Anda di halaman 1dari 15

MAKALAH

MADZHAB-MADZHAB AQIDAH DALAM ISLAM


Disusun untuk memenuhi mata kuliah Aqidah

Dosen pengampuh: Juni Erpida Nasution,M.pd

Disusun oleh:
Gina letari (1213.22.2142)
Resti Afsela (1213.22.2161)
Yova kurnia Agustin (1213.22.2178)

PROGRAM STUDI ILMU PENDIDIKAN ISLAM


STAI NURUL FALAH
AIR MOLEK
2022/2023
KATA PENGANTAR
Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ‘Beberapa Paham
dan Aliran dalam Akidah Islam’. Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini.
Untuk itu kami menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan makalah ini. Terlepas dari semua itu, Kami menyadari
sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya.
Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar
kami dapat memperbaiki makalah ilmiah ini. Akhir kata kami berharap semoga makalah tentang
‘Paham dan Aliran dalam Akidah Islam’ ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap
pembaca.

Pangkalan kasai, 01 April 2023


DAFTAR ISI
Kata Pengantar……………………….………………………………………….
Daftar isi ............................. ........................... .......................................................
BAB I : PENDAHULUAN
A. Latar Belakang ..................................................................................................
B. Rumusan Masalah ............. ................................................................................
C. Tujuan Penulisan ............................. ...................................................................
BAB II : PEMBAHASAN
A. Paham Dan Aliran Dalam Akidah Islam.............................................................
1. Aliran Khawarij ...................................................................................................
2. Aliran Murji’ah.....................................................................................................
3. Aliran Syi’ah.........................................................................................................
4. Aliran Jabariyah....................................................................................................
5. Aliran Qadariyah...................................................................................................
6. Aliran Maturidiyah...............................................................................................
7. Aliran Asy’ariyah................................................................................................
8. Aliran Muktazilah...............................................................................................
BAB III : PENUTUP
A. Kesimpulan .......................................................................................................
B. Saran .................................................................................................................
Daftar Pustaka
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejak wafatnya Nabi Muhammad saw, kaum muslimin sudah mulai menghadapi
perpecahan. Tetapi perpecahan itu menjadi reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah.
Setelah beberapa lamanya Abu Bakar menduduki jabatan kekhalifahan, mulai tampak kembali
perpecahan yang disebarkan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan orang-orang yang
mengumumkan dirinya menjadi nabi, seperti Musailamah al-Kadzdzab, Thalhah, Sajah dan Al-
Aswad Al-Ansy. Di samping itu ada pula kelompok-kelompok lain yang tidak mau membayar
zakat kepada Abu Bakar. Padahal dahulunya mereka semua taat dan disiplin membayar zakat
pada Nabi. Akan tetapi semua perselisihan itu segera dapat diatas dan dipersatukan kembali,
karena kebijaksanaan Khalifah Abu Bakar. Maka selamatlah kekuasaan Islam yang muda Itu dari
ancaman fitnah dari musuh-musuh Islam yang hendak menghancur-leburkannya.
Kemudian perjalanan khalifah Abu Bakar As-shiddiq, Umar bin Khattab, dan Utsman bin
Affan tidak begitu menghadapi persoalan, bahkan terjalin persaudaraan yang mesra dan akrab.
Pada masa ketiga khalifah itulah, dipergunakan kesempatan yang sebaik-baiknya mengerahkan
semua tenaga kaum muslimin untuk menyiarkan dan mengembangkan Islam ke seluruh pelosok
penjuru dunia. Tetapi setelah Islam meluas ke Afrika, Asia Timur bahkan Asia Tenggara tiba-tiba
diakhir Khalifah Utsman, terjadi suatu persoalan yang ditimbulkan oleh tindakan Utsman yang
oleh sebagian orang Islam dianggap kurang mendapat simpati dari sebagian kaum muslimin.
Kebijakan khalifah Utsman bin Affan yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan umat
pada saat itu, diantaranya ialah kurang pengawasan dan pengangkatan terhadap beberapa pejabat
penting dalam pemerintahan, sehingga para pelaksana pemerintahan (para eksekutif) di lapangan
tidak bekerja secara maksimal, diperparah lagi dengan adanya sikap nepotisme dari keluarganya.
Utsman banyak menempatkan para pejabat tersebut dari kalangan keluarganya, sehingga banyak
mengundang protes dari kalangan umat Islam. Dan sebenarnya hal Ini adalah bisa dimaklumi
karena memang keluarga Usman bin Affan adalah keluarga orang-orang yang pandai. Namun
Inilah bermulanya fitnah yang membuka kesempatan orang-orang yang berambisi untuk
menggulingkan pemerintahan Utsman.
Karena derasnya arus fitnah ini sehingga mengakibatkan terbunuhnya Utsman bin Affan .
Setelah itu maka Ali bin Abi Thalib terpilih dan diangkat menjadi khalifah, tetapi dalam
pengangkatan tidak memperoleh suara yang bulat, karena ada golongan yang tidak menyetujui
pengangkatan itu. Bahkan ada yang dengan terang-terangan menentang pengangkatan tersebut
sekaligus menuduh bahwa Ali campur tangan atau sekurangkurangnya membiarkan komplotan
pembunuhan terhadap Utsman.
Semenjak itulah, berpangkalnya perpecahan umat Islam, hingga menjadi beberapa partai
atau golongan. Diantaranya sebagai berikut :
1. Kelompok yang setuju atas pengangkatan Ali menjadi khalifah.Kelompok yang pada
awalnya patuh dan setuju, tetapi kemudian setelah terjadi perpecahan, menjadi golongan
yang netral. Mereka berpendidikan, tidak mau mengikuti taat pada Ali, tidak pula
memusuhinya Ali. Karena mereka berkeyakinan bahwa keberpihakan kepada salah satu dari
dua golongan tersebut tidak berakibat baik.
2. Kelompok yang jelas-jelas menentang Ali secara terbuka Yaitu Thalhah bin Abdullah, Zubair
bin Awam, Aisyah binti Abu Bakar. Semuanya ini bersatu dan sepakat menjadikan Aisyah
sebagai komandan untuk menggulingkan khalifah Ali. Mereka menyusun tentara, lalu
menduduki Basrah. Pegawai-pegawai Ali di Basrah dibunuh, perbendaharaan dirampas.
Sebab itu Ali pun dengan membawa pasukan yang dipimpinnya sendiri menuju Basrah, dan
akhirnya terjadilah pertempuran hebat. Thalhah dan Zubair terbunuh. Aisyah tertangkap dan
dipulangkan ke Madinah. Peperangan ini dinamai peperangan Jamal (unta), sebab Aisyah
memimpin pertempuran itu dari atas unta. Dari tentara Aisyah banyak yang melarikan diri
dan menggabungkan diri dengan tentara Mu’awiyah di Syam, yang same-sama menentang
Ali. Terjadinya peperangan antara Mu’awiyah dan Ali, hingga pertempuran Shiffin, yaitu
perang terakhir antara Ali dan Mu’awiyah.
3. Ada golongan umat Islam yang memisahkan diri dari tentara Ali. Golongan ini yang kita
kenal dengan kaum Khawarij, mereka tidak setuju dengan gencatan senjata dan perundingan
antara Ali dengan Mu’awiyah. Mereka ini dihancurkan pula oleh Ali, sehingga cerai-berai

B. Rumusan Masalah
Dalam makalah ini rumusan makalah yang dapat kami paparkan adalah sbb:
1. Apa penyebab munculnya paham dan aliran dalam akidah Islam.?
2. Bagaimana menyikapi perbedaan paham dan aliran yang muncul dalam lapangan akidah
Islam.?
3. Apa Kaedah-kaedah penting dalam mempelajari paham dan aliran dalam akidah Islam?
4. Apa perbedaan antara paham dan aliran yang ada dalam lapangan akidah Islam.?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah disebutkan di atas maka tujuan dari penulisan
makalah ini antara lain:
1. Menyelesaikan tugas individu yang diberikan oleh ibu Dra. Akilah Mahmud, M.Pd, Selaku
dosen Mata Kuliah Aqidah Akhlak.
2. Memahami dan mempelajari penyebab munculnya paham dan aliran dalam akidah Islam.
3. Mengetahui cara menyikapi perbedaan paham dan aliran yang ada dalam lapangan akidah
Islam.
4. Memahami kaedah-kaedah penting dalam mempelajari paham dan aliran dalam akidah
Islam.
5. Mengetahui letak perbedaan pendapat diantara paham – paham dan aliran – aliran yang
ada.
BAB II
PEMBAHASAN
A. BEBERAPA PAHAM DAN ALIRAN DALAM AKIDAH ISLAM
1. Aliran khawarij
Khawarij ini merupakan suatu aliran dalam kalam yang bermula dari sebuah
kekuatan politik. Dikatakan khawarij (orang-orang yang keluar) karena mereka keluar
dari barisan pasukan Ali saat mereka pulang dari perang Siffin, yang dimenangkan oleh
Mu’awiyah melalui tipu daya perdamaian. Gerakan exodus itu, mereka lakukan karena
tidak puas dengan sikap Ali menghentikan peperangan, padahal mereka hampir
memperoleh kemenangan. Sikap Ali menghentikan peperangan tersebut, menurut
mereka, merupakan suatu kesalahan besar karena Mu’awiyah adalah pembangkang, sama
halnya dengan Thalhah dan Zutair1 . Oleh sebab itu tidak perlu ada perundingan lagi
dengan mereka. dan Ali semestinya meneruskan peperangan sampai para pembangkang
itu hancur dan tunduk.
Kemudian orang-orang Khawarij mulai mengafirkan siapa saja yang dianggap
melakukan kesalahan, seperti Utsman bin Affan yang melakukan kesalahan karena
mengubah sistem politiknya sehingga menimbulkan huru-hara. Kemudian Thalhah.
Zubair dan Mu’awiyah yang melakukan pembangkangan terhadap Ali bin Abi Thalih
sebagai khalifah yang sah. Dan Ali bin Abi Thalib sendiri yang melakukan kesalahan
karena menghentikan pertempuran dalam perang Siffin, ketika menaklukkan mu’awiyah
yang tidak mau bai’at kepadanya.
Pada awalnya tuduhan kafir tersebut dilontarkan mereka kepada Mu’awiyah,
Amru bin Ash, Ali bin Abi Thalib dan Abu Musa al-Asy’ari, yang keempatnya ini pelaku
utama proses tahkim (damai) untuk mengakhiri peperangan. Namun, tahkim tersebut
menurut orang-orang khawarij tidak sesuai dengan ketentuan ajaran agama, karena
Mu’awiyah adalah pembangkang yang seharusnya diperangi sampai hancur dan tunduk.
Dengan demikian, jalan terakhir tersebut tidak sesuai dengan ketentuan hukum Allah, dan
barang siapa menetapkan sesuatu dengan ketentuan yang tidak sesuai dengan hukum
Allah tergolong orang-orang kafir, sebagaimana dikemukakan dalam surah al-Maidah
ayat 44 yang artinya: “Barang siapa yang tidak menentukan hukum dengan apa yang
diturunkan oleh Allah adalah kafir”
Walaupun telah dihancurkan Ali bin Abi Thalib tahun ke-37 H, namun sisa-sisa
kekuatan mereka masih terus bergerak dan berhasil menghimpun kekuatan lagi, sehingga
terus melakukan gerakan oposisi terhadap daulah Umayah. Akan tetapi, kelompok ini
rentan sekali sehingga mudah pecah, dapat dihancurkan kembali oleh Banu Umayah pada
tahun 70 H. Sisa-sisanya dari sub sekte Ibadiyah (sebutan sub sekte Khawarij yang sangat
moderat) sampai kink masih ada di Sahara Al-Jazair, Tunisia, Pulau Zebra, Zanzibar,
Omman dan Arabia Selatan, dan tidak melakukan perlawanan politik apa-apa terhadap
penguasa yang sah.
Sesuai dengan uraian diatas, maka pemikiran kalam aliran khawarij yang paling
menonjol adalah tentang pelaku dosa besar yang menurut mereka tergolong orang kafir,
dan termasuk pada kategori dosa besar adalah sikap menentang terhadap pemikiran
khawarij sehingga orang-orang yang tidak sepaham dengan mereka tergolong kafir.
Di samping itu, mereka mempunyai pemikiran yang khas tentang definisi iman.
Yakni menurut mereka iman itu adalah meyakini dengan hati, mengucapkan dengan lisan
dan mengamalkan dengan anggota badan. Sejalan dengan definisinya ini, maka orang-or
ang yang tidak mengamalkan ajaran agamanya, atau melakukan pelanggaran dalam
kategori dosa besar, termasuk kufur, karena amal mempengaruhi iman.
Dengan demikian pokok-pokok pikiran aliran ilmu kalam mereka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Orang Islam yang melakukan dosa besar adalah termasuk Kafir
2. Orang yang terlibat perang Jamal yakni perang antara Ali dan Aisyah dan pelaku
arbitrase antara Ali dan Mua’awiyah dihukum Kafir;dan
3. Kholifah menurut mereka tidak harus keturunan Nabi atau suku quraisy.
2. Aliran Murji’ah
Sejak terjadinya ketegangan politik di akhir pemerintahan Utsman bin Affan, ada
sejumlah sahabat nabi yang tidak mau ikut campur dalam perselisihan politik. Ketika
selanjutnya terjadi salah menyalahkan antara pihak pendukung Ali dengan pihak penuntut
bela kematian Utsman bin Affan, maka mereka bersikap “irja” yakni menunda
putusantentang siapa yang bersalah. Menurut mereka, biarlah Allah saja nanti di hari
akhirat yang memutuskan siapa yang bersalah di antara mereka yang tengah berselisih
ini.
Selanjutnya mereka kaum khawarij berpendapat bahwa mukmin yang melakukan
dosa besar itu menjadi kafir dan kelak akan kekal dalam neraka, maka Kaum Murji’ah
berpendapat bahwa mukmin yang melakukan dosa besar tersebut masih tetap mukmin,
yaitu mukmin yang berdosa tidak berubah menjadi kafir. Lalu apakah mereka akan
masuk ke dalam neraka atau surga, atau masuk neraka terlebih dahulu baru kemudian ke
dalam surga, ditunda sampai ada putusan akhir dari Allah.
Karena penundaan semua putusan terhadap Allah, serta senantiasa berharap Allah
akan mengampuni dosa-dosa para pelaku dosa besar tersebut, maka mereka ini kemudian
populer disebut sebagai golongan atau aliran “murji’ah” (orang yang mendapat putusan
para pelaku dosa besar sampai ada ketetapan dari Allah, sambil berharap bahwa Allah
akan mengampuni dosa-dosa mereka itu).
Pendirian Murji’ah di atas sangat moderat, sehingga menjadi pendirian umat
Islam pada umumnya tentang mukmin yang berbuat dosa besar. Mereka sendiri kemudian
disebut sebagai penganut aliran Murji’ah moderat. Akan tetapi pada akhir abad pertama
dan awal abad kedua hijrah, muncul orang-orang murji’ah ekstrim yang sangat
meremehkan peran amal perbuatan. Mereka selanjutnya berpendapat bahwa siapa saja
yang meyakini keesaan Allah dan ke-Rasulan Muhammad SAW, adalah orang beriman
walaupun selalu melakukan perbuatan buruk. Bahkan seorang tidak boleh dikatakan kafir
kendati sering melakukan ibadah di dalam gereja, karena keimanan itu ada dalam hati,
dan hanya dapat diketahui oleh Allah. Tokoh-tokoh aliran murji’ah ekstrim ini adalah
Jaham bin Shafwan, Abu Hasan alShalih, Muqatil bin Sulaiman dan Yunus al-Samiri.
Kaum murji’ah ekstrim ini banyak memperoleh kecaman dari para ulama saat itu,
dan tidak memperoleh pengikut, serta akhirnya lenyap. Sedang murji’ah moderat
kemudian menjadi pengikut aliran Ahlus Sunrah wal Jama’ah.
Pemikiran yang paling menonjol dari aliran ini adalah bahwa pelaku dosa besar
tidak dikategori sebagai orang kafir, karena mereka masih memiliki keimanan dan
keyakinan dalam hati bahwa Tuhan mereka adalah Allah, Rasul-Nya adalah Muhammad,
serta AlQur’an sebagai kitab ajarannya serta meyakini rukun-rukun iman lainnya.
Disamping itu, mereka berpendapat bahwa iman itu adalah mengetahui dan
meyakini atas ke-Tuhanan Allah dan ke-Rasulan Muhammad. Mereka tidak memasukkan
unsur amal dalam iman, sehingga amal tidak mempengaruhi iman. Oleh sebab itu pulalah
mereka berpendapat bahwa pelaku dosa besar tetap mukmin, dan tidak terkategori
sebagai orang kafir sebagaimana dinyatakan ajaran khawarij. Sedangkan dosanya harus
mereka pertanggungjawabkan di akhirat kelak.
Dengan demikian pokok-pokok pikiran aliran ilmu kalam mereka dapat
disimpulkan sbb:
1) Pengakuan Iman Islam cukup di dalam hatinya saja dan tidak dituntut membuktikan
keimanan
dengan perbuatan.
2) Selama seorang muslim meyakini dua kalimat syahadat apabila ia berbuat dosa besar
maka
tidak tergolong kafir dan hukuman mereka ditangguhkan di akhirat dan hanya Allah
yang berhak menghukum.
3. Aliran Syi’ah
Syi’ah dilihat dari segi bahasa berarti pengikut, pendukung, partai, atau
kelompok, sedangkan secara istilah adalah sebagian kaum muslimin yang dalam bidang
spiritual dan keagamaan selalu merujuk kepada keturunan Nabi Muhammad saw.
Syi’ah adalah golongan yang menyanjung dan memuji Sayyidina Ali secara
berlebihlebihan. Karena mereka beranggapan bahwa Ali yang lebih berhak menjadi
khalifah pengganti Nabi Muhammad SAW, berdasarkan wasiatnya. Sedangkan khalifah-
khalifah seperti Abu Bakar As Shiddiq, Umar Bin Khattab dan Utsman Bin Affan
dianggap sebagai penggasab atau perampas khilafah.
Sebagaimana dimaklumi bahwa mulai timbulnya fitnah di kalangan ummat Islam
biang keladinya adalah Abdullah Bin Saba’, seorang Yahudi yang pura-pura masuk Islam.
Pitnah tereebut cukup berhasil, dengan terpecah-belahnya persatuan ummat, dan
timbullah Syi’ah sebagai firqoh pertama :
Sebenarnya Syi’ah bermula dari perjuangan politik yaitu khilafah, kemudian
berkembang menjadi agama. Adapun dasar pokok Syi’ah ialah tentang Khalifah, atau
sebagaimana mereka menamakannya Imam. Maka Sayyidina Ali adalah iman sesudah
Nabi Muhammad SAW. Kemudian sambung-bersambung Imam itu menurut urutan dari
Allah. Beriman kepada imam, dan taat kepadanya merupakan sebagian dari iman. Iman
menurut pandangan Syi’ah bukan seperi. pandangan Golongan Ahlus Sunnah. Menurut
golongan Ahlus Sunnah, khalifah atau imam adalah wakil pembawa syari’at (Nabi) dalam
menjaga agama. Dia mendorong manusia untuk beramal apa yang diperintahkan Allah.
Dia adalah pemimpin kekuasaan peradilan, pemerintahan dan peperangan. Akan tetapi
baginya tidak ada kekuasaan di bidang syari’at, kecuali menafsirkan sesuatu atau
berijtihad tentang sesuatu yang tidak ada nashnya.
Adapun menurut golongan Syi’ah, imam itu mempunyai pengertian yang lain, dia
adalah guru yang paling besar. Imam pertama telah mewarisi macammacam ilmu Nabi
SAW. Imam bukan manusia biasa, tetapi manusia luar biasa, karena dia ma’shum dari
berbuat salah. Di sini ada dua macam ilmu yang dimiliki imam yaitu; ilmu lahir dan ilmu
batin. Sungguh Nabi SAW telah mengajarkan AlQur’an dengan makna batin dan makna
lahir, mengajarkannya rahasia-rahasia alam dan masalah-masalah ghaib. Tiap imam
mewariskan perbendaharaan ilmuilmu kepada imam sesudahnya. Tiap imam mengajar
manusia pada waktunya sesuatu rahasia-rahasia (asrar) yang mereka mampu
memahaminya. Oleh karena itulah imam merupakan guru yang paling besar. Orang-orang
Syi’ah tidak percaya kepada ilmu dan hadits, kecuali yang diriwayatkan dari imam-imam
golongan Syi’ah sendiri.
Inti ajaran Syi’ah adalah berkisar masalah khilafah. Jadi masalah politik, yang
akhirnya berkembang dan bercampur dengan masalah-masalah agama. Ajaran-ajarannya.
yang terpenting yang berkaitan dengan khilafah ialah Al’ Ishmah, Al Mahdi, At Taqiyyah
dan Ar Raj’ah.
4. Aliran Jabariyah
Nama Jabriyah Berasal dri kata jabara yang mengandung arti Memaksa.
sedangkan menurut al-Syahrastani bahwa jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dri
hamba secara hakikat dan menyandarkan perbuatan tersebut kepada Allah SWT. Dalam
istilah Inggris paham jabariyah disebut fatalism atau predestination, yaitu paham yang
menyatakan bahwa perbuatan manusia ditentukan sejak semula oleh qada dan qadar
Tuhan. Dengan demikian posisi manusia dalam paham ini tidak memiliki kebebasan dan
inisiatif sendiri, tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Oleh karena itu aliran
Jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam
menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam paham ini betul melakukan
perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.
Paham jabariyah ini duduga telah ada sejak sebelum agama islam datang
kemsyarakat Arab. Kehidupan bangsa arab yang diliputi oleh gurun pasir sahara telah
memberi pengaruh besar kedalam cara hidup mereka. Ditengah bumi yang disinari terik
matahari dengan air yang sangat sedikit dan udara panas ternyata tidak dapat memberi
kesempatan bagi tumbuhnya pepohonan dan suburnya tanaman. Disana sini yang tumbuh
hanya rumput keras dan beberapa pohon yang cukup kuat untuk mengahdapi panasnya
musim serta keringnya udara.
Aliran jabariyah dibagi menjadi 2 yaitu aliran jabariyah yang ekstrim dan
moderat. Aliran jabariyah yang ekstrim tokohnya dalah jahm bin safwan pendapatnya
manusia sangat lemah, tak berdaya, terikat dengan kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan, tidak mempunyai kehendak dan kemauan bebas sebagaimana dimiliki oleh paham
qodariyah. Seluruh tindakan dan perbuatan manusai tidak boleh lepas dari aturan,
skenario, dan kehendak Allah.
5. Aliran Qadariyah
Qadariyah berasal dari bahasa arab, yaitu qadara yang artinya kemampuan dan
kekuatan. Adapun menurut pengertian terminologi, qadariyah adalah suatu aliran yang
percaya bahwa segala tindakan manusia diintervensi dari Tuhan. Aliran berpendapat
bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta baagi segala mperbuatannyan; ia dapat berbuat
sesuatu atau meninggalkan atas kehendaknya sendiri. Dalam hal ini, Harun Nasution
menegaskqan bahwa kaum qadariyah berasal dari pengertian bahwa manusia mempunyai
qudrahatau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasdal dari
pengewrtian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Seharusnya, sebutan qadariyah di berikan kepdada aliran yang berpendapat bahwa
qadar menetukan segala tingkah laku manusia, baik yang bagus maupinyang jahat.
Qadariyah pertama sekali di munculkan oleh Ma’bad Al-Jauhani dan ghailan
AdDimasyqy. Ma’bad adalah seorang tabi’I yang dapat di percaya dan pernah berguru
pada Hasan Al-Basri. Adapun ghailan adalah serorang orator berasal dari Damaskus dan
ayahnya menjadi maula Husna bin affan.
Seperti yang telah dikemukakan di atas, Qadariyah berakar pada qadara yang
dapat berarti memutuskan dan memiliki kekuatan atau kemampuan.8 Sedangkan sebagai
aliran dalam ilmu Kalam, qadariyah adalah nama yang dipakai untuk suatu aliran yang
memberikan penekanan terhadap kebebasan dan kekuatan manusia dalam menghasilkan
perbuatanperbuatannya. Dalam paham Qadariyah manusia dipandang mempunyai qudrat
atau kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk kepâda qàdar atau qada Tuhan.
Tèntang kapan munculnya paham qadariyah dalam Islam, secara pasti tidak dapat
diketahui. Namun ada sementara para ahli yang menghubungkan paham qadariyah ini
dengan kaum Khawarij. Pemahaman mereka tentang konsep iman, pengakuan hati dan
amal dapat menimbulkan kesadaran bahwa manusia mampu Sepenuhnya memilih dan
menentukan tindakannya sendiri, baik atau buruk.
Tokoh pemikir pertama kali yang menyatakan paham qadariyah ini adalah
Ma’bad alJuhani, yang kemudian diikuti oleh Ghailan al-Dimasqi. Sementara itu Ibnu
Nabatah sebagaimana dikemukakan oleh Ahmad Amin berpendapat bahwa paham
Qadariyah itu pertama kali muncul dari seseorang asal Irak yang menganut Kristen dan
kemudian masuk Islam, tetapi kemudian masuk Kristen lagi. Dari tokoh inilah Ma’bad al-
Juhani dan Ghailan al-Dimasqi menerima paham qadariyah.
Dalam ajarannya, aliran Qadariyah sangat menekankan posisi manusia yang amat
menentukan dalam gerak laku dan perbuatannya. Manusia dinilai mempunyai kekuatan
untuk melaksanakan kehendaknya sendiri atau untuk tidak melaksanakan kehendaknya
itu. Dalam menentukan keputusan yang menyangkut perbuatannya sendiri, manusialah
yang menentukan, tanpa ada campur tangan Tuhan.
6. Aliran Maturidiyah
Aliran Maturidiyah didirikan oleh Muhammad bin Abu Mansur. Ia dilahirkan di
Maturid, sebuah kota kecil di daerah Samarqand (termasuk daerah Uzbekistan). Al-
Maturidy mendasarkan pikiran-pikiran dalam soal-soal kepercayaan kepada pikiran-
pikiran Imam Abu Hanifah yang tercantum dalam kitabnya Al-fiqh Al-Akbar dan Al-fiqh
Al-Absath dan memberikan ulasan-ulasannya terhadap kedua kitab-kitab tersebut. Al-
Maturidy meninggalkan karangan-karangan yang banyak dan sebagian besar dalam
lapangan ilmu tauhid.
Maturidiyah lebih mendekati golongan Muktazillah. Dalam membahas kalam,
Maturidiyah mengemukakan tiga dalil, yaitu sebagai berikut:
a. Dalil perlawanan arad: dalil ini menyatakan bahwa ala mini tidak akan mungkin
qasim karena
didalamnya terdapat keadaan yang berlawanan, seperti diam dan derak, baik dan
buruk. Keadaan tersebut adalah baru dan sesuatu yang tidak terlepas dari yang baru
maka baru pula.
b. Dalil terbatas dan tidak terbatas: alam ini terbatas, pihak yang terbatas adalah baru.
Jadi alam
ini adalah baru dan ada batasnya dari segi bendanya. Benda, gerak, dan waktu selalu
bertalian erat. Sesuatu yang ada batasnya adalah baru.
c. Dalil kausalitas: alam ini tidak bisa mengadakan dirinya sendiri atau memperbaiki
dirinya kalau
rusak. Kalau alam ini ada dengan sendirinya, tentulah keadaannya tetap msatu. Akan
tetapi, ala mini selalu berubah, yang berarti ada sebab perubahan itu.
7. Aliran Asy’ariyah
Aliran ini muncul sebagai reaksi terhadap paham Muktazillah yang dianggap
menyeleweng dan menyesatkan umat Islam. Dinamakan aliran Asy’ariyah karena
dinisbahkan kepada pendirinya, yaitu Abu Hasan al-Asy’ari. Dan nama aslinya adalah
Abu al-hasan ‘Ali bin Ismail al-Asy’ari, dilahirkan dikota Basrah (Irak) pada tahun 260
H/873 M dan wafat pada tahun 324 H/ 935 M, keturunan Abu Musa al-Asy’ari seorang
sahabat dan perantara dalam sengketa antara Ali r.a. dan Mu’awiyah r.a.
Setelah keluar dari kelompok Muktazillah, al-Asy’ari merumuskan pokok-pokok
ajarannya yang berjumlah tujuh pokok. Berikut ini adalah tujuh pokok ajaran aliran
As’ariyah:
a. Tentang Sifat Allah
Menurutnya, Allah mempunyai sifat, seperti al-Ilm (mengetahui), al-Qudrah
(kuasa), alHayah (hidup), as-Sama’ (mendengar), dan al-Basar (melihat).
b. Tentang Kedudukan Al-Qur’an
Al-Qur’an adalah firman Allah dan bukan makhluk dalam arti baru dan
diciptakan. Dengan demikian, Al-Qur’an bersifat qadim (tidak baru).
c. Tentang melihat Allah Di Akhirat
Allah dapat dilihat di akhirat dengan mata kepala karena Allah mempunyai wujud.
d. Tentang Perbuatan
Manusia Perbuatan-perbuatan manusia itu ciptaan Allah.
e. Tentang Antropomorfisme
Menurut alAsy’ari, Allah mempunyai mata, muka, dan tangan, sebagaimana
disebutkan dalam surah al-Qamar ayat 14 dan ar-Rahman ayat 27. akan tetapi
bagaimana bentuk Allah tidak dapat diketahui.
f. Tentang dosa Besar
Orang mukmin yang berdosa besar tetap dianggap mukmin selam ia masih
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya.
g. Tentang Keadilan Allah
Allah adalah pencipta seluruh alam. Dia milik kehendak mutlak atas ciptaan-Nya.
Ketujuh pemikiran al-Asy’ari tersebut dapat diterima oleh kebanyakan umat Islam
karena sederhana dan tidak filosofis.
8. Aliran Muktazilah
Aliran ini muncul sebagai reaksi atas pertentangan antar aliran Khawarij dan
aliran Murji’ah mengenai persoalan orang mukmin yang berdosa besar. Menghadapi dua
pendapat ini, Wasil bin Ata yang ketika itu menjadi murid Hasan al-Basri, seorang ulama
terkenal di Basra, mendahuli gurunya dalam mengeluarkan pendapat. Wasil mengatakan
bahwa orang mukmin yang berdosa besar menempati posisi antara mukmin dan kafir.
Tegasnya, orang itu bukan mukmin dan bukan kafir.
Aliran Mu’tazilah merupakan golongan yang membawa persoalan-persoalan
teologi yang lebih mandalam dan bersifat filosofis. Dalam pembahasannya mereka
banyak memakai akal sehingga mendapat nama “kaum rasionalis Islam”
Setelah menyatakan pendapat itu, Wasil bi Ata meninggalkan perguruan Hasan
alBasri, lalu membentuk kelompok sendiri. Kelompok ini dikenal dengan Muktazillah.
Pada awal perkembangannya aliran ini tidak mendapat simpati umat Islam karena ajaran
Muktazillah sulit dipahami oleh beberapa kelompok masyarakat. Hal itu disebabkan
ajarannya bersifat rasional dan filosofis. Alas an lain adalah aliran Muktaszillah dinilai
tidak berpegang teguh pada sunnah Rasulullah SAW dan para sahabat. Aliran baru ini
memperoleh dukungan pada masa pemerintahan Khalifah al-Makmun, penguasa Bani
Abbasiyah.
Aliran Muktazillah mempunyai lima dokterin yang dikenal dengan al-usul al-
khamsah. Berikut ini kelima doktrin aliran Muktazillah.
a. At-Taauhid (Tauhid)
Ajaran pertama aliran ini berarti meyakini sepenuhnya bahwa hanya Allah SWT.
Konsep tauhid menurut mereka adalah paling murni sehingga mereka senang disebut
pembela tauhid (ahl al-Tauhid).
b. Ad-Adl
Menurut aliaran Muktazillah pemahaman keadilan Tuhan mempunyai pengertian
bahwa Tuhan wajib berlaku adil dan mustahil Dia berbuat zalim kepada hamba-Nya.
Mereka berpendapat bahwa tuhan wajib berbuat yang terbaik bagi manusia. Misalnya,
tidak memberi beban terlalu berat, mengirimkan nabi dan rasul, serta memberi daya
manusia agar dapat mewujudkan keinginannya.
c. Al-Wa’d wa al-Wa’id (Janji dan Ancaman).
Menurut Muktazillah, Tuhan wajib menepati janji-Nya memasukkan orang
mukmin ke dalam sorga. Begitu juga menempati ancaman-Nya mencampakkan orang
kafir serta orang yang berdosa besar ke dalam neraka.
d. Al-Manzilah bain al-Manzilatain (posisi di Antara Dua Posisi). P
emahaman ini merupakan ajaran dasar pertama yang lahir di kalangan
Muktazillah. Pemahaman ini yang menyatakan posisi orang Islam yang berbuat dosa
besar. Orang jika melakukan dosa besar, ia tidak lagi sebagai orang mukmin, tetapi ia
juga tidak kafir. Kedudukannya sebagai orang fasik. Jika meninggal sebelum
bertobat, ia dimasukkan ke neraka selama-lamanya. Akan tetapi, sikasanya lebih
ringan daripada orang kafir.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sejak wafatnya Nabi Muhammad saw, kaum muslimin sudah mulai menghadapi perpecahan.
Tetapi perpecahan itu menjadi reda, karena terpilihnya Abu Bakar menjadi Khalifah. Setelah
beberapa lamanya Abu Bakar menduduki jabatan kekhalifahan, mulai tampak kembali
perpecahan yang disebarkan oleh orang-orang yang murtad dari Islam dan orang-orang yang
mengumumkan dirinya menjadi nabi, seperti Musailamah al-Kadzdzab, Thalhah, Sajah dan Al-
Aswad Al-Ansy10. Kemudian perjalanan khalifah Abu Bakar Asshiddiq, Umar bin Khattab, dan
Utsman bin Affan tidak begitu menghadapi persoalan, bahkan terjalin persaudaraan yang mesra
dan akrab. Tetapi setelah Islam meluas ke Afrika, Asia Timur bahkan Asia Tenggara tiba-tiba
diakhir Khalifah Utsman, terjadi suatu persoalan yang ditimbulkan oleh tindakan Utsman yang
oleh sebagian orang Islam dianggap kurang mendapat simpati dari sebagian kaum muslimin.
Kebijakan khalifah Utsman bin Affan yang dianggap tidak sesuai dengan kebutuhan umat
pada saat itu, diantaranya ialah kurang pengawasan dan pengangkatan terhadap beberapa pejabat
penting dalam pemerintahan, sehingga para pelaksana pemerintahan (para eksekutif) di lapangan
tidak bekerja secara maksimal, diperparah lagi dengan adanya sikap nepotisme dari keluarganya.
Karena derasnya arus fitnah sehingga mengakibatkan terbunuhnya Utsman bin Affan . Setelah itu
maka Ali bin Abi Thalib terpilih dan diangkat menjadi khalifah, tetapi dalam pengangkatan tidak
memperoleh suara yang bulat, karena ada golongan yang tidak menyetujui pengangkatan itu.
Bahkan ada yang dengan terang-terangan menentang pengangkatan tersebut sekaligus menuduh
bahwa Ali campur pembunuhan Utsman.
Jadi pada dasarnya macam-macam aliran dan paham dalam akidah Islam adalah Khawarij,
Murji’ah, Syi’ah, Jabariyah, Qadariyah, Maturidiyah, Asy’ariyah, Muktazilah.11 Adanya
macam-macam ini bukan berarti Islam terpecah, tapi hanya salah pemahaman karena Islam yang
telah meluas sampai hampir ke penjuru dunia sehingga pengawasan dari daerah ke pusat dan
juga dalam pengajaran Islam memperhatikan budaya atau kebiasaan daerah setempat sehingga
Islam dapat diterima di sana.
B. Saran
Jika setelah membaca dan mempelajari makalah ini12, terdapat kesalahan mohon
dimaafkan karena kami juga manusia biasa yang tidak luput dari salah dan dosa. Dan jika ada
saran maupun kritikan dari pembaca silakan sampaikan kepada kami, karena kritik dan saran
anda sangat menunjang kesempurnaan makalah ini. Semoga setelah mempelajari dan memahami
pembahasan ini kita dapat mengambil hikmah dari ajaran Akidah Akhlak tentang beberapa
paham dan aliran dalam lapangan akidah Islam.
DAFTAR PUSTAKA
Asih Sapinah Kurni(2006). Akidah Akhlak Untuk MA kelas XI. Cetakan Pertama. Depok: CV
ARYA DUTA.
Sutisno Hendra(2002). Aliran dalam Akidah Islam . Cetakan Pertama. Mataram : Mataram Press.
Nasution Harun (1972). Teologi Islam : Aliran – Aliran, Sejarah Analisa Dan Perbandingan.
Cetakan Pertama. Jakarta: UI Press.
Nasution Harun (1986). Teologi Islam : Aliran – Aliran, Sejarah Analisa Dan Perbandingan.
Cetakan Kelima. Jakarta: UI Press.

Anda mungkin juga menyukai