Anda di halaman 1dari 16

Islam pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib

Dosen Pengampu:
Dr. Husaini, M.A.

Nama Anggota Kelompok 4:


1. Vathin Asyura Putri 1906101020038
2. Syaira Anataya 1906101020026
3. Rahmatillah 1906101020042
4. Herdi Aswira 1906101020046

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BANDA ACEH, 2022
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT atas segla limpahan Rahmat dab karunianya
sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini yang berjudul “Islam
pada Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib”.
Makalah ini kami akui masih banyak kekurangan karena pengalaman yang
kami miliki sangat kurang. Oleh karena itu, kami harapkan kepada para pembaca
untuk memberikan masukan-masukan yang bersifat membangun untuk kesempurnaan
makalah ini.
Dalam menyelesaikan makalh ini tim penulis mengucapkan terimakasih
kepada bapak Dr. Husaini, M.A. selaku dosen pembimbing Mata Kulian Sejarah
Perkembangan dan pemikiran Islam ,serta keluarga dan teman-teman yang telah
membelirakan dorongan dan bantuan kepa Tim Penulis.
Demikian semoga Makalah ini bermanfaat bagi kita khususnya dan pembaca
pada umumnya, dan semoga hasil makalah ini dapat turut serta dalam membangun
peningkatan mutu mahasiswa Fakultas Keguruan Ilmu Pendidikan.

Banda Aceh, 18 Februari 2022

Tim penyusun

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI

Kata Pengantar........................................................................................... 1

Daftar Isi.................................................................................................... 2

BAB I PENDAHULUAN......................................................................... 3

1.1 Latar Belakang.............................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah......................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN........................................................................... 5

2.1. Biografi Khalifah Ali Bin Abi Thalib ......................................... 5


2.2. Sistem Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib ..................... 7
2.3. Sistem pemilihan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan
pengaruhnya dalam Perkembangan Islam di dDunia ................ 8
2.4. Konflik-konflik yang terjadi Masa Khalifah Ali bin Abi

Thalib........................................................................................... 9

2.5. Berakhirnya Kepemimpinan Khalifah Ali Bin Abi Thalib ........ 12

BAB III PENUTUP................................................................................... 14

3.1 Kesimpulan................................................................................... 14

Daftar Pustaka............................................................................................ 15

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Perkembangan Islam pada zaman nabi Muhammad SAW dan para sahabat
adalah merupakan agama Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana
kemurnian Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu
Rasulullah SAW. Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat,
terlebih khusus pada zaman Khalifah empat atau yang lebih dikenal dengan sebutan
Khulafaur Rasyidin, Islam berkembang dengan pesat di mana hampir 2/3 bumi yang
kita huni ini hampir dipegang dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak
terlepas dari para pejuang yang sangat gigih dan mempertahankan dan juga
menyebarkan Islam sebagai agama tahu hit yang diridhoi.
Perkembangan Islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan
Peradaban Peradaban ke arah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan
mencatat bahwa Islam pada zaman nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin
merupakan Islam yang luar biasa pengaruhnya. Namun yang terkadang menjadi
pertanyaan adalah kenapa pada zaman sekarang ini seolah kita melupakannya.
Berkaitan dengan itu perlu kiranya kita melihat kembali dan mengkaji kembali
bagaimana sejarah Islam sebenarnya.
Islam pada masa Khulafa’ ar-Rasyidin berkembang sangat pesat, dimana
dimulai setelah kedaulatan Nabi hingga ke Timur Tengah dan bahkan di luar daerah
itu. Islam dikembangkan dengan mengajarkan nilai-nilai demokratis terutama dalam
pengangkatan seorang khalifah. Ini bisa dilihat dalam berbagai peristiwa
pengangkatan Khulafa al-Rasyidin walaupun caranya berbeda-beda tetapi intinya
sama yaitu menjunjung nilai bermusyawarah untuk mufakat.
Adapun salah satu masa dari perkembangan tersebut adalah Islam pada masa
Khalifah Ali bin Abi Thalib. Khalifah Ali bin Abi Thalib adalah khalifah terakhir
masa khulafa’ ar-Rasyidin dimana masa ini adalah masa yang sangat kritis politik
dalam negeri karena banyak pemberontakan yang memicu terjadinya berbagai perang.
Dengan demikian dalam makalah ini kami akan membahas bagaimana perkembangan
dan keadaan Islam pada masa pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib dengan judul
makalah “Islam pada masa Khalifah Ali bin Abi Thalib”.

3
1.2. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut, terdapat beberapa rumusan masalah untuk
membatasi pokok pembahasan dari makalah ini, meliputi:
1. Bagaimana Biografi Ali bin Abi Thalib ?
2. Bagaimana sistem pemerintahan masa khalifah Ali bin Abi Thalib?
3. Bagaimana sistem pemilihan khalifah Ali bin Abi Thalib dan bagaimana
pengaruhnya bagi perkembangan Islam?
4. Bagaimana konflik dan berakhirnya kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib?

4
BAB II
PEMBAHASAN

2.1. Biografi Ali bin Abi Thalib


Ia dilahirkan di Mekkah, tempatnya di ka‟bah Masjidil Haram, di kota
kelahiran Bani Hasyim, jumát 13 rajab (sekitar tahun 600 Masehi). Dan ada pendapat
lain mengenai tahun kelahiran ini. Kalau diaktakan ia lahir tiga puluh
dua tahun setelah kelahiran Muhammad, berdasarka sejarah mencatat, pada
umumnya menyebutkan, bahwa sepupunya itu lahir pada tahun 570 Masehi.Semenjak
masa bayi Ali diasuh oleh Nabi Muhammad saw sendiri,
karena Nabi dulunya juga diasuh oleh Abu Thalib, ayah Ali. Ali, begitu pertama kali
hatinya terbuka, hanya mengenal cahaya Islam, saat itu ia berusia 10 tahun. Namun ia
mempercayai Rasullullah Saw. dan menjadi orang yang pertama masuk Islam dari
golongan Anak-anak.
Masa remajanya banyak dihabiskan untuk belajar bersama Rasullullah sehingga
Ali tumbuh menjadi pemuda cerdas, berani, dan bijak. Jika Rasullullah Saw. adalah
gudang ilmu, maka Ali ibarat kunci untuk membuka gudang tersebut. Saat Rasullullah
saw. hijrah, beliau menggantikan Rasullullah tidur di tempat tidurnya sehingga orang-
orang Quraisy yang hendak membunuh Nabi terpedaya.Ali bin Abi Thalib adalah
salah seorang pemeluk Islam pertama.Nasabnya Ali bin Abi Thalib bin Abdul
Muthalib bin Hasyim bin Abdu Manaf bin Qushay bin Kilab bin Murrah bin Ka‟ab
bin Luay bin Ghalib bin Fihr bin Malik bin an-Nadhar bin Kinanah. Rasulullah
memberinya Kun-yah Abu Turab.Ia adalah sepupu sekaligus menantu Rasulullah
saw.Ibunya bernama Fathimah binti Asad bin Hasyim bin Qushay bin Kilab. Ali
memiliki beberapa orang saudara laki-laki yang lebih tua darinya,
mereka adalah: Thalib, Aqil, dan Ja‟far. Dan dua orang saudara perempuan; Ummu
Hani‟ dan Jumanah.Ayahnya, Abu Thalib yang nama aslinya adalah Abdu Manaf.
Abu Thalib adalah paman kandung Rasulullah shallallahu „alaihi wa sallam yang
sangat menyayangi Nabi, namun ia wafat dalam agama jahiliyah.
Ali bin Abi Thalib putra dari perkawinan Abu Thalib bin AbdulMuttalib bin
Hasyim bin Abdul- Manaf dengan Fatimah binti Asad bin Hasyim
bin Abdul-Manaf merupakan pertama kali terjadi antara sesama keluarga Hasyim.
Moyang mereka bertemu pada Hasyim, meskipun Asad hanya saudara seayah dengan
Abdul-Muttalib.Pasangan ini kemudian lahir anak laki-laki, yang oleh ibunya ketika

5
lahir diberi nama Haidarah, atau yang berarti singa, seperti nama ayahnya, Asad, yang
juga berarti singa. Tetapi Abu Talib memberi nama „Ali yang berarti luhur, tinggi dan
agung, nama yang kemudian lebih dikenal, nama yang memang sesuai dengan sifat-
sifatnya.Selain nama yang banyak diketahui umat Islam Ali memiliki nama lain yang
patut diketahui. Salah satu gelar itu adalah Abu Turab.Istilah abu dalam bahasa Arab
berarti bapak dan turab berarti tanah. Dengan demikian abu turab berarti bapak
tanah.Karena pemberian Rasulullah Ali merasa senang saja dengan gelar
itu.Pemberian gelar ini mempunyai latar balakang tersendiri.
Ketika berkunjung ke rumah Fathimah, putri beliau, Rasulullah saw bertemu Ali.
Karena itu beliau bertanya kepada putrinya tentang keberadaan Ali.Fathimah pun
menjelaskan bahwa telah terjadi perselisihan antara Fatimah dengan Ali, lalu Ali
marah dan pergi meninggalkan rumah.Oleh sebab itu, Nabi menyuruh seseorang laki-
laki yang ada di rumah itu untuk mencari informasi di mana Ali berada.Setelah
informasi diperoleh orang itu mengabarkan bahwa Ali sedang tidur di
mesjid.Kemudian Rasulullah menjumpai dan benar Ali sedang tidur di mesjid tanpa
baju dan tanpa alas sehingga badannya bertaburan debu.Karena itu Rasulullah
membangunkannya dan memanggil dengan ucapan “wahai Abu At-Turab”.Semenjak
itu Ali mendapat gelar Abu Turab.Gelar ini dipakai kemudian dipakai oleh lawan-
lawannya dan ini didukung oleh beberapa Orientalis.Kabarnya orang-orang Syi‟ah
disebut orang Turabiyah dan pengikut Ali disebut Turabi.
Gelar lain yang diperoleh Ali adalah Abu al-Hasan karena ia memiliki seorang
anak yang bernama Hasan.
Setelah masa hijrah dan tinggal di Madinah, Ali dinikahkan Nabi dengan putri
kesayangannya Fatimah az-Zahra. Ali tidak hanya tumbuh menjadi pemuda cerdas,
namun juga berani dalam medan perang. Bersama Dzulfikar, pedangnya, Ali banyak
berjasa membawa kemenangan di berbagai medan perang seperti Perang Badar,
Perang Khandaq, dan Perang Khaibar.Wafatnya Rasullullah, timbul perselisihan
perihal siapa yang akandiangkat menjadi khalifah. Kaum Syiah percaya Nabi
Muhammad telahmempersiapkan Ali sebagai khalifah.Tetapi Ali dianggap terlalu
muda untuk menjabat sebagai khalifah.Pada akhirnya Abu Bakar yang diangkat
menjadi khalifah pertama. Setelah terbunuhnya Utsman bin Affan, keadaan politik
Islam menjadi kacau. Atas dasar tersebut, Zubair bin Awwam dan Talhah bin
Ubaidillah mendesak agar Ali segera menjadi khalifah. Ali kemudian dibaiat beramai-
ramai, menjadikannya khalifah pertama yang dibaiat secara luas.Namun kegentingan

6
politik membuat Ali harus memikul tugas yang berat untuk menyelesaikannya.Perang
saudara pertama dalam Islam, Perang Siffin pecah diikuti dengan merebaknya fitnah
seputar kematian Utsman bin Affan membuat posisi Ali sebagai khalifah menjadi
sulit. Beliau meninggal di usia 63 tahun karena pembunuhan oleh Abdrrahman bin
Muljam, seseorang yang berasal dari golongan Khawarij (pembangkang) saat
mengimami shalat subuh di masjid Kufah, pada tanggal 19 Ramadhan, dan Ali
menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 21 Ramadhan tahun 40 Hijriyah. Ali
dikuburkan secara rahasia di Najaf, bahkan ada beberapa riwayat yang menyatakan
bahwa ia dikubur di tempat lain.

2.2. Sistem Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib


Sistem Pemerintahan Pada Era Ali bin Abi Thalib
Dalam proses kepemimpinan Khalifah Ali Bin Abi Thalib boleh dibilang sangat tegas
dan berani mengambil langkah-langkahyang cukupberesiko. Kepemimpinannya juga
memang mencerminkan pribadi yang berakhlak dan berbudi pekerti.Beliau adalah
orang yang suka berterus terang,tegas bertindak dan tidak suka berbasa-basi.Ia tidak
takut kepada celaan siapapun dalam menjalankan kebenaran, meskipun hal itu cukup
beresiko bagi dirinya. Hal tersebut dapat terlihat dari model pemerintahan yang
dijalankannya, yaitu sebagai berikut:
a. Tipe Demokrasi
Tipe demokrasi sebagai tipe kepemimpinan khalifah Ali bin Abi Thalib dalam
pembai”atan Khalifah Ali Bin Abi Thalib sebagai Khalifah ke Empat setelah
terbunuhnya Utsman Bin Affan. Khalifah Ali Bin Abi Thalib menerima bai”at di
lakukan di Masjid Nabawi dan di depan masyarakat banyak termasuk kaum Mujahirin
dan Anshar dan tidak ada penolakan, kecuali dari tuju belas sampai dua puluh orang
yang tidak meyetujui pembai”atan Khalifah Ali Bin Abi Thalib sebagai Khalifah.
b. Tipe Karismatik
Tipe Karismatik sifat Khalifah Ali Bin Abi Thalib dalam memimpin masyarakatnya
Ali selalu memperhatikan kinerja masyarakat.Dan disinilah kalifah Ali Bin Abi
Thalib berusaha meneliti kebutuhan masyarakat, seperti dalam kehidupan sehari-hari
maka khalifah Ali Bin Abi Thalib membuatkan saluran air untuk mengaliri
lembahlembah, seraya memperingatkan kepada pedagang agar mengetahui fiqih mu‟
amalah agar tidak terjatuh kedalam riba.

7
c.Tipe Militeristik
Dalam pemerintahan Ali Bin Abi Thalib berusaha mengembalikan kebijakan
dimasa Umar Bin Khattab. Membenahi dan meyusun arsip Negara bertujuan untuk
mengamankan dokumen-dokumen Khalifah, membentuk kantor pembendaharaan,
mendirikan kantor pasukan pengawal dan mendirikan lembaga hukum.

2.3. Sistem Pemilihan Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Pengaruhnya bagi
Perkembangan Islam
Pemilihan Ali sebagai Khalifah pada masa itu tidaklah semulus tiga orang
Khalifah sebelumnya, dikarenakan pemilihan tersebut di tengah-tengah berkabung
atas meninggalnya Khalifah Utsman, pada saat itu Ali menolak menjadi Khalifah,
sebab Ali menghendaki urusan itu diselesaikan dengan bermusyawarah terlebih
dahulu, dan mendapat persetujuan dari para sahabat senior terkemuka, namun para
kaum pemberontak maupun kaum Muhajirin dan Anshor tetap bersikukuh untuk
menjadikan ali sebagai Khalifah untuk menggantikan Khalifah Utsman. Akan tetapi,
setelah masa rakyak mengemukakan bahwa umat Islam perlu segera mempunyai
seorang pemimpin agar tidak terjadi kekacauan yang lebih besar, dan akhirnya Ali
bersedia dibai’at menjadi khalifah.
Ia dibai’at oleh mayoritas rakyat dari Muhajirin dan Anshor serta para tokoh
sahabt, seperti Talhah dan Zubair, tetapi ada beberapa orang sahabat senior, seperti
Abdullah bin Umar bin Khathab, Muhamad bin Maslamah, Saad bin Abi Waqqos,
Hasan bin Tsabit, dan Abdullah bin Salam yang waktu itu berada di Madinah tidaak
mau membai’at Ali. Dengan demikian, Ali tidak dibai’at oleh kaum muslimin secara
keseluruhan, karena banyak sahabat senior yang ketika itu tidak berada di kota
Madinah. Salah seorang tokoh yang menolak untuk membai’at Ali dan menunjukan
sikap konfrontatif adalah Muawiyah bin Abi Sufyan, keluarga Ustman dan gubernur
Syam. Alasan yang dikemukakan mereka karena menurutnya Ali bertanggungjawab
atas terbunuhnya Ustman.
Oleh karena tidak semua sahabat membai’at Ali, maka pemerintahan Islam pada
masa Ali bin Abi Thalib dpat dikatakan sebagai pemerintahan yang tidak setabil,
karena adanya pemberontakan dari sekelompok kaum muslimin sendiri.
Pemberontakan pertama datang dari Thalhah dan Zubair diikutiu oleh Siti Aisyah
yang kemudian terjadi perang jamal. Setelah peperangan tersebut di selesaikan oleh
Khalifah Ali bin Abi Thalib, lalu peperanagn antar umat Islam terjadi kembali, yaitu

8
antara pasukan Ali dengan pasukan Muawiyah sebagai gubernur Suriah, sampai
terjadi Tahkim dalam peperangan tersebut, dimana pasukan Muawiyah dengan sistem
politik yang cerdik dan licik mengajak damai dengan pasukan Khalifah Ali. Karena
diadakanya tahkim, secara tidak langsung pemerintahan islam pada masa Khalifah ali
mengalami kekalahan dengan berkembangnya muawiyah. Jumlah manusia, ekonomi
dan sumber-sumber kekayaan Muawiyah jauh lebih kuat dibanding dengan Khalifah
Ali. Semenjak kalahnya Khalifah ali lalu disusul dengan wafatnya kalifah ali
pemerintahan islam di kendalikan oleh Muawiyah, lalu dinasti muawiyah dibagi
menjadi dua bagian yaitu pertama, dinasti Umayah yang dirintis dan didirikan oleh
Muawiyah Ibnu Abi Sufyan yang berpusat di Damaskus (Siria). Fase ini berlangsung
sekitrar satu abad dan mengubah sistem pemerintahan Islam, dari sistem Khilafah
menjadi sistem kereajaan (monarki) dan kedua, dinasti Umayah di Andalusia (Siberia)
yang pada awalnya merupakan wilayah taklukan Umayah di bawah pimpinan seorang
gubernur pada zaman Walid Ibn Abdul Malik, kemudian sistem pemerintahan ini
diubah menjadi sestem kerajaan yang terpisah dari kekuasaan Dinasti Bani Abbas
setelah berhasil menaklukkan Dinasti Umayah di Damaskus.

2.4. Konflik-konflik yang Terjadi Masa Khalifah Ali bin Abi Thalib
Buntut panjang kebijakan-kebijakan yang diambil pemerintahan Ali kemudian
melahirkan pemberontakan terhadap kelangsungan pemerintahannya. Mulai dari
pemecatan pejabat-pejabat yang diangkat Utsman, hingga pada penarikan kembali
tanah-tanah negara yang dibagikan Utsman semasa hidup kepada anggota
keluarganya. Pengambilan kebijakan ekstrim oleh sahabat Ali sempat mendapat
teguran dari sahabat Mughirah dan Ibnu Abbas.
Mereka menyarankan Ali terlebih dahulu mendapat pengakuan dari
masyarakat di negeri negeri taklukan Islam yang jauh. Sehingga ketika mema’zulkan
gubernurnya yang dinilai korup, masyarakatnya terlebih dahulu sudah berikrar setia
kepada Ali dang tidak mungkin menentang kebijakannya. Namun keyakinan Ali
memberhentikan gubernur tersebut justru dinilai terlalu tergopoh-gopoh oleh
Mughirah ibnu Syu’bah dan Ibnu Abbas. Bahkan dalan satu literatur Ziyad ibnu
Handzalah juga ikut menasehati Ali tentang kebijakan yang diambilnya.23 Benar saja,
masyarakat yang masih setia pada gubernur seperti Muawiyah bin Abhi Soffian justru
melakukan pemberontakan terhadap pemerintahan Ali bin Abhi Thalib.

9
Sebagaimana dijelaskan sebelumnya, masa pemerintahan Ali tidak terlepas
dari berbagai macam pemberontakan. Ali berusaha memadamkan bentuk perlawanan
dan pemberontakan sesama muslim tersebut yang di dalamnya terlibat para sahabat
senior. Perang saudara yang terjadi pada masa Ali yang tercatat dalam lembaran hitam
sejarah Islam telah menjadi titik kemunduran pergerakan Islam.
1. Perang Jamal/Onta
Dinamakan perang Jamal karena dalam peristiwa tersebut janda Rasulullah
SAW dan putri Abu Bakar Shiddiq Aisyah ikut dalam peperangan dengan
mengendarai unta. Perang ini berlangsung pada lima hari terakhir Rabi’ul Akhir tahun
36H/657M. Ikut terjunnya Aisyah memerangi Ali seagai khalifah dipandang seagai
hal yang luar biasa sehingga orang menghuungkan perang ini dengan Aisyah dan
untanya walaupun menurut beberapa ahli sejarah peranan yang dipegang Aisyah tidak
begitu dominan.
Keterlibatan Aisyah pada perang ini pada mulanya menuntut atas kematian
Utsman bin Affan kepada Ali bin Ahi Thali sama seperti yang dituntut Thalhah dan
Zubair ketika mengangkat bai’at pada Ali. Setelah itu Aisyah pergi ke Mekkah
kemudian disusul oleh Thalhah dan Zubair. Ketiga tokoh ini nampaknya mempunyai
harapan tipis bahwa hukum akan ditegakkan. Karena menurut ketiganya Ali sudah
menetapkan kebijakan sendiri karena ia didukung oleh kaum perusuh. Kemudian
mereka dengan dukungan dari keluarga Umayah menuntut alas atas kematian Utsman.
Akhirnya mereka pergi ke Basrah untuk menghimpun kekuatan dan di sana mereka
mendapat dukungan masyarakat setempat.
Dalam suatu riwayat sebagaimana dikutip dalam buku a hundred Muslim
Paling Berpengaruh karangan Teguh Pramono, menjelaskan bahwa ketika terdengar
kabar tentang gerakan Aisyah, maka Ali langsung menuju kota Basrah dan disambut
meriah pesta oleh penduduk setempat, namun Ali menolaknya dan lebih memilih
berkemah di udara terbuka. Kedua pasukan Ali dan Aisyah saling berhadapan dan
meninggalkan pedangnya. Hal tersebut lantas tidak sesuai harapan kaum saba yang
ingin memecah belah umat Islam. Ketika solusi hampir ditemukan, kelompok kaum
saba justru diam-diam menyerang tentara Zubair dan Aisyah, pertempuranpun tak
terelakan lagi. Ali kemudian berusaha mendamaikan kedua kubu dan mengingatkan
Zubair tentang ramalan Rasulullah. Naas dialami Zubair saat menarik pasukannya,
ketika ia hendak sembahyang ia dibunuh oleh seorang kaum saba dan kepalanya

10
dipersembahkan pada Ali, kemudian beliau marah dan berkata “sampaikanlah kepada
pembunuh Zubair kabar dari neraka”.
Seperti dikutip oleh Syalabi dari Ath-Thabari bahwa Pertempuran dalam
perangJamal ini terjadi amat sengitnya, sehingga Zubair melarikan diri dan dikejar
oleh beberapa orang yang benci kepadanya dan menewaskannya. Begitu juga Thalhah
telah terbunuh pada permulaan perang ini, sehingga perlawanan ini hanya dipimpin
Aisyah hingga akhirnya ontanya dapat dibunuh maka berhentilah peperangan setelah
itu. Ali tidak mengusik-usik Aisyah bahkan dia menghormatinya dan
mengembalikannya ke Mekkah dengan penuh kehormatan dan kemuliaan.

2. Perang Shiffin dan Tahkim


Setelah berakhirnya Perang Jamal Ali kembali mempersiapkan pasukannya
menjadi untuk menghadapi ujian Muawiyah bin Ai Sufyan dengan dukungan
pasukan dari Irak, Iran dan Khurasan beserta dukungan dari tentara Azeraijan dan
Mesir yang dikomandani. oleh Muhammad. bin Abu Bakar. Ali melanjutkan
usahanya untuk mencegah perang dengan tuntutan untuk bersumpah setia kepadanya
atau mengundurkan diri. Namun tampaknya Muawiyah masih dengan tegas menolak
tawaran Ali bahkan Muawiyah menuntut sebaliknya agar Ali dan pengikutnya
bersumpah setia kepadanya. Peristiwa ini kemudian diabadikan dalam Shiffins War.
Disebut Perang Shiffin karena perang antara pengikut Ali dan pengikut Muawiyah
terjadi di Shiffin dekat tepi sungai Efrat di Syria, perang ini terjadi pada ulan Syafar
tahun 37H/658M.
Perang antara Khalifah Ali dan Mu’awiyah pasukan Ali sudah hampir
memperoleh kemenangan, dan pihak tentara Mu’awiyah bersiap-siap melarikan diri.
Tetapi pada waktu itu ‘Amr bin Ash yang menjadi tangan kanan Mu’awiyah dan
terkenal sebagai seorang ahli siasat perang meminta berdamai dengan mengangkat al-
Qur’an yang kemudian dikenal sebagai peristiwa Tahkin/Arbitrase.
Pihak Ali mendesak menerima tawaran tersebut. Akhirnya Ali dengan berat
hati
menerima arbitrase tersebut, walaupun Ali mengetahui itu hanya sisat busuk
dari Amr bin
Ash. Sebagai perantara dalam tahkim ini pihak Ali diwakili oleh Abu Musa
alAsy’ari dan Amr bin Ash yang mewakili pihak Mu’awiyah. Sejarah mencatat antara
keduanya terdapat keepakatan untuk menjatuhkan Ali dan Mu’awiyah secara

11
bersamaan. Kemudian setelah itu dipilih seorang khalifah yang baru. Selanjutnya,
Abu Musa alAasy’ari sebagai orang tertua lebih dahulu mengumumkan kepada
khalayak umum putusan menjatuhkan kedua pimpinan itu dari dari jabatanjabatan
masingmasing. Sedangkan Amr bin ‘Ash kemudian mengumumkan bahwa ia
menyetujui keputusan dijatuhkannya Ali dari jabatan sebagai Khalifah yang telah
diumumkan Abu Musa itu, maka yang berhak menjadi khalifah sekarang adalah
Mu’awiyah.
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi sehingga Ali Bin Abhi Thalib dan
Muawiyah terdorong untuk melakukan Tahkim, yakni: 1) Ini merupakan langkah
akhir dari upaya damai antara Ali Bin Abhi Thalib dan Muawiyah. 2) Banyaknya
umat muslim yang gugur di medan perang sehingga darah bercucuran, akibatnya
dikhawatirkan umat Islam akan punah. 3) Masyarakat sudah jenuh dengan perang
yang terus menerus tanpa adanya kesudahan. 4) Respon dari seruan wahyu yang
mengharuskan untuk berdamai dalam QS. An-Nisa ayat 59.

2.5 Berakhirnya Pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib


Dengan terjadinya berbagai pemberontakan dan keluarnya sebagian
pendukung Ali, menyebabkan banyak pengikut Ali gugur dan berkurang serta dengan
hilangnya sumber kemakmuran dan suplai ekonomi khalifah dari Mesir karena
dikuasai oleh Muawiyah menjadikan kekuatan Khalifah menurun, sementara
Muawiyah makin hari makin bertambah kekuatannya. Hal tersebut memaksa Khalifah
untuk menyetujui perdamaian dengan Muawiyah.
Perdamaian antara Khalifah dengan Muawiyah, makin menimbulkan
kemarahan kaum Khawarij dan menguatkan keinginan untuk menghukum orangorang
yang tidak disenangi. Karena itu mereka bersepakat untuk membunuh Ali,
Mu’awiyah, Amr bin Ash, Abu Musa alAsy’ari. Namun mereka hanya berhasil
membunuh Ali yang akhirnya meninggal pada tanggal 19 Ramadhan tahun 40
H./661M, oleh Abdurrahman ibn Muljam, salah seorang yang ditugasi membunuh
tokoh-tokoh tersebut. Sementara keberuntungan menguntungkan Mu'awiyah dan Amr
bin Ash, keduanya lolos dari pembunuhan.
Posisi Ali sebagai khalifah kemudian dipegang selama lima bulan oleh
putranya Hasan. Namun, karena pasukan Hasan lemah, seiring bertambah kuatnya
Mu'awiyah, Hasan membuat perjanjian damai. Kesepakatan ini sekali lagi bisa
menyatukan umat Islam dalam arah politik, di bawah Mu'awiyah bin Abi Sufyan. Di

12
sisi lain, kesepakatan tersebut juga menjadikan Mu'awiyah sebagai penguasa mutlak
Islam. Tahun 40 H (661 M), tahun berdirinya, secara historis dikenal sebagai tahun
jama'ah ('am jama'ah). Maka berakhirlah periode yang dikenal sebagai Khulafa'ur
Rashidin, dan pemerintahan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam dimulai.

13
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Setelah Utsman wafat, masyarakat membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai
khalifah dan memerintah selama hanya 5 tahun. Banyak yang dicapai Ali sebagai
khalifah diantaranya adalah mengembalikan sistem pemerintahan yaitu Administrasi
Keuangan dan Harta, Pengembalian harta dan tanah negara yang dikuasai sepihak,
mengisi kembali fungsi baitul mal. Selama masa pemerintahannya ia menghadapi
berbagai pergolakan. Tidak ada masa sedikitpun dalam pemerintahannya yang dapat
dikatakan stabil, setelah ia memecat para gubernur (kepala daerah) yang diangkat
Utsman bin Affan. Dia juga mengambil kembali tanahtanah negara yang dibagikan
Utsman dengan alasan yang tidak jelas.
Terjadinya perang Jamal adalah Konflik pemerintahan Ali bin Abi Thalib
dengan tiga tokoh Islam yaitu Aisyah, Thalhah dan Abdullah bin Zubair. Hal ini
diakibatkan oleh kepentingan politik yaitu menjadi khalifah khususnya Abdullah bin
Zubair. Perang Shiffin adalah perang khalifah melawan Mu’awiyah yang juga banyak
korban sesama orang Islam yang diakhiri dengan arbitrase (tahkim) yang sangat
merugikan pihak khalifah Ali bin Abi Thalib. Hal ini menimbulkan perpecahan
tentara Ali yang mendukung tahkim dan menolak. Pihak yang menolak dikenal
dengan khawarij.
Menjelang akhir pemerintahan Khalifah Ali bin Abhi Thalib, muncul
Khawarij, yang kemudian menjadi cikal bakal perpecahan yang dikenal dalam teologi
Islam. Sejarawan Muslim Syihritini pernah berkata, "Tidak ada masalah yang
menyebabkan lebih banyak pertumpahan darah dalam Islam daripada masalah
Khilafah." Sementara Ibn Khaldun menulis "karena kekuatan dan kekayaan kerasnya
kehidupan di gurun, hilang".

14
DAFTAR PUSTAKA

Audah, Ali, Ali Bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husain, Jakarta: Pt.
Mitra Kerjaya Indonesia, 2013.
Abdurrahman, Dudung, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi, 2009
Ash-Shalabi, Ali Muhammad, Biografi Ali Bin Abi Thalib, Jakarta : Pustaka
Al Kautsar, 2012.
Abdul, Karim Sejarah Pemikiran dan Peradaban Islam, Yogyakarta: Pustaka
Book Publisher, Cetakan pertama, 2007.
Ridhawi, Ahmad, Fakultas fakultas Syari‟ah dan Hukum, “Konflik Politik
Pada Masa Pemerintahan Khalifah Ali Bin Abi Thalib,” Jakarta: UIN Syarif
Hidayatullah , 2014.
Ali Muhammad Ash Shallabi, Muawiyah Bin Abu Sofyan, Jakarta: Darul Haq,
2012.

15

Anda mungkin juga menyukai