Anda di halaman 1dari 18

SEJARAH PERADABAN PADA MASA ALI BIN ABI THALIB

MAKALAH
Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Sejarah Peradaban Islam

Kelompok 6
Amelia Ramadani (90100122049)
Mardiana (90100122036)
Fauzan Aidul (90100122038)

Dosen Pengajar:
Chaerul Mundzir, S,Hum, M.Hum

PROGRAM STUDI EKONOMI ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2023
KATA PENGANTAR

ِ‫ْــــــــــــــــــم‬
ِ ‫للا ِبس‬
ِِ ‫ن‬ِِ ‫الر ْح َم‬
َّ ‫الر ِحي ِِْم‬
َّ

Alhamdulillah puji syukur kepada Allah SWT yang telah memberikan


nikmat-nikmatnya,serta memberikan ilmu pengetahuan.Sehingga penyusun bisa
menyelesaikan sebuah makalah tentang salah satu sahabat rasulullah saw,khulafaur
rasyidin yaitu khalifah Ali bin Abi thalib.
Shalawat dan salam semoga tetap selalu tercurah dan terlimpah kepada
kepada seorang manusia biasa yang mempunyai akhlak yang sangat mulia,yaitu
Nabi Muhammad saw, kepada keluarga,sahabat,serta pengikutnya yang istiqamah
menjalankan sunnah-sunnahnya dari dulu,sekarang,hingga hari pembalasan
Allahummaِsalliِ‘alaِMuhammad.
Makalah ini dibuat secara ringkas,namun mudah-mudahan tidak
mengurangi sejarah aslinya.Semoga makalah ini memberikan ilmu yang
bermanfaat bagi penyusun khususnya,dan memberikan banyak manfaat kepada
pembacaِ padaِ umumnya.Sesuaiِ denganِ sabdaِ Rasulullahِ saw.ِ “Sebaik-baik
diantara manusia sekalian,ialah orang yang memberiِmanfaatِkepadaِorangِlain”.

Makassar,18 Maret 2023

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 3
A. Latar belakang ........................................................................................... 3
B. Rumusan masalah...................................................................................... 4
C. Tujuan ....................................................................................................... 4
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 5
A. Riwayat hidup Ali Bin Abi Thalib ............................................................. 5
B. Proses pergantian Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah .............................. 6
C. Kontribusi Khulafaur Rasyidin (Ali Bin Abi Thalib) ............................... 10
BAB III PENUTUP .......................................................................................... 16
A. Kesimpulan ............................................................................................. 16
B. Saran ....................................................................................................... 16
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 17

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar belakang
Ali bin abi thalib adalah khalifah ke-empat yang menjabat sebagai
khalifah setelah Utsman bin Affan.Ali memiliki keistimewaan
sendiir.Yang pertama seorang kaya-raya tapi dermawan.Ali,sederhana
tapi tegas dan kaya ilmu.Sebutan Nabi Muhammad Saw.Ali gerbang
ilmu,bukti pengakuan Rasulullah atas penguasaan ilmu Ali.Tak heran
bila Ali juga dikenal ahli hukum dan mujtahid yang darinya selalu keluar
pencerahan-pencerahanِ ilmiahِ danِ spiritualitas.Sebagaiِ “mataِ air”ِ
hikmah banyak mewariskan kepada umat Islam akan kehidupan,baik
dalam memenuhi hajat profannya (material) maupun sakralnya
(akhirat).Dalam satu kesempatan misalnya,dia bertutur soal hubungan
manusiaِdenganِsangِkhaliq.Katanya,”barangِsiapaِtelahِmemperbaikiِ
hubungannya dengan orang lain,dan barang siapa telah memperbaiki
urusan akhiratnya,maka dia akan memperbaiki urusan dunianya.”
Dan juga dalam beberapa hal sifat dan sikap Ali sama dengan para
pendahulunya.Ia sangat lemah lembut,rasa kasih sayang kepada
sesamanya,terutama kepada yang lemah.Ia berusaha sedapat mungkin
membantu mereka meskipun harus mengorbankan kepentingan
sendiri.Tetapi ia juga tidak ragu bertindak tegas jika keadaan memang
menghendaki demikian.
Khalifah Ali bin Abi thalib pada malam hari ia sering menjadi
pelayan kaum fakir miskin,menyelenggarakan makan malam buat
mereka.Dia berusaha membebaskan mereka dari perbuatan meminta-
minta,membebaskan dari kemiskinan semampu mungkin.Hatinya pedih
apabila melihat orang yang dalam keadaan kekurangan.Dan sesudah
larut malam ia hanyut dalam ibadahnya sendiri,berdzikir dan
melaksanakan tahajjud.
Ali sebagai khalifah yang teladan,dimana Ali adalah pribadinya
pernah menolak jadi pemimpin Islam dikarenakan situasi yang kurang
tepat yang banyak terjadi kerusuhan disana sini,atas desakan masyarakat
butuh pemimpin dan masyarakat untuk menjadikan khalifah Ali Bin Abi
Thalib menjadi pemimpin pun akhirnya diterima.Pada tanggal 23 juni
656 M,Khalifah Ali Bin Abi Thalib resmi menjadi Khalifah.Jika dibawa
pada konteks kekinian,maka sangat sulit kita mendapatkan sosok
manusia yang menolak menjadi pemimpin.

3
B. Rumusan masalah
1. Bagaimana riwayat hidup Ali Bin Abi Thalib?
2. Bagaimana proses pergantian Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah?
3. Bagaimana kontribusi khulafaur Rasyidin?
C. Tujuan
1. Mengetahui riwayat hidup Ali Bin Abi Thalib.
2. Mengetahui proses pergantian Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah.
3. Mengetahui kontribusi Khulafaur rasyidin.

4
BAB II

PEMBAHASAN

A. Riwayat hidup Ali Bin Abi Thalib


Ali Bin Abi Thalib dilahirkan di Mekkah,daerah hejaz,Jazirah
Arab,pada tanggal 13 Rajab.Menurut sejarawan,ia dilahirkan 10 tahun
sebelum dimulainya kenabian Muhammad,sekitar tahun 599 masehi atau
600ِ (perkiraan).Muslimِ Syi’ahِ percayaِ bahwaِ iaِ dilahirkanِ diِ dalamِ
ka’bah.UsiaِAliِterhadapِNabiِMuhammadِmasihِdiperselisihkanِhinggaِ
kini,sebagian riwayat menyebut berbeda 25 tahun,ada yang berbeda 27
tahun,bahkan 32 tahun.
Dia bernama asli Assad bin Abu Thalib,bapaknya Assad adalah
salah seorang paman dari Muhammad saw.Assad yang berarti singa
adalah harapan keluarga Abu Thalib untuk mempunyai penerus yang
dapat menjadi tokoh pemberani dan disegani diantara kalangan Quraisy
mekkah.
Setelah mengetahui anaknya yang baru lahir diberi nama
Assad,ayahnya memanggil dengan Ali yang berarti tinggi (derajat di sisi
Allah).
Ali dilahirkan dari ibu yang bernama Fatimah binti Asad, dimana
Asad merupakan anak dari Hasyim, sehingga menjadikan ali, merupakan
keturunan Hasyim dari sisi bapak dan ibu. Kelahiran Ali bin Abu Thalib
banyak memberi hiburan bagi nabi muhammad saw Karena dia tidak
punya anak laki-laki. Uzur dan faqirnya keluarga Abu Thalib memberi
kesempatan bagi nabi Muhammad saw bersama istri dia khadija untuk
mengasuhnya dan menjadikannya putra angkat. Hal ini sekaligus untuk
membalas jasa kepada Abu Thalib yang telah mengasuh nabi sejak dia
kecil hingga dewasa, sehingga sedari kecil Ali sudah bersama dengan
Muhammad. 1
Ketika nabi Muhammad saw menerima wahyu, riwayat-riwayat
lama seperti Ibnu Ishaq menjelaskan Ali adalah lelaki pertama yang
mempercayai wahyu tersebut atau orang kedua yang percaya setelah
Khadija istri nabi sendiri. Pada titik ini, Ali berusia sekitar sepuluh tahun.
Pada usia remaja setelah wahyu turun, Ali banyak belajar langsung
dari nabi Muhammad saw karena sebagai anak asuh, berkesempatan
selalu dekat dengan nabi hal ini berkelanjutan hingga dia menjadi
menantu nabi. Hal inilah yang menjadi bukti bagi sebagian kaum Sufi
bahwa ada pelajaran-pelajaran tertentu masalah rohani (spirituality
dalam bahasa inggris atau kaum Salaf lebih suka menyebut istilah

1
Samsul Nizar,Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta: Kencana,2007), h.50.

5
’ihsan’)ِatauِyangِkemudaianِyangِdikrnalِdenganِistilahِTasawufِyang
diajarkan nabi khusus kepada dia tetapi tidak kepada murid-murid atau
sahabat-sahabat yang lain.
Karena bila ilmu syariah atau hukum-hukum agama islam bagi yang
mengatur ibadah maupun kemasyarakatan semua yang diterima nabi
harus disampaikan dan diajarkann kepada umatnya, sementara masalah
rohani hanya bisa diberikan kepada orang-orang tertentu dengan
kapasitas masing-masing.
Didikan langsug dari nabi kepada Ali semua aspek ilmu Islam baik
aspek zahir (eksterior) atau Syariah dan batin (interior) atau Tasawuf
menggembleng Ali menjadi seorang pemuda sangat cerdas, berani dan
bijak.
Ali bersedia tidur dikamar nabi untuk mengelabui orang-orang
Quraisy yang akan menggagalkan hijrah nabi. Dia tidur menampakkan
kesan nabi yang tidur sehingga masuk waktu menjelang pagi mereka
mengetahui Ali yang tidur, sudah tertinggal satu malam perjalana oleh
yang telah meloloskan diri ke madinah bersama Abu Bakar.
Setelah masa hijrah dan tinggal di madinah Ali menikah dengan
Fatimah Az-zahra, putri nabi Muhammad. Ia tidak menikah dengan
wanita lain ketika Fatimah masih hidup.
Ketika Muhammad mencari Ali menantunya, ternyata ia sedang
tidur. Bagian atas pakaiannya tersingkap dan debu mengotori
punggungnya. Melihat itu Muhammad pun lalu duduk dan
membersihkan punggungnya sambil berkata,ِ “duduklahِ wahaiِ Abuِ
Turab,ِduduklah.”ِturabِyangِberartiِdebuِatauِtanahِdalamِbahasaِarab.ِ
Julukan tersebut adalah julukan yang paling disukai oleh Ali. 2
B. Proses pergantian Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah
Pengangkatan Ali menjadi khalifah keerapatِ dariِ khulafa’ar-
rasyidin terjadi pada tahun 35H/656M,berawal dengan wafatnya khalifah
ketiga Utsman bin Affan,yang terbunuh oleh sekelompok pemberontak
dari Mesir yang bertepatan dengan tanggal 17 Juni 656M,yang mana
mereka tidak puas terhadap kebijakan pemerintahan Utsman bin
Affan.’Pembunuhanِ ituِ menandakanِ suatuِ titikِ balikِ dalamِ sejarahِ
Islam.Pembunuhan terhadap seorang khalifah oleh pemberontak yang
dilakukan oleh orang-orang Islam sendiri,menimbulkan preseden yang
buruk dan sungguh-sungguh memperlemah pengaruh agama dann moral
kekhalifahan sebagai suatu ikatan persatuan dalam Islam. 3
Setelah Utsman bin Affan wafat,penduduk Madinah dengan
didukung sekelompok pasukan dari Mesir,Basrah dan Kufah mencari

2
http://id.wikipedia.org/wiki/Ali_bin_Abi_Thalib
3
Bernard Lewis,Bangsa Arab dalam lintasan Sejarah;dari segi geografi ,social,budaya dan
persatuan Islam (terj. Said Jamhuri) (Jakarta:Pedoman Ilmu jaya,1998), h.51.

6
siapa yang mau menjadi khalifah.Mereka meminta Ali bin Abi
Thalib,Zubairِ binِ Awwam,Thalhahِ binِ Ubaidillah,Sa’dِ binِ Abiِ
Waqash,dan ibnu Umar,pada awalnya tidak satu pun dari mereka yang
mau menjadi khalifah menggantikan Utsman.Setelah mereka
berunding,akhirnya mereka mendatangi penduduk Madinah agar mereka
mengambil keputusan,karena merekalah yang dianggap ahli
syura,yang.berhak memutuskan pengangkatan khalifah,kreadibilitas
mereka diakui umat.Kelompok-kelompok ini mengancam kalua tidak
ada salah satu dari mereka yang mau dipilih menjadi khalifah,mereka
akan membunuh Ali,Thalhah,Zubair,dan masyarakat lainnya.
Akhirnya dengan geram mereka menoleh kepada Ali.Pada awalnya
Ali pun tidak bersedia.Karena pengangkatannya tidak didukung oleh
kesepakatan penduduk Madinah dan veteran perang Badar.Menurut
Ali,orang yang didukung oleh komunitas inilah yang lebih berhak
menjadi khalifah.Dengan berbagai argument yang diajukan oleh
berbagai kelompok tersebut,demi Islam dan menghindari fitnah,akhirnya
Ali bersedia dibai’at.
Pada hari Jum’at di Masjid Nabawi,mereka melakukan bai’at dan
diikuti keesokan harinya oleh sahabat-sahabat besar seperti Thalhah,dan
Zubair,walaupun sebenarnya mereka membai’at secara terpaksa,dan
keduanyaِ mengajukanِ syaratِ dalamِ bai’atِ tersebutِ supayaِ Aliِ
menegakkan keadilan terhadap pembunuh Utsman.Namun Ali tidak
langsung menjawab kesanggupannya,karena situasi pada waktu itu
belum memungkinkan untuk mengambil Tindakan dan para pembunuh
Utsman tidakِ diketahuiِ satuِ persatunya’.Akibatِ sikapِ Aliِ yangِ
demikian,setelahِ pembai’atanِ tersebutِ keduanyaِ keluarِ dariِ Madinahِ
menuju Mekah Bersama Aisyah Ummul Mukminin janda
Nabi,Menyusun kekuatan untuk mengangkat senjata melawan
Ali,sehingga kemudian terjadilah’perangِunta’ِ(waq’ahal-jamal) .4
Setelah pelantikan selesai,Ali menyampaikan pidato visi politiknya
dalam suasana yang kurang tenang di Masjid Nabawi,setelah memuji dan
mengagungkan Allah,selanjutnya Ali berkata:
“Sesungguhnya Allah telah menurunkan Kitab sebagai petunjuk
yang menjelaskan kebaikan dan keburukan.Maka ambillah ynag
baik dan tinggal;kan keburukan.Allah telah menetapkan segaia
kewajiban,kerjakanlah! Maka Allah menuntunmu ke
surga.Sesungguhnya Allah telah mengharamkan hal-hal yang
haram dengan jelas,memuliakan kehormatan orang muslim dari
pada yang lainnya,menekankan keikhlasan dan tauhid sebagai hak
muslim.Seorang muslim adalah yang dapat menjaga keselamatan

4
Marshall GS. Hudgson, The Venture of Islam,Iman dan sejarah dalam peradaban dunia,buku
pertama (terj. Mulyadhi Kartanegara) (Jakarta: Paramadina,1999), h.309.

7
muslim lainnya dari ucapan dan tangannya.Tidak halal darah
seorang muslim kecuali. dengan alasan yang dibenarkan.
Bersegeralah membenahi kepentingan umum…..bertakwalah
kepada Allah,sesungguhnya kamu dimintai pertanggungjawaban
tentang apa saja,dari sejengkal tanah hingga binatang
ternak.Taatlah kepada Allah jangan mendurhakai-Nya.Bila melihat
kebaikan ambillah,dan bila-melihat keburukan
tinggalkanlah.Kemudian Ali mengakhiri pidatonya dnegan
membacakan al-Qur’an surat al-Anfal ayat 26”.
Pasca pembunuhan Utsman situasi begitu kacau.Umat Islam
terpecah menjadi beberapa kelompok.Tidak semua umat Islam
membai’atِkepadaِAli.DiِSyamِ(Syria),Muawiyahِyangِmasihِkeluargaِ
Utsman menuntut balas kepada Ali atas kematian Utsman.Ia bahkan
menuduh Ali berada di belakang para pemberontak.Bahkan akhirnya
Muawiyah secara terang-terangan mengangkat senjata melawan khalifah
Ali.
Dengan demikian,walaupun Ali diangkat menjadi khalifah tidak
diakui oleh seluruh komponen kaum muslim,tetap dianggap khalifah
yang sah,karena didukung oleh mayoritas kaum muslim pada saat itu.
Segera setelah resmi menjadi khalifah,sesuai dengan watak dan
kepribadiannya yang lugas serta tegas dan dengan tujuan menjaga
integritas dan stabilitas keamanan negara,ia mengambil dua kebijakan
politik yang dianggap sebagai pemicu ketidakpuasan Sebagian rakyat
dari pemerintahan sebelumnya:
1.Ali memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman,dikarenakan
nia yakin bahwa terjadinya pemberontakan-pemberontakan itu
disebabkan oleh keteledoran politik kebijaksanaan mereka.
2.Mengambil Kembali harta negara yang dibagikan Utsman kepada para
pejabatnya yang Sebagian besar dari keluarganya tanpa jalan yang
sah.Demikian juga hibah dan pemberian Utsman kepada siapapun yang
tanpa alasan,diambil Kembali oleh Ali,dan diserahkan kepada negara.
”Dalam hal pertama ,Ali mengangkat Utsman bin Hunaif menjadi
Gubernur Basrah menggantikan Abdullah bin Amir,Umarah bin Syihab
gubernur Kufah menggantikan Sa’d binal-Ash,Ubaidillah bin Abbas
gubernur Yaman,Qays ibn Sa’d dan Sahl bin Hunaif Gubernur
Syria.Gubernur-gubernur baru tersebut tidak dengan mudah masuk
menggantikan pejabat lama.Meskipun Sebagian besar mereka diterima
di daerah,tidak jarang pula ada yang menolaknya.Bahkan serta merta
Muawiyah gubernur Syria masa Usman,mengusir Sahl bin Hunaif. 5
Sedangkan kebijakan yang kedua membuat Ali mendapat tantangan
keras dari mereka yang digeser kedudukannya.Di sisi lain penduduk

5
JousoufِSou’yb,Sejarah Daulat Khulafaur Rasyidin (Jakarta: Bulan Bintang,1979), h.471.

8
Madinah tidak secara bulat mendukung Ali,sehingga posisi Ali benar-
benar sulit.Ia terjepit diantara keinginannya untuk memperbaki situasi
negara yang sudah chaos dengan ambisi lawan-lawan politiknya yang
selalu berusaha menjegalinya.
Dengan melihat kondisi Madinah yang tidak memungkinkan
baginya untuk menjalankan pemerintahan,pada bulan Oktober 656 M Ali
memimpin perjalanan (mars) Angkatan perang keluar dari
Madinah.Peristiwa ini,menurut Bernard Lewis,mempunyai dua arti
penting: pertama,Langkah itu berarti akhir kota Madinah sebagai ibukota
pemerintahan Islam,dan sejak itu tidak ada khalifah yang berkuasa
disana.Kedua,untuk pertama kalinya seorang khalifah memimpin
Angkatan perang untuk berperang melawan sesame muslim.Akhirnya
Kufah dijadikan ibukota menggantikan Madinah.Disini Ali mendapat
dukungan dari rakyat.
Masa pemerintahan Ali yang kurang lebih selama enam tahun (35-
40H/656-661 M) tidak pernah sunyi dari pergolakan poltik,tidak ada
waktu sedikit pun dalam pemerintahannya yang dapat dikatakan
stabil.Akhirnya praktis selama memerintah,Ali lebih banyak mengurus
masalah pemberontakan diberbagai wilayah kekuasaannya.Ia lebih
banyak duduk di atas kuda perang dan di depan pasukan yang masih setia
dan mempercayainya dari pada memikirkan administrasi negara yang
teratur dan mengadakan ekspansi perluasan wilayah (futuhat).Namun
demikian, Ali berusaha menciptakan pemerintahan yang
bersih,berwibawa dan egaliter.la ingin mengembalikan citra
pemerintahan Islam sebagaimana pada masa Abu Bakar dan Umar
sebelumnya.Namun kondisi masyarakat yang sudah terjerumus pada
kekacauan dan tidak terkendali lagi,menjadikan usahanya tidak banyak
berhasil.
Terhadap berbagai Tindakan Ali setelah menjadi khlaifah,para
sahabat senior sebenarnya pernah memberikan masukan dan pandangan
kepada Ali.Tetapi Ali menolak pendapat mereka dan terlalu yakin
dengan pendiriannya. Dalam masalah pemecatan gubernur,misalnya,
Mughirah ibn Syu’bah,Ibnu Abbas,dan Ziyad ibnu Handzalah
menasehati Ali,bahwa mereka tidak usah dipecat selama menunjukan
kesetiaan padanya.Pemecatan ini akan membawa implikasi yang besar
bagi resistensi mereka terhadap Ali.
Dalam masalah Thalhah dan Zubair,Ibnu Abbas dan Mughirah juga
menasehati Ali agar menjadikan mereka berdua sebagai gubernur Kufah
dan Basrah.Namun Ali mengabaikan usulan tersebut,sehingga hal itu
merupakan salah satu alas an yang membuat Thalhah dan Zubair kecewa
dan berakhir dengan tragedy ’PerangUnta”.6

6
Badri Yatim, Sejarah Peradaban Islam Cet ke-5 (Jakarta: Raja Grafindo Persada,1997), h.39.

9
C. Kontribusi Khulafaur Rasyidin (Ali Bin Abi Thalib)
Di awal pemerintahannya, Ali bin Thalib mencatat dengan beberapa
catatan mengenai gubernur yang diangkat pada masa kekhalifahan
Utsman bahwa pemberontakan- pemberontakan yang terjadi pada masa
kekhalifahan Utsman tersebut, karena disebabkan oleh keteledoran
mereka sendiri dalam hal penerapan kembali sistem pajak tahunan
terhadap orang-orang Islam sebagaimana hal itu pernah diterapkan pada
masa sebelumnya yaitu kekhalifahan Umar bin Khatab.
Tidak lama setelah itu, Ali bin Abi Thalib menghadapi
pemberontakan dari Thalhah, Zubair, dan Aisyah, karena Ali dipandang
tidak mau menghukum para pembunuh Utsman pada saat itu sehingga
mereka membela menuntut terhadap darah Utsman yang telah
ditumpahkan secara zhalim itu untuk dibalasnya. Tuntutan yang sama
juga telah diajukan oleh muawiyah dan (bahkan) dia memanfaatkan
peristiwa berdarah itu untuk menjatuhkan legalitas kekuasaan Ali yaitu
dengan membangkitkan kemarahan rakyat dan menuduh Ali sebagai
orang yang mendalangi terhadap pembunuhan Utsman jika dia tidak
dapat menemukan dan menghukum pembunuh Utsman yang
sesungguhnya.
Tetapi tuntutan itu tidak akan mungkin untuk dikabulkan oleh
seorang khalifah, karena pertama tugas utama yang mendesak yang harus
dilakukan dalam situasi kritis yang penuh dengan intimidasi seperti pada
saat ini adalah memulihkan kembali ketertiban dan mengkonsolidasikan
kedudukan suatu kekhalifahan. Kedua, menghukum para pembunuh
bukanlah suatu perkara yang mudah untuk dilakukan, karena khalifah
Utsman tidak hanya dibunuh oleh satu orang yang berasal dari satu
daerah saja, akan tetapi dia juga dibunuh oleh banyak orang yang berasal
dari beberapa negara, seperti Mesir, Irak, dan Arab sehingga hal tersebut
akan sulit untuk dilakukannya. 7
Dalam suasana yang tegang, khalifah Ali bergerak dari Kuffah
dengan memimpin 50.000 tentara untuk menumpas pemberontakan
Muawiyah yang maju bersama tentara yang besar pula untuk menghadapi
khalifah Ali. Kedua pasukan itu bertemu di medan Siffin, tetapi Ali
berupaya menghindari pertumpahan darah di tempat tersebut dan dia
menginginkan untuk meyelesaikan perselisihan itu dengan jalan damai
ataupun suatu perang tanding. Akan tetapi pihak Muawiyah tidak dapat
menerima kedua tawaran itu, akhirnya terjadilah perang di antara
keduanyaِ diِ Siffinِ yangِ dinamakanِ denganِ istilahِ “Perangِ Siffin”
(perang saudara yang kedua kalinya dalam sejarah Islam). Pada hari

7
Hamka, Sejarah Umat Islam (Jakarta: Gema Insani,2016), h.179.

10
kedua, Ali dapat menumpas pasukan musuh di medan Siffin dan
sebanyak 7.000 orang Islam gugur di dalam peperangan ini.
Perang ini diakhiri dengan tahkim (abitrase), sebelumnya peristiwa
tahkim ini disepakati untuk memilih dua orang sebagai arbitrator.
Adapun utusan dari pihak Muawiyah adalah Amr bin Ash dan dari pihak
Ali adalah Abu Musa al-Asy’ari.ِ Keduaِ hakamِ tersebut untuk sama-
sama menurunkan Ali dan Muawiyah dari jabatan khalifah. Amr
meminta Abu Musa untuk mengumumkan tentang pengunduran Ali
sebagai khalifah, tetapi pada kesempatan Amr bin Ash berpidato, dia
mengumumkan terhadap penurunan Ali sebagai khalifah dan
mengangkat Muawiyah sebagai khalifah.
Ternyata tahkim ini tidak dapat menyelesaikan terhadap masalah,
tetapi sebaliknya malah memperuncing permasalahan, karena muncul
dualisme pemerintahan yaitu khalifah Ali (yang diakui oleh mayoritas
umat Islam) dan khalifah Muawiyah (sebagai rekayasa Amr bin Ash
melalui tahkim).
Sikap Ali yang menerima tipu muslihat dari Amr bin Ash untuk
mengadakan abitrase (meskipun dalam keadaan terpaksa) ternyata tidak
disetujui oleh sebagian pengikutnya. Mereka memandang Ali telah
berbuat salah, oleh karena itu mereka meninggalkan barisannya.
Golongan mereka ini di dalam sejarah Islam dikenal dengan nama al-
Khawarij, yaitu orang yang keluar dari Ali dan mereka memisahkan diri
dari Ali.
Karena Ali dipandang bersalah dan telah berbuat dosa, maka mereka
melawan Ali. Dengan demikian Ali menghadapi dua musuh, yaitu
Muawiyah dan Khawarij (yang dipimpin oleh Abdullah bin Wahb al-
Rasibi, mereka tinggal di Harura, dekat kota Kuffah Iraq).
Pada tahun 658 M. pasukan Ali yang dipersiapkan untuk penyerbuan
ke Syria terpaksa harus dialihkan ke Nahrawan untuk menertibkan
kerusuhan-kerusuhan yang ditimbulkan oleh Khawarij. Banyak orang
Khawarij yang mati terbunuh atas gempuran Ali tersebut. Tetapi
kemenangan pasukannya itu harus dibayar mahal, karena akhirnya dia
mati ditikam oleh Abdurrahman bin Muljam yang berasal dari kelompok
Khawarij pada tanggal 20 Ramadhan 40 H. (660 M.).
Dari uraian di atas dapat diketahui bahwa kebijakan-kebijakan
politik Ali, antara lain:
1. Mengembalikan prinsip-prinsip Baitul Mal yang telah dikuasai oleh
Bani Umayah pada masa Utsman.
2. Mengambil alih kembali tanah-tanah negara yang diberikan kepada
keluarga Utsman pada masa kekhalifahannya.
3. Mengganti semua gubernur yang tidak disenangi oleh rakyat dengan
pejabat yang lebih baik.

11
4. Dia berhasil menyusun arsip negara, menyelamatkan dokumen-
dokumen khalifah,mendirikan kantor hajib (bendaharawan), membuat
kantor pasukan pengawal, dan mengorganisasi serta menetapkan tugas-
tugas polisi.
5. Dia berhasil pula memperluas daerah kekuasaan Islam walaupun
sedikit, antara lain melakukan serangan laut sampai ke Koukan
(Bombay).
6. Membangun benteng-benteng pertahanan di Utara perbatasan Persia.
Pertama, semasa pemerintahan Khulafaurrasyidin tidak terdapat
satu pola yang baku mengenai cara pengangkatan khalifah atau kepala
negara. Abu Bakar diangkat melalui pemilihan musyawarah terbuka,
terutama oleh lima tokoh yang mewakili semua unsur utama dari
masyarakat Islam pada waktu itu, yaitu Muhajirin dan Anshar, baik dari
suku Khazraj maupun dari suku Aus. Umar diangkat melalui penunjukan
oleh pendahulunya dan tidak melalui pemilihan dalam pertemuan
terbuka. Abu Bakar pribadi memutuskan bahwa Umarlah yang paling
tepat untuk menggantikannya dan bahkan beliau mengadakan konsultasi
tertutup dengan beberapa shahabat senior. Utsman diangkat melalui
pemilihanِdalamِsuatuِpemilihanِterbukaِolehِsuatuِ“dewanِformatur”ِ
yang terdiri dari lima orang, di antara enam orang yang telah ditunjuk
oleh pendahulunya. Adapun penunjukannya tersebut tidak berdasarkan
pada perwakilan dari setiap unsur, tetapi atas pertimbangan kwualitas
pribadi masing-masing, maka menurut Nabi Muhammad Saw. mereka
adalah calon penghuni surga. Mereka semua berenam adalah berasal dari
unsur Muhajirin dan perlu diketahui pula bahwa Umar (sebagai
pendahulu Utsman) perpesan kepada Utsman supaya menindak tegas
mereka yang tidak setuju dengan pendapat manyoritas. Ali diangkat
melalui pemilihan dan pertemuan terbuka, tetapi dalam suasana yang
kacau dan ketika itu hanya ada beberapa tokoh senior masyarakat Islam
yang tinggal di Madinah yang ikut. Oleh karenanya, keabsahan
pengangkatan Ali ditolak oleh sebagian masyarakat, termasuk oleh
Muawiyah bin Sofyan yang saat itu beliau sebagai gubernur di Suria.
Kedua, kekhawatiran Abu Bakar kalau masalah penggantinya harus
dibicarakan dalam musyawarah terbuka, maka hal demikian pasti akan
mengundang perpecahan di antara mereka. Keprihatinan para tokoh
masyarakat 10,5 tahun kemudian, kalau saja sampai umar keburu wafat
sebelum sempat menunjuk penggantinya. Dan terakhir pesan Umar agar
tidak memberikan kesempatan orang untuk menolak sebuah keputusan
manyoritas, hal ini merupakan pertanda bahwa masyarakat Islam pada
waktu itu belum cukup matang diajak menyelesaikan masalah-masalah
seperti penentuan kepala negara melalui musyawarah yang bebas dan
terbuka.

12
Ketiga, kalau Nabi Muhammad Saw. dahulu merupakan pemimpin
tunggal dengan otoritas yang berlandaskan kenabian, bersumberkan
wahyu, dan bertanggung jawab atas segala tindakan beliau kepada Tuhan
semata, maka tidaklah demikian untuk posisi para khalifah sebagai
pengganti beliau. Hubungan mereka dengan rakyat atau umat berubah
menjadi hubungan antara dua peserta dari suatu kesepakatan atau
“kontrakِ sosial”ِ yangِ memberikanِ kepadaِ masing-masing hak dan
kewajibanِ atasِ dasarِ timbalِ balik,ِ sepertiِ yangِ tercerminِ dalamِ bai’atِ
danِ padaِ “pidatoِ pengukuhan”.ِ Kiranyaِ dapatِ dikatakanِ bahwaِ paraِ
khalifah dan rakyat itu mereka terikat oleh kesepakatan dua tingkat. Pada
tingkat pertama, kedua belah pihak bersepakat hendak tetap dan terus
melaksanakan ajaran Islam sebagaimana yang diwariskan oleh Nabi
Muhammad Saw. Kemudian pada tingkat selanjutnya, kedua belah pihak
bersepakat hendak melestarikan dan mempertahankan kehidupan
bernegara yang telah dirintis oleh Nabi Muhammad Saw. Dalam hal itu,
rakyat mempercayakan pengelolaan urusan mereka kepada para khalifah
disertai dengan janji kesetiaan. Sebaliknya, para khalifah menjamin terus
tegaknya Islam dan keamanan jiwa, keluarga, harta benda rakyat, dan
bertanggung jawab atas kesejahteraan umum.
Keempat, dalam sejarah khulafaurrasyidin tidak juga terdapat
petunjuk atau contoh tentang cara bagaimana mengakhiri masa jabatan
seorang kepala negara. Mereka berempat semuanya mengakhiri masa
tugasnya karena disebabkan wafat. Abu Bakar meninggal setelah hampir
2,5 tahun memerintah, sedangkan Umar, Utsman, dan Ali mengakhiri
kekhalifahannya karena mati terbunuh setelah masing-masing
memerintah selama 10,5 tahun (Umar), 12 tahun (Utsman), dan sedikit
kurang dari 5 tahun (Ali).8
Berbicara tentang kenyataan, bahwa dari empat khalifah tersebut
hanya Abu Bakar- lah yang meninggal secara alami. Sebagaimana
dikatakan oleh Maulana al-Maududi bahwa Islam adalah satu agama dan
sistem tata negara yang serba lengkap. Adapun sistem tata negara Islami
yang harus diteladani oleh umat Islam adalah sistem yang berlaku pada
zaman khulafaurrasyidin. Dia melukiskan kehidupan masyarakat dan
kenegaraan pada masa itu kompak, teratur, dan serasi, serta diliputi oleh
suasana kerukunan dan kekeluargaan, baik di dalam tubuh pemerintahan
maupun di antara komponen-komponen masyarakat.
Sejak pemerintahan Utsman, kekompakan umat Islam itu lambat
laun mulai retak dan keserasian hubungan antara khalifah dengan para
shahabat senior serta rakyat mulai terganggu, hal itu terutama disebabkan
oleh kepemimpinan yang lemah, karena usia sudah lanjut, dan nepotisme.

8
Ashgar Ali Engineer, Asal Usul dan Perkembangan Islam (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1999),
h.259.

13
Dia mengisi jabatan-jabatan penting dengan anggota-anggota
keluarganya tanpa memperhatikan kecakapan mereka. Kekacauan itu
memuncak dengan timbulnya pemberontakan terhadap pemerintah pusat
yangِberakhirِdenganِterbunuhnyaِUtsmanِbinِ‘Affanِatauِdalamِistilahِ
sejarah dikenal dengan al-fitnah al-kubra. Kemudian setelah
kepemimpinannya beralih kepada Ali bin Abi Thalib, pemerintahannya
digoncang oleh pemberontakan demi pemberontakan. Adapun
pemberontakan pertama dipimpin oleh Aisyah, seorang janda Nabi
Muhammad Saw. beserta Zubair bin Awwam dan Thalhah bin
Ubaidillah, dengan dalih meminta pertanggungjawaban atas terbunuhnya
Utsman. Menurut sejarah Zubair dan Thalhah meskipun orang yang
pertamaِberbai’atِkepadaِAliِkarenaِkecewaِmerekaِmasing-masing agar
diangkat oleh Ali sebagai gubernur di Irak dan Yaman tidak terwujud.
Dalam pertempuran antara pasukan mereka dengan tentara
pemerintah yang dikenal dengan pertempuran unta, maka pasukan
Aisyah kalah adapun Zubair dan Thalhah terbunuh. Sedangkan Aisyah
atas perintah Ali dikawal kembali ke Madinah kemudian menyusul
pertempuran di Siffin antara tentara Ali dengan pasukan Muawiyah bin
Abu Sufyan yang berakibat pecahnya umat Islam menjadi tiga kubu,
yaitu kelompok yang setia pada Ali, kelompok yang pengikut Muawiyah,
dan Khawarij. Pertentangan segitiga itu terus berkelanjutan sampai Ali
terbunuh oleh Abd. Al-Rahman bin Muljam dari kelompok Khawarij
pada tahun kelima kekhalifahan Ali. 9
Sistem yang dijalankan oleh Abu Bakar dalam hal ini menurut pola
Arab yang murni. Hubunganya dengan masa Nabi Muhammad Saw.
yang masih dekat serta hubungan Abu Bakar sendiri secara pribadi
dengan Rasulullah dan pengaruhnya dalam dirinya memberi bekas
padanya yang kemudian mengalami perubahan karena situasi dan
meluasnya kawasan Islam.
Masa Abu Bakar dapat dikatakan masa yang sangat unik. Masa itu
adalah masa transisi yang wajar saja dengan masa Rasulullah, baik dalam
politik agama maupun dalam politik sekuler. Memang benar, ketika itu
agama sudah sempurna dan tidak ada lagi orang yang dapat mengubah-
ubah atau menukar-nukar apa yang sudah ada dalam agama itu. Tetapi
begitu Nabi Muhammad Saw. wafat, orang-orang Arab pinggiran mulai
berpikir-pikir mau menjadi murtad atau memang sudah banyak kabilah
yang murtad. Maka tidak ada jalan Abu Bakar harus bertindak
menentukan langkah demi mengatasi keadaan yang sangat penting itu.
Langkah itu sudah dimulai oleh Nabi Muhammad Saw. sendiri ketika
mengadakan hubungan dengan negara-negara tetangga dalam

9
Syamsul Munir Amin, Sejarah Peradaban Islam (Jakarta: Amzah,2015), h.112-113.

14
menjalankan politik dakwahnya itu. Jadi tidak ada jalan lain lagi buat
Abu Bakar dari pada harus meneruskan langkah itu.
Kedudukan Ali sebagai khalifah kemudian dijabat oleh anaknya
Hasan selama lima bulan. Namun, karena Hasan tentaranya lemah,
sementaraِ Mu’awiyahِ semakinِ kuat,ِ makaِ Hasanِ membuatِ perjanjian
damai. Perjanjian ini dapat mempersatukan umat Islam kembali dalam
satuِkepemimpinanِpolitik,ِdiِbawahِMu’awiyahِibnِAbiِSufyan.ِDiِsisiِ
lain,ِ perjanjianِ ituِ jugaِ menyebabkanِ Mu’awiyahِ menjadiِ penguasaِ
absolut dalam Islam. Tahun 4 H (661 M), tahun persatuan itu, dikenal
dalamِsejarahِsebagaiِtahunِ jama’ahِ(’amِ jama’ah).ِDenganِdemikianِ
berakhirlahِ masaِ yangِ disebutِ denganِ masaِ Khulafa’urِ Rasyidin,ِ danِ
dimulailah kekuasaan Bani Umayyah dalam sejarah politik Islam.

15
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Ali sebagai khalifah yang keempat, dia memerintah dalam suasana
politik yang terus menerus bergejolak. Di balik tuntutan para oposisi
terhadap penyelesaian terhadap kasus pembunuhan Utsman, tersembunyi
pula kepentingan/suatu ambisi politik yang kuat dari pihak oposisi untuk
menduduki sebuah jabatan khalifah. Konflik antara Thalhah Cs. Dengan
Ali memuncak ketika pecahnya perang Jamal (perang saudara pertama di
dalam sejarah Islam) dan juga perang Siffin (perang saudara kedua antara
kelompok Muawiyah dengan Ali), akhirnya berakhir di Majelis Tahkim.
Bahkan dari masalah politik ini dapat memberikan dampak yang luas
kepada berbagai aspek kehidupan, tidak hanya kepada masalah politik itu
sendiri, tetapi juga ke berbagai aspek pemikiran teologis, hukum, dan
aspek-aspek lainnya.
B. Saran
Berdasarkan hasil makalah ini diuraikan pada kesimpulan serta hasil
penulisan,maka disarankan pembaca dapat memahami dan mengenal kisah
dari Khalifah Ali Bin Abi Thalib serta meneladani sifatnya di kehidupan
kita sehari-hari.

16
DAFTAR PUSTAKA

Kadenun.”Prosesِperalihanِkekuasaanِdanِkebijaksanaanِdalamِ
Pemerintahanِkhulafaurِrasyidin.”Jurnal Studi Islam
dan Humaniora,2021,ejournal.insuriponorogo.ac.id.
Junaidin.”PemerintahanِAliِBinِAbiِThalibِdanِpermulaanِ
konflik umat Islam:Peristiwa Tahkim.”Jurnal
Studi Islam,2020,ejournal.stitbima.ac.id.
Masduki.”KhalifahِAliِBinِAbiِThalib;Awalِtragediِperangِ
saudaraِdalamِsejarahِIslam.”Al-Fath,2008,
jurnal.uinbanten.ac.id.

17

Anda mungkin juga menyukai