahwa Thalhah dan
14 ?
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2019) hlm 107
12
Zubair adalah orang yang pertama kali memba’iat Ali. Namun, setelah tiba di
Makkah dan bertemu dengan Aisyah, kedua sahabat itu akhirnya sepakat untuk sama-
sama menuntut Ali agar mengusut dan menghukum para pembunuh Utsman.15
Oposisi terhadap khalifah Ali secara terang-terangan mulai dilakukan, yaitu
oleh Aisyah,Thalhah dan Zubair. Mereka sepakat menuntut khalifah segera
menghukum para pembunuh Usman. Mereka berangkat menuju Basrah dan
mengharapkan dukungan dari penduduk kota itu. Tuntutan yang sama juga diajukan
oleh Muawiyah, bahkan ia memanfaatkan peristiwa berdarah itu untuk menjatuhkan
legalitas kekuasaan Ali dengan membangkitkan amarah rakyat dan menuduh Ali
sebagai pembunuh Usman jika Ali tidak dapat menemukan dan menghukum
pembunuh yang sesungguhnya.
Tuntutan mereka tidak dikabulkan oleh Ali, sehingga kontak senjata tidak bisa
dihindari. Pertempuran dalam peperangan Jamal ini terjadi amat sengitnya, sehingga
Zubair dan Thalhah melarikan diri, tetapi akhirnya tewas juga. Peperangan ini
berhenti ketika Unta yang ditunggangi Aisyah terbunuh. Kemenangan berada di pihak
Ali. Tetapi Aisyah tidak diusik-usik oleh Ali, justru Aisyah dihormati dan
dikembalikan ke Madinah dengan penuh kehormatan dan kemuliaan.16 Perang Jamal
ini telah memakan korban sebanyak 10.000 orang17 , tetapi ada juga yang mengatakan
20.000 orang. Namun apakah alasan Thalhah, Zubair dan ‘Aisyah menentang Ali
hanya semata-mata karena menuntut ditangkapnya pembunuh Usman? Sebenarnya
mereka memiliki alasan yang lebih pokok lagi, yaitu:
Sebagian sejarawan mengemukakan bahwa penentangan Aisyah terhadap Ali
disebabkan oleh sentimen pribadi, “Sejak dari dahulu telah ada ketegangan antara Ali
dan Aisyah. Aisyah sendiri pernah berkata; sebenarnya demi Allah antara Ali dan
saya tak ubahnya sebagai orang dengan mertuanya. Mungkin, ketegangan ini
15 ?
Audah, Ali bin Abi Talib,(Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2008) hlm 231

16 ?
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2019) hlm 107

17 ?
Audah, Ali bin Abi Talib,(Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2008) hlm 234
13
disebabkan oleh pendirian Ali memberatkan Aisyah dalam peristiwa hadits al-Ifki.”
Dalam masalah hadits al-Ifki, ketika dimintai nasihat (pendapat) oleh Rasul tentang
kejadian itu, Ali mengatakan; “Wahai Rasulullah, tidaklah Allah akan
menyusahkanmu sedang wanita selain dia masih banyak. Dan tanyakanlah kepada
Barirah mungkin ia dapat memberi keterangan yang jujur kepadamu”. Jawaban Ali
kepada Rasulullah ini nampaknya melukai perasaan Aisyah. Seakan-akan Ali
menyetujui isu yang sedang beredar ditengah masyarakat bahwa Aisyah telah
menyeleweng dari Rasulullah SAW. Atau paling tidak Ali tidak menunjukkan
pembelaannya kepada Aisyah disaat posisinya benar-benar tertekan dengan berita
fitnah.
Sedangkan menurut pandangan Ali, alasan Aisyah dendam kepadanya adalah:
1.Rasul lebih memilih dan mempromosikan Ali daripada ayah Aisyah.
2.Ali sangat disukai dan dipuji oleh Nabi Saw.
3.Aisyah tidak suka pada Khadijah dan Fatimah.
4.Nabi hanya mengizinkan pintu rumah Ali saja yang boleh mengarah dan langsung
terhubung menuju masjid, sedangkan pintu sahabat lainnya tidak dibolehkan.
5.Nabi SAW. pernah pertama-tama menugaskan Abu bakar untuk melakukann
sesuatu namun gagal, kemudian Ali mengambil alih tugas itu.
Abdullah bin Zubair mempunyai ambisi besar untuk menduduki kursi khalifah.
Tetapi keinginannya itu terhalang oleh Ali. Maka dihasutnyalah bibinya, Aisyah,
untuk menceburkan diri ke dalam peperangan melawan Ali.
2. Perang Shiffrin
Perang Shiffin18 yang terjadi pada tahun 37 Hijriah (657 Masehi), antara Ali Ibn
Abi Thalib dan Gubernur Suriah, Mu’awiah ibn Abi Sufyan, dilatarbelakangi
peristiwa kematian Khalifah Usman ibn Affan, begitulah sejarah mencatat, namun
belakangan diketahui bahwa penyebab utama sebenarnya hanyalah karena

18 ?
Adalah sebuah tempat tak jauh dari sebelah barat pantai Sungai efrat, selatan riqoh, timur
laut suria, perbatasan suria dan irak
14
Mu’awiyah yang telah lama menjadi Gubernur Suriah yang otonom sejak diangkat
Khalifah Umar, tidak mau kehilangan jabatannya itu dengan membaiat kepada Ali
ibn Abi Thalib. Ia hendak mempertahankan keutuhan wewenang teritorialnya dengan
mengeksploitasi pembunuhan Khalifah Usman. walaupun Ali menyadari sejak
semula bahwa peperangan tidak akan terelakkan, ia masih terus berusaha
menyadarkan Mu’awiyah. Pada bulan syawal 37 H, setelah kembali ke Kufah dari
Perang Jamal, Ali mengutus Jurair ibn AbduIlah al-Bajali ke Mu’awiah di Damsyik.19
Ali mengutus Jurair ibn AbduIlah al-Bajali dengan membawa sepucuk surat
dimana ia mengatakan bahwa kaum Muhajirin dan Anshar telah membaiatnya dan
Mu’awiah pun harus membaiat kepadanya dahulu baru kemudian mengajukan kasus
pembunuhan Usman kepadanya supaya khalifah dapat menjatuhkan keputusan
berdasarkan Al-Qur’an dan Sunah. Tetapi Mu’awiah menahan Jurair. Atas saran
saudaranya Utbah ibn Abi Sufyan, Mu’awiyah memanggil Amr ibn Ash, seorang
politikus yang terkenal licik dan pintar, untuk merundingkan masalah itu. Dengan
bantuan orang-orang penting di Suriah ia meyakinkan rakyat yang tidak mengetahui
persoalan, bahwa tanggung jawab pembunuhan Usman terpikul pada Ali, dan bahwa
Ali melindungi para pengepung Usman. Mu`awiyah menggantungkan baju Usman
yang berlumur darah serta potongan jari-jari istrinya, Na’ilah binti al-Farafishah di
mimbar masjid Damsyik di mana sekitar 70.000 orang Suriah berikrar untuk
membalaskan dendam atas darah Usman. Setelah berhasil membangkitkan emosi
rakyat Suriah pasukan Mu`awiyah siap untuk berperang. Mu`awiyah memperlihatkan
semua hal itu kepada Jurair lalu mengirimkan Jurair kembali ke Kufah.
Ketika mendengar tentang hal ini dari Jurair, pada bulan Zulhijah 37 H/ 657 M
Ali mengerahkan pasukan gabungan menyusuri Sungai Efrat20 ke arah utara dengan

19
ibu kota terbesar di Suriah. , Audah, Ali bin Abi Talib,(Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa,
?

2008) hlm 257

20 ?
Sungai Efrat mengalir melintasi Suriah dan Irak, sampai akhirnya bersatu dengan Sungai Tigris
menjadi Sungai Syattul Arab yang bermuara di Teluk Persia.
15
tujuan Syiria utara, dengan kekuatan 95.000 orang dengan strategi bahwa jika
benteng-benteng di wilayah Syiria utara dapat direbut maka gerakan ke arah selatan
akan menjadi lebih mudah. Ternyata Mu`awiyah dengan jumlah pasukan sebanyak
85.000 orang telah lebih dahulu mempertahankan wilayah Syiria utara dan membuat
garis pertahanan di dataran Shiffin. Kemudian Ali mengirim pasukan di bawah
pimpinan Asytar al Nakhi dan berhasil merebut arus sungai Efrat . Walaupun Sungai
Efrat telah dikuasai Ali, Ali tetap mengizinkan Mu`awiyah untuk memenuhi
kebutuhan air pasukannya.
Upaya untuk menempuh jalan damai terus dilakukan oleh pihak Ali dengan
mengadakan perundingan. Hingga menginjak bulan Muharam 37 H/658 M
perundingan itu belum mencapai persetujuan. Persetujuan satu-satunya untuk
sementara adalah masing-masing pihak akan memberikan jawaban akhir pada akhir
bulan Muharam. Pada akhir bulan Muharam tahun 37 H/658 M, jawaban terakhir dari
Mu’awiyah adalah tetap menolak untuk membaiat Ali dan sebaliknya, menuntut Ali
dan para pengikutnya untuk membaiat dirinya. Maka pecahlah pertempuran di Shiffin
bulan Shafar 37H. Peperangan berlangsung selama beberapa hari dan telah memakan
ribuan korban, dimana jumlah korban dari pasukan Mu`awiyah lebih besar. Dalam
keadaan yang sangat terdesak itu, Amr ibn Ash yang terkenal cerdik mengusulkan ide
dan disetujui oleh Mu`awiyah agar pasukan yang membawa mushaf mengangkat
mushafnya di ujung tombak sebagai tanda damai dengan cara tahkim. 21
Akhirnya kedua golongan bersepakat bahwa masing-masing pihak memilih
seorang hakim. Pihak Mu`awiyah memilih Amr bin Ash dan pihak Ali memilih Abu
Musa al- Asyari. Hasil perundingan mereka adalah masing-masing pihak menurunkan
pemimpin mereka sebagai khalifah. Abu Musa yang pertama kali menurunkan  Ali
sebagai khalifah. Akan tetapi, Amr ibn Ash berlaku sebaliknya, tidak menurunkan
Mu’awiyah tetapi justru mengangkat Mu`awiyah sebagai khalifah. Peperangan
Shiffin yang diakhiri melalui tahkim ini, ternyata tidak menyelesaikan masalah,
21 ?
Audah, Ali bin Abi Talib,(Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2008) hlm 262
16
namun justru membuat Gubernur Syiria itu mempunyai kedudukan setingkat khalifah
dan menyebabkan lahirnya golongan khawarij yaitu orang-orang yang keluar dari
barisan pendukung Ali yang berjumlah sekitar 12.000 orang.

Perang Nahrawan
Bagi Khawarij ada dua hal penting yang menjadi pandanganya, yakni politik dan
keagamaan. Di bidang politik Khawarij memiliki pemahaman , seorang khalifah
harus dipilih langsung oleh rakyat, baik dari bangsa Arab atau Ajam lebih baik dari
bangsa Arab, bahkan menurut Khawarij seorang perempuan pun boleh memegang
kekuasaan, jika memang mampu menyelenggarakan roda pemerintahan dan
memenuhi kriteria sebagai seorang kepala negara. Dengan demikian apa yang terjadi
di antara Ali dan Mu`awiyah merupakan sebuah kesalahan, karena keduanya tidak
berangkat dari “pemilihan “ oleh rakyat. Selain itu Khawarij juga meyakini bahwa
khalifah tidak di perlukan, namun cukup dengan badan khusus sebagai penyelenggara
pemerintahan.22
Sementara itu, dalam pandangan keagamaannya, di antaranya adalah jika seorang
Muslim tidak menjalankan shalat, makai a wajib dibunuh, dan jika seseorang yang
meninggal dunia tanpa tobat terlebih dahulu, maka ia akan masuk neraka selamanya.
Dengan demikian, tanpa amal shaleh, maka seseorang sama halnya dengan tidak
mukmin (kafir). Seseorang yang tidak bersih hati nuraninya, maka ia termasuk orang
murtad, dan dalam pandangannya seseorang yang demikian itu masuk neraka
selamanya. Pandangan Khawarij yang paling mencolok adalah keyakinan bahwa
orang Islam yang tidak menganut ajaran -ajaran mereka tersebut diangap kafir. Hal
ini mendasari sikap mereka terhadap umat Islam ( selain golongan Khawarij keras
dan tegas, sementara dengan non-Muslim Yahudi dan Nasrani mereka bersikap lunak.
Mereka beranggapan, bahwa Ali, Amr, Mu`awiyah adalah kafir. Karena, atas ulah
mereka banyak Islam mati di medan konflik tersebut. Khawarij menolak, surat yusuf
22 ?
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2019) hlm 108
17
menjadi bagian dari al-Qur`an. Hal ini didasarkan karena surat itu terlalu
menjelasakan hal-hal keduniaan-cinta.
Pada perkembangan berikutnya, kelompok Khawarij banyak melakukan huru –
hara dan membuat kacau. Khawarij yang bermarkas di Nahrawan benar-benar
merepotkan khalifah Ali, hingga pecahlah pertempuran Nahrawan antara pasukan Ali
dengan orang-orang Khawarij. Banyak sekali korban dari pasukan Ali yang jatuh
dalam pertempuran ini. Yang melibatkan 65.000 orang, dan menewaskan 30.000
orang Khawarij, sehingga mereka beranggapan bahwa peristiwa yang terjadi di
karbala semasa Yazid ibn Mu`awiyah. Sebagian besar yang tewas tersebut adalah
Bani Tamim di kufah. Hal ini membuat tentara Ali lemah sehingga memberi
kesempatan kepada Muawiyah untuk memperkuat dan memperluas kekuasaan hingga
wilayah Mesir mampu direbut dari tangan Ali, yang berarti bahwa Mu`awiyah telah
berhasil merampas sumber-sumber kemakmuran dan suplai ekonomi dari pihak Ali.
Karena kekuatannya telah banyak menurun terpaksa khalifah Ali menyetujui
perjanjian damai dengan Mu`awiyah yang secara politis berarti Ali mengakui
keabsahan kepemilikan Mu`awiyah atas Syiria dan Mesir.

Akhir Riwayat Ali Ibn Abi Thalib


Pada saat Ali akan bersiap-siap mengirim pasukan sekali lagi untuk memerangi
Muawiyah, muncul suatu komplotan yang terdiri dari tiga orang khawarij. Ketiga
orang ini sepakat untuk membunuh Ali bin abi Thalib, Mu`awiyah, dan Amr bin Ash
pada malam yang sama. Mereka adalah Abdurrahman ibn Muljam yang berangkat ke
Kufah untuk membunuh Ali, Barak ibn Abdillah at Tamimi berangkat ke Syam untuk
membunuh Mu`awiyah dan Amr ibn Bakar at Tamimi yang berangkat ke Mesir untuk
membunuh Amr ibn Ash. Di antara ketiga orang itu, yang berhasil hanyalah
Abdurrahman ibn Muljam yaitu berhasil membunuh Ali ketika Ali akan masuk
kedalam masjid untuk Sholat. Maka pada tangagal 24 Januari 661 M berakhirlah
kehidupan Ali ibn Abi Thalib di tangan seorang Khawarij, Abdurrahman ibn
18
Muljam. Ali meninggal di usia 63 tahun. Khalifah Ali memerintah selama 4 tahun 9
bulan.

Munculnya Syiah
Orang yang mengikuti Ali dan termasuk termasuk bagian yang mengagungkan
Khalifah Ali disebut sebagai Syi`ahtu Ali (pengikut Ali) yang di kemudian hari
dikenal dengan kelompok Syi`ah. Mereka kemudian berorientasi politik. Kekuatan
politik tersebut mendudukan Ali sebagai khalifah, dan tidak pernah mengakui
kekhalifahan sebelumnya.23 Setelah Nabi wafat, kelompok simpatisan Ali tersebut
tidak mengakui Abu Bakar sebagai khalifah.24 Menurut mereka Ali adalah keluarga
Nabi (Ahl al-Bait) yang paling berhak untuk menjadi khalifah setelah wafatnya Nabi
Muhammad SAW. Setelah Umar 1 terpilih, mereka kecewa. Terlebih saat Usman
terpilih mereka tidak dapat terima, maka dengan demikian dapat dikatakan bahwa
walaupun bibit syi`ah telah ada saat pemilihan Khalifah Abu Bakar namun dalam
catatan sejarah Islam mulai munculnya Syi`ah adalah setelah wafatnya Ali ibn Thalib,
dan karena adanya rivalitas25 politik dari kelompok Khawarij.
Orang syi`ah mengakui Muhammad sebagai Rosul dan al-Qur`an adalah benar-
benar wahyu dari Allah SWT. Imam itu jabatan sakral yang di tentukan oleh Allah
dan memiliki tujuan untuk kesejahteraan umat manusia. Bagi mereka Imam
merupakan seseorang yang tidak pernah berdosa dan terlindungi (ma`shum), jadi apa
yang di sampaikan imam merupakan ucapan Tuhan. Dalam kalimah Syahadat
ditambah dengan kalimat Ali Khalifatullah. Kelompok Syi`ah ekstrem (al-Ghurabiah)

23 ?
Karim, Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2019) hlm 109

24 ?
Ibid , Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, (Yogyakarta: Bagaskara, 2019) hlm 109

25 ?
Pertentangan ; permusuhan ; persaingan ; rasa antara mereka sering menimbulkan
perkelahian KBBI

19
Percaya, bahwa wahyu sesungguhnya diturunkan Allah kepada Ali, namun Jibril
keliru menyampaikan, dan justru kepada Muhammad SAW. Mereka juga mengklaim,
bahwa dalam al-Qur`an ayat – ayat yang memihak Syi`ah disembunyikan oleh orang
Sunni atau disebarkan ayat – ayat palsu yang mendeskriditkan Syi`ah. Menurut
mereka al-Qur`an dan Hadist yang diriwayatkan oleh orang Syi`ah kedudukanya
adalah atas segala ilmu. Oleh karena itu, menurut mereka tidak perlu Ijma` dan Qiyas.
Salah satu tuduhan mereka terhadap kelompok Sunni adalah Sunni di anggap
menyembunyikan Hadist- Hadist yang menjelaskan, bahwa Ali merupakan Khalifah
setelah Nabi. Syi`ah menjadi kekuatan politik yang utuh secara de jure semenjak
terjadinya peristiwa Karbala pada 10 Oktober 680 M.
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan
Berkembanganya kedaulatan Islam membuat luas persaingan untuk merebutkan
kursi kekhalifahan yang tidak bisa dihindari. Karna, perbedaan pendapat siapa yang
patut menduduki jabatan itu menjadi persaingan yang sangat tajam. Ada pihak yang
ingin mencegah pencalonan khalifah dari bani Hasyim. Mereka khawatir, dengan
demikian berarti kenabian dan kekhalifahan, yakni kekusaan rohani dan kekuasaan
duniawi akan berada dalam satu keluarga mereka saja. Selain mereka, tak boleh ada
kabilah lain yang akan memegang kedudukan itu. Sebaliknya, ada juga kekhawatiran
demikian dirasakan oleh kabilah- kabilah arab yang lain,bahwa jika kekhalifahan
berada di tangan bani Umayyah, mereka akan merajalela, sebab mereka adalah suku
Quraisy yang terbanyak jumlahnya dan yang terkuat. Kalau kekhalifahan ditangan
mereka tidak akan mudah dilepaskan.
Ali adalah orang yang suka berterus terang, tegas bertindak, tidak suka berminyak
air, dan tidak takut celaan siapapun dalam menjalankan kebenaran. Karena

20
kepribadian yang dimilkinya itu maka setelah dibai’at Ali mengeluarkan dua buah
ketetapan, yaitu:
1.Memecat kepala daerah angkatan Usman dan menggantinya dengan yang baru.
Salah satunya adalah Muawiyah di Syam,
2.Mengambil kembali tanah-tanah yang dibagikan Usman kepada family family dan
kaum kerabatnya tanpa jalan yang sah, demikian juga hibah Usman kepada siapapun
yang tanpa alasan.

21
DAFTAR PUSTAKA

Audah, Ali. Ali bin Abi Thalib. Jakarta: Pustaka Litera AntarNusa, 2008

Karim, M. Abdul. Sejarah dan Pemikiran Islam. Yogyakarta: Bagaskara, 2019

Suyuthi, Ahmad. Tarikh A-Khulafa. jakarta: Hikmah, 2010

22

Anda mungkin juga menyukai