Anda di halaman 1dari 23

MAKALAH

KHAWARIJ DAN MURJI’AH


Disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Puji Maulana, S.Pd

Oleh:
Anis Khoiru Rosyidah NIM: 202044510102
Siti Inayah Wulandari Nur NIM: 202044510114

FAKULTAS TARBIYAH
INSTITUT AGAM ISLAM AL-FALAH AS-SUNNIYYAH
KENCONG JEMBER
2021
KATA PENGANTAR

Bismillahirohmanirohim, Puji syukur kehadirat Allah SWT karena telah


memberikan kesempatan pada penulis untuk menyelesaikan makalah ini. Atas rahmat
dan hidayah-NYA lah penulis dapat menyelesaikan makalah yang berjudul Khawarij dan
Murji‟ah tepat waktu. Makalah Pancasila Sebagai Sistem Filsafat disusun guna
memenuhi tugas Dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam di Institut Agama Islam Al-
Falah As-Sunniyyah. Selain itu, penulis juga berharap agar makalah ini dapat menambah
wawasan bagi pembaca tentang Pancasila Khawarij dan Murji‟ah.
Penulis mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Puji Maulana,
M.pd. Selaku Dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam. Tugas yang telah diberikan ini
dapat menambah pengetahuan dan wawasan terkait bidang yang ditekuni penulis. Penulis
juga mengucapkan terimakasih pada semua pihak yang telah membantu proses
penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu,
kritik dan saran yang membangun akan penulis terima demi kesempurnaan makalah ini.

Kencong, 07 April 2021

Penyusun

DAFTAR ISI

i
Halaman
SAMPUL ...................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ................................................................................................. ii
DAFTAR ISI ................................................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN ........................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ................................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .............................................................................................. 2
1.3 Tujuan ................................................................................................................ 2
1.4 Manfaat .............................................................................................................. 3
BAB II. PEMBAHASAN ............................................................................................. 4
1
2
2.1 Definisi dan Sejarah Munculnya Khawarij ........................................................ 4
2.2 Ajaran Pokok Khawarij ...................................................................................... 6
2.3 Sekte-Sekte Khawarij ......................................................................................... 7
2.4 Definisi dan Sejarah Munculmya Murji‟ah ....................................................... 10
2.5 Ajaran-Ajaran Pokok Murji‟ah ........................................................................... 13
2.6 Sekte-Sekte Murji‟ah .......................................................................................... 14
BAB III. PENUTUP ..................................................................................................... 18
3
3.1 Kesimpulan ........................................................................................................ 18
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................... 19

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Khawarij dan Murji‟ah merupakan aliran teologi muncul dalam dunia Islam
akibat adanya polemik dalam bidang politik. Cikal bakal keberadaan kedua aliran ini
bermula dari pertentangan yang terjadi antara Ali bin Abi Thalib dan Mu'awiyah bin
Abi Sufyan yang enggan memberikan bai'at kepada Ali yang ketika itu terpilih
sebagai khalifah pengganti 'Utsman bin 'Affan. Selain itu, belum tuntasnya
pengusutan terhadap pembunuhan Utsman juga meniadi salah satu penyebabnya.
Ketegangan ini memuncak hingga menyebabkan terjadi perang Shiffin pada tahun 37
H.
Pada pertempuran ini, tentara 'Ali berhasil mendesak pasukan Mu‟awiyah.
Dalam kondisi yang demikian. mereka meminta untuk berdamai berdasarkan kitab
Allah. Pada awalnva, Ali menolak tawaran tersebut. Namun. sebagian besar
pengikutnya mengancam Ali untuk tetap melakukan tahkim tersebut. Ternyata, hal
ini hanya merupakan suatu siasat belaka karena dalam arbitrase (tahkim) tersebut
dimana Amr bin al- Ash (utusan dari pihak Mua‟awiyah) melakukan kecurangan dan
penipuan terhadap Abu Musa1 a1- Asy‟ari (utusan dari pihak Ali), sehingga tahkim
ini berakhir dengan suatu keputusan, yaitu menurunkan Ali dari jabatan
kekhalifahan dan mengukuhkan Mu'awiyah sebagai penggantiya.
Hasil tahkim ini menyebabkan banyak pengikut Ali yang kecew,a dan
memisahkan diri dari 'Ali bin Abi Thalib. Golongan ini kemudian dikenal dengan
Khawirij. Golongan Kkawirij yang dipimpin oleh Abdullah bin Wahab Ar-Rasibi ini
keluar dari kufah dan berkumpul serta menyusun kekuatan di suatu tempat bernama
haruriyah. Pada awalnya, khalifah Ali berusaha (Untuk mendekati mereka kembali
dengan mengirim utusan-utusan, tetapi ternyata mereka menghiraukannya. Oleh
karena itu, khalifah menggolongkannya kepada bughoh yang harus diperangi.
Akhirnya, mereka dapat dikalahkan dan melarikan diri ke Yaman. Namun, kebencian
mereka semakin menjadi- jadi terhadap Khalifah Ali bin Abi Thalib serta golongan
Mu' awiyah dan Amr bin al-Ash.
Pada periode-periode selanjut- nya, gerakan Khawarij ini semakin kuat dan
mulai mengkonsolidasikan kekuatannya. Namun, dalam per- kembangan selanjutnya,

1
golongan ini akhirnya terpecah ke dalam beberapa sekte yang kebanyakan
menyimpang dari akidah Islam yang sebenarnya.
Kondisi tersebut sangat berkaitan dengan lahirnya Murji'ah. Tegasnya, persoalan
khilafah yang terjadi setelah terbunuhnya ' Utsman bin ' Affan membawa perpecahan
di kalangan umat Islam. Umat Islam terpecah ke dalam tiga golongan, yaitu : (1)
golongan yang tetap setia kepada Ali yang kemudian dikenal dengan nama Syi‟ah,
(2) golongan yang keluar dari kelompok 'Ali yang dinamakan dengan khawarij, dan
(3) golongan Mu'awiyah yang akhirnya membentuk Dinasti Bani Umaiyah yang
membawa sistem kerajaan dalam Islam.
Di antara ketiga golongan tersebut, pertentangan antara golongan khawarij dan
syi‟ah akhirnya menimbulkan suatu aliran yang netral dan tidak memihak kepada
salah satu kelompok. Mereka ini kemudian dikenal dengan nama Murji‟ah. Aliran ni
dipelopori oleh Ghailan al-Dimasyqi.
Dalam perkembangannya, kedua aliran ini memiliki paham atau ajaran pokok
yang sangat berbeda satu sama lain. selain tu, karena beberapa faktor yang
mempengaruhi maka kedua aliran ini terpecah dalam beberapa sekte. Oleh karena itu,
dalam makalah ini akan dicoba untuk memaparkan tentang aliran pokok dan sekte-
sekte yang terdapat dalam aliran khawarij dan murji‟ah.
Khulafa Ar asyidin maupun pemimpin yang ada pada setiap zaman disebut
dengan khariji. Disamping itu, ada juga yang berpendapat bahwa pemberian nama
khawarij tersebut didasarkan pada surat An-Nisa‟ ayat 100.

1.2 Rumusan Masalah


a) Apa pengertian Khawarij dan Murji‟ah ?
b) Bagaimana sejarah munculnya Khawarij dan Murji‟ah ?
c) Apa ajaran pokok Khawarij dan Murji‟ah ?
d) Apa saja sekte-sekte Khawarij dan Murji‟ah ?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan umum dan khusus dari pembuatan makalah ini yaitu:
a. Agar kami mendapatkan nilai dari tugas dosen mata kuliah.
b. Mengetahui sejarah munculnya Khawarij dan Murji‟ah
c. Untuk mengetahui pengertian tentang Khawarij dan Murji‟ah
2
d. Mengetahui sekte-sekte Khawarij dan Murji‟ah
e. Mengetahui ajaran pokok Khawarij dan Murji‟ah.

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini adalah:
a. Guna menambah wawasan para mahasiswa mengenai materi yang dibahas dalam
makalah ini.
b. Meningkatkan keterampilan para mahasiswa dalam membuat makalah dengan
benar.

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi dan Sejarah Munculnya Khawarij


Al Khawarij secara etimologis berasal dari kata tunggal “Khārij” dan Khāriji di
salur dari kata Al Khārij yang kesemuanya memiliki makna yang sama yaitu diluar
atau bagian luar. Oleh karena itu para spesialis (ulama) bahasa menyandarkan
pengertian mereka secara bahasa akan kelompok ini dengan kata (kharaja) hal ini
disebabkan karena mereka telah keluar dari (prinsip) agama dan keluarnya mereka
dari ketaatan kepada Imam Alī.
Menurut terminologi para ulama berbeda pendapat dalam memberikan definisi
tentang Al Khawārij, diantaranya: Diantara ulama ada yang memberikan definisi
dengan mengambil pengertian politik secara umum, yaitu setiap yang keluar dari
pemimpin yang sah secara syari di setiap zaman.
Al Syaristānī mengatakan bahwa Al Khawārij adalah setiap orang yang keluar
dan memisahkan diri dari pemimpin yang telah disepakati kepemimpinannya, apakah
itu yang keluar dari kepemimpinan Khulafā‟ Ar Rasyidīn, kepemimpinan tabī‟in, dan
kepemimpinan yang ada di setiap zaman.
Diantara ulama ada yang mengkhususkan Al Khawārij hanyalah kelompok yang
memisahkan diri dan keluar dari kepemimpinan Alī. Al Asy‟arī mengatakan: mereka
dikatakan sebagai Khawārij Karena mereka telah keluar dari kepemimpinan Ali. Ibnu
Hazm menambahkan senada dengan perkataaan Al Syirastānī bahwasanya kata Al
Khariji disandarkan kepada setiap yang secara pemikiran menyerupai kelompok yang
keluar dari kepemimpinan Alī kapan pun dan dimana pun mereka berada.
Sedangkan menurut sejarah, Kelompok ini muncul akibat fitnah besar yang
terjadi antara 656 dan 661 masehi yang dikenal dan dikenal dengan sebutan Khawarij
(orang-orang yang keluar, jamak dari Khariji). Ketika Khalifah Ali bin Abi Thalib
setuju untuk menyerahkan masalah pertikaian dengan Mu‟awiyah bin Abi Sufyan
kepada arbitrasi (tahkim atau penjurian) pada perang Shiffin, sekelompok
pengikutnya, sebagian besar berasal dari suku Tamim, menuduhnya mengingkari ayat
Al-Qur‟an yang artinya: “Jika dua golongan orang beriman berperang satu sama lain,
damaikanlah mereka. Jika salah satu dari mereka berbuat aniaya kepada yang lain,
perangilah yang berbuat aniaya itu sehingga golongan itu kembali kepada perintah
Allah”. (QS Al- Hujurat [49] : 9. Menurut mereka, Utsman bin Affan layak mati
4
karena kesalahan- kesalahannya; Ali bin Abi Thalib adalah khalifah yang sah; dan
Mu‟awiyah bin Abi Sufyan adalah agresor yang membangkang, yang tidak layak
untuk ditahkim (diarbitrasi). Mereka berpendapat, dia harus taat dan patuh kepada
ayat Al-Qur‟an yang artinya: “Perangilah mereka supaya jangan ada fitnah
(gangguan), dan supaya agama itu semata-mata bagi Allah.” Montgomery Watt
menjelaskan makna Khawarij sebagai berikut:

1. Khawarij ialah mereka yang Dengan menyetujui arbitrasi ini, Ali melakukan dosa
besar karena mengingkari ayat-ayat Allah, dan oleh sebab itu, mengeluarkan
dirinya sendiri dari masyarakat sejati orang beriman. keluar daripada berada di
tengah-tengah orang-orang yang tidak beriman, melakukan hijrah di jalan Allah
dan Rasul-Nya, iaitu memutuskan semua wilayah sosial dengan orang-orang yang
tidak beriman.
2. Khawarij adalah mereka yang keluar atau membuat pemisahan dari kelompok Ali.
3. Khawarij ialah mereka yang telah pergi keluar untuk memerangi Ali di dalam
suasanapemberontakan terhadapnya.
4. Khawarij ialah mereka yang keluar dan berperan aktif di dalam berjihad, yang
berlawanan dengan mereka yang hanya duduk di dalam dua kelompok, dan
konsep khuruj ialah keluar dan qu’ud hanya duduk diam, adalah berbeda
(berlawanan) di dalam Al-Qur‟an.
Sesudah itu mereka memasuki sebuah kampung tidak jauh dari Kufah,iaitu
kampung Harura. Kemudiannya mereka digelar dengan Haruri sebagai sempena
nama kampung tersebut. Golongan Sunni mengembalikan gelaran mereka sebagai
Haruri karena pertemuan mereka yang pertama terjadi di sana. Namun sebutan atau
gelar itu kurang tepat (akurat); adalah benar bahwa setiap Haruri mestilah Khariji,
tetapi tidak setiap Khariji adalah Haruri. Golongan mereka juga dinamakan
Muhakkimah, satu gelaran sempena dari slogan mereka yang berbunyi, “La tahkima
illa minallah”.
Maka kedua-dua nama inilah kerapkali ditujukan kepada golongan Khawarij.
Mereka telah melantik Abdullah bin Wahab al-Rasibi menjadi ketua mereka. Nama
Khawarij juga adalah sempena dari tindakan mereka yang telah keluar ‫ خرجوا‬dari
golongan Ali serta sahabat-sahabatnya. Tetapi sebagian mereka mengatakan, nama
Khawarij adalah sempena dari perjuangan mereka yang telah keluar untuk berjihad
karena agama Allah, atau juga sempena dari firman Allah yang artinya: “Sesiapa

5
keluar dari rumahnya berhijrah karena agama Allah serta Rasul-Nya, dan kemudian
mati, niscaya mendapat pahala dari Allah”. (Q.S. Al-Baqarah [2] : 207.
Gelaran atau sebutan yang ditujukan kepada golongan mereka dapat diterima
oleh Khawarij, namun mereka secara konsisten menolak untuk disebut atau
dinamakan sebagai al- Mariqa (orang yang ingkar), karena maksud dan tujuan
mereka keluar dari golongan muslim lain terutama Ali dan para sahabatnya, adalah
untuk mereformasi tidak hanya semata-mata pemberontakan saja.

2.2 Ajaran Pokok Khawarij


Dalam hal ini, ada beberapa prinsip yang esensial sebagai ajaran pokok bagi khawarij,
yaitu :
a. Masalah Khilafah
Menurut mereka pengangkatan khalifah akan sah hanya jika berdasarkan
pemilihan yang benar-benar bebas dan dilakukan oleh semuaumat Islam tanpa
diskriminasi. Yang berhak menjadi khalifah tidak terbatas pada kaum Quraisy
saja, tetapi semua orang Islam yang memiliki kemampuan untuk menyandang
jabatan tersebut. Seorang khalifah yang terpilih tetap berada pada jabatan- nya
dan wajib ditaati selama ia berlaku adil, melaksanakan syari'at serta tidak
melakukan penyim- pangan. Jika ia menyimpang dari kebenaran, maka la harus
dipecat atau dibunuh.
Dalam hal ini, Khalifah Abu Bakar dan ' Umar bin al-Khattab secara
keseluruhan mereka terima dan dianggap tidak menyimpang dari ajaran Allah,
sedangkan Khalifah ' Utsman bin 'Affan mereka anggap telah menyeleweng
dari kebenaran dan keadilan di akhir masa pemerintahannya. Oleh karena itu,
sudah selayaknya dibunuh. Hal senada juga berlaku terhadap Ali bin Abi
Thalib yang dianggap telah melakukan kesalahan sesudah peristiwa arbitrase
(tahkirn).
b. Persoalan Mukmin dan Kafir
Keimanan menurut paham Khawarij merupakan kesatuan antara
keyakinan dan perbuatan. Artinya, iman tidak cukup hanya dengan pengakuan
bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah utusanNya, melainkan
harus disertai dengan amal saleh. Seseorang yang mengaku beriman tetapi tidak
melakukan kewajiban-kewajiban agama berarti imannya tidak benar. Dengan

6
demikian. ia menjadi kafir. Sedangkan kafir menurut mereka adalah
pengingkaran terhadap adanya Allah dan Rasul-Nya serta berbuat dosa besar.
Agaknya kedua perma- salahan inilah yang menjadi polemik
berkepanjangan di dalam tubuh golongan Khawarij. terlihat bahwa mereka
menganggap segala sesuatu yang tidak mereka sukai sebagai sebuah dosa besar
dan pelakunya dihukum kafir. Dalam perkembangan selanjutnya. Per- bedaan
paham di antara mereka dalam menyikapi kedua per- masalahan di atas akhirnya
men- jadikan mereka terpecah-pecah menjadi beberapa sub sekte yang masing-
masingnya mempunyaipendapat tersendiri.

2.3 Sekte-Sekte Khawarij


Kemelut politik yang terjadi pada aliran Khawarij mengakibatkan mereka
terpecah ke dalam beberapa golongan yang jumlahnya cukup banyak, sehingga para
ulama berbeda pendapat dalam menentukan jumlah sekte- sekte mereka secara pasti.
Dalam bukunya, Harun Nasution menye- butkan bahwa menurut Asy-Syah- rastani,
mereka terpecah menjadi delapan belas sekte. Al-Baghdadi menyebutkan ada dua
puluh sekte, sedangkan Al-Asy'ari menyebut- kan bahwa sekte-sekte yang muncul
dalam lingkungan Kha- warij lebih besar lagi.
Terlepas dari perbedaan pendapat tersebut, maka ada enam sekte yang terkenal
dalam golongan Khawarij, yaitu :
a. Al Muhakkimah
AI-Muhakkimah adalah gelar khusus yang diberikan bagi salaf al-
Khawari(Khawarij paling awal) karena mereka seringkali meneriakan
semboyan (tiada hukum selain hukum Allah) sebagai reaksi negatif terhadap
rencana dan pelaksanaan tulzkim antara pihak Ali dengan pihak Mu‟awiyah.
Golongan ini, pada awalnya berkumpul di desa Harura dan memilih
Abdullah bin Wahab Ar- Rasiby sebagai pemimpin mereka. Beberapa tokoh di
kalangan mereka yaitu 'Abdullah bin Kawa'. Utbah bin al- Awar, Urwah bin Jarir,
Yazid bin Abi Ashim al-Muhariby, dan Hurqush bin Zuhair al-Bajaly.
Mereka berpendapat bahwa tahkim yang dilakukan antara pihak Ali dan
Muawiyah adalah suatu kesalahan dan dosa. sedangkan terhadap pelakunya
dihukum kafir. Di samping itu mereka juga menganggap kafir terhadap pelaku
dosa besar, seperti pezina, pencuri, pembunuh, dan pelaku dosa besar lainnya.12
Meskipun sangat ekstrim dalam masalah iman dan kufur, tetapi terkait dengan
7
khilafah, mereka sangat moderat. Menurut mereka, imam/khalifah harus dipilih
oleh kaum muslimin melalui pemilihan yang bebas, tanpa ada diskriminasi.
Selama khalifah tersebut tidak menyimpang dari jalan yang benar, maka wajib
ditaati tetapi jika terjadi sebaliknya, maka ia harus diturunkan dari jabatan atau
dibunuh.
b. Al-Azariqah
Nama sekte ini dinisbahkan kepada nama pemimpinnya yaitu Nafi' bin al-
Azraq. Sikapnya lebih ekstrim dan radikal dari pada al- Muhakkimah. Mereka
mempunyai beberapa prinsip, yaitu :
1) Seluruh orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka dianggap musrik,
bahkan orang Islam yang sepaham dengan mereka tetapi tidak mau hijrah ke
dalam lingkungan mereka tetap dianggap musyrik.
2) Hanya daerah mereka yang dianggap sebagai dar al-Islam, sedangkan daerah
Islam yang lainnya adalah dar al-kufr yang wajib diperangi.
3) Mereka yang musrik halal untuk dibunuh dan kekal bersama anak-anak
mereka di neraka.
4) Anak-anak dan wanita yang berada di luar golongan Azariqah juga halal
dibunuh.
5) Hukum rajam tidak boleh diberlakukan terhadap pezina karena hukum
tersebut tidakterdapat dalam A1-Qur an.
6) Hukuman dera bagi penuduh zina hanya diberlakukan kepada orang yang
menuduh wanita muhshan telah berzina. Jadi orang yang menuduh laki-laki
muhshan tidak dikenakan hukuman tersebut.
7) Para nabi boleh saja melakukan dosa besar dan kecil.
c. Al-Najdat
Sekte ini merupakan peng- ikut Najdah bin Amir al-Hanati yang telah
memisahkan diri dari Nafi bin al-Azraq karena tidak setuju dengan pendapat a1-
Azariqah. Menurutnya, dosa kecil apabila dilakukan terus menerus akan menjadi
dosa besar dan pelakunya menjadi musyrik. Pengikut mereka yang mengerja- kan
dosa, menurut mereka, bila tidak diampuni Tuhan, akan mendapatkan azab, tetapi
dalam neraka dan setelah itu juga akan masuk surga.14
Selanjutnya, golongan ini juga berpendapat bahwa yang diwajibkan bagi tiap-
tiap muslim ialah mengetahui Allah dan Rasul- Nya, mengetahui haramnya
membunuh orang Islam (anggota mereka), dan percaya kepada apa yang
8
diwahyukan Allah kepada Rasul-Nya. Hal-hal selain itu tidak wajib diketahui.
Selain itu, golongan ini berpendapat, jika mengerjakan sesuatu yang haram,
tetapi tidak mengetahui bahwa perbuatan itu haram, maka la dapat dimaafkan.
Mereka juga berpendapat bahwa adanya imam/khalifah bukanlah suatu
kemestian (kewajiban syar'i). Bila kaum muslimin sanggup menasehati dan dapat
mengamalkan kebenaran tanpa imam/khalifah, maka tidak perlu adanya
imam/khalifah. Paham lainnya, boleh melakukan taqiyyah, baik dalam bentuk
perkataan ataupun perbuatan, apabila tanpa melakukannya keselamatan diri akan
terancam.
d. Al-Ajaridah
Golongan ini adalah pengikut dari Abdul Karim bin 'Ajrad. Mereka
berpendapat:
1) Mengingkari surat Yusuf sebagai bagian dari A1-Qur'an karena mereka
menganggap kisah Yusuf sebagai kisah percintaan dan al-Qur‟an tidak pantas
mengandung kisahseperti itu.
2) Hijrah bukanlah suatu kewajiban, tetapi hanya keutamaan. Oleh karena itu,
terhadap anggota mereka yang tidak ikut berperang atau hijrah ke dar al-
Islam tetap diakui dan tidak dianggap kafir.
3) Harta yang boleh dijadikan rampasan hanyalah harta orang yang telah mati
dibunuh, sedangkan orang yang boleh dibunuh hanyalah orang yang mereka
perangi.
e. Al-Sufriyyah
Golongan ini adalah pengikut Ziyad bin al-Asfar. Menurut pahamnya,
mereka tidak rnengkarirkan orang yang tidak ikut perang dan sebagian mereka
berpendapat bahwa pelaku dosa besar dianggap musyrik. Di antara mereka ada
yang membagi dosa besar kepada dua golongan, yaitu dosa yang tidak ada
sanksinya di dunia, seperti membunuh dan berzina. Ini tidak dianggap kafir.
Kemudian dosa yang tidak ada sanksinya di dunia, seperti meninggalkan shalat
dan puasa dianggap kafir.
Di samping itu, mereka juga menyatakan bahwa kekafiran itu terbagi dua,
yaitu kufr bi inkar al-ni'mah, yaitu mengingkari nikmat Tuhan dan kufr bi
inkar al-rububiyah, yaitu mengingkari Tuhan Oleh karena itu, istilah kafir tidak
selamanya berarti keluar dari Islam. Dalam hal taqiyyah, mereka hanya
membolehkan dalam bentuk perkataan, tidak dalam bentuk perbuatan. Pendapat
9
lainnya, perempuan Islam boleh kawin dengan lelaki kafir di daerah yang bukan
Islam demikeselamatan.
f. Al-Ibadiyyah
Penamaan sekte ini juga dinisbahkan kepada pemimpinnya, yaitu Abdullah
bin Ibad. Sebelumnya, ia adalah pengikut al- Zariqah, namun kemudian
memisahkan diri karena tidak sependapat dengan paham-paham ekstrim al-
Zariqah. Kelompok ini dianggap paling moderat dalam aliran Khawarij. Di
antara paham-paham mereka, yaitu :
1) Orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka, tidak mukmin dan
tidak pula musyrik, tetapi dianggap kafir, sehingga boleh diadakan
hubungan per- kawinan dan warisan. Syahadat mereka dapat diterima dan
haram hukumnya membunuh mereka.
2) Daerah orang Islam yang tidak sepaham dengan mereka, bukan dar al-harb,
tetapi tetap dar al- tauhid. Oleh karena itu, tidak boleh diperangi,
sedangkan yang boleh diperangi ialah daerah ma'a.skar (pemerintahan)
karena merupakan dar al-kufr.
3) Orang Islam yang berdosa besar, sekalipun bukan mukmin, masih tetap
dianggap rnuwahhid (orang yang mengesakan Tuhan). Mereka hanya kufr
al- ni‟mah dan bukan kufr al-millah (kafir agama).
Karena pemikirannya yang dianggap lebih moderat, maka sekte al-
ibadiyah ini mampu bertahan relatif lama, bahkan pengikutnya masih ada hingga
sekarang yang tersebar diZanzibar, Afrika Utara, Oman, dan Arabia Selatan.

2.4 Definisi dan Sejarah Munculnya Murji’ah


Aliran Murji'ah adalah golongan yang terdapat dalam Islam yang muncul dari
golongan yang tak sepaham dengan Khawarij. Ini tercermin dari ajarannya yang
bertolak belakang dengan Khawarij. Pengertian Murji'ah sendiri berasal dari
kata arja'a yaitu menunda ataupun menangguhkan atau juga penangguhan keputusan
atas perbuatan seseorang sampai di pengadilan Allah SWT kelak. Jadi, mereka tak
mengkafirkan seorang Muslim yang berdosa besar, sebab yang berhak menjatuhkan
hukuman terhadap seorang pelaku dosa hanyalah Allah SWT, sehingga seorang
Muslim, sekalipun berdosa besar, dalam kelompok ini tetap diakui sebagai Muslim
dan punya harapan dan kesempatan untuk bertobat.

10
Benih ide-ide munculnya Murji‟ah sebagaimana halnya dengan Khawarij pada
mulanya berkaitan soal politik (Harun Nasution : 1986:22) atau lebih tepatnya
berkaitan dengan masalah khilafah yang menimbulkan pertikaian dikalangan umat
muslim. Khususnya yang terjadi saat itu di Madinah setelah munculnya peristiwa
pemberontakan yang datang dari Mesir sehingga menyebabkan terbunuhnya Khalifah
Usman Ibn Affan pada tahun 35 H atau tepatnya tanggal 17 Juni 856 M (Mahmud
Nasir, 1988:192) seandainya tidak muncul persoalan khilafah tersebut, maka
kemunculan Khawarij dan Syi‟ah dikemudian hari tidak akan ada. Demikian pula
kalau tidak muncul persoalan khilafah maka tidak akan ada faham dan aliran
Murji‟ah. Terbunuhnya Khalifah Usman Ibnu Affan menimbulkan berbagai dampak
sosial, politik dan teologi yang hebat dikalangan umat Islam. Terlebih setelah
diketahui bahwa yang telah membunuh Usman bin affan adalah Muhammad ibn Abi
akar yang pernah menjadi anak angkat dan dikemudian hari menjadi Gubernur Mesir
Nasution:1986:5) peristiwa ini mengundang terjadinya berbagai masalah dan
pertikaian baik yang berkaitan dengan terjadinya perpecahan antar ummat Islam
waktu itu memancing timbulnya benih-benih perebutan kekuasaan, munculnya
perang saudara dan bahkan lebih jauh lagi membuat spektrum Islam mengalami
kemunduran.
Menurut Muhammad Abu Zahrah ( cairo:tt 132) pada saat berkecamuknya
pertikaian setelah wafatnya Usman Ibn Affan waktu itu telah muncul sekelompok
orang yang cenderung memiliki sikap tidak mau ikut melibatkan diri ke dalam
pertikaian. Diantaranya orang-orang tersebut adalah Abu Bakrah, Abdullah Ibnu
Umar, Saad Ibn Waqash, Imran Ibn Husain. Selanjutnya menurut Abu Zahrah sikap
tidak mau melibatkan diri dalam pertikaian muncul pula dari sekelompok orang yang
baru saja pulang dari medan perang memasuki Madinah setelah terjadinya peristiwa
pemberontakan dan terbunuhnya Usman. Perbincangan yang terjadi pada kelompok
itu digambarkan oleh Ibn Asakir sebagai berikut: “Kami kembali pulang ke rumah
masing-masing dan kami tinggalkan kalian dalam keadaaan damai, tidak berselisih
lagi. meskipun sebelumnya kalian pernah bertengkar. (sebagian mereka ada yang
berkata) “tapi sekarang Usman telah terbunuh di zalimi orang. Wajar apabila ada
sahabat-sahabatnya yang mau menuntut keadilan untuk membalas (sebagian lagi dari
mereka ada yang menimpali) : “ … meskipun begitu Ali dan para sahabatnya yang
lain adalah juga orang - orang berada dalam kebenaran. Dalam pandangan kita
masing-masing dari mereka adalah orang-orang yang benar dan terpercaya. Karna itu
11
mustahil bagi kita harus berikrar untuk mengutuk mereka. karena itu sebaiknya
persoalan ini kita serahkan saja kepada Allah.„ Suasana dialogis diatas menuntun
analisis Ahmad Amin menggambarkan telah adanya soal tidak mau melibatkan diri
dalam pertikaian dan perselisihan diantara sesama kaum muslimin. Sikap ini adalah
merupakan dasar dan benih bagi kemunculan faham Murji‟ah sekalipun sebagai
sebuah aliran teologi baru terbentuk setelah lahirnya Khawarij dan Syiah.
Berdasarkan kepada pendapat diatas maka munculnya sikap sekelompok orang
yang tidak mau terlibat dalam sebuah pertikaian dan menyerahkan keputusan dengan
menangguhkanya kepada Allah dianggap sebagai penyebab tidak langsung bagi
kemunculan Murji‟ah. Hal ini terjadi karena kemungkinan sikap-sikap yang mulai
muncul pada waktu itu mulai berkembang dan banyak mempengaruhi para fuqoha,
Muhaddisin, dan masyarakat dalam perkembangan selanjutnya. Kalau asumsinya
seperti itu ada penyebab langsung muncul Murji‟ah sebagai sebuah aliran teologi
untuk melihat persoalan ini kita harus kembali kepada suatu “ potret situasi‟ di
Madinah pasca terbunuhnya Khalifah Usman yang menimbulkan kekacauan politik
dimana Ali naik menjadi khalifah menggantikan Usman. Situasi kekacauan politik
ini ternyata berlanjut bahkan semakin memanas pada masa pemerintahan Ali Ibn Abi
Thalib. Goncangan politik mulai dari kelompok Thalhah dan Zubair di Mekkah yang
menduduki posisi khalifah dengan basis dukungan Aisyah. Guncangan politik ini
mengakibatkan terjadinya perang Jamal. tantangan berikutnya datang dari pihak
Muawiyah sebagai gubernur Damaskus waktu itu dengan keluarga dekat pihak
Usman yang menuntut Ali supaya menghukum pembunuh Usman, sebab
kelihatannnya Ali tidak bertindak tegas terhadap pemberontakan itu. Bahkan
Muawiyah balik menuduh Ali tersebut dalam pembunuhan Usman. Puncak
pertikaian Ali dan Muawiyah ini berakhir dengan tragedi perang Siffin. Dalam
pemberontakan senjata yang terjadi antara pihak Ali dengan Muawiyah yang
berakhir dengan arbitrase sekelompok orang yang semula berada di pihak Ali
kemudian berbalik menjadi lawan. Kelompok ini kemudian dikenal sebagai
Khawarij. Kekerasan mereka menentang Ali menyebabkan pengikut Ali yang setia
bertambah keras pula membelanya. Terlebih lagi setelah kemudian Ali mati terbunuh
pertentangan diantara mereka semakin bertambah keras. Sekalipun pada akhirnya
baik golongan Khawarij maupun pembela setia Ali akhirnya sama-sama menentang
kekuasaan Bani Umayyah, akan tetapi motivasi perlawanan mereka berbeda.
Khawarij menentang dinasti ini karena dianggap telah menyeleweng dari ajaran
12
Islam. Sementara pengikut Ali yang setia menganggap bahwa dinasti ini telah
merampas kekuasaan kekhalifahan dari Ali ibn Abi Thalib.
Dalam suasana yang berpuncak pada keadaan saling tuduh dan saling kafir
mengkafirkan satu sama lain itu muncul kelompok “ netral‟ yang tidak mau
menentukan sikap siapa yang salah diantara pihak-pihak yang bersengketa,kalaupun
yang telah menerima dan menjalankan arbitrase itu dipandang telah berbuat dosa
besar yang menyebabkan mereka dituduh kafir. Maka kelompok ini lebih baik
menyerahkan keputusan sepenuhnya kepada Tuhan dan memandang lebih baik
menunda ketentuannya di hari kemudian ( Harun Nasution, 1986:22) dari suasana
historis seperti inilah Murji‟ah lahir dengan kerangka dasar mereka tidak
mengkafirkan salah satu golongan mereka menganggap bahwa golongan Khawarij,
pendukung Ali demikian juga pihak Bani Umayyah semuanya tetap mukmin, mereka
masih bersyahadat dan mereka yang bertikai itu merupakan orang - orang yang
dipercayai dan tidak keluar dari jalan yang benar.

2.5 Ajaran Pokok Murji’ah


Secara global, ada tiga ajaran pokok terkait dengan persoalan teologis dalam
aliran Murji’ah,yaitu :
a. Masalah Iman
Konsep iman menurut Murji'ah adalah pengakuan dalam hati yang
merupakan esensi dan iman dan perbuatan. Oleh karena itu, iman menurut
Murji`ah, agak kontroversif dengan Khawarij yang menyatakan bahwa perbuatan
sebagai penentu iman, sehingga mereka beranggapan bahwa pelaku dosa besar
adalah kafir dan kekal berada dalam neraka. Sebaliknya, menurut Murji'ah, orang
tersebut tetap mukmin karena perbuatan (amal saleh) tersebut bukanlah bagian
dari iman.
b. Persoalan Dosa Besar
Persoalan dosa besar dan iman bukanlah bagian yang saling
mempengaruhi. iman berdiri sendiri dan tidak ada hubungannya dengan dosa besar.
Dengan demikian, melakukan dosa besar tidaklah menghilangkan imannya yang
telah mengakui Allah dan Rasul-Nya. Perbuatan dosa tersebut bisa saja diampuni
Allah apabila dikehendaki karena manusia tidak sanggup memutuskannya
di dunia. Oleh karena itu, Murji‟ah menunda sampai datang keputusan Allah nanti.
Argumen ini merujuk kepada QS. An-Nisa ayat 48 yang artinya "Sesungguhnya
13
Allah tidak mengumpuni dosa syirik dan Dia mengampuni dosa selain itu
bagi siapa yang dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukuan
Allah, maka sesungguhnya ia telah berbuat dosa besar.”
Dalam hal ini terlihat bahwa Murji'ah membuka kesempatan untuk
memberikan harapan kepada setiap orang Islam untuk mendapatkan ampunan
dari Tuhan dan setelah itu masuk surga, sedangkan Khawarij tidak memberikan
peluang kepada pelaku dosa besar untuk masuk surga.
c. Masalah Kafir
Menurut paham Murji'ah, keimanan seseorang tidaklah ditentukan oleh
perbuatan yang dikerjakannya, tetapi apabila seseorang tidak mengakui Allah,
maka hal tersebut yang akan diperhitungkan nanti. Hanya dengan mengakui
Allah dan beriman, dapat membersihkandiri seseorang dari kekafiran.

2.6 Sekte-Sekte Murji’ah


Dalam perkembangannya, golongan Murji'ah terbagi men- jadi dua, yaitu
golongan moderat dan ekstrim.
a. Murji‟ah Moderat
Golongan ini disebut juga Murji'ah Sunnah dan mayoritas terdiri dari
fuqaha' dan muhadditsin. Mereka berpendapat bahwa orang-orang yang
berdosa besar tetap mukmin, tidak kafir dan tidak kekal di dalam neraka.
Mereka akan dihukum sesuai dengan besarnya dosa yang di lakukan dan ada
kemungkinan bahwa tuhan akan mengampuni dosa mereka, sehingga mereka
tidakakan masuk neraka sama sekali.
b. Murji‟ah Ekstrem
Menurut golongan ini. orang Islam yang percaya kepada Tuhan kemudian
menyatakan kekufurannya secara lisan, tidak menjadi kafir karena kafir dan
iman itu letaknya bukan dalam tubuh manusia, melainkan dalam hati orang yang
menyatakan iman, seperti menyembah berhala, melaksanakan ajaran agama
Yahudi, kemudian mati, tidaklah dianggap kafir. tetapi tetap mukmin dalam
pandangan Allah. Dengan demikian, menurut golongan ini, hal yang
fundamental hanyalah mengetahui dan mengenal Allah, sedangkan perbuatan
tidak berpengaruh dalam hal ini. Golongan Murji'ah yang ekstrim ini terbagi ke
dalam beberapa sekte, yaitu :
1. Yunusiyah
14
Sekte ini dipimpin oleh Yunus Ibn “Un al-Namiri, mereka berpendapat
bahwa iman adalah mengenal Tuhan, tunduk kepadanya, tidak takabur dan
cinta kepadanya, bilamana karakteristik tersebut bukan merupakan unsur dari
iman, karena itu bila ditinggalkan tidak akan merusak iman. Mereka
berpendapat bahwa iblis sebenarnya sangat mengenal Tuhan tetapi karena ia
takabur maka ia menjadi kafir. Selanjutnya, mereka mengatakan bilamana
dalam hati seseorang telah bersemi rasa ketundukan dan rasa cinta kepada
Allah maka perbuatan maksiat apapun tidak bisa merusaknya. Sekalipun
begitu orang mukmin masuk surga karena keihlasan serta kecintaanya kepada
Tuhan, bukan karena amal serta ketaatannya.
2. Ubaidiyat
Mereka adalah para pengikut dari Ubaid al-Muktaib, sekte ini berpendapat
bahwa dosa dan kejahatan yang dilakukan tidak merusak iman, jika seseorang
masih dalam keimanan maka dosa dan kejahatan yang dilakukan tidak
merusak iman, jika seorang masih dalam keimanan maka dosa dan !!"
kejahatan yang dilakukannnya tidak akan merugikan dirinya. Semua dosanya
nampaknya dengan jelas akan diampuni Tuhan, hanya satu saja yang tidak
diampuni itulah dosa syirik.
3. Ghasaniyat
Tokoh sekte ini adalah Ghasan al-Kufi, ia berpendapat bahwa iman adalah
mengenal Allah dan Rasul-nya serta mengakui segala kebenaran dan
ketentuan Allah dan rasulnya secara keseluruhan tidak secara parsial. Dan
iman itu tidak bisa bertambah dan berkurang. Sementara itu al-Bagdadi
(1928:123) menjelaskan pendapat sekte ini mengenai iman sebagai pengikut,
iman sebagai pengakuan dan cinta kepada Allah, mengagungkan dengan tidak
takabur pada-Nya. Iman bisa bertambah tapi tidak bisa berkurang. sekte ini
nampaknya berbeda dengan Yunusiah, sebab menurut sekte ini bahwa setiap
unsur dari iman itu adalah merupakan bagian dari iman.
4. Saubaniyah
Mereka pengikut dari Abu Sauban al-Murji‟ mereka berpendapat bahwa
iman adalah mengenal dan mengakui Tuhan serta rasul-Nya. Mengetahui apa
yang secara rasional tidak boleh dikerjakan dan apa yang secara rasional
boleh ditinggalkan bukanlah termasuk iman. Dalam pandangan sekte ini amal
adalah juga merupakan nomor dua dan iman berbeda dengan Yunusiah dan
15
Ghasaniyah, mereka beranggapan bahwa apa yang menurut pertimbangan
akal merupakan suatu kemestian, maka hukumnya wajib meskipun belum ada
nasibnya dan Suyari‟ ( Bagdadi : 124)
5. Tumaniyah
Tokoh sekte ini Abu Mua‟az al-Tumani menurut pendapat mereka iman
adalah apa yang terjaga serta terpelihara dari kekufuran. Di dalamnya
terkandung beberapa unsur iman, apabila ditinggalkan maka orang yang
meninggalkannya menjadi kafir. Setiap unsur dari unsur-unsur iman tersebut
bukanlah iman dan bukan pula sebagian iman, unsur - unsur iman tersebut
bukan pula sebagian dari iman, unsur -unsur iman itu ialah ma‟rifat, tasdiq
mahannah, ikhlas serta mengakui tentang kebenaran yang dibawa rasul.
Orang yang meninggalkan shalat atau puasa karena mengganggap halal
diangngap kufur. akan tetapi kalau meninggalkannya dengan niat mengkodo
maka tidaklah pembunuhan yang dilakukan melainkan dari sisi melecehkan,
6. Shalihiyah
Mereka adalah pengikut Shalih ibn Umar al-Shalihi. Mereka berpendapat
bahwa iman adalah mengenal Tuhan, ibadat menurut mereka bukanlah amal
tetapi iman itu sendiri yaitu mengenal Tuhan. Apa yang dikenal secara umum
sebagai ibadah seperti salat puasa dan - lain menurut sekte ini bukan ibadah.
Akan tetapi hanya merupakan ketaatan melaksanakan iman. Jadi konklusinya
ibadah adalah iman itu sendiri.
7. Hajaria
Sekte ini pengikut dari Husein ibn Muhamad al-Najar menurut mereka
iman itu adalah mengenal Allah dan rasulnya disertai ketundukan secara total
kepadaNya , diikuti dengan pengajuan melalui perkataan. Semua itu
merupakan satu kesatuan integral. Sementara kufur adalah menolak dari
elemen-elemen di atas dan taat adalah berupa sikap kemauan melaksanakan
elemen-elemen iman tersebut . menurut sekte ini iman itu dapat bertambah
tetapi tidak dapat berkurang atau hilang. Sebab iman hanya akan hilang jika ia
kafir.
8. Ghailaniyat
Mereka adalah pengikut Ghailan. Iman menurut sekte ini paling tidak
memiliki empat unsur. Yaitu mengenal Allah tidak dengan “ telaah kritis‟
maka ma‟rifat seperti itu hasilnya bukanlah iman.
16
9. Karomiyah
Sekte ini adalah pengikut dari Muhammad Ibn Karram. Menurut mereka
iman adalah pengakuan dan pembenaran dengan lisian tanpa ketertiban hati.
Karena itu ma‟rifah dengan hati saja tanpa membenarkan dengan ketertiban
secara verbal dari lisan bukanlah iman. Bagi mereka kufur terjadi bila
mengingkari secara lisan. Mereka juga berpendapat bahwa kaum munafik
yang hidup pada masa rasullah menurut mereka benar-benar sebagai kaum
yang beriman. Pandangan ini jelas banyak ditolak orang sebab munafik
adalah sebuah term ditujukan bagi seseorang yang sebenarnya kafir tetapi
menyembunyikan kekafirannya dengan mengakui iman seecara lisan
( muqalat; 199)

17
BAB III
PENUTUP

3
3.1 Kesimpulan
Aliran Khawarij dan Murji'ah merupakan dua dari beberapa aliran yang muncul
akibat kemelut politik. Keberadaannya diawali dari proses arbitrase antara Ali dan
Mu‟awiyah. Berbagai pendapat yang saling kontradikti mulai bermunculan akibat
arbitrase tersebut. Hal ini pada akhirnya mengakibatkan lahirnya berbagai aliran.
Fakta sejarah menjelaskan bahwa polemik yang terjadi antara kedua aliran besar ini
lebih memfokuskan pembahasannya tentang Iman, dosa besar, dan persoalan kafir.
Dalam hal pemikiran, kedua aliran tersebut berbeda paham. Khawarij
berpendapat bahwa iman tidak cukup dengan syahadat saja, tetapi harus disertai
dengan amal karena antara iman dan amal merupakan satu bagian yang tidak
terpisahkan. Seseorang yang mengaku beriman, tetapi tidak melakukan kewajiban-
kewajiban agama berarti imannya tidak benar. Dengan demikian, ia menjadi kafir.
Sedang- kan kafir menurut mereka adalah pengingkaran terhadap adanya Allah dan
Rasul-Nya serta berbuat dosa besar. Pelaku dosa besar, kekal berada dalam neraka.
Sebaliknya Murji 'ah menekan- kan bahwa iman hanyalah dalam bentuk
pengakuan dan tidak memerlukan amal. Sebab antara iman dan amal tidak salmg
mempengaruhi karena perbuatan bukanlah sebagai penentu keimanan Orang yang
berdosa besar tidak akan kekal dalam neraka

18
DAFTAR PUSTAKA

Esposito, John, L, Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modern, Jilid 3, Mizan: Bandung,
2001. (Terj. The Oxford Encyclopedia of the Modern Islamic World, Oxford University
Press), hlm. 204

Imam Muhammad Abu Zahrah, Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam, (Jakarta: Logos,
1996), h. 69

Sariah. MURJI‟AH DALAM PERSPEKTIF THEOLOGIS. http://ejournal.uin-


suska.ac.id/index.php/toleransi/article/view/1034. diakses pada 08 April 2021

Sirajudin Zar, Teologi Islam, aliran dan Ajarannya, ( Padang : IAIN IB Press, 2003), h.44

Syandri, 2017. Al Khawarij Dan Al Murjiah Sejarah dan Pokok Ajarannya. Nukhbatul
„Ulum : Jurnal Bidang Kajian Islam. Vol : 3, No : 1

Watt, W. Montgomery, The Formative Period of Islamic Thought, Edinburgh University


Press: Edinburgh, 1973, hlm. 15.

Wikipedia Ensiklopedia Bebas. 2020. Murji‟ah.


https://id.wikipedia.org/wiki/Murji%27ah. Diakses pada 08 April 2021

19
20

Anda mungkin juga menyukai