ILMU KALAM
ALIRAN & PAHAM-PAHAM ILMU KALAM
Diajukan Sebagai Tugas Pada Pelajaran Ilmu Kalam
Penyusun
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL.....................................................................................
KATA PENGANTAR..................................................................................
DAFTAR ISI.................................................................................................
BAB I PENDAHULUAN.............................................................................
A. Latar Belakang.................................................................................
B. Rumusan Masalah............................................................................
C. Tujuan...............................................................................................
BAB II PEMBAHASAN..............................................................................
1. Kesimpulan.....................................................................................
2. Saran................................................................................................
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Sejak wafatnya Nabi Muhammad SAW, kaum muslimin sudah mulai
menghadapi perpecahan. Tetapi perpecahan itu menjadi reda, karena terpilihnya
Abu Bakar menjadi khalifah. Setelah beberapa lamanya Abu Bakar menduduki
jabatan kekhalifahan, mulai tampak kembali perpecahan yang disebarkan oleh
orang-orang yang murtad dari Islam dan orang-orang yang mengumumkan
dirinya menjadi nabi, seperti Musailamah Al-Kadzdzab, Thulaihah, Sajah dan
Al-Aswad Al-Ansy. Disamping itu ada pula kelompok-kelompok lain yang tidak
mau membayar zakat kepada Abu Bakar. Padahal dulunya mereka semua taat
dan disiplin membayar zakat pada Nabi. Akan tetapi semua perselisihan itu
segera dapat diatasi dan dipersatukan kembali, karena kebijaksanaan Khalifah
Abu Bakar. Maka selamatlah kekuasaan Islam yang muda itu dari ancaman
fitnah dari musuh-musuh Islam yang hendak menghancur leburkannya.
Kemudian perjalanan kekhalifahan Abu Bakar As-shiddiq, Umar Ibnu
Khatab, dan Ustman Ibnu Affan tidak begitu menghadapi persoalan, bahkan
terjalin persaudaraan yang mesra dan akrab. Pada masa ketiga khalifah itulah,
dipergunakan kesempatan yang sebaik-baiknya mengerahkan semua tenaga
kaum muslimin untuk menyiarkan dan mengembangkan Islam keseluruh
pelosok penjuru dunia. Tetapi setelah Islam meluas ke Afrika, asia Timur,
bahkan asia tenggara tiba-tiba diakhiri Khalifah Ustman, terjadi suatu persoalan
yang ditimbulkan oleh tindakan Ustman yang oleh sebagian orang Islam
dianggap kurang mendapat simpati dari sebagian kaum muslimin.
Kebijakan khalifah Ustman bin Affan yang dianggap tidak sesuai dengan
kebutuhan umat pada saat itu, diantaranya ialah kurang pengawasan dan
pengangkatan terhadap beberapa pejabat penting dalam pemerintahan, sehingga
para pelaksana pemerintahan (para eksekutif) dilapangan tidak bekerja secara
maksimal, diperparah lagi dengan adanya sikap nepotisme dari keluarganya.
Ustman banyak menempatkan para pejabat tersebut dari kalangan keluarganya,
sehingga banyak mengundang protes dari kalangan umat islam. Dan sebenarnya
hal ini adalah bisa dimaklumi karena memang keluarga Ustman Bin Affan
adalah keluarga orang-orang yang pandai. Namun inilah bermulanya fitnah yang
membuka kesempatan orang-orang yang berambisi untuk menggulingkan
pemerintahan Ustman.
Karena derasnya arus fitnah ini sehingga mengakibatkan terbunuhnya
Sayyidina Ustman bin Affan. Setelah itu maka Ali bin Abi Thalib terpilih dan
diangkat menjadi khalifah, tetapi dalam pengangkatan tidak memperoleh suara
yang bulat, karena ada golongan yang tidak menyetujui pengangkatan itu.
Bahkan ada yang dengan terang-terangan menentang pengangkatan tersebut
sekaligus menuduh bahwa Ali campur tangan atau sekurang-kurangnya
membiarkan komplotan pembunuhan terhadap Ustman. Semenjak itulah,
berpangkalnya perpecahan umat Islam, hingga menjadi beberapa partai atau
golongan, diantaranya sebagai berikut:
1. Kelompok yang setuju atas pengangkatan Ali menjadi khalifah.
2. Kelompok yang pada awalnya patuh dan setuju, tetapi kemudian setelah
terjadi perpecahan, menjadi golongan yang netral. Mereka
berpendidikan, tidak mau mengikuti taat kepada Ali, tidak pula
memusuhinya Ali. Karena mereka berkeyakinan bahwa keberpihakan
kepada salah satu dari dua golongan tersebut tidak berakibat baik.
3. Kelompok yang jelas-jelas menentang Ali secara terbuka, yaitu Thalhah
bin Abdullah, Zubair bin Awam, Aisyah binti Abu Bakar. Semuanya ini
bersatu, dan sepakat menjadikan Aisyah sebagai komandan untuk
mengganti khalifah Ali. Mereka menyusun tentara, lalu menduduki
Basrah. Pegawai-pegawai Ali di Basrah dibunuh, perbendaharaan
dirampas. Sebab itu Ali pun dengan membawa pasukan yang
dipimpinnya sendiri menuju Basrah, dan akhirnya terjadilah pertempuran
hebat. Thalhah dan Zubair terbunuh. Aisyah tertangkap dan dipulangkan
ke Madinah. Peperangan ini dinamai peperangan Jamal (unta), sebab
Aisyah memimpin pertempuran itu dari atas unta. Dari tentara Aisyah
banyak yang melarikan diri dan menggabungkan diri dengan tentara
Mu’awiyah di Syam, yang sama-sama menentang Ali. Terjadinya
peperangan antara Mu’awiyah dan Ali, hingga pertempuran Shiffin, yaitu
perang terakhir antara Mu’awiyah dan Ali.
B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa penyebab munculnya paham dan aliran dalam akidah Islam?
2. Bagaimana menyikapi perbedaan paham dan aliran dalam akidah
Islam?
3. Apa perbedaan antara paham dan aliran dalam akidah Islam?
4. Siapa saja tokoh didalam paham dan aliran dalam akidah Islam?
C. TUJUAN
1. Memahami dan mempelajari penyebab munculnya paham dan aliran
dalam akidah Islam.
2. Mengetahui cara menyikapi perbedaan paham dan aliran dalam akidah
Islam.
3. Mengetahui perbedaan antara paham dan aliran dalam akidah Islam.
4. Mengetahui tokoh didalam paham dan aliran dalam akidah Islam.
BAB II
PEMBAHASAN
1
Nok Aenul Latifah dan Abdul Mutolib, “Paham Ilmu Kalam”, (Solo:Tiga Serangkai, 2013),
hlm.137.
Oleh karena tafsiran mengenai hal-hal yang furuq (cabang-cabang) dalam
Islam itu, maka akhirnya timbullah perbedaan pendapat dan keyakinan. Dalam
sejarahnya Firqah menjadi tujuh golongan.
Akibat perselisihan Ali dan Muawiyah maka umat Islam terpecah menjadi
beberapa golongan.
a. Bani Umaiyah, menghendaki supaya Mu’awiyah menjadi khalifah.
Sebenarnya anatara Bani Umaiyah dan Bani Hasyim sejak masa
jahiliyah sudah timbul perebutan pengaruh di tanah Arab.
b. Syi’ah, artinya golongan Ali. Orang-orang yang mutlak menghendaki
Ali jadi Khalifah, karena Ali keluarga Nabi. Golongan ini akhirnya
menimbulkan madzhab besar dalam hukum.
c. Ahlussunnah waljama’ah, orang-orang pengikut Nabi dan terbesar.
Pendapat mereka Ali dan Muawiyah sama-sama tidak salah, keduanya
sahabat Nabi, ini terjadi karena salah paham. Paham inilah yang
terbesar diikuti umat Islam. Penganutnya disebut Sunni. Paham ini
menimbulakan Madzhab Sunnah.
d. Khawarij, golongan ini menyalahkan Ali da Muawiyah. Paham mereka
perang saudara terjadi karena kedua pemimpin Ali dan Muawiyah,
masing-masing ingin pangkat Khalifah. Setelah Ali wafat pada 661 M
penduduk Kuffah, mengangkat anak Ali, Hasan bin Ali menjadi
Khalifah. Mula-mula Hasan bin Ali bermaksud menyerang Muawiyah,
akhirnya diadakan perdamaian pada tahun 622 M atau 41 H, tahun ini
disebut tahun perdamaian atau persatuan (Amu’l jannah).2
A. Khawarij
Khawarij merupakan aliran teologi pertama yang muncul di dunia Islam.
Kemunculannya dilatarbelakangi oleh pertikaian politik antara Muawiyah bin
Abi Sufyan dan Ali bin Abi Tholib. Sebelumnya, kelompok khawarij adalah
pendukung Ali bin Abi Thalib. Karena kekecewaan terhadap keputusan Ali yang
2
Ibrahim Lubis, “Agama Islam Suatu Pengantar”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 168.
menerima tahkim, mereka keluar dari kelompok dan mengafirkan kelompok
yang lain.
1. Pengertian Khawarij
Secara etimologi, kata “khawarij” berasal dari bahasa Arab, yaitu “kharaja”
yang berarti keluar, muncul, timbul, atau memberontak. Berdasarkan pengertian
etimologi ini, khawarij berarti setiap muslim yang ingin keluar dari kesatuan
umat Islam.
Adapun yang dimaksud Khawarij dalam terminology ilmu kalam adalah
suatu sekte atau aliran pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan
barisan karena tidak sepakat terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase
(tahkim) dalam sebuah perundingan, setelah Perang Siffin pada tahun 37 H/648
M dengan kelompok bugot (pemberontak), Muawiyah bin Abi Sufyan.
2. Sejarah Lahirnya Aliran Khawarij
Ketika Rasulullah SAW. akan wafat, beliau tidak menentukan siapa yang
akan menggantikan beliau sebagai pemimpin dan tidak juga menjelaskan
bagaimana cara memilihnya. Oleh karena itu, kaum muslimin menghadapi
persoalan yang sangat berat dan benar-benar akan menentukan sukses atau
tidaknya kehidupan politik mereka di kemudian hari. Setelah Rasulullah SAW
wafat, kaum muslimin merasa perlu untuk segera memikirkan penggantinya. Di
dalam pertemuan di Majlis Bani Sa’idah (Muktamar Saqifah Bani Sa’idah),
segolongan kaum muslimin berpendapat bahwa khalifah yang dipilih harus
berasal dari kaum ansor, sedangkan golongan lain berpendapat khalifah harus
berasal dari kaum ansor, sedangkan golongan lain berpendapat khalifah harus
berasal dari kaum Muhajirin.
Didalam pertemuan majelis Bani Sa’idah, Ali bin Abi Thalib tidak hadir
sebab beliau dan keluarganya sedang sibuk mempersiapkan pemakaman
Rasulullah SAW, Muktamar Saqifah Bani Sa’idah memutuskan Abu bakar
sebagai khalifah yang menggantikan kepemimpinan Rasulullah SAW. keputusan
itu banyak memunculkan perbedaan pendapat. Sahabat yang tidak setuju dengan
keputusan itu memunculkan pendapat ketiga, yaitu khalifah pengganti
Rasulullah SAW harus berasal dari keluarga Nabi Muhammad SAW. menurut
mereka yang pantas adalah Ali bin Abi Thalib. Alasannya dialah orang yang
pertama kali masuk Islam, anak dari paman Nabi SAW, dan suami dari Fatimah,
putri Rasulullah SAW. akan tetapi, pendapat ketiga ini tidak memperoleh
tanggapan dari Ali sendiri sehingga mereka akhirnya mengakui kekhalifahan
Abu Bakar.
Ketika Usman bin Affan menjadi khalifah, pendukung Ali bin Abi Thalib
mulai kurang senang dengan sistem pemerintahannya. Ustman mengangkat
pembantu dalam pemerintahannya berasal dari keluarga Umayyah. Menurut
pandangan mereka, Ustman bin Affan tidak menjalankan pemerintahan bangsa
Arab, tetapi pemerintahan bangsa Umawiyah.
Pada akhir pemerintahan Ustman bin Affan, ada golongan yang bergerak
di bawah tanah, yang menuntut agar Ustman turun dari kekhalifahannya dan
menyerahkan kepemimpinannya kepada yang lain. Di dalam kelompok
pergerakan ini terdapat pendukung Ali bin Abi Thalib. Ketika Ustman wafat
karena terbunuh maka mayoritas umat Islam melantik Ali. Akan tetapi,
pengangkatan Ali mendapat perlawanan dari para sahabat, seperti Talhah,
Zubair, dan Muawiyah. Mereka menuduh Ali ikut terlibat dalam pembunuhan
Usman, atau setidaknya membiarkan Usman terbunuh. Di dalam situasi yang
gawat ini, ada sebagian sahabat yang tidak mau membaiat Ali.
Perlawanan Talhah, Zubair, dan Muawiyyah dilanjutkan dalam Perang
Jamal yang didukung oleh Aisyah, istri Nabi SAW, Talhah dan Zubair terbunuh
dalam Perang Jamal, sedangkan Muawiyyah sulit dipatahkan karena memiliki
tentara yang kuat. Akhirnya, pemerintahan Ali bertemu dengan pasukan
Muawiyyah dalam perang siffin. Ketika pasukan Muawiyyah sudah tersudut,
Muawiyyah merasa kekalahan hampir menimpanya, ia memerintahkan
pasukannya untuk mengangkat Al-Quran dengan tombak sebagai tanda
permintaan damai dengan pedoman Al-Quran. Ali menerima ajakan Muawiyyah
untuk berdamai, inilah yang mengawali munculnya aliran Khawarij.
Khawarij mulai muncul pada abad ke-1 H (abad ke-8 M) pada masa
pemerintahan Ali bin Abi Thalib. Khawarij merupakan aliran atau kelompok
pengikut Ali bin Abi Thalib yang keluar meninggalkan barisan karena tidak
sepakat terhadap keputusan Ali yang menerima arbitrase (tahkim) dalam Perang
Siffin dengan kelompok bugat (pemberontak). Golongan ini disebut juga dengan
“asy-syurah” (penjual), yaitu golongan yang mudah menjual diri untuk Tuhan
semata.
Pada awalnya, kaum Khawarij memandang Ali dan pasukannya berada di
pihak yang benar karena merupakan khalifah yang sah dan telah di baiat oleh
mayoritas umat Islam. Sementara, Muawiyyah mereka anggap berada di pihak
yang salah karena memberontak khalifah yang sah. Menurut estimasi Khawarij,
pihak Ali menerima tipu daya licik ajakan damai Muawiyyah sehingga
kemenangan yang hampir diraih hilang.
Ali sebenarnya sudah mencium kelicikan di balik ajakan damai
Muawiyyah sehingga ia bermaksud menolak permintaan itu. Namun, karena
desakan sebagian pengikutnya, terutama ahli qurra, seperti Al-Asy’as bin Qais,
Mas’ud bin Fudaki at-Tamimi, dan Zaid bin Husein ath-Tha’I, terpaksa Ali
memerintahkan al-Asytar (komandan pasukan) untuk menghentikan peperangan.
Setelah menerima ajakan damai, Ali berencana mengirimkan Abdullah bin
Abbas sebagai delegasi juru damainya, tetapi orang-orang Khawarij
menolaknya. Mereka beralasan Abdullah bin Abbas berasal dari kelompok Ali
sendiri. Kemudian mereka mengusulkan Abu Musa Al-Asy’ari dengan harapan
dapat memutuskan perkara berdasarkan kitab Allah.
Di dalam sejarah Islam, usaha perdamaian itu dikenal dengan majelis
tahkim pada Perang Siffin, bertempat di Daumatul Jandal, tepi Sungai Eufrat.3
Sahabat Abu Musa Al-Asy’ari merasa tertipu dan sangat malu serta tidak
mau ke Kufah berjumpa dengan Khalifah Ali, dan pergi ke Mekkah. Segolongan
dari rombongan delegasi Ali mengasingkan diri ke suatu kampung yang
bernama Harura. Sejak itu golongan ini diberi nama Khawarij atau golongan Al-
Harurayah, yang berarti golongan yang keluar dari jamhur Muslimin. Golongan
ini berpendapat, bahwa perpecahan ini disebabkan Ali dan Muawiyyah, masing-
masing menginginkan pangkat khalifah, dari itu kedua pemimpin Islam itu tidak
3
Ibid, hlm. 137-139.
diakui mereka, lantas memisahkan diri ke kampung Harura, jumlah mereka ada
kira-kira 12.000 orang.
Golongan ini makin lama makin jauh dari jamhur umat Islam dan
terpengaruh anasir-anasir yang sengaja menangguk di air keruh, misalnya anasir-
anasir Yahudi, daerah-daerah yang takluk kepada Islam mempengaruhi hal ini.
Kemudian golongan ini memutuskan:
a. Membenci khalifah Usman bin Affan dan Khalifah Ali bin Abi
Thalib r.a.;
b. Membenci bahkan mengkufurkan, juga menegeluarkan dari
golongan umat Islam semua sahabat yang turut dalam perang siffin;
c. Tidak menuruti madzhab Imam-Imam yang besar;
d. Meninggalkan Ijma’ golongan Muslimin yang lain.
Golongan Khawarij ini terpecah menjadi 12 Golongan, ada yang mengatakan
sampai 20 golongan. Yang 12 golongan itu ialah:
1. Golongan Al Azraqiyah;
2. Golongan Al Abdhiyah;
3. Golongan Al Tsa’labiyah;
4. Golongan Al Hazimiyah;
5. Golongan Al Khalafiah;
6. Golongan Al Mukramiyah;
7. Golongan Al Kauziyah;
8. Golongan Al Syamrahiyah;
9. Golongan Al Akhmasiyah;
10. Golongan Al Mahkamiyah;
11. Golongan Al Mu’tazilah minal Haruriyah;
12. Golongan Al Maimuniyah.4
Kaum Khawarij berpendapat bahwa pembuat dosa besar sudah bukan orang
Islam lagi, tetapi telah menjadi kafir dan murtad, dan karena itu harus dibunuh.
Lambat laun bukan hanya pembuat dosa besar saja, tetapi juga pembuat dosa
4
Ibrahim Lubis, “Agama Islam Suatu Pengantar”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 172-173.
kecil mereka anggap telah menjadi kafir dan darahnya halal. Akhirnya yang
mereka anggapa Islam hanya kaum Khawarij saja. Umat Islam lainnya yang
tidak sepaham dan tidak sealiran dengan mereka adalah kafir dan boleh, bahkan
wajib, dibunuh. Pemerintah yang sah, yaitu pemerintah Bani Umayyah dan Bani
Abbas mereka anggap pemerintahan kafir dan wajib ditentang dan dijatuhkan.
Oleh karena itu, mereka memilih imam sendiri dan membentuk pemerintahan
kaum Khawarij. Untuk mencapai tujuannya, mereka tidak segan-segan
menggunakan kekerasan dan melakukan pembunuhan-pembunuhan. Tidak
mengherankan kalau mereka dimusuhi dan diperangi umat Islam lainnya,
sehingga mereka akhirnya hilang dan hanya tinggal dalam buku-buku sejarah,
kecuali golongan ibadiah yang moderat pahamnya.
Ciri-ciri kaum Khawarij adalah:
1. Mudah mengkafirkan orang yang tidak segolongan dengan mereka,
walaupun orang tersebut adalah penganut agama Islam.
2. Islam yang benar adalah Islam yang mereka pahami dan amalkan.
Islam sebagaimana yang dipahami dan diamalkan golongan Islam
lain tidak benar.
3. Orang-orang Islam yang tersesat dan telah menjadi kafir itu perlu
dibawa kembali ke Islam yang sebenarnya, yaitu Islam seperti yang
mereka pahami dan amalkan.
4. Karena pemerintahan dan ulama yang tidak sepaham dengan mereka
adalah dalam sesat, maka mereka memilih imam dari golongan
mereka sendiri. Imam dalam arti pemuka agama dan pemuka
pemerintahan.
5. Mereka bersikap fanatic dalam paham dan tidak segan-segan
menggunakan kekerasan dan pembunuhan untuk mencapai tujuan
mereka.5
5
Harun Nasution, “Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran”, (Bandung: Mizan, 1995), hlm. 124-
125.
Tokoh-tokoh Khawarij, antara lain: Nafi’ bin Azraq al-Hanafi, Abdullah bin
Ibad at-Tamimi, Abdullah bin Shaffar as-Sa’id, Abu Thalut al-Bakri, Abu
Fudaik Abdullah bin Tsaur al-Qaisi, dan Athiyah bin al-Aswad al-Yanuri.
Mereka selalu memerangi pemimpin yang mereka anggap berbuat maksiat.
Sesudah khalifah Ali bin Abi Thalib wafat, golongan Khawarij di bagi menjadi
dua, sebagian pergi ke Basrah dan sebagian yang lain pergi ke Yamamah.
Golongan Khawarij yang berada di Basrah dipimpin oleh Nafi’ bin al-Azraq
al-Hanafi. Golongan ini terhitung golongan yang paling banyak memiliki
pengikut.
Diantara doktrin-doktrin pokok Khawarij adalah sebagai berikut.
a. Doktrin Politik
1) Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat
Islam.
2) Khalifah tidak harus dari keturunan Arab.
3) Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan
bersikap adil dan menjalankan syariat Islam.
4) Khalifah sebelum Ali bin Abi Thalib adalah sah, tetapi setelah
tahun ketujuh dari kekhalifahannya, Usman bin Affan telah
dianggap menyimpang.
5) Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah sah, tetapi setelah terjadi
arbitrase (tahkim), ia dianggap telah menyimpang.
6) Muawiyyah dan Amr bin Ash serta Abu Musa al-Asy’ari
dianggap menyimpang dan telah kafir.
7) Pasukan Perang Jamal yang menyerang Ali bin Abi Thalib adalah
kafir.
b. Doktrin Teologi
1) Seseorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga
harus dibunuh.
2) Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan
mereka.
3) Seseorang harus menghindari pemimpin yang menyimpang.
4) Adanya wa’ad dan wa’id (orang yang baik masuk surge,
sedangkan orang yang jahat masuk neraka).
5) Menerima Al-Qur’an sebagai salah satu sumber di antara sumber-
sumber hukum Islam lainnya.
c. Doktrin Sosial
1) Amar makruf nahi munkar.
2) Memalingkan ayat-ayat Al-Quran yang mutasyabihat.
3) Al-Qur’an adalah makhluk.
4) Menerima Al-Qur’an sebagai salah satu sumber di antara sumber-
sumber hukum Islam lainnya.6
B. Murji’ah
Murji’ah berasal dari kalimat Irja’ artinya menangguhkan atau
mengembalikan. Pelopornya ialah Hasan bin Bilal al-Muzny, Dhirar bin Umar
Tsaban dan lain-lain.7 Kata “murji’ah” berasal dari bahasa Arab “arja’a” yang
artinya menunda atau mengembalikan.8
Sebagian sahabat tidak turut dalam pertentangan antara khalifah Ali dan
Mu’awiyah. Mereka lebih suka menjauhkan diri dari semua pergolakan politik
waktu itu. Diantara mereka itu ialah:
1. Abdullah bin Umar;
2. Abi Bakrah;
3. Sa’ad bin Abi Waqash;
4. Muhammad bin Shalah;
5. Imran bin Hushein;
6. Usman bin Zaid;
7. Abdullah bin Salam;
6
Nok Aenul Latifah dan Abdul Mutolib, “Paham Ilmu Kalam”, (Solo:Tiga Serangkai, 2013), hlm.
139-140.
7
Ibrahim Lubis, “Agama Islam Suatu Pengantar”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 177.
8
Ibid, hlm. 142.
8. Hasan bin Tshabit dan lain-lain.
Di samping itu ada segolongan umat Islam yang membenci soal-soal politik
pemerintahan lalu membentuk suatu madzhab dalam ilmu fiqh dan ushuluddin,
membicarakan tauhid, keimanan dan lain-lain. Akhirnya ada yang menjadi
golongan Shufiyah.
Semua soal politik dan pemerintahan harus dikembalikan kepada Allah
SWT, dan putusannya tunggu saja nanti di Hadhratullah.9
Maka mereka bersikap “irja” yakni menunda putusan tentang siapa yang
bersalah. Menurut mereka, biarlah Allah saja nanti di akhirat yang memutuskan
siapa yang bersalah diantara mereka yang tengah berselisih ini.10
Setelah Khalifah Ustman bin Affan terbunuh, umat Islam terpecah dalam dua
kelompok besar, yaitu kelompok Ali bin Abi Thalib dan kelompok Mu’awiyyah
bin Abi Sofyan. Kelompok Ali lalu terpecah menjadi dua, yaitu kelompok yang
setia kepada Ali (Syiah) dan kelompok yang meninggalkan Ali bin Abi Thalib
(khawarij).
Aliran ini muncul di Damaskus pada akhir abad pertama Hijriah. Golongan
ini di sebut Murjiah Karena kalimat itu berarti menunda atau mengembalikan.
Murjiah adalah kelompok atau aliran yang tetap berada dalam barisan Ali bin
Abi Thalib. Ada beberapa pendapat teologi yang berkembang mengenai
kemunculan Murjiah ini, antara lain, gagasan irja’ atau arja’a dikembangkan
oleh sebagian sahabat sebagai, penjamin persatuan dan kesatuan umat Islam
ketika terjadi perselisihan politik dan bertujuan untuk menghindari
sektarianisme. Gagasan irja’ yang merupakan doktrin murji’ah muncul pertama
kali sebagai gerakan politik diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, yaitu al-
Hasan bin Muhammad al-Hanafiyah.
Sekte murji’ah muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau terlibat
dalam upaya “kafir mengkafirkan” terhadap orang yang melakukan dosa besar,
sebagaimana yang dilakukan oleh kaum Khawarij. Sekte ini menangguhkan
9
Ibrahim Lubis, “Agama Islam Suatu Pengantar”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 178.
10
M. Khamzah, “Akidah & Akhlak”, Madrasah Aliyah, kelas II, (Sragen: Akik Pusaka), hlm. 19.
penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa tahkim di hadapan
Tuhan karena hanya Tuhanlah yang mengetahui keadaan iman seseorang.
Demikian pula dengan orang mukmin. Sekte ini beranggapan bahwa berbuat
atau melakukan dosa, tidak berbahaya apabila disertai iman, seperti halnya
mengerjakan shalat tidak berguna apabila disertai dengan kekafiran.
Di dalam perkemabangannya, aliran ini ternyata tidak dapat melepaskan diri
dari persoalan teologi yang muncul pada waktu itu. Ketika terjadi perdebatan
mengenai hukum orang yang berdosa besar, kaum Murji’ah berpendapat bahwa
orang yang melakukan dosa besar tidak dapat dikatakan kafir selama ia
mengakui Allah SWT, sebagai Tuhannya dan Nabi Muhammad SAW, sebagai
rasul-Nya.
Tokoh Murji’ah
Orang yang pertama kali memperkenalkan sekte Murji’ah adalah Gailan ad-
Dimasyqi. Dia adalah pendudukan ysng berasal dari kota Damaskus. Ayahnya
pernah bekerja pada Khalifah Ustman bin Affan. Dia datang pada masa
pemerintahan Khalifah Hasyim bin Abdul Malik (105-125 H).
Ajaran pokok Murji’ah pada dasarnya bersumber dari gagasan atau doktrin
irja’ atau arja’a yang diaplikasikan dalam banyak persoalan, baik persoalan
politik maupun teologi. Berkaitan dengan doktrin teologi Murji’ah, W.
Montgomery Watt merincinya sebagai berikut.
a. Penangguhan keputusan terhadap Ali dan Muawiyah hingga Allah
memutuskannya kelak di akhirat.
b. Penangguhan Ali untuk menduduki ranking keempat dari peringkat
Khulafaur Rasyidin.
c. Pemberian harapan (giving of hope) terhadap orang muslim yang berdosa
besar untuk memperoleh ampunan dan rahmat dari Allah. Abul A’la al-
Maududi menyebutkan dua doktrin pokok ajaran Murjiah, yaitu:
1) Iman adalah percaya kepada Allah dan rasul-Nya saja. Sedangkan
perbuatan tidak merupakan suatu keharusan bagi adanya iman;
2) Dasar keselamatan adalah iman semata.
Berdasarkan hal ini, maka inti dari paham Murji’ah adalah iman bagi
mereka berarti mengenal Allah dan Rasul-Nya. Barangsiapa yang mengenal
bahwa “tidak ada Tuhan selain Allah dan Nabi Muhammad SAW sebagai rasul-
Nya”, ia tetap mukmin meskipun melakukan dosa besar.
Sekte-Sekte Murjiah
C. Jabariyah
11
Nok Aenul Latifah dan Abdul Mutolib, “Paham Ilmu Kalam”, (Solo:Tiga Serangkai, 2013),
hlm. 142-144.
Nama Jabariyah berasal dari kata “jabara” yang berarti memaksa.
Menurut asy-Syahrastani, jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari
hamba secara hakikat dan menyandarkan kepada Allah Swt, di dalam kamus
al-munjid dijelaskan bahwa nama Jabariyah berasal dari kata “jabara” yang
berarti memaksa dan mengharuskan sesuatu.12
Golongan ini dipelopori oleh Jahm bin Sufyan berasal dari Khurasan,
Iran, pada paruh pertama abad ke-2 H/ke-8 M. nama lengkapnya Abu Mahrus
Jahm bin Sufyan. Oleh karena itu, sekte ini disebut juga jahmiyah. Beliau
bertempat tinggal di Kufah.
12
Nok Aenul Latifah dan Abdul Mutolib, “Paham Ilmu Kalam”, (Solo:Tiga Serangkai, 2013),
hlm. 152.
13
Ibrahim Lubis, “Agama Islam Suatu Pengantar”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm. 175.
Pemikiran-pemikiran sekte Jabariyah ini kemudian disebarkan lagi oleh
Ja’ad bin Dirham. Beliau adalah seorang maulana Bani Hakim yang tinggal di
Damaskus, dibesarkan dalam lingkungan orang Nasrani yang senang
membicarakan teologi. Setelah pemikirannya yang kontroversial, Ja’ad
dilarang mengajar di lingkungan Bani Umayyah.
b. Moderat
Jabariyah moderat mengatakan bahwa Tuhan memang menciptakan
perbuatan manusia. Akan tetapi, manusia mempunyai bagian di dalamnya.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan
perbuatannya. Yang termasuk tokoh Jabariyah moderat adalah an-Najjar dan ad-
Dirar.
1) Pendapat an-Najjar
a) Tuhan menciptakan segala perbuatan manusia, mengambil bagian atau
peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu. Itulah yang disebut
kasab. Manusia tidaklah majbur (dipaksa oleh Tuhan).
b) Tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi, an-Najjar
menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati
(makrifat) pada mata sehingga manusia dapat melihat Tuhan.
2) Pendapat ad-Dirar
a) Suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua pelaku secara bersamaan,
artinya perbuatan manusia tidak hanya ditimbulkan oleh Tuhan, tetapi
juga oleh manusia itu sendiri. Manusia turut berperan dalam
mewujudkan perbuatan-perbuatannya dan tidak semata-mata dipaksa
oleh Tuhan.
b) Tuhan dapat dilihat di akhirat kelak melalui indra keenam.
c) Hujjah yang dapat diterima setelah Nabi SAW, adalah ijtihad.
d) Hadis ahad tidak dapat dijadikan sumber dalam menetapkan hukum.14
D. Qodariyah
14
Nok Aenul Latifah dan Abdul Mutolib, “Paham Ilmu Kalam”, (Solo:Tiga Serangkai, 2013),
hlm. 153-154.
Golongan ini dipelopori oleh Ma’bad al Juhaini, Khilan di misqy dan al
Jadu bin Dirham. Pelopor Qadariyah ini hidup di zaman kerajaan Umaiyah yang
akhirnya mati terbunuh. Golongan ini berpendapat bahwa segala usaha dan gerak
manusia adalah usaha dan geraknya sendiri bukan dari Allah swt tidak memberi
kodrat atau tidak ikut campur dengan semua gerak manusia. Firqoh ini terpecah
menjadi 12 golongan yaitu:
1. Golongan al Ahmariyah
2. Golongan ats Tsanawiyah
3. Golongan al Mu'tazilah
4. Golongan al Kisaaniyah
5. Golongan asy Syaithoniyah
6. Golongan asy Syarikiyah
7. Golongan al Wahmiyah
8. Golongan ar Ramandiyah
9. Golongan al Batriyah
10. Golongan an Naakisiya
11. Golongan al Qositiyah
12. Golongan an Nidzomiyah
15
Ibrahim lubis, Agama Islam suatu pengantar, (Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, 1984) hlm. 175.
16
Harun nasution, Teologi Islam aliran aliran sejarah analisa perbandingan, (Jakarta: Universitas
Indonesia Press, 2013) hlm. 33.
tersebut, dapat dipahami bahwa qadariah digunakan untuk nama aliran yang
memberi penekanan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam mewujudkan
perbuatan-perbuatannya. Dalam hal ini, Harun Nasution turut menegaskan bahwa
kaum qodariah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau
kekuatan untuk melaksanakan kehendakannya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Seharusnya, sebutan qodariah
diberikan pada aliran yang berpendapat bahwa qadar telah menentukan segala
tingkah laku manusia, baik yang bagus maupun yang jahat. Sebutan tersebut telah
melekat pada aliran yang percaya bahwa manusia mempunyai kebebasan
berkehendak. Demikianlah pemahaman kaum Sunni pada umumnya.
Ibnu Nabatah dalam kitabnya syarh Al-Uyun, seperti dikutip Ahmad Amin
(1886-1954 M), memberikan informasi lain bahwa yang pertama kali
memunculkan paham qadariah adalah orang Irak yang semula beragama Kristen
kemudian masuk Islam dan kembali keagama Kristen. Dari orang inilah, Ma’bad
dan Ghailan mengambil paham ini. Orang Irak yang dimaksud, sebagaimana yang
dikatakan Muhammad Ibnu Syu’ib yang memperoleh informasi dari Al-Auzai
adalah Susan.
E. Mu'tazilah
17
Abdul Rozak, Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV Pustaka Setia, 2012) hlm. 87-89.
18
Ibrahim lubis, Agama Islam suatu pengantar, (Jakarta Timur: Ghalia Indonesia, 1984) hlm. 164.
mereka. Uraian yang biasa disebut buku-buku ‘Ilm al-Kalam berpusat pada
peristiwa yang terjadi antara Wasil Ibn ‘Ata’ serta temannya ‘Amr Ibn’ Ubaiddan
Hasan al-Basri di Basrah. Wasil selalu mengikuti pelajaran-pelajaran yang
diberikan Hasan al-Basri di Masjid Basrah. Pada suatu hari datang seorang
bertanya mengenai pendapatnya tentang orang yang berdosa besar. Sebagaimana
diketahui kaum Khawarij memandang mereka kafir sedang kaum Murji’ah
memandang mereka mukmin. Ketika Hasan al-Basri masih berfikir, Wasil
mengeluarkan pendapatnya sendiri dengan mengatakan: “ Saya berpendapat
bahwa orang yang berdosa besar bukanlah mukmin dan bukan pula kafir, tetapi
mengambil posisi diantara keduanya; tidak mukmin dan tidak kafir.” Kemudian ia
berdiri dan menjauhkan diri dari Hasan al-Basri pergi ketempat lain di Masjid,
disana ia mengulangi pendapatnya kembali. Atas peristiwa ini Hasan al-Basri
mengatakan: “Wasil menjauhkan diri dari kita (I’tazala’ anna).” Dengan demikian
ia serta teman-temannya, kata al-Syahrastani, disebut kaum Mu’tazilah.
F. Syiah
Aliran syiah adalah suatu aliran daam islam yang meyakini bahwa Ali bin
Abi Tholib danketrurunanya adalah imam-imam para pemimpin agama dan umat
setelah nabi muhammad saw. Masalah khilafah adalah permulaan permasalahn
yang diperselisihkan umat islam, yang menimbulkan perpecahan, dan melahirkan
kelompok-kelompok atau sekte-sekte dalm masyarakat islam. Begitu pulan
dengan kelahiran sekte syiah. 20
20
Nok Aenul Latifah dan Abdul Mutolib, Paham Ilmu Kalam, (Solo:Tiga Serangkai, 2013), hlm.
144.
21
Thabathaba’i, Islam Syi’ah ,Asal-Usul Perkembanganya, (Jakarta:Grafiti Press, 1989), hlm. 37.
22
Muhammad Abu Zarah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, Terj. Abd. Rahman Dahlan
dan Ahmad Qarib, (Jakarta:Logos, 1996), hlm. 34.
respon atas ppenerimaan Ali terhadap arbitrase yang ditawarkan Mua’wiyah,
pasukan Ali diceritakan terpecah menjadi dua, satu kelompok mendukung
sikapAli disebut syi’ah dan kelompok lain menolak sikap Ali disebut Khawarij.
Bukti utama tentang sahnya Ali sebagai penerus nabi adalah peristiwa
Ghadir Khumm. Diceritakan bahwa ketika kembali dari haji terakhir dalam
perjakanan dari mekah ke madinah, di padang pasir yang bernama Ghadir
Khumm, nabi memilih Ali sebagai penggantinya di hadapa massa yang penuh
sesak menyertai beliau. Pada peristiwa itu nabi tidak hanya menetapkan Ali sebagi
pemimpin umum umat (walyat-i ammali) tetapi juga menjadikan Ali sebagai nabi,
sebagai pelindung (wali) mereka.
Berlawana dengan harapan mereka ketika nabi wafat dan jasadnya masih
terbaring belum dikuburkan, anggota kekuarganya dan beberapa orang sahabat
sibuk dengan persiapan penguburan dan upacara pemakamanya. Teman-teman
dan pengiku-pengikut Ali mendengar kabar adanya kegiatan elompok lain telah
pergi ke masjid tempat umat berkumpul mengahadapi hilangnya pemimpin yng
tiba-tiba.
23
Harun Nasution, (Ed.), Ensiklopedi Islam Indonesia, (Jakarta:Djambatan, 1992), hlm. 904.
kenytaan bahwa kemungkinan ini ada dalam wahyu islam sehingga harus
diwujudkan.
a. Tauhid (Tuhan adalah esa, baik esensi maupun eksistensinya. Keesaan Tuhan
adalah mutlak. Tuhan adalah Qadim).
c. Nubuwwah (Setiap makhluk di smaping telah diberi insting, secara alami juga
masih membutuhkan petunjuk baik petunjuk dari tuhan maupun dari manusia).
d. Ma’ad (Hari akhir kiamat untuk menghadap pengadilan tuhan di akhirat kelak).
24
Rasyidi, Apa itu Syi’ah, (Jakarta:Pelita, 1984), hlm. 11.
25
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung;Pustaka Setia, 2012), hlm. 116.
e. Imamah (Institusi yang diinagurasikan tuhan untuk memberikan petunjuk
manusia yang diilih dari keturunana nabi Ibrahim fan didelegasikan kepadda
keturunan Muhammad sebagai nabi dan rasul terakhir).
Para pengikut syi’ah Sab’iyah percaya bahwa islam dibangun oleh tujuh
pilar yaitu: Iman, taharah, shalat, zakat, saum, menunaikan haji, dan jihat. Dalam
pandangan kelompok syi’ah sab’iyah keimanan hanya bisa diterima apabila sesuai
dengan keyakinan mereka. Imam adalah sesorang yang menuntun pada
pengetahuan (ma’rifat) dan dengan pengetahuan tersebut seorang muslim akan
menjadi seorang mukmin yang sebenar-benarnya.
C. Syi’ah Zaidah
Sekte ini menegakui Zid bin Ali sebagai Imam V, Putra Imam IV, Ali
Zainal Abidin. Ini berbeda dengan sekte syi’ah lain yang mengakui Muhammad
Al-Baqir, anak Zainal Abidin yang lain, sebagai imam V. Dari nam Zaid bin Ali
inilah nama Zaidiah diambil. Syiah Zidiah merupakan sekte syi’ah yang
moderat.26 Bahkan Abu Zahrah menyatalan bahwa syi’ah Zaidah merupakan sekte
yang paling dekat denagn sunni.
26
Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, (Jakarta:Logos, 1996), hlm.
45.
Imamah sebagaimana telah disebutkan merupaka doktrin fundamental
dalam syi’ah secara umum. Berbeda dengan doktrin iamamh yang dikembangkan
syi’ah lain, syi’ah Zaidah mengembangkan doktrin imamah yang tipikal. Kaum
zaidah menolak pandangan yang menyatakan bahwa seorang iamam yang
mewarisi kepemimpinanya nabi muhammad saw. Selanjutnya menurut syi’ah
zaidah seorang imam harus memiliki ciri-ciri yaitu: keturuan ahl al-bait,
kemampuan mengankat senjata , kecenderungan intelektualisme yang dibuktikan
dengan ide dan karya, dan menolak kemaksumam imam.
Dalam doktrin seperti ini tidak hern jika syi’ah zaidah sering megalami
krisi dalam keimanan. Hal ini karena terbukanya kesempatan bagi setiap
keturunan ahl al-bait untuk memproklamasikan dirinya sebagai imam. Dalam
sejarahnya krisis dalam syi’ah zaidah disebabkn oleh 2 hal yaitu: terdapat
beberapa pemimpin yang memperoklamasikan diri sebagai iamam dan yang kedua
tidk seorang pun yang memproklmasikan diri atau pantas diangkat sebagai imam.
Dalam menghadapi krisis ini Zaidah telah mengembangkan mekanisme
pemecahanya, diantaranya dengan membagi tugad imam pada dua individu, yaitu
dalam bidang politik dan dalam bidang ilmu serta keagamaan.
D. Syi’ah Ghulat
Kelompok ini disebut Ahlus Sunnah wal Jama'ah karena pandapat mereka
berpijak pada pendapat-pendapat para sahabat yang mereka terima dari
Rasulullah.
Kelompok ini disebut juga kelompok ahli hadits dan ahli fiqih karena merekalah
pendukung-pendukung dari aliran ini. Istilah Ahlus Sunnah wal Jama'ah mulai
dikenal pada saat pemerintahan bani Abbasy dimana kelompok Mu'tazilah
berkembang pesat, sehingga nama Ahlus Sunnah dirasa harus dipakai untuk setiap
manusia yang berpegang pada Al-Quran dan Sunnah. Dan nama Mu'tazilah
dipakai untuk siapa yang berpegang pada ilmu kalam.
Ibnu Hajar al-Haitamiy menyatakan bahwa yang dimaksud dengan Ahlus Sunnah
wal Jama'ah adalah orang-orang yang mengikuti rumusan yang digagas oleh
Imam Asy'ariy dan Imam Maturidi.
Term Ahli sunnah dan jama’ah ini kelihatanya timbul sebagai reaksi
terhadap paham-paham golongan Mu’tazilah yang telah dijelaskan sebelumnya
dan terhadap sikap mereka dalam menyiarkan ajaran-ajaran itu. Mulai dari wasil,
usaha-usaha telah dijalankan untuk menyebarkan ajaran-ajaran itu, di samping
usaha-usaha yang dijalankan dalam menentang serangan musuh-musuh islam.
Bertentangan dengan paham qodariah yang dianu kaum Mu’tazilah dan yang
menganjurkan kemerdekaan dan kebebasan manusia dalam berfikir, kemauan, dan
perbuatan, pemuka-pemuka Mu’tazilah memakai kekerasan dalam usaha
menyiarkan ajaran-ajaran mereka. Ajaran yang ditonjolkan ialah paham bahwa
Al-Qur’an tidak bersifat qodim, tetapi diciptakan. Paham adanya yang qadim di
samping tuhan bagi kaum Mu;tazilah seperti dijelaskan sebelumnya, berarti
menduakan tuhan. Menduakan Tuhan ialah syirik dan syirik adalah dosa yang
besar dan tak dapat diampuni oleh Tuhan. 27
Demikian pula dengan Al-qur’an, menurutnya kitab suci ini qadim karena
Al-quran itu kalam allah, maka posisinya sama seperti pemilik kalam. Kalau allah
qadim, maka kalamnya pun qadim. Disamping itu keyakinan bahwa Al-quran itu
makhluk juga akan dihadapkan dengan kerancan logika berpikir, karena allah
menciptakan makhluknya ini dengan kata-kata “kun”. Dan kalau kata “kun”
27
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran-Aliran Sejarah Analisa Perabandingan,
(Jakarta:Universitas Indonesia(UI-Press), 1986), hlm 62.
28
M. Khamzah, Akidah dan Akhlak, (Sragen: Akik Pusaka), hlm. 25.
sendiri sudah makhluk maka perlu “kun” yang yang lain untuk menciptakanya,
dan begitulah seterusnya tanpaada akhir, sehingga terjadi lingkaran logika yang
tidak berujung.
a. Sifat Tuhan
Pendapat Al-Asy’ari dalam soal sifat tuhan terletak ditengah-tengah antara aliran
Mu’tazilah di satu piha dan aliran Hasywiah dan Mujassimah di lain pihK. Aliran
Mu;tazilah tidak mengakui sifat-sifat wujud, qidam, baqa dan wahdaniah (ke-Esa-
an). Sifat zat yang lain, seperti sama’, bashar, dan lain-lain tidak lain hanya zt
tuhan sendiri. Golongan Hasywiah dan Mujassimah mempersamakan sifat-sifat
tuhan dengan sifat-sifat makhluk. Al-Asy’ari mengakui sifat-sifat allah yang
tersebut sesuai dengan zat allah sendiri dan sama sekali tidak menyerupai sifat-
sifat makhluk. Jadi, Allah mendengar tetapi tidak seperti manusia mendengar.
Allah dapat melihat tetapi tida seperti penglihatan manusia, dan seterusnya.
Pendapat Al-asy’aridalam soal ini juga tengah-tengah antara aliran jabariah dan
aliran Mu’tazilah. Menurut aliran Mu’tazilah manusia itulaah yang mengerjakan
perbuatanya dengan suatu kekuasaan yang diberikan allah kepadanya. Menurut
aliran Jabariah, manusia tidak berkuasa mengadakan atau menciptakan sesuatu,
tidak memperoleh (kasb) sesuatu bahkan ia laksana bulu yang bergerak kian
kemari menurut arah angin yang meniupnya.
d. Dosa Besar
Aliran Mu’tazilah mengatakan, apabila pembuat dosa besar tidak bertobat dari
dosanya itu, meskipun ia mempunyai iman dan ketaatan, tida akan keluar dari
neraka. Aliran Mur’jiah mengatakan, sipa yang iman kepada Tuhan dan
Mengiklaskan diri kepadanya maka bagaimanapun besar dosa yang dikerjakanya
namun tidak akan mempengaruhi imannya, artinya tetap dipandang sebagai orang
mukmin. 29
A. Al-Asy’ari (875-935)
Nama lengkap Al-Asy’ari adalah Abu Hasan ‘Ali bin Isma’il bin Ishaq bin
Salim bin Isma’il bin 'Abdillah bin Musa bin Bilal bin Abi Burdah bin Abi Musa
Al-Asy’ari.30 Menurut beberapa riwayat, Al-Asy’ari lahir di Bashrah pada tahun
260 H/875 M. Setelah berusaha lebih dari 40 tahn, ia hijrah ke kota Baghdad dan
wafat di sana pada tahun 324 H/935 M.
29
Ibid, hlm, 26.
30
Muhammad Imarah, Tayayarat Al-Fikri Al-Islami, Dar Asy-Syuruq, Beirut, 1911, hlm. 163.
31
Ahmad Hanafi, Pengantar Theology Islam, , (Jakarta:Al-husna, 1992), hlm. 104.
Formulasi pemikiran Al-ASY’ARI, Secara Esensial Menampilkan Sebuah
Upaya Sintesisantara formulasi ortodoks ekstrem pada satu sisi da Mu’tazilah
pada sisi lain. Dari segi etosnya pergerkan tersebut memiliki semangat ortodoks.
Aktualitas formulasinya jelas menampakkan sifat yang reaksionis terhadap
Mu’tazilah, sebuah reaksu yang tidak bisa 100% menghindarinya. Corak
pemikiran yang sintesis ini, menurut watt dipengaruhi teologi kullabiah (teologi
sunni yang dipelopori Ibn Kullab).
d. Melihat Al-Qur’an
B. AL-Maturidi (w.944)
AL-Maturidi membagi sesuatu yang berkaitan dengan akal pada 3 macam yaitu:
32
Abdul rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung:Pustaka Setia, 2012), hlm. 151.
33
Harun Nasution, Teology Islam:Aliran Sejarah Analisa Perbandingan, (Jakarta:UI Press, 1986),
hlm. 87-88.
b. Perbuatan manusia
c. Sifat Tuhan
d. Melihat Tuhan
PENUTUP
1. Kesimpulan
Pada masa Rasulullah SAW, umat Islam dapat bersatu karena
segala permasalahan yang muncul dikembalikan kepada beliau. Setelah
beliau wafat, para sahabat mulai berijtihad, namun tetap berpedoman pada
Al-Qur’an dan Hadits. Salah satu dampak dari ijtihad tersebut adalah
perbedaan paham yang kemudian melahirkan berbagai aliran kalam.
Persoalan-persoalan yang muncul dalam ilmu kalam pada dasarnya
dipicu oleh kepentingan politik. Sejarah menyebutkan bahwa aliran kalam
dipicu persoalan politik yang menyangkut peristiwa terbunuhnya Usman
bin Affan, yang berbuntut pada penolakan Muawiyah terhadap
kekhalifahan Ali bin Abi Thalib. Akibat dari persoalan-persoalan tersebut,
lahirlah aliran-aliran ilmu kalam. Seluruh aliran ilmu kalam yang ada,
apabila dicermati, pada dasarnya dilandasi oleh persoalan-persoalan politik
yang terjadi di dalam masyarakat.
Oleh karena tafsiran mengenai hal-hal yang furuq (cabang-cabang)
dalam Islam itu, maka akhirnya timbullah perbedaan pendapat dan
keyakinan. Dalam sejarahnya Firqah menjadi tujuh golongan.
Akibat perselisihan Ali dan Muawiyah maka umat Islam terpecah
menjadi beberapa golongan.
Khawarij, Al-Murji’ah, Jabariyah, Qadariyah, Mu’tazilah, Syi’ah,
dan Ahlussunnah (Al-Asy’ari dan Al-Maturidi)
2. Saran
Jika setelah membaca dan mempelajari makalah ini, terdapat kesalahan
mohon dimaafkan karena kami juga manusia biasa yang tidak luput dari
salah dan dosa. Dan jika ada saran maupun kritikan dari pembaca silahkan
sampaikan kepada kami, karena kritik dan saran anda sangat menunjang
kesempurnaan makalah ini. Semoga setelah mempelajari dan memahami
pembahasan ini kita dapat mengambil hikmah dari ajaran Akidah Akhlak
tentang beberapa paham dan aliran dalam lapangan Akidah Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Nok Aenul Latifah dan Abdul Mutolib, “Paham Ilmu Kalam”, (Solo:Tiga Serangkai,
2013), hlm.137.
Ibrahim Lubis, “Agama Islam Suatu Pengantar”, (Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982), hlm.
168.
Harun Nasution, “Islam Rasional Gagasan dan Pemikiran”, (Bandung: Mizan, 1995), hlm.
124-125.
M. Khamzah, “Akidah & Akhlak”, Madrasah Aliyah, kelas II, (Sragen: Akik Pusaka), hlm.
19.
Harun nasution, Teologi Islam aliran aliran sejarah analisa perbandingan, (Jakarta:
Universitas Indonesia Press, 2013) hlm. 33.
Thabathaba’i, Islam Syi’ah ,Asal-Usul Perkembanganya, (Jakarta:Grafiti Press, 1989), hlm. 37.
Muhammad Abu Zarah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, Terj. Abd. Rahman Dahlan dan
Ahmad Qarib, (Jakarta:Logos, 1996), hlm. 34.
Abdul Rozak dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung;Pustaka Setia, 2012), hlm. 116.
Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah Dalam Islam, (Jakarta:Logos, 1996),
hlm. 45.