Anda di halaman 1dari 32

PENDIDIKAN ISLAM PERIODE USMAN BIN AFFAN (23/36-644/656)

DAN PERIODE ALI BIN ABI THALIB (36/41-656/661)

MAKALAH

Memenuhi Salah Satu Syarat Mengikuti

Perkuliahan Sejarah Pendidikan Islam

Pembimbing: Dr. H. Edi Iskandar, S.Ag, M.Pd

Oleh:

Kartika Putri (12010327482)


Luxita Purnama Sari (12010327356)
M.Ilfan Khairi (12010317471)
Mico Bella Gustina (12010327348)
Muhammad Iqbal Huseini (12010316604)

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI (UIN)


SULTAN SYARIF KASIM RIAU
2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan rahmat, taufik dan

inayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik dan benar.

Dan terima kasih yang sebesar-besarnya penulis ucapkan kepada Bapak Dr. H. Edi

Iskandar, M. Pd selaku dosen pembimbing pada mata kuliah Sejarah Pendidikan Islam

yang telah membimbing penulis dalam menyusun makalah ini.

Makalah ini dibuat dengan tujuan untuk memenuhi tugas pada mata kuliah Sejarah

Pendidikan Islam, selain itu untuk menambah pengetahuan dan wawasan para pembaca.

Penulis mengakui bahwa makalah ini masih banyak terdapat kekurangan, dan semoga

dengan kekurangan tersebut para pembaca bersedia memberi masukan dengan harapan

makalah ini menjadi lebih baik lagi.

Pekanbaru, September 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................... i

DAFTAR ISI.................................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN ........................................................................................... 1

A. Latar Belakang .................................................................................................... 1


B. Rumusan Masalah.................................................................................................. 2
C. Tujuan Penulisan ................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................. 3

A. Utsman bin Affan (23 – 35 H / 644 – 656 M) ....................................................... 3


1. Riwayat Singkat Utsman bin Affan ................................................................ 3

2. Pendidikan Pada Masa Usman Bin Affan ...................................................... 4

3. Peserta Didik ................................................................................................... 6

4. Metode Pembelajaran dan Lembaga Pendidikan ............................................ 9

B. Khalifah Ali bin Abi Thalib ( 656/661 ) ............................................................ 11


1. Riwayat Singkat Ali Bin Abi Thalib ............................................................. 11

2. Pendidikan Islam Pada Masa Ali Bin Abi Thalib ......................................... 14

3. Wafatnya Ali bin Abi Thalib ......................................................................... 23

BAB III PENUTUP ................................................................................................... 26

A. Kesimpulan.......................................................................................................... 26
B. SARAN ................................................................................................................ 27
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................. 28

ii
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nama lengkapnya adalah Utsman bin Abil Ash bin Umaiyah. Beliau masuk

Islam atas seruan Abu Bakar. Utsman diangkat sebagai khalifah hasil dari

pemilihan panitia enam yang ditunjuk oleh Khalifah Umar bin Khatab menjelang

beliau akan meninggal. Panitia yang enam adalah Utsman, Ali bin Abi Thalib,

Thalhah, Zubair bin Awwam, Saad bin Abi Waqash, dan Abdurrahman bin ‘Auf.

Khalifah Utsman memerintahkan kepada tim untuk penyalinan al-Qur’an,

adapun tim tersebut adalah Zaid bin Tsabit, Abdullah bin Zubair, Zaid bin Ash,

dan Abdurrahman bin Harits.

Bila terjadi pertikaian bacaan, maka harus diambil pedoman kepada dialek

suku Quraisy, sebab Al-Qur’an ini diturunkan menurut dialek mereka sesuai

dengan lisan Quraisy. Zaid bin Tsabit bukan orang Quraisy sedangkan ketiganya

adalah orang Quraisy. Kholifah Utsman sudah merasa cukup dengan pendidikan

yang ada, namun begitu ada usaha yang cemerlang yang telah terjadi di masa ini

yang berpengaruh bagi pendidikan Islam, yaitu mengumpulkan tulisan ayat-ayat

Al-qur’an. Penyalinan ini terjadi karena adanya perselisihan dalam bacaan.

َ‫اجدًا َوقَائِ ًما َي ْحذَ ُر ْاْلخِ َرة َ َو َي ْر ُجو َر ْح َمةَ َر ِب ِه ۗ قُ ْل َه ْل َي ْست َ ِوي الَّذِينَ َي ْعلَ ُمون‬
ِ ‫س‬َ ‫أ َ َّم ْن ه َُو قَانِتٌ آنَا َء اللَّ ْي ِل‬

‫َوالَّذِينَ ََل يَ ْعلَ ُمونَ ۗ ِإنَّ َما يَتَذَ َّك ُر أُولُو ْاْل َ ْلبَاب‬

“(Apakah kamu orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang

beribadah pada waktu malam dengan sujud dan berdiri, karena takut kepada

(azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah,”Apakah

sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak

1
mengetahui?” Sebenarnya hanya orang yang berakal sehat yang dapat

menerima pelajaran. (Q.S. Az-Zumar : 9).

Tidak banyak yang dilakukan khalifah Utsman bin Affan. Tetapi beliau

melakukan sebuah gagasan baru yang dapat kita nikmati saat ini.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pendidikan pada masa Usman Bin Affan ?

2. Jelaskan bagaimana pendidikan islam pada masa Ali Bin Abi Thalib !

C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui bagaimana pendidikan islam pada masa Usman Bin Affan

2. Mengetahui bagaimana pendidikan islam pada masa Ali Bin Abi Thalib

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Utsman bin Affan (23 – 35 H / 644 – 656 M)


1. Riwayat Singkat Utsman bin Affan

Nama lengkapnya Utsman bin Affan bin Abu al-Ash bin Umayah bin Abd al-

Syams bin Abd al-Manaf bin Qushai. Lahir pada tahun kelima dari kelahiran

Rasulullah s.a.w. Tapi ada yang mengatakan dia lahir pada tahun keenam sesudah

tahun gajah.

Utsman masuk Islam melalui Abu Bakar dan dinikahkan Nabi dengan

puterinya Rukaiyah bin Muhammad s.a.w. Utsman tercatat sebagai orang yang

pertama memimpin hijrah bersama isterinya ke Habsyi untuk kemudian hijrah

pula ke Madinah.

Perlu dicatat bahwa Utsman selalu ikut dalam berbagai perang, kecuali

perang Badar, karena dia sibuk menemani dan merawat isterinya Rukaiyah yang

sedang sakit sampai wafat dan dimakamkan pada hari kemengan kaum

muslimin. Kemudian Utsman dinikahkan Rasulullah dengan puterinya Ummu

Kalsum, itulah sebabnya dia digelari Dzunnurain.

Utsman terkenal orang yang pandai menjaga kehormatan diri, pemalu,

lemah lembut, budiman, penyabar, dan banyak berderma, pada waktu perang

Tabuk, atas ajakan Rasulullah, dia berderma sebanyak 950 kuda dan bahan

logistik, ditambah uang sebanyak 1000 dinar. Dia sanggup membeli sumur

seorang Yahudi seharga 20.000 dirham dan disedekahkan kepada kaum

muslimin.

3
2. Pendidikan Pada Masa Usman Bin Affan

Yang menjadi pendidik di zaman Khulafaur Rasyidin antara lain adalah

Abdullah ibn Umar, Abdu Hurairah , Ibnu Abas, Siti Aisyah , Anas bin Malik,

Zaid Ibn Tsabit, Abu Dzar al-Ghifari dan para ulama.1

Dari penjelasan tersebut dapat terlihat bahwa masih adanya peranan

beberapa sahabat dan para ulama. Tetapi ada yang berbeda dari pendidik pada

masa Utsman ini.

Para sahabat yang berpengaruh dan dekat dengan Rasulullah yang tidak

diperbolehkan meninggalkan Madinah di masa Khalifah Umar, diberikan

kelonggaran untuk keluar di daerah-daerah yang mereka sukai. Kebijakan ini

sangat besar pengaruhnya bagi pelaksanaan pendidikan di daerah-daerah.2

Tugas mendidik dan mengajar umat pada masa ini diserahkan pada umat itu

sendiri, artinya pemerintah tidak mengangkat guru-guru, dengan demikian para

pendidik sendiri melaksanakan tugasnya hanya dengan mengharapkan

keridhaan Allah. Jadi pada masa Khalifah ini guru-guru atau pendidik mengajar

tidak mengharapkan imbalan melainkan keikhlasan dan juga kualifikasi

kemampuan. Berbeda sekali dengan zaman sekarang yang terkadang sebagian

guru lebih mementingkan upah daripada kualitas dirinya. Selain itu adanya

kesadaran dari pada guru untuk mengamalkan dan mengajarkan ilmunya

meskipun tidak adanya tuntutan dari pemerintah.

1
Abudin Nata, Sejarah Pendidikan Islam, (Jakarta : Media Group, 2011), hal. 121
2
Samsul Nizar, Sejarah Pendidikan Islam: Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era Rasulullah
sampai Indonesia,( Jakarta: Kencana, 2007), hal. 51

4
Dari dimensi sosial budaya, ilmu pengetahuan berkembang dengan baik.

Pertumbuhan dan perkembangan ilmu pengetahuan erat kaitannya dengan

perluasan wilayah Islam.3

Dengan adanya perluasan wilayah, maka banyak para sahabat yang

mendatangi wilayah tersebut dengan tujuan mengajarkan agama Islam.Selain

itu, adanya pertukaran pemikiran antara penduduk asli dengan para sahabat juga

menjadikan ilmu pengetahuan berkembang dengan baik. Terobosan yang

dilakukan Khalifah Utsman ini membuat pendidik dapat memperluas wilayah

mengajar mereka tidak hanya di Mekkah dan Madinah saja.

Menurut slide share.net ada beberapa tenaga pendidik diantaranya :

a. Para Khalifah itu sendiri

b. Para sahabat besar, antara lain :

1) Abdullah bin Umar

2) Abu Hurairah

3) Abdullah bin Abbas

4) Aisyah

5) Anas bin Malik

6) Zaid bin Tsabit

7) Abdullah bin Mas’ud

Berarti menurut pendapat kelompok kami peran para sahabat besar pun turut

memeperkuat pendidikan pada masa Khulafaur Rasyidin tersebut.

3
Dudung Abdurrahman, Sejarah Peradaban Islam, (Yogyakarta: Lesfi, 2009), hal. 59

5
3. Peserta Didik

a. Orang dewasa dan atau orang tua yang baru masuk Islam

b. Anak – anak, baik orang tuanya telah lama memeluk Islam ataupun yang baru

memeluk Islam.

c. Orang dewasa dan atau orang tua yang telah lama memeluk Islam.

d. Orang yang mengkhususkan dirinya menuntut ilmu agama secara luas dan

mendalam.

Para muallaf juga dapat atau berhak mendapat pendidikan karena selain

mereka masih baru dalam beragama Islam mereka juga tentu masih

memerlukan bimbingan dari para guru. Terlihat pula baik mereka yang sudah

lama dan paham akan agama Islam ataupun baru dan belum paham akan

agama Islam berhak mendapat pendidikan dan dapat dipahami bahwa

menuntut ilmu itu hendaknya sepanjang hayat, tidak hanya hingga kita sudah

menguasai ilmu atau sudah lulus dari lembaga pendidikan tersebut. Karena

seyogyanya hidup adalah belajar. Tanpa belajar tanpa mencari tahu, tanpa ilmu

kita akan buta. Jika dalam hadits disebutkan bahwa “Tuntutlah ilmu dari

buaian sampai ke liang lahat. Maka dari itu batas kita untuk tidak belajar

adalah akhir hayat kita.

Terobosan yang dilakukan Khalifah Utsman ini mempermudah peserta

didik yang berada diluar Madinah untuk menuntut ilmu, juga memperluas

wilayah penyebaran Islam. Sehingga mereka yang jauh dari kota Madinah dan

Mekkah tidak harus jauh-jauh pergi ke kota Madinah dan Mekkah.

Ada pendapat lain dari slide share.net Peserta didik yaitu :

a. Umum, membentuk sikap mental keagamaan, seluruh umat Islam yang

ada di Makkah dan Madinah.

6
b. Khusus, membentuk ahli ilmu agama, hanya sebagian kecil saja.

Menurut slide share.net peserta didik ada dua yaitu umum dan khusus.

Umum ditujukan agar terbentuknya sikap mental keagamaan diantara yang

mengikuti yaitu umat Islam yang ada di Makkah dan Madinah. Sedangkan

yang khusus ditujukan agar membentuk ahli agama. Pembagian peserta didik

ini lebih sedikit dibandingkan dengan pendapat Bapak Samsul Nizar diatas,

tetapi mencakup apa yang di sampaikan Bapak Samsul Nizar. Hanya

tambahan yang disampaikan slide share.net ada tujuan. Untuk peserta didik

khusus diantaranya meliputi tingkatan yang lebih sudah paham agama ingin

memperdalam kembali.

Khalifah Utsman bin Affan sudah merasa cukup dengan pendidikan

yang sudah berjalan, namun begitu ada satu usaha yang cemerlang yang telah

terjadi di masa ini yang disumbangkan untuk umat Islam, dan sangat

berpengaruh luar biasa bagi pendidikan Islam, yaitu untuk mengumpulkan

tulisan ayat-ayat al-Qur’an.4

Pengkodifikasi al-Quran pada masa khalifah Utsman dilakukan

karena terjadi perbedaan pendapat tentang bacaan al-Quran (qiraat al-

Quran), yang menimbulkan percekcokan antara guru dan muridnya.

Panitia pengkodifikasian al-Quran yang dibentuk oleh khalifah

Utsman bin Affan ini pertama-tama melakukan pengecekan ulang dengan

meneliti mushaf yang sudah disimpan di rumah Hafsah dan

4
Samsul Munir Amin M.A. “Sejarah Peradaban Islam” (Jakarta; Amzah, 2009), hal. 105

7
membandingkannya dengan mushaf-mushaf yang lain. Ketika itu terdapat

empat mushaf al-Quran yang merupakan catatan pribadi.

Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ali bin Abi Thalib, terdiri atas 111

surah. Surah pertama adalah surah al-Baqarah dan surah terakhir adalah

surah al-Muawidzatain.

Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ubay bin Ka’ab, terdiri atas 105

surah. Surah pertama adalah al-Fatihah dan surah terakhir adalah surah an-

Nas.Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn Mas’ud, terdiri atas 108 surah.

Surah yang pertama adalah al-Baqarah dan yang terakhir adalah surah

Qulhuwallahu Ahad.

Mushaf al-Quran yang ditulis oleh Ibn Abbas, terdiri atas 114 surah.

Surah pertama adalah surah Iqra dan yang terakhir adalah Surah an-Nas.

Tugas tim adalah menyalin mushaf al-Quran yang disimpan dirumah

Hafsah dan menyeragamkan qiraat atau bacaanya mengikuti dialek Quraisy.

Kemudian setelah berhasil, Zaid bin Tsabit mengembalikannya kepada

Hafsah. Kemudian salinan itu dikirim juga ke Makkah, Madinah, Bashrah,

Kuffah, dan Syiria serta salah satunya disimpan oleh Utsman bin Affan yang

kemudian disebut mushaf al-imam. Sedangkan mushaf yang lain,

diperintahkan untuk dibakar.5

Terlepas dari perbedaan pendapat, dengan adanya mushaf utsmani ini

telah berhasil mengeluarkan masyarakat muslim dari kemelut, yang

diakibatkan dari perbedaan bacaan al-Quran (qiraat).

5
Siti Maryam, dkk., (ed.) Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga Modern, (Yogyakarta :
Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga kerjasama dengan LESFI, 2003), hal. 54-55

8
4. Metode Pembelajaran dan Lembaga Pendidikan

Proses pelaksanaan pola pendidikan pada masa Usman ini lebih ringan dan

lebih mudah dijangkau oleh seluruh peserta didik yang ingin menuntut dan belajar

Islam dan dari segi pusat pendidikan juga lebih banyak, sebab pada masa ini para

sahabat memilih tempat yang mereka inginkan untuk memberikan pendidikan

kepada masyarakat.

Akhirnya sahabat Huzaifah bin Yaman mengusulkan kepada Utsman

untuk menyeragamkan bacaan. Utsman pun lalu membentuk panitia yang

diketuai oleh Zaid bin Tsabit untuk menyalin mushaf yang disimpan oleh

Hafsah dan menyeragamkan bacaan Qur’an. Perluasan Mesjid Haram dan

Mesjid Nabawi sendiri dilakukan karena semakin bertambah banyaknya umat

muslim yang melaksanakan haji setiap tahunnya.

Pola pendidikan pada masa Utsman tidak jauh berbeda dengan pola

pendidikan yang diterapkan pada masa Umar. Hanya saja pada periode ini, para

sahabat yang asalnya dilarang untuk keluar dari kota madinah kecuali

mendapatkan izin dari khalifah, mereka diperkenankan untuk keluar dan

menetap di daerah-daerah yang mereka sukai. Dengan kebijakan ini, maka

orang yang menuntut ilmu (para peserta didik) tidak merasa kesulitan untuk

belajar ke Madinah.

Dari ke empat golongan terdidik tersebut, pelaksanaan pendidikan dan

pengajaran tidak mungkin dilakukan dengan cara menyamaratakan tetapi harus

diadakan pengklasifikasian yang rapih dan sistematis, disesuaikan dengan

kemampuan dan kesanggupan dari peserta didiknya. Adapun metode yang

digunakan adalah:

9
1) Golongan pertama menggunakan metode ceramah, hafalan, dan latihan

dengan mengemukakan contoh – contoh dan peragaan.

2) Golongan kedua menggunakan metode hafalan dan latihan.

3) Golongan ketiga menggunakan metode diskusi, ceramah, hafalan, tanya

jawab

4) Golongan keempat menggunakan metode ceramah, hafalan Tanya jawab,

dan diskusi serta sedikit hafalan. Pendidikan dan pengajaran pada

golongan ini lebih bersifat pematangan (dan pendalaman

Pada masa Khulafaur Rasyidin pusat-pusat pendidikan bukan hanya

terdapat di Mekkah dan Madinah, melainkan juga sudah tersebar di berbagai

daerah kekuasaan Islam lainnya. Adapun lembaga-lembaga pendidikan yang

digunakan masih sama dengan lembaga yang digunakan di zaman Rasulullah

Saw.yaitu masjid, Suffah, Kuttab, dan rumah.

Mata pelajaran yang di berikan disesuaikan dengan kebutuhan terdidik

dengan urutan mendahulukan pengetahuan yang sangat mendesak/ penting

untuk dijadikan pedoman dan pegangan hidup beragama.

Ada 3 fase dalam pendidikan dan pengajarannya:

1. Fase pembinaan : dimaksudkan untuk memberikan kesempatan agar

terdidik memperoleh kemantapan iman.

2. Fase pendidikan : ditekankan pada ilmu- ilmu praktis dengan maksud

agar mereka dapat segera mengamalkan ajaran dan tuntunan agama

dengan sebaik- baiknya dalam kehidupan sehari- hari.

10
3. Fase pelajaran : ada pelajaran –pelajaran lain yang diberikan untuk

penunjang pemahaman terhadap Al-Quran dan Hadits, seperti bahasa

Arab dengan tata bahasanya, menulis, membaca,syair dan peribahasa.6

B. Khalifah Ali bin Abi Thalib ( 656/661 )

1. Riwayat Singkat Ali Bin Abi Thalib

Ali Bin Abi Thalib adalah khalifah ke-Empat yang menjabat sebagai

khalifah setelah Usman Bin Affan.Ali memiliki ke istimewaan sendiri. Yang

pertama seorang kaya-raya tapi dermawan, dan lainnya, Áli, sederhana tapi

tegas dan kaya ilmu. Sebutan Nabi Muhammad Saw. Ali gerbang Ilmu, bukti

pengakuan Rasulullah atas penguasaan ilmu Ali.Tak heran bila Ali juga di kenal

ahli hukum dan mujtahid yang darinya selalu keluar pencerahan-pencerahan

ilmiah dan spiritualitas.Sebagai “mata air “hikmah banyak mewariskan kepada

umat islam akan kehidupan, baik dalam memenuhi hajat profannya (material)

maupun sakralnya (akhirat). Dalam satu kesempatan misalnya, dia bertutur soal

hubungan manusia dengan sang khaliq. Katanya, “barang siapa telah

memperbaiki hubungannya dengan Allah, maka dia akan memperbaiki

hubungannya dengan orang lain, dan barang siapa telah memperbaiki urusan

akhiratnya, maka dia akan memparbaiki urusan duniannya. “

Dan juga dalam beberapa hal sifat dan sikap Ali sama dengan para

pendahulunya. Ia sangat lemah lembut, rasa kasih sayang kepada sesamanya,

terutama kepada yang lemah. Ia berusaha sedapat mungkin membantu mereka

6
Syamsul Nizar, “Sejarah Pendidikan Islam” 2008 (Jakarta; Prenada Media), hal. 49

11
meskipun harus mengorbankan kepentingan sendiri. Tetapi ia juga tidak ragu

bertindak tegas jika keadaan memang menghendaki demikian.

Khalifah Ali Bin Abi Thalib pada malam hari ia sering menjadi pelayan

kaum fakir miskin, menyelenggarakan makan malam buat mereka. Dia

berusaha membebaskan mereka dari perbuatan meminta-minta, membebaskan

dari kemiskinan semampu mungkin. Hatinya pedih apa bila melihat orang yang

dalam keadaan kekurangan. Dan sesudah larut malam ia hanyut dalam

ibadahnya sendiri, berjikir dan melaksanakan tahajud.7

Ali juga menganjurkan untuk berfikir dan merenungkan kembali

informasi yang kita terima.Renungkannlah berita yang engkau dengar secara

baik-baik (dan jangan hanya menjadi sebagai penukil berita).Penukil ilmu

sangatlah banyak dan perenungnya sangat sedikit.8

Masa kanak-kanaknya Áli, dilalui dirumah Rasulullah.Sehingga dia

memiliki perilaku kenabian. Allah Ta‟ala melindunginya sehingga dia tidak

pernah berkesimpuh di depan berhala atau menyembah berhala atau

menyembah selain Allah Ta‟ala. Dia orang yang pertama kali menanggapi dan

merespon seruan Rasul, lalu dia mengikuti apa yang dibawa dan diserukannya.

Ali menjabat kekhalifah pada saat yang tepat.Ali ingin mengembalikan

manusia kepada jalan yang di tempuh oleh Nabi dan dua orang

pendahulunya.Namun, mereka tidak menurutin keinginan nya dan tidak percaya

sepenuhnya kepadanya.Mereka melihat Ali adalah orang aneh yang hidup di

7
Ali Audah, Ali Bin Abi Thalib sampai Kepada Hasan dan Husain,(Jakarta,PT. Mitra Kerjaya
Indonesia,2013), hal. 63
8
Hery Sucipto, Eksilopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakar hingga Nasr dan Qurdhawi, (Jakara
Selatan,PT MIZAN PUBLIKA, 2003), hal. 22-23

12
tengah-tengah mereka.Orang-orang kaya menjadi benci kepadanya, karena Ali

selalu menghitung-hitung kekayaan yang diperoleh mereka, dan menjatuhkan

hukuman kepada mereka yang brlebihan. Mereka tidak dapat hidup tamak

terhadap harta kekayaan ketika khalifah berada di tangan Ali,.Akhirnya,

orangorang kaya itu menghianati Ali dan menyokong musuh-musuhnya.9

Rasulullah menikahkan Ali dengan putri beliau Fatimah, pada tahun 2

H. Ali tidak menikah dengan wanita lain sampai Fatimah meninggal, 6 bulan

pasca wafatnya Rasulullah.

Ia termasuk salah satu di antaranya sahabat yang diberikan Nabi masuk

surga. Ia pernah di tugaskan untuk membawa panji Rasulullah dalam berbagai

peperangan. Rasulullah juga pernah mendelegasikan untuk membacakan surah

Al-Baqarah di hadapan kaum muslimin pada musim Haji tahun 9 H.10

Ali sebagai khalifah yang teladan, dimana Ali adalah pribadinya pernah

menolak jadi pemimpin Islam dikarenakan situasi yang kurang tepat yang

banyak terjadi kerusuhan disana sini, atas desakan masyarakat butuh pemimpin

dan masyarakat untuk menjadikan Khalifah Ali Bin Abi Thalib menjadi

pemimpin pun akhirnya diterima. Pada tanggal 23 juni 656 Masehi. Khalifah

Ali Bin Abi Thalib resmi menjadi Khalifah.jika dibawa pada konteks kekinian,

maka sangat sulit kita mendapatkan sosok manusia yang menolak menjadi

pemimpin.

9
3 Husayn ahmad amin, seratus tokoh dalam sejarah islam,( Bandung: Pt Remaja Rosdakarya, 2006),
hal. 17
10
Khoirul amru harahap, lc, mhi. Dkk. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah, (Jakarta
Timur:Pustaka Al-Kautsar,2007). hal, 20-21

13
2. Pendidikan Islam Pada Masa Ali Bin Abi Thalib

Islam adalah agama fitrah, agama yang berdasarkan potensi dasar

manusiawi dengan landasan petunjuk Allah. Pendidikan islam berarti

menumbuhkan dan mengembangkan potensi fitrah tersebut, dan

mewujudkannya dalam siistem budaya manusiawi yang islami. Oleh karena itu,

wajarlah kalau islam menerima sebagian dari unsur-unsur budaya manusiawi

yang telah berkembang tersebut sepanjang bisa diarahkan dan diwarnai sebagai

budaya yang islami. Adapun budaya manusia yang telah berkembang tersebut

yang menyimpang dari potensi fitrah manusiawi dan bertentangan dengan

prinsip-prinsip budaya islami, islam menolaknya dan menggantinya dengan

budaya baru yang islami.

Dengan demikian, pada masa pertumbuhan budaya islam ini,

sebenarnya terdapat dialog yang seru antara budaya prinsip-prinsip islami

sebagaimana yang terangkum dalam Al-Qur’an dengan budaya manusiawi yang

telah berkembang pada masa itu. Dialog itu terjadi dalam pemikiran sahabat

yang berhadapan langsung dengan sistem budaya dari masyarakat yang baru

memeluk islam. Dialog tersebut nampak dalam perbedaan-perbedaan pemikiran

dan pandangan, yang menimbulkan sikap kebijaksanaan yang berbeda-beda

pula dalam menghadapi masalah-masalah baru yang timbul sebagai akibat

bertambah banyak pemeluk agama islam. Bentuk kongkritnya adalah

tumbuhnya berbagai aliran dan madzhab dalam berbagai aspek budaya islam.

Pendidikan dalam kehidupan manusia, mempunyai peranan yang sangat

penting. Ia dapat membentuk kepribadian seseorang. Ia diakui sebagai kekuatan

yang dapat menentukan prestasi dan produktivitas seseorang.

14
Masa Khulafaurrasyidin sering disebut pula masa Shahabat-sahabat

besar yang berlangsung dari tahun 11-40 H, adapun Khulafaurrasyidin ini

adalah pemimpin-pemimpin Islam yang arif dan bijaksana didalamnya terdapat

4 orang khalifah yaitu Abu Bakr Ash-Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin

Affan dan Ali bin Abi Thalib.

Masalah yang pertama-tama dihadapi oleh para sahabat begitu

Rasulallah wafat adalah masalah siapa dan bagaimana pengganti

menggantikannya, beliau tidak memberikan petunjuk dalam hal ini. Berbagai

pandangan berkembang dikalangan sahabat tentang siapa yang berhak

menggantikan Nabi Muhammad Saw sebagai pemegang kekuasaan tertinggi.

Sementara itu Ali bin Abi Thalib merasa berhak atas dasar dekatnya

kekerabatan dan sebagai pewaris dari Nabi, untuk memegang kepemimpinan

tertinggi.

Berbeda dengan para khalifah sebelumnya, khalifah usman bin affan

tidak membentuk dewan pemilihan atau penunjuk calon pengganti dirinya

kelak. Mungkin karena itu beliau meninggal dunia akibat pembunuhan oleh

orang-orang yang tidak setuju dengan kebijakannya. Oleh sebab itu,

sepeninggal Usman bin Affan, kota madinah dilanda huru hara selama 5 hari,

pada saat itu Abdullah bin Saba sebagai gubernur Mesir mengusulkan agar Ali

bin Abi Thalib menjadi khalifah pengganti Usman bin Affan. Usulan gubernur

mesir itu disetujui oleh mayoritas umat islam.

Pada mulanya Ali tidak mau menerima usulan tersebut dalam kondisi

kritis seperti itu. Namun setelah mendapat desakan dari berbagai pihak. Ali pun

menerimanya demi kepentingan islam dan kaum muslimin. Mayoritas kaum

muslimin menyatakan setuju dan membaiatnya sebagai khalifah, kecuali

15
Muawiyah bin abi sufyan Gubernur Syiria. Namun demikian Ali tetap menjadi

khalifah yang sah dan ditetapkan sebagai khalifah Rasyidin ke empat.11

Sejak kekuasaannya, Khalifah Ali bin Abi Thalib selalu diselimuti

pemberontakan hingga berakhir tragis dengan terbunuhnya khalifah pada awal

pemerintahannya, sudah digoncang peperangan dengan Aisyah (istri Nabi).

karena kesalah pahaman dalam menyikapi pembunuhan terhadap Usman,

peperangan di antara mereka disebut Peperangan Jamal (unta) karena Aisyah

menggunakan kendaraan unta. Setelah berhasil mengatasi pemberontakan

Aisyah, muncul pemberontakan lain, sehingga masa kekuasaan khalifah Ali

tidak pernah mendapatkan ketenangan dan kedamaian.

Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa pendidikan pada zaman

empat khalifah belum berkembang seperti masa-masa sesudahnya.

Pelaksanaanya tidak jauh berbeda dengan masa Nabi, yang menekankan pada

baca tulis dan ajaran-ajaran islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Hadist

Nabi, hal ini disebabkan oleh konsentrasi umat islam terhadap perluasan

wilayah islam dan terjadinya pergolakan politik, khususnya dimasa Ali bin Abi

Thalib.12

Pada masa ini, penaklukkan ke timur dan ke barat dan kaum muslimin

memerintah dari Amir atas sebagian besar persi hingga sampai sungai jihan

(Amudariya) dari utara atas suriyah dan negeri Armenia, dari Barat atas Mesir.

Dan dibukanya kota kota besar Islam seperti Fusthat, Kufah, dan Damaskus.

Dengan demikian agama Islam tersebar seluruh Negara Islam yang luas

dipeluk oleh penduduk dengan segala suka hati, bukan dengan paksa atau

11
Wahid,Sejarah kebudayaan Islam Madrasah Aliyah,(Bandung:CV. Armico,2009), hal. 32
12
Hanun Asrohah,Sejarah Pendidikan Islam,(Jakarta:Logos Wacana Ilmu,1999), hal. 20

16
kekerasan. Pusat pendidikan bukan hanya di Madinah saja, bahkan telah

tersebar pula di kota-kota besar sebagai berikut :

a. Kota Mekkah dan Madinah (Hijaz)

b. Kota Bashrah dan Kufah (Iraq)

c. Kota Damsyik dan Palestina (Syam)

d. Kota Fistat (Mesir).13

Sahabat-sahabat bertebaran ke berbagai daerah dan disana

mereka menjadi pemimpin sekaligus menjadi pendidik muslim di tempat

masing masing sehingga pendidikan tidak berpusat da Madrasah saja.

Selanjutnya praktek pengelolaan pendidikan pada masa ini dapat dijelaskan

sebagai berikut :

1) Prinsip prinsip pendidikan:

a) Pendidikan diarahkan pada mengajarkan isi Al-Quran.

b) Pendidkan diajarkan dengan menggunakan dialek daerah masing

masing, sehingga sering timbul perselisihan dalam bacaan Al-

Quran. Untuk itu Usman bin Affan mengambil kebijaksanaan

menyusun Al-Quran dalam satu Mushaf.

2) Sumber pendidikan diambil dari Al-Quran, Hadits, alam sekitar (millu) da

ijtihad dalam bentuk ijma dan Qiyas.

3) Kurikulum atau rencana pelajaran meliputi :

a) Bidang keagamaan yang mencakup aqidah, Ubudiyah, Akhlaq dan

Muamalah.

b) Pada masa Umar digalakan pendidikan keterampilan hal ini

termaktub dalam instruksi Umar bin Khattab yang dikirimkan kepada

13
Abaddin Nata, Sejarah Pendidikan Islam (Ciputat : Kencana Prenada Media Group, 2011), hal. 33

17
penduduk-penduduk kota yang isinya “Amma ba’du”. Ajarkanlah

kepada anak-anak kamu berenang, kepandaian menunggang kuda,

dan tuturkanlah kepada mereka pepatah-pepatah yang masyhur dan

syair-syair yang baik.

c) Rencana pelajaran disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat.

d) Pada masa Ali bin Abi Thalib digalakkan motivasi belajar.

4) Lembaga pendidikan pada masa Khulafaurrasyidin tidak berbeda dengan

masa Nabi SAW, yaitu :

a) Kuttab sebagai lembaga pendidikan rendah yang didalamnya

mengajarkan kepada anak-anak dalam hal baca dan tulis dan sedikit

pengetahuan-pengetahuan agama.

b) Masjid sebagai pusat pendidikan umat Islam yang telah mukallaf

pada masa permulaan Islam belum terdapat sekolah formal seperti

pada masa sekarang.14

Muawiyah sebagai gubernur di Damaskus memberontak untuk

menggulingkan kekuasannya. Peperangan ini disebut dengan peperangan

Shiffin, karena terjadi di Shiffin. Ketika tentara Muawiyah terdesak oleh

pasukan Ali, maka Muawiyah segera mengambil siasat untuk menyatakan

tahkim (penyelesaian dengan adil dan damai). Semula Ali menolak, tetapi

desakan sebagian tentaranya akhirnya Ali menerimanya, namun tahkim malah

menimbulkan kekacauan, sebab Muawiyah bersifat curang. Dan dengan tahkim

Muawiyah berhasil mengalahkan Ali dan mendirikan pemerintahan tandingan

di Damaskus. Sementara itu, sebagian tentara yang menentang keputusan Ali

14
Khoirul Wahidin, dkk, Sejarah Pendidikan Islam dan Indonesia (Cirebon : Fakultas Tarbiyah IAIN
Sunan Gunung Jati, 1996), hal. 20-22

18
dengan cara tahkim, meninggalkan Ali dan membuat kelompok tersendiri yaitu

khawarij.

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa pada masa Ali

telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di masa ia berkuasa

pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada masa Ali

berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan gangguan. Pada

saat itu Ali tidak sempat memikirkan masalah pedidikan sebab keseluruhan

perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian bagi

masyarakat Islam.15

(1) Kurikulum Pendidikan

Kurikulum pendidikan di madinah selain berisi materi pengajaran yang

berkaitan dengan pendidikan keagamaan, yakni Al-Qur’an, Al-Hadits, hukum

Islam, kemasyarakatan, ketatanegaraan, pertahanan keamanan dan

kesejahteraan sosial.

(2) Sasaran (Peserta Didik)

Peserta didik di zaman Khulafaur Rasyidin terdiri dari masyarakat yang

tinggal di Mekkah dan Madinah. Namun yang khusus mendalami bidang kajian

keagamaan hingga menjadi seorang ynag mahir, alim dan medalam

penguasaannya di bidang ilmu agama jumlahnya masih terbatas. Sasaran

pendidikan dalam arti umum yakni membentuk sikap mental keagamaan adalah

seluruh umat Islam yang ada di Mekkah dan Madinah. Adapun sasaran

pendidikan dalam arti khusus, yakni membentuk ahli ilmu agama adalah

sebagian kecil dari kalangan tabi’in yang selanjutnya menjadi Ulama.

15
Mahmud Yunus, Sejarah Pendidikan Islam (Jakarta : Hidakarya Agung, 1989), hal. 116-117

19
(3) Tenaga Pendidik

Yang menjadi pendidik di zam Khulafaur Rasyidin antara lain adalah

Abdullah ibn Umar, Abu Hurairah, Ibnu Abbas, Siti Aisyah, Anas bin Malik,

Zaid bin Tsabut, Abu Dzar Al-Ghifari. Dari mereka itulah kemudian lahir para

siswa yang kemudian menjadi Ulama dan pendidik.

Khulafaur Rasyidin kemudian menentukan criteria pendidik,

sebagaimana criteria yang diberikan oleh Rasulullah SAW, yaitu professional,

memiliki kompetensi pedagogik, memiliki kompetensi kepribadian dan akhlaq

mulia, serta memiliki kompetensi sosial, tampil rapih dan bersih, dan selalu

menjaga kesehatan.

(4) Metode Dan Pendekatan Pembelajaran

Metode yang digunakan dalam mengajar yaitu dengan bentuk halaqah.

Yakni guru duduk dibagian ruangan masjid kemudian dikelilingi oleh para

siswa. Guru menyampaikan ajaran kata demi kata dengan artinya dan kemudian

menjelaskan kandungannya. Sementara para siswa menyimak, mencatat, dan

mengulanginya apa yang dikemukakan oleh para guru.

(5) Pusat-Pusat Dan Lembaga Pendidikan

Lembaga pendidikan yang digunakan masih sama dengan lembaga

pendidikan yang digunakan di zaman Rasulullah SAW, yaitu masjid, suffah,

kuttab, dan rumah.

(6) Pembiayaan Dan Fasilitas Pendidikan

Pada masa Khulafaur Rasyidin sebagian besar waktu banyak digunakan

untuk melakukan konsolidasi ke dalam, yakni memantapkan komitmen

sebagian umat Islam kepada ajaran Islam, memadamkan berbagai

pemberontakan serta perluasan wilayah dakwah Islam.dengan demikian

20
kesempatan untuk melakukan pembangunan dan mengadakan berbagai

kebutuhan fasilitas masih belum mendapatkan perhatian yang memadai.

(7) Evaluasi Dan Lulusan Pendidikan

Kegiatan evaluasi pendidikan masih berlangsung secara lisan dan

perbuatan, yakni bahwa kemampuan seseorang dalam menguasai bahan

pelajaran dilihat pada kemampuannya mengemukakan, mengajarkan, dan

mengamalkan ajaran tersebut. Para shahabat yang dinilai memiliki kecakapan

dalam ilmu agama, seperti tafsir, hadits, fatwa, dan sejarah kemudian dipercaya

oleh masyarakat untuk menagajar atau menyampaikan ilmunya itu kepada

orang lain.16

Ulama sahabat yang tinggal di kuffah ialah Ali Bin Abi thalib dan

Abdullah bin Mas’ud. Ali Bin Abi Thalib mengurus masalah politik dan urusan

pemerintahan, sedangkan Abdullah bin mas’ud adalah utusan resmi khalifah

Umar untuk menjadi guru agama di Kuffah.

Sahabat Ali bin Abi Thalib juga mengajar di madrasah madinah saat

kekuasaan dibawah tangan khalifah Abu Bakar. Kurikulum pendidikan islam

merupakan salah satu sarana untuk mencapai tujuan pendidikan islam pada

masa KhulafaUrrasyidin ini meliputi bidang keagamaan yang mencakup

tentang akidah, ubudiyah, akhlak dan muamalah. Barulah pada masa Ali bin

Abi Thalib digalakkan motivasi untuk belajar.

Sebagaimana telah dikemukakan bahwa meluasnya daerah kekuasaan

islam dibarengi dengan usaha penyampaian ajaran islam kepada penduduknya

oleh para sahabat, baik yang ikut sebagai anggota pasukan, maupun yang

kemudian dikirim oleh khalifah dengan tugas khusus mengajar dan mendidik.

16
Ibid, hal. 121-124

21
Maka diluar madinah, dipusat-pusat wilayah yang baru dikuasi, berdirilah

pusat-pusat pendidikan dibawah pengurusan para sahabat yang kemudian

diteruskan oleh para penggantinya (tabi’in) dan seterusnya.

Mahmud Yunus dalam bukunya “sejarah pendidikan islam”

menerangkan bahwa pusat-pusat pendidikan tersebut tersebar dikota-kota besar

sebagai berikut:

a. Di kota Makkah dan Madinah (Hijaz)

b. Di kota Basrah dan Kuffah (Irak)

c. Di kota Damsyik dan Palestina (Syam)

d. Di kota Fistat (Mesir)

Dipusat-pusat pendidikan tersebut, para sahabat memberikan pelajaran

agama islam pada muridnya, baik yang berasal dari penduduk setempat maupun

dari daerah lain. Dipusat-pusat pendidikan tersebut, timbullah madrasah-

madrasah, yang masih merupakan sekedar tempat memberikan pelajaran dalam

bentuk khalaqah dimasjid atau tempat pertemuan yang lainnya.

Akan tetapi madrasah madinah disini termasyhur karena disanlah tempat

para sahabat berkumpul dan mengajar begitu pula sahabat ali Bin Abi Thalib

menjadi salah satu guru dimadrasah madinah.17

Penyampaian sumber-sumber hukum islam disampaikan dengan

metode-metode yang disesuaikan dengan kondisi budaya masyarakat.

Walaupun menyesuaikan dengan budaya masyarakat setempat, tetapi untuk

tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda terhadap sumber hukum hukum

maka dibuatlah standar Al-qur’an pada masa Khalifah Umar.

17
Dzuhairini dkk,Sejarah Pendidikan Islam,(Bumi Aksara:Jakarta,1997)

22
3. Wafatnya Ali bin Abi Thalib

Di masa kekhalifhan Ali bin Abi thalib, Ali menghadapi masalah yang

berat, kondisi negara saat itu tidak stabil, pasukan beliau di Iraq dan di daerah

lainnya membangkang perintah beliau, mereka menarik diri dari pasukan.

Kondisi di wilayah Syam juga semakin memburuk. Penduduk Syam tercerai

berai ke utara dan selatan. Setelah peristiwa tahkim penduduk Syam menyebut

Mu’awiyah sebagai amir. Seiring bertambahnya kekuatan penduduk Syam

semakin lemah pula kedudukan penduduk Iraq. Padahal amir mereka adalah Ali

bin Abi Thalib ra. sebaik-baik manusia di atas muka bumi pada zaman itu,

beliau yang paling taat, paling zuhud, paling alim dan paling takut kepada Allah.

Namun walaupun demikian, mereka meninggalkannya dan

membiarkannya seorang diri. Padahal Ali telah memberikan hadiah-hadiah

yang melimpah dan harta-harta yang banyak. Begitulah perlakuan mereka

terhadap beliau, hingga beliau tidak ingin hidup lebih lama dan mengharapkan

kematian. Karena banyaknya fitnah dan merebaknya pertumpahan darah. Beliau

sering berkata, ” Apakah gerangan yang menahan peristiwa yang dinanti-nanti

itu? Mengapa ia belum juga terbunuh?” Kemudian beliau berkata, “Demi Allah,

aku akan mewarnai ini sembari menunjuk jenggot beliau- dari sini!” -sembari

menunjuk kepala beliau.

Akhirnya hari yang diharapkan Ali pun tiba, Ali harus wafat dengan di

bunuh oleh Ibnul Muljam. Ini kisah lengkapnya:

Ali bin Abi Thalib adalah sahabat sekaligus kerabat juga menantu dari

Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam. Ia adalah khalifah ke-4 setelah Utsman

bin Affan. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wa sallam dan Abu Bakar wafat karena

23
sakit, sedangkan Umar bin Khaththab, Utsman bin Affan dan Ali bin Abi Thalib

wafat karena dibunuh. Ini kronologis terbunuhnya Ali bin Abi Thalib.

Ibnu Jarir dan pakar-pakar sejarah lainnya menyebutkan bahwa tiga

orang Khawarij berkumpul, mereka adalah Abdurrahman bin Amru yang

dikenal dengan sebutan Ibnu Muljam al-Himyari al-Kindi sekutu Bani Jabalah

dari suku Kindah al-Mishri, al-Burak bin Abdillah at-Tamimi dan Amru bin

Bakr at-Tamimi. Mereka mengenang kembali kan terbunuhnya teman-teman

mereka dalam peristiwa Tahkim oleh pasukan Ali bin Abi Thalib. Mereka

berkata, “Apa yang kita lakukan sepeninggal mereka?

Bulan Ramadhan telah tiba. Waktu yang tepat ketika rencana

pembunuhan itu kini telah di depan mata. Ibnu Muljam membuat kesepakatan

dengan teman-temannya pada malam Jum’at 17 Ramadhan. Ibnu Muljam

berkata, “Malam itulah aku membuat kesepakatan dengan teman-temanku

untuk membunuh target masing-masing. Lalu mulailah ketiga orang ini

bergerak, yakni Ibnu Muljam, Wardan dan Syabib, dengan menghunus pedang

masing-masing. Mereka duduk di hadapan pintu yang mana biasa dilewati Ali

keluardari Masjid. Ketika Ali keluar, beliau membangunkan orang-orang untuk

shalat sembari berkata, “Shalat….shalat!” Dengan cepat Syabib menyerang

dengan pedang-nya dan memukulnya tepat mengenai leher beliau. Kemudian

Ibnu Muljam menebaskan pedangnya ke atas kepala Ali. Darah mengalir

membasahi jenggot Ali. Ketika Ibnu Muljam menebasnya, ia berkata, “Tidak

ada hukum kecuali milik Allah, bukan milikmu dan bukan milik teman-

temanmu, hai Ali!” Ia membaca firman Allah:

24
Ali bin Abi Thalib ra., terbunuh pada malam Jum’at waktu sahur pada

tanggal 17 Ramadhan tahun 40 H. Ada yang mengatakan pada bulan Rabi’ul

Awwal. Namun pendapat pertama lebih shahih dan populer.

Ali bin Abi Thalib ra. ditikam pada hari Jum’at 17 Ramadhan tahun 40

H. Ada yang mengatakan beliau wafat pada hari beliau ditikam, ada yang

mengatakan pada hari Ahad tanggal 19 Ramadhan. Al-Fallas berkata, “Ada

yang mengatakan, Ali bin Abi Thalib ditikam pada malam dua puluh satu

Ramadhan dan wafat pada malam dua puluh empat dalam usia 58 atau 59

tahun.”

Ada yang mengatakan, wafat dalam usia 63 tahun. Itulah pendapat yang

masyhur, demikian dituturkan oleh Muhammad bin al-Hanafiyah, Abu Ja’far

al-Baqir, Abu Ishaq as-Sabi’i dan Abu Bakar bin ‘Ayasy. Sebagian ulama lain.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Pada masa pemerintahan Utsman bin Affan tidak terjadi perubahan pola

pendidikan,. Akan tetapi, terjadi sebuah penyeragaman cara membaca Al-

Qur’an dan terjadinya pertambahan peserta didik dimana hal itu membuat lebih

banyak lagi yang paham tentang Islam dan mempermudah mereka yang belajar

agama Islam, karena dahulu ketika masa Khalifah Umar para sahabat dan ahli

agama tidak boleh pergi keluar Mekkah dan Maddinah. Metode yang digunakan

yaitu halaqah, hafalan, diskusi (Tanya jawab), latihan, ceramah, dll.

Pada masa Ali telah terjadi kekacauan dan pemberontakan, sehingga di

masa ia berkuasa pemerintahannya tidak stabil. Dengan kericuhan politik pada

masa Ali berkuasa, kegiatan pendidikan Islam mendapat hambatan dan

gangguan. Pada saat itu Ali tidak sempat memikirkan masalah pedidikan sebab

keseluruhan perhatiannya ditumpahkan pada masalah keamanan dan kedamaian

bagi masyarakat Islam.

Meskipun sempat mengalami pemberontakan-pemberontakan pada

masanya, Sahabat Ali Bin Abi Thalib tetap menggalakkan kaumnya untuk tetap

belajar walawpun tidak terlalu terfokus dalam dunia pendidikan karena Ali Bin

Abi Thalib lebih memfokuskan diri terhadap keamanan masyarakatnya saat itu

yang sempat mengalami pertumpahan.

Demikian lah dasar-dasar pandangan islam tentang pendidikan yang

memilki kedudukan penting dalam ajaran islam sehingga pendidikan selalu

diutamakan oleh umat islam.

26
B. SARAN

Semoga dengan mengetahui periode pendidikan pada masa Ustman Bin

Affan dan Ali Bin Abi Thalib dapat menambah wawasan kita dan agar kita dapat

mengambil beberapa metode dalam pengajaran dimasa sekarang masa sekarang

ini.

27
DAFTAR PUSTAKA

Audah, Ali, Ali Bin Abi Thalib sampai kepada Hasan dan Husain, Jakarta: Pt. Mitra
Kerjaya Indonesia, 2013.

Sucipto, Hery, Eksilopedi Tokoh Islam Dari Abu Bakar Hingga Nasr Dan Qurdhawi,
Jakara Selatan: Pt Mizan Publika, 2003.

Ahmad amin, Husayn, Seratus Tokoh Dalam Sejarah Islam, Bandung: Pt Remaja
Rosdakarya, 2006.

Harahap, Khoirul lc Amru mhi. Dkk. Tokoh-Tokoh Besar Islam Sepanjang Sejarah,
Jakarta timur: Pustaka Al-Kautsar, 2007.

Nizar,2007, Sejarah Pendidikan Islam; Menelusuri Jejak Sejarah Pendidikan Era


Rasulullah sampai Indonesia, Jakarta: Kencana.

Http://gudangmakalahku.blogspot.com/2013/04/pola-pendidikan-islam-pada-masa.html

Yunus, Mahmud , 1989, Sejarah Pendidikan Islam , Jakarta :Hidayakarya Agung.

Abudin, Nata,2011, Sejarah Pendidikan Islam, Jakarta : Media Group.

Dudung Abdurrahman, 2009, Sejarah Peradaban Islam, Yogyakarta: Lesfi

Amin, Samsul Munir,2009, “Sejarah Peradaban Islam” , Jakarta; Amzah

Siti Maryam, dkk., (ed.) Sejarah Peradaban Islam dari Masa Klasik hingga
Modern, 2003,Yogyakarta : Jurusan SPI Fakultas Adab IAIN Sunan Kalijaga kerjasama
dengan LESFI

http://jumadiattayani.blogspot.com/2012/12/pola-pendidikan-khulafaurrasyidin.html

Nizar,Syamsul, 2008, “Sejarah Pendidikan Islam” ,Jakarta; Prenada Media

Slide share.net

https://www.republika.co.id/berita/q5kcl1320/detik-terbunuhnya-utsman-bin-affan-dan-
mimpi-bertemu-rasul

https://www.jalansirah.com/wafatnya-ali-bin-abi-thalib.html

28
29

Anda mungkin juga menyukai