Disusun Oleh:
1.Nurhandayani
2.Oktavia Mashumah
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur kita panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikanpenulis dan
kelancaran sehingga makalah ini dapat diselesaikan dengan baik dan tepat waktu.Selawat serta salam
saya kirimkan kepada baginda nabi kita Nabi Muhammad SAW yang kita nantikan syafaatnya di akhirat
nanti.
Penulis juga menggucapkan syukur kepada Allah SWTyang telah melimpahkan nikmatnya sehingga
penulis bisa mengerjakan makalah dalam keadaan yang sehat baik fisik maupun akal fikiran. Makalah
yang berjudul “Islam pada masa ali bin abi thalib”. Selain itu makalah ini juga berguna untuk menambah
wawasan tentang Nash, Mufassar dan Muhkam, bagi saya dan pembaca.Penulis menyadari bahwa
tulisan makalah ini masih jauh dari kata sempurna dan masih ada kesalahan dan kekurangan di
dalamnya. Oleh karena itu, penulis menghaturkan permohonan maaf apa bila terdapat kesalahan dalam
makalah.
Penulis pun berharap pembacamakalah ini dapat memberikan makalah yang lebih sempurna lagi.
Penulis
2
DAFTAR ISI
A. Latar Belakang
Perkembangan Islam pada zaman Nabi Muhammad SAW dan Para Sahabat adalah
merupakan Agam Islam pada zaman keemasan, hal itu bisa terlihat bagaimana kemurnian
Islam itu sendiri dengan adanya pelaku dan faktor utamanya yaitu Rasulullah SAW.
Kemudian pada zaman selanjutnya yaitu zaman para sahabat, terkhusus pada zaman
Khalifah empat atau yang lebih terkenal dengan sebutan Khulafaur Rasyidin, Islam
berkembang dengan pesat dimana hampir 2/3 bumi yang kita huni ini hampir dipegang
dan dikendalikan oleh Islam. Hal itu tentunya tidak terlepas dari para pejuang yang
sangat gigih dalam mempertahankan dan juga dalam menyebarkan islam sebagai agama
Tauhid yang diridhoi.
Perkembangan islam pada zaman inilah merupakan titik tolak perubahan peradaban
kearah yang lebih maju. Maka tidak heran para sejarawan mencatat bahwa islam pada
zaman Nabi Muhammad dan Khulafaur Rasyidin merupakan islam yang luar biasa
pengaruhnya. Namun yang terkadang menjadi pertanyaan adalah kenapa pada zaman
sekarang ini seolah kita melupakannya. Sekaitan dengan itu perlu kiranya kita melihat
kembali dan mengkaji kembali bagaimana sejarah islam yang sebenarnya.
Sebenarnya, pembahasan masa khalifah Ali ra sudah banyak dilakukan oleh para
mu’arrikhin. Ada yang menganalisa masa khalifah Ali dari segi politiknya, seperti yang
dilakukan oleh dosen STID Mohammad Natsir, Jeje Zainudin Abu Himam, MA, dalam
buku yang berjudul “Akar Konflik Umat Islam, Sebuah Pelajaran dari Konflik Politik
Pada Zaman Sahabat”. Meskipun dalam judul bukunya terdapat kata “Zaman Sahabat”,
namun fokusnya adalah masa khalifah Ali ra. Buku itu secara spesifik membahas tentang
konflik politik yang terjadi pada masa pemerintahan Ali bin Abi Thalib.
B. Rumusan Masalah
Ali bin Abi Tholib lahir pada tahun 603 M disamping ka’bah kota Mekkah, lebih muda
32 tahun dari Nabi Muhammad SAW. Ali termasuk keturunan Bani Hasyim. Abu Tholib
memberi nama Ali dengan Haidarah, mengenang kakeknya yang bernama Asad. Haidarah dan
Asad dalam Bahasa Arab artinya singa. Sedang Nabi Muhammad memberi nama “ALI” yang
menakutkan musuh-musuhnya. Pada usia 6 tahun, Ali bin Abi Tholib diasuh oleh Nabi
Muhammad sebagaimana Nabi diasuh oleh ayahnya, Abu Tholib. Karena mendapat didikan dan
asuhan langsung dari Nabi Muhammad SAW, maka Ali tumbuh sebagai anak yang berbudi
luhur, cerdik, pemberani, pintar dalam berbicara dan berpengetahuan luas. Gelar-gelar yang
disandang oleh Ali antara lain:
Babul Ilmu gelar dari Rasulullah yang artinya karena beliau termasuk orang yang banyak
meriwayatkan hadist.
Zulfikar karena pedangnya yang bermata, juga disebut “Asadullah” (singa Allah) dua dan
setiap Rasulullah memimpin peperangan Ali selalu ada dibarisan depan dan
memperoleh kemenangan.
Karramallahu Wajhahu gelar dari Rasulullah yang artinya wajahnya dimuliakan oleh
Allah, karena sejak kecil beliau dikenal kesalehannya dan kebersihan jiwanya .
Imamul masakin (pemimpin orang-orang miskin), karena beliau selalu belas kasih kepada
orang-orang miskin, beliau selalu mendahulukan kepentingan orang-orang fakir, miskin dan
yatim. Meskipun ia sendiri sangat membutuhkan.
Ali termasuk salah satu seorang dari tiga tokoh yang didalamnya bercermin kepribadian
Rasulullah SAW. Mereka itu adalah Abu Bakar As- Shiddiq, Umar bin Khattab dan Ali bin Abi
Tholib. Mereka bertiga laksana mutiara memancarkan cahayanya, itulah sebabnya Ali dijuluki
“Almurtadha” artinya orang yang diridhai Allah dan Rasulnya.
5
gedung Utsman dari atap rumah bagian samping lalu membunuh Khalifah Utsman yang sedang
membaca al-Qur’an.
Peristiwa terbunuhnya Utsman di tangan rombongan penentang itu
menyisakan banyak teka-teki sejarah yang tak kunjung memuaskan. Terutama
mengenai misteri surat rahasia itu yang menjadi tanda tanya besar bagi para pengkaji
sejarah Islam. Siapakah sebenarnya yang paling bertanggung jawab atas keberadaan
surat itu.
Hal inilah yang menyebabkan terjadinya berbagai konflik pada masa kekhalifahan selanjutnya.
Setelah Utsman wafat pada hari selasa 18 zulhijah 35 H (17 Juni 656 M), masyarakat beramai-
ramai membai’at Ali bin Abi Thalib sebagai khalifah melalui sebuah majelis. Terhadap baiat itu
Ali berkata :
“Aku ingin sidang pemilihan khalifah didasarkan atas kebenaran, tidak mengikuti emosional,
tidak mengkualitaskan individu tertentu dan tidak mencela umat lain”.
Walau pada awalnya Ali bin Abi Thalib menolak, akan tetapi karena diminta harus,
akhirnya Ali menerima kepercayaan tersebut dan berkata :
”Kalau begitu baiat ini harus berlangsung di mesjid, sebab baiat kepadaku boleh secara
sembunyi dan tidak boleh berlangsung kecuali atas dasa kerelaan kaum muslimin”.
Pembai’atan Ali berjalan dengan mulus dan mayoritas penduduk Madinah menerima
kekhalifah Ali dengan antusias. Setelah dilantik menjadi khalifah, Ali bin Abi Thalib
menyampaikan pidato politik untuk pertama kalinya. Pidatonya tersebut secara umum
menggambarkan garis besar dari visi politiknya.
Menurut Jeje Zainudin, sedikitnya ada lima visi politik Ali dari pidatonya itu. Yaitu :
Sumber hukum dan dasar keputusan politik yang akan dilaksanakan oleh Ali adalah
kitab suci al-Quran. Ini tidak berarti bahwa Ali akan mengabaikan al-Sunnah, sebab al-
Quran hanya dapat dilaksanakan secara tepat jika ia dibimbing oleh Sunnah Nabi saw,
dan Ali tentulah orang yang paling memahami persoalan ini.
Mewujudkan nilai-nilai kebaikan ideal al-Quran dan menolak segala keburukan dalam
masyarakat.
Tulus ikhlas dalam memimpin dan mengutamakan integrasi kaum muslimin.
Melindungi kehormatan jiwa dan harta benda rakyat dari segala gangguan kezaliman
lidah dan tangan.
Kelima, membangun kehidupan masyarakat yang bertanggungjawab terhadap bangsa
dan Negara dengan landasan ketaatan kepada Allah swt.
meskipun pembai’atan Ali berjalan mulus dan lancar, akan tetapi ada beberapa kelompok dari
kalangan kaum muslimin saat itu dalam menyikapi kekhalifan Ali bin Abi Thalib.
Diantaranya Kelompok yang melarikan diri dari Madinah menuju Syam segera setelah
terbunuhnya Utsman dan menghindari ikut campur dalam pembai’atan pengangkatan Khalifah
Ali bin Abi Thalib. Mereka adalah anak cucu Bani Umayyah dan para pendukung setianya. Di
antaranya adalah tokoh dari Bani Umayah :
Marwan bin al-Hakam
al-Walid bin Uqbah
Sementara dari tokoh-tokoh pendukung setianya yang ikut melarikan diri ke Syam adalah
Qudamah bin Madh’un
Abdullah bin Sallam
Mughirah bin Syu’bah
Nu’man bin Basyir
Kelompok yang menangguhkan pembai’atan terahadap Ali dan menyatakan menunggu
perkembangan situasi. Diantaranya adalah :
Sa’ad bin Abi Waqqas
Abdullah bin Tsabit
Muhammad bin Salamah
Usamah bin Zaid
Salamah bin Salamah bin Raqis.
Kelompok yang sengaja tidak mau memberikan bai’at kesetiannya kepada Ali bin Abi
Thalib meskipun mereka tetap berada di Madinah saat pembaiatan Ali. Diantaranya
adalah
Hasan bin Tsabit
Ka’ab bin Malik
Zaid bin Tsabit
Rafi’ Khadij
Abu Sa’id al-Khudry
Muhammad bin Maslamah
Maslamah bin Mukhallad
Sikap kaum muslimin di atas, berpengaruh besar terhadap pemerintahan khalifah Ali di
kemudian hari. Gambaran situasi awal pembaiatan Ali seperti diungkapkan diatas cukup menjadi
isyarat tentang rumitnya situasi politik menjelang dan pasca pembunuhan Utsman. Hal ini
menjadi preseden tidak baik bagi situasi politik yang dihadapi Ali. Bagaimanapun, Madinah
adalah ibukota Negara dan pusat kewibawaan agama semenjak Nabi Muhammad Saw hingga
tiga Khalifah sesudahnya. Keputusan politik dan keagamaan yang disepakati penduduk Madinah
menjadi acuan bagi seluruh wilayah Islam yang ada di luarnya. Untuk saat itu, dapatlah
dikatakan Madinah menjadi barometer keutuhan umat. Sebab, disinilah berkumpulnya para
sahabat Nabi yang sangat dihormati oleh generasi sesudahnya. Jika penduduk Madinah saja
sudah tidak utuh dan bilat dalam suatu keputusan politik public, maka penduduk di luar Madinah
akan lebih sulit lagi untuk bersatu menerimanya
T. M.Hasbi, membagi ruang lingkup fiqih siyasah membagi menjadi delapan bagian yaitu:
1. Siyasah Tasyri’iyyah (kebijakan tentang penetapan hukum)
2. Siyasah Dusturiyyah (kebijakan tentang peraturan perundang-undangan)
3. Siyasah Qadha’iyyah (kebijaksanaan peradilan)
4. Siyasah Maliyyah (kebijaksanaan ekonomi dan moneter)
5. Siyasah Idariyyah (kebijaksanaan administrasi Negara)
7. Siyasah Tanfidziyyah (politik pelaksanaan undang-undang)
8. Siyasah Harbiyyah (politik peperangan)
Bila dilihat dari beberapa uraian di atas, bahwasannya sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi
Thalib dalam menjalankan pemerintahannya menggunakan sistem pemerintahan yang ada dalam
ruang lingkup fiqih siyasah, yaitu salah satunya tentang kebijakan penetapan hukum, dimana
Khalifah Ali tetap mengambil jizyah atas kaum non muslim yang berada di wilayah muslim akan
tetapi jizyah tersebut tetap ada batasannya, dimana kaum nonmuslim yang kalangannya
menengah ke atas, jizyahnya di ambil lebih besar, tetapi bagi kaum non muslim yang menengah
kebawah jizyahnya di ambil sesuai dengan kemampuannya saja.Khalifah Ali tetap saja selalu
mementingkan kemaslahatan umatnya walau dalam keadaan yang sangat hiruk-pkuk.Namun
kebijakan-kebijakan nya tersebut di tentang oleh pendukung dan kerabatnya, bahwasannya
kebijakan-kebujakannya tersebut terlalu radikal, walau demikian Khalifah Ali tetap dalam
keputusan dan pendiriannya yang ingin mencapai cita-cita yang ada pada masa kekhalifahan
Usman. Begitupun dengan kebijakan-kebijakan lain yang di jalankan oleh Khalifah Ali bin Abi
Thalib.
BAB III
PENUTUP
A.Kesimpulan
Dalam pembahasan di atas, penulis menyimpulkan bahwasannya
1. Sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalim termasuk sistem pemerintahan
yang terkenal tegas, bijaksana dan sangat mementingkan kemaslahatan umatnya.
Sistem pemerintahan Khalifah Ali bin Abi Thalib juga sangat berpegang teguh
terhadap al-Qur’an dan as-Sunah. Kebijakan-kebijakan Khalifah Ali bin Abi Thalib yaitu:
Memecat kepala-kepala daerah yang di angkat usman dan di
gantikan oleh kepala daerah pada masa Ali, mengambil kembali tanah-tanah
yang dibagikan Ustman kepada family-famili dan kaum kerabatnya tanpa jalan
yang sah, demikin juga hibah atau pemberian kepada siapapun yang tiada
beralasan, memindahkan ibukota Madinah ke Kuffah dan mempungsikan kembali
baitul mal atau zakat.
Ali menjadi Khalifah ditunjuk oleh para sahabat.
Masa kekhalifahannya 35-40 H / 656-661 M
Memindahkan pusat pemerintahan ke Kuffah.
Memecat para gubernur yang diangkat oleh Utsman dan mengirim kepala daerah yang
baru yang menggantikan
Menarik kembali harta dan tanah yang dihadiahkan Utsman kepada keluarga dan kerabat
Utsman dengan jalan yang tidak sah.
Melaksanakan kembali sistem pajak yang pernah diterapkan Umar.
Perang Jamal => Pemberontakan yang dipimpin oleh Thalhah, Zubair, dan Aisyah =>
menuntut balas atas terbunuhnya Utsman dan Ali tidak mau menghukum pembunuh
Utsman. Perang dimenangkan Ali.
Perang Shiffin => Pemberontakan oleh Mu’awiyah. Diakhiri dengan Tahkim.
Perang Nahrawan => Pemberontakan oleh Khawarij.
20 Ramadhan 40 H (24 Januari 661 M), Ali dibunuh Abdurrahman bin Muljam.
DAFTAR PUSTAKA
al-Khamis, Utsman bin Muhammad. 2012. Hiqbah Minat Tarikh (Inilah Faktanya, Meluruskan
Sejarah Umat Islam Sejak Wafat Nabi Muhammad SAW Hingga Terbunuhnya al-
Husain) diterjemahkan: Syafarudin. Jakarta: Pustaka Imam Syafi’i.
Fu’adi, Imam. 2011. Sejarah Peradaban Islam. Yogyakarta: Teras.
http://cipcipmuuach.blogspot.co.id/2013/04/sistem-politik-masa-khalifah-ali-bin.html, diakses 4 April
2013