Anda di halaman 1dari 29

KHAWARIJ DAN MURJI’AH

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Kalam

DISUSUN OLEH :

ADELIYAH KHAIRUL (1707015106)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

FAKULTAS PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA

2018
Kata Pengantar

Puji syukur kami haturkan kepada Tuhan Yang Maha Esa Allah swt karena
berkat rahmat dan hidayah-Nya makalah yang berjudul “Ilmu Kalam Khawarij Dan
Murji’ah ” dapat terselesaikan. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata
kuliah Ilmu Kalam. Kami mengucapkan terimakasih kepada :

1. Allah SWT.

2. Bapak Totong Heri selaku dosen pengampu mata kuliah Ilmu Kalam.

3. Teman-teman yang terlibat dalam pembuatan makalah ini sehingga


makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.

Kami menyadari makalah ini jauh dari kata sempurna masih banyak
kekurangan dan kesalahan karena keterbatasan pengetahuan kami. Maka dari itu,
saran dan kritik yang membangun sangat kami butuhkan demi kesempurnaan makalah
ini. Semoga makalah ini dapat memberikan informasi maupun maanfaat bagi
mahasiswa maupun yang membacanya.

Jakarta, 20 Oktober 2018

Penyusun

ii
Daftar Isi

Kata Pengantar...............................................................................................................ii
Daftar Isi....................................................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN..............................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................1
B. Rumusan Masalah........................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN............................................................................................... 3
2.1 Sejarah Perkembangan Khawarij Dan Murjiah....................................................3
A. Asal Usul Aliran Khawarij.............................................................................. 3
B. Asal Usul Aliran Murji’ah...............................................................................5
2.2 Aliran-Aliran Kaum Khawarij Dan Murjiah................................................... 7
A. Airan-Aliran Khawarij.....................................................................................7
B. Aliran-Aliran Murjiah....................................................................................11
2.3 Tokoh-Tokoh Khawarij dan murji’ah............................................................18
A. Tokoh-Tokoh Khawarij..................................................................................18
B. Tokoh-Tokoh Murjiah....................................................................................18
2.4 Doktrin-Doktrin Khawarij dan Murji’ah.......................................................19
A. Doktrin-Doktrin Khawarij.............................................................................19
B. Doktin-Doktrin Murjiah................................................................................ 21
BAB III PENUTUP......................................................................................................23
3.1 Kesimpulan....................................................................................................23
DAFTAR PUSTAKA...................................................................................................24

iii
iv
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam
Islam pada dasarnya berawal dari menyikapi permasalahan politik yang terjadi
diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam.
Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang
siapa orang yang berhak menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan
digunakan dalam pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin
mempertahankan cara lama bahwa yang berhak menjadai Khalifah secara turun
temurun dari suku bangsa Quraisy saja. Sementara di sisi lain umat Islam
menginginkan Khalifah dipilih secara demokrasi, sehingga setiap umat Islam yang
memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah bisa ikut dalam pemilihan.
Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah Fil Ardli mendapat
kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat berat. Dia
diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa menyembah dan
beribadah kepada Allah SWT., untuk itu manusia dituntut untuk mendalami,
memahami serta mengamalkan pokok-pokok agamanya (Ushuluddin) ditambah
cabang-cabangnya. sehingga dia dapat menentukan jalan hidupnya yang sesuai
dengan amanah yang dibebankan kepadanya.
Ego kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan kelompok masing-
masing, memuncak pada masa kekhalifahan Usman Bin Affan, yaitu pada tahun ke 7
kekhalifahan Usman sampai masa Ali Bin Abi Thalib yang mereka anggap sudah
menyeleweng dari ajaran Islam. Sehingga terjadilah saling bermusuhan, bahkan
pembunuhan sesama umat Islam. Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam
Islam, dalam menyikapi masalah inilah persoalan politik merebak ke ranah teologi
dalam Islam.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan beberapa pembahasan di atas, maka di dalam makalah ini ada beberapa
pertanyaan yang dapat dirumuskan:

1
1. Bagaimana latar belakang sejarah timbulnya murji’ah?
2. Apakah aliran-aliran dan pokok pemikiran murji’ah?
3. Bagaimana pengaruh murji’ah?
4. Bagaimana latar belakang sejarah timbulnya khawarij?
5. Apakah aliran-aliran dan pokok pemikiran khawarij?
6. Bagaimana pengaruh khawarij?

C. Tujuan Pembahasan
1. Untuk mengetahui latar belakang sejarah timbulnya murji’ah.
2. Untuk mengetahui aliran-aliran dan pokok pemikiarn murji’ah.
3. Mengetahui pengaruh murji’ah.
4. Untuk mengetahui latar belakang sejarah timbulnya khawarij.
5. Untuk mengetahui aliran-aliran dan pokok pemikiran khwarij.
6. Mengetahui pengaruh khawarij.

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Perkembangan Khawarij Dan Murjiah

2
A. Asal Usul Aliran Khawarij

Kata khawarij adaalah isim fai dari fiil madhi “kharaja” yang berarti keluar.
Dengan demikian khawarij berarti orang-orang yang keluar disini ialah orang-orang
yang keluar. Yang dimaksud dengan orang-orang yang keluar disini ialah orang-orang
yang keluar dari barisan atau pasukan yang dipimpin oleh Ali bin Abi Thalib.
Sebelumnya mereka merupakan pengikut dan pendukung setia Ali bin Abi Thalib.
Kemudian setelah pihak Ali mengalami kekalahan dalam peristiwa tahkim sesudah
perang Shiffin, mereka keluar karena kecewa atas sikap Ali yang menyetujui
dilaksanakannya tahkim atau perundingan damai yang ditawarkan Mu’awiyah.

Selain terkait dengan masalah tahkim , adapula yang mengartikan khawarij


dengan keluar untuk berperang guna menegakkan kebenaran. Tampaknya mereka
menerima sebutan Khawarij dalam pengertian ini.

Secara harfiah, khawarij berarti ‘mereka yang keluar’. Khawarij bentuk jamak
dari kharij, yang artinya ‘orang yang keluar’. Istilah khawarij muncul pertama kali
dalam sejarah Islam pada abad ke-1 H (pertengahan abad ke-7 M), dilatarbelakangi
oleh pertikaian politik antara Khalifah Ali bin Abi Thalib RA dan Muawiyah bin Abi
Sofyan.Setelah Khalifah Usman bin Affan dibunuh, kaum muslimin, melalui lembaga
Ahlul Hilli wal ‘Aqdi yang terdiri dari para sahabat terpandang, mengangkat
Sayyidina Ali RA sebagai khalifah. Namun, Muawiyah, saat itu menjabat sebagai
Gubernur Syam (Suriah), menolak membaiat Ali. Muawiyah yang masih berkerabat
dengan Usman, meminta balas atas kematian Usman RA.

Muawiyah menuntut semua orang yang terlibat dalam pembunuhan Sayyidina


Usman RA harus dibunuh. Sedangkan Ali RA berpandangan yang dibunuh hanya
yang membunuh Usman RA. Perbedaan ini kemudian memunculkan konflik antar-
keduanya. Sayyidina Ali mengerahkan bala tentaranya untuk menyerang Muawiyah.
Sebaliknya, Muawiyah juga mempersiapkan pasukannya untuk menghadapi Ali RA.

Pertempuran dahsyat tidak bisa dielakkan, dan ada tanda-tanda pasukan


Sayyidina Ali akan memenangkan pertempuran. Di saat itulah, Amr bin Ash,
panglima perang Muawiyah mengusulkan kepada Muawiyah agar

mengangkat mushaf (kumpulan lembaran) Alquran dengan ujung tombak


sebagai tanda minta damai. Kedua belah pihak lalu mengirim utusan. Abu Musa al
Asy’ari mewakili Khalifah Ali dan Amr bin Ash mewakili Muawiyah. Keduanya
sepakat menerima arbitrasi (tahkim) untuk mengakhiri persengketaan. Arbitrasi ini
3
ternyata membuat sekelompok kecil orang kecewa. Mereka lantas keluar dari dua
kelompok mainstream ini, yang kemudian disebut sebagai kaum khawarij. Mereka
merencanakan membunuh Muawiyyah dan Sayyidina Ali, namun yang berhasil
mereka bunuh hanya Sayyidina Ali RA.

Meskipun pada awal kemunculan kaum khawarij karena alasan politik, namun
pada perkembangannya kelompok ini lebih bercorak teologis. Sebagai misal, mereka
keluar dari kelompok mainstream lantaran tidak setuju terhadap arbitrasi atau tahkim
yang dilakukan Khalifah Ali dalam menyelesaikan masalah dengan Muawiyah.
Menurut mereka, semua persoalan seharusnya diselesaikan dengan merujuk kepada
hukum-hukum yang diturunkan Allah SWT. Arbitrasi mereka nilai tidak berdasarkan
pada Alquran.

Pada perkembangannya kemudian, kaum khawarij terbagi dalam sekte-sekte


atau kelompok. Ada yang mengatakan lebih dari 20 sekte, ada yang menyebut 12
sekte, 10 sekte, atau bahkan hanya empat sekte. Namun, hampir semua sekte
memperbolehkan cara-cara kekerasan untuk mencapai tujuan. Termasuk membunuh
seperti yang mereka lakukan terhadap Khalifah Ali RA.

Di sinilah letak perbedaan antara kaum khawarij dan kelompok-kelompok


Islam mainstream atau kelompok mayoritas. Bagi kelompok mainstream, terutama
Ahlus Sunnah wal Jamaah (Sunni), tujuan tidak boleh menghalalkan segala cara.
Tujuan baik harus dilakukan dengan cara yang baik pula. Munculnya kelompok-
kelompok radikal sekarang ini tidak terlepas dari ideologi dan teologi kaum khawarij
ini. Dalam pandangan kaum khawarij, hanya Khalifah Abu Bakar as-Siddik dan
Khalifah Umar bin Khattab yang dapat dikatakan adil dan tidak menyeleweng dari
ajaran Islam. Sedangkan Usman bin Affan RA dan Ali bin Abi Thalib RA yang
merupakan dua dari empat Khulafa ar-Rasyidin, mereka anggap tidak memerintah
berdasarkan syariat.

Sepanjang perjalanan sejarah Islam boleh dikatakan kaum khawarij selalu


muncul. Ada kalanya mereka tiarap, tapi di kala lain mereka siap melakukan
perlawanan terhadap pihak-pihak, terutama ulul amri (pemerintah), yang dinilai telah
melenceng dari ajaran Islam. Juga perlawanan terhadap pihak-pihak yang dinilai telah
merugikan dan memusuhi kepentingan umat Islam.

Meskipun jumlah kelompok-kelompok khawarij kecil saja, namun lantaran


ideologi radikal yang mereka anut, eksistensi mereka menjadi sangat berbahaya.

4
Mereka juga susah ditumpas dengan kekuatan bersenjata. Contoh yang paling
mutakhir barangkali bisa disebutkan nama al-Qaida.

Sebelum satu dasawarsa lalu kita hanya mengenal satu kelompok radikal (baca:
teroris) yang bernama al-Qaida. Setelah organisasi garis keras ini dihantam Amerika
Serikat dan koalisinya di Afghansitan, al-Qaida pun beranak-pinak dan menyebar ke
berbagai negara seperti Irak, Suriah, Libia, Yaman, Somalia, Filipina, dan seterusnya.
Termasuk ke Indonesia.

B. Asal Usul Aliran Murji’ah

Kata murji’ah berasal dari kata Arab arja’a yang artinya bisa bermacam-macam yaitu:

1. Menunda (menangguhkan),

2. Memberi harapan

3. Mengesampingkan.

Murji’ah dalam arti menunda (menangguhkan) maksudnya adalah bahwa


dalam menghadapi sahabat-sahabat yang bertentangan, mereka tidak mengeluarkan
pendapat siapa yang bersalah, tetapi mereka menunda dan menangguhkan
penyelesaian persoalan tersebut di hari akhirat kelak di hadapan Allah Swt.

Murji’ah dengan arti memberi harapan, maksudnya adalah bahwa orang-


orang islam yang berbuat dosa besar tidak menyebabkan mereka menjadi kafir.
Mereka tetap mukmin dan tetap mendapatkan rahmat Allah meskipun mereka harus
masuk lebih dahulu dalam neraka karena perbuatan dosanya. Namun murji’ah
diberikan untuk golongan ini karena mereka memberi pengharapan bagi orang yang
berdosa besar untuk masuk surga.

Sedangkan murji’ah dalam pengertian mengesampingkan maksudnya adalah


bahwa golongan ini menganggap yang penting dan di utamakan adalah iman,
sedangkan amal perbuatan hanya merupakan soal kedua, yang menentukan mukmin
atau kafirnya seseorang adalah imannya bukan perbuatannya. Dengan demikian, iman
lebih penting dibandinkan perbuatan, sedangkan perbuatan dikesampingkan.

Aliran ini di sebut murji’ah karena menunda penyelesaian permasalahan


antara Ali ibn Abi Thalib dan Muawiyyah Ibn Abi Sufyan dan Khawarij ke hari
perhitungan di akhirat nanti. Aliran ini menyatakan bahwa orang yang berdosa tetap

5
mukmin selama masih beriman kepada Allah SWT dan Rasul Nya. Sedangkan orang
yang melakukan dosa besar, orang tersebut di akhirat baru ditentukan hukuman nya.

Aliran ini muncul dilatarbelakangi oleh persoalan politik, yaitu soal khilafah
(kekhalifahan). Setelah terbunuhnya Khalifah Usman bin Affan, umat islam pada
masa itu terpecah kedalam tiga kelompok yaitu golongan Khawarij, Syiʻah dan
Muawiyah. Dalam merebut kekuasaan, kelompok muawiyyah membentuk Dinasti
Umayyah. Syiʻah dan Khawarij sama-sama menentang kekuasaannya. Syiʻah
menentang Muawiyyah karena menuduh Muawiyyah merebut kekuasaan yang
seharusnya milik Ali dan keturunannya. Sementara itu Khawarij tidak mendukung
muawiyyah karena ia dinilai menyimpang dari ajaran islam. Dalam pertikaian antara
ketiga golongan tersebutlah terjadi saling mengkafirkan, sampai akhirnya muncul
sekelompok orang yang menyatakan diri tidak ingin terlibat dalam pertentangan
politik yang terjadi. Kelompok inilah yang kemudian berkembang menjadi golongan
Murji’ah.

Seperti arti dari murji’ah yang ketiga adalah mengesampingkan, jadi golongan
murji’ah berpendapat bahwa yang terpenting dalam kehidupan beragama adalah aspek
iman dan kemudian amal. Walaupun seseorang telah melakukan dosa besar, selama
masih meyakini bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad utusanNya, maka ia
tetap dianggap mukmin bukan kafir, adapun mengenai dosa yang dilakukannya
terserah Allah akan diampuni atau tidak, pendapat ini menjadi doktrin ajaran murjiah,
dan pendapat ini berlawanan dengan pendapat kaum khawarij yang menyatakan
bahwa orang yang berdosa besar adalah kafir.

Pendapat yang seperti ini dapat disimpulkan bahwa yang terpenting dan yang
paling diutamakan bagi golongan murji’ah adalah iman, sedangkan perbuatan
merupakan soal kedua. Jadi, yang menentukan seseorang itu mukmin atau kafir
adalah kepercayaan atau keimanannya saja, dan bukan perbuatan dan amalannya.
Akibat dari pendapat yang demikian yang menganggap bahwa perbuatan itu tidak
penting membawa golongan murjiah ini kedalam beberapa paham-paham yang
ekstrim.

2.2 Aliran-Aliran Kaum Khawarij Dan Murjiah

A. Airan-Aliran Khawarij

6
1. Firqah Al-Muhakkimah

Al-Muhakimah merupakan kelompok Khawarij yang pertama terbentuk


setelah mereka keluar dari barisan Ali. Dinamakan denganAl-Muhakkimah karena
kelompok ini terbentuk sebagai akibat langsung dari peristiwa tahkim yang digelar
pada peperangan Shiffin. Golongan ini terbentuk di desa Hururah dengan jumlah
pengikutya sebanyak dua belas ribu orang. Disini mereka mengangkat Abdullah ibn
Wahab al-Rasibi sebagai pimpinan menggantikan Ali ibn Abi Thalib.

Pendapat-pendapat yang dikemukakan oleh kelompok ini bertumpu pada


persoalan pokok yaitu tentang masalah kafir sebagaimana seudah diuraikan terdahulu.
Kafir dalam konsep mereka tidak hanya orang yang bukan Islam atau orang diluar
islam, tetapi orang islam sendiri namun tidak berhukum dengan hukum yang
ditetapkan Allah, juga dinamakan kafir. Orang-orang yang terlibat dalam tahkim pada
perang Shiffin dan yang mengandung serta menerima hasilnya juga disebut kafir,
karena mereka telah mengambil suatu keputusan dengan tidak berhukum kepada
hukum Allah. Termasuk pula kafir itu ialah orang islam yang melakukan dosa besar
seperti berxinah dan membunuh. Orang yang melakukan dosa besar, imamnya
menjadi hilang, sehingga ia tidak mukmin lagi, dankarena tidak mukmin lagi, maka
dia menjadi kafir. Nampaknya golngan Muhakkimah memakai istilah kafir dalam
pemikiran teologi yang mereka kembangkan.

2. Firqah Al-Azariqah

Nama Al-Azariqah ini diberikan karena menyesuaikan dengan nama tokoh


yang memimpinnya yaitu Abu Rasyid Nafi, Ibnu Al-Azraq. Nafi’ mereka beri gelar
kehormatan yaitu amir al muknim. Kelompok Al-Azariqah ini berada disekitar daerah
perbatasan Iraq dan Iran dengan jumlah pengikut yang cukup besar yaitu sekitar
30ribu orang. Kelompok ini merupakan mendukung terkuat aliran Khawarij ang
anggotanya paling banyak yang dan termuka diantara kelompok lainnya. Mereka lah
yang pertama kali melakukan serangan terhadap pasukan Ibnu Al Zubair dan pasukan
Al-Muawiyah selama 19an tahun. Nafi’ sendiri kemudian tewas dalam pertempuran
tahun 686M, dan kedudukannya digantikan oleh Nafi’ Ibnu Abdullah dan seterusnya
Qathri Ibnu Al Fuja’ah.

7
Pemikiran kalam kelompok Al Zariqah ini nampaknya berbeda dengan
pemikiran kelompok Al Muhakkimah terdahulu.

3. Al-Nazdat

Najdah Ibn Amir al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya pada


mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan al-Azariqaah. Tetapi dalam
golongan yang tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut
Nafi’ Ibn al-azraq, di antaranya Abu Fudaik, Rasyid al-Tawil dan Atiah al-Hanafi,
tidak dapat menyetujui faham bahwa orang Azraqi yang tak mau berhijrah ke dalam
lingkungan al-Azariqah adalah musyrik. Demikian pula mereka tak setuju dengan
pendapat tentang boleh dan halalnya dibunuh anak istri orang-orang Islam yang tak
sefaham dengan mereka.

Abu Fudaik dengan teman-teman serta pengikutnya memisahkan diri dari


Nafi’ dan pergi ke Yammah. Disini mereka dapat menarik Najdah ke pihak mereka
dalam pertikaan faham dengan Nfi’ sehingga Najdah dengan pengikut-pengikutnya
membatalkan rencana untuk berhijrah ke daerah kekuasaan al-Azariqah, pengikut Abu
Fudaik dan pengikut Najdah bersatu dan memilih Najdah sebagai imam baru. Nafi’
Ibn al-Azraq tidak lagi diakui sebagai imam. Nafi’ telah mereka pandang kafir dan
demikian pula orang yang masih mengakuinya sebagai imam.

Najdah berlainan dengan dua golongan di atas, berpendapat bahwa orang yang
berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang islam yang
tak sefaham dengan golongannya. Adapun pengikutnya jika melakukan dosa besar ,
betul akan mendapat siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian akan masuk
surga. Dosa kecil baginya akan menjadi dosa besar, kalau dikerjakan terus-menerus
dan yang mengerjakannya sendiri menjadi musyrik.

4. Al-‘Ajaridah

Mereka adalah pengikut dari ‘Ajrad yang menurut al-Syahrastani merupakan


salah satu teman dari ‘Atial al-Hnafi. Kaum Al-‘Ajaridah bersifat lebih lunak karena
menurut faham mereka berhijrah bukanlah merupakan kewajiban sebagai diajarkan
oleh Nafi’ Ibn al-Azraq dan Najdah, tetapi hanya merupakan kebijakan. Dengan
demikian kaum ‘Ajaridah boleh tinggan diluar daerah kekuasaan mereka dengan tidak
8
dianggap menjadi kafir. Di samping itu harta yang boleh dijadikan harta rampasan
perang hanyalah harta orang yang telah mati terbunuh. Sedang menurut al-Azaridah
ini mempunyai faham putitanisme. Surat Yusuf dalam al-Qur’an membawa ceritera
cinta dab Al-Qur’an, sebagai kitab suci , kata mereka, tidak mungkin mengandung
cerita cinta. Oleh karena itu mereka tidak mengakui Surat Yusuf sebagai vagian dari
Al-Qur’an.

Sebagai golongan Khawarij lain, golongan ‘Ajaridah ini juga terpecah belah
menjadi golongan-golongan kecil. Diantaranya mereka, yaitu golongan al-
Maimuniah, menganut faham qadariah. Bagi mereka semua perbuatan manusia, baik
dan buruk, timbul dari kemauan dan kekuasaan manusia sendiri. Golongan al-
Hamziah juga mempunyai faham yang sama. Tetapi golongan al-Syu’aibaiah dan al-
Hazimiah menganut faham sebaliknya. Bagi mereka Tuhanlah yang menimbulkan
perbuatan-perbuatan manusia. Manusia tidak dapat menentang kehendak Allah. s

5. Al-Sufriah

Pemimpin golongan ini ialah Ziad Ibn al-Asfar. Dalam faham mereka dekat
sama dengan golongan al-Azariqah dan oleh karena itu juga merupakan golongan
yang ekstrim. Hal-hal yang membuat mereka kurang ekstrim dari yang lain adalah
pendapat-pendapat berikut :

a. Orang Sufriah yang tidak berhijrah tidak dipandang kafir.

b. Mereka tidak berpendapat bahwa anak-anak kaum musyrik boleh dibunuh.

c. Selanjutnya tidak semua mereka berpendapat bahwa orang yang berbuat dosa
besar menjadi musyrik ada diantara mereka yang membagi dosa besar dalam
dua golongan, dosa besar yang sangsinya di dunia, seperti membunuh dan
berzina, dan dosa besar yang tak ada sangsinya di dunia, seperti meninggalkan
sembahyang dan puasa. Orang yang berbuat dosa golongan pertama tidak
dipandangn kafir. Yang menjadi kafir hanyalah orang yang melaksanakan dosa
golongan kedua.

9
d. Daerah golongan islam yang tak se faham dengan mereka bukan dar harb
yaitu daerah yang harus diperangi hanyalah ma’askar atau camp pemerintah
sedang anak-anak dan perempuan tak boleh dijadikan tawanan.

e. Kafr dibagi dua : kufr bin inkar al-ni’mah yaitu mengingkari rahmat Tuhan
dan kufr bi inkar al-rubiah yaitu mengingkari Tuhan. Dengan demikian term
kafr tidak selamanya harus berarti keluar dari islam.

Disamping pendapat-pendapat diatas terdapat pendapat-pendapat yang spesifik bagi


mereka :

a. Taqiyah hanya boleh dalam bentuk perkataan dan tidak dalam bentuk
perbuatan.

b. Tetapi sungguhpun demikian, untuk keamanan dirinya perempuan islam boleh


kawin dengan lelaki kafir, di daerah bukan islam.

1. Al-Ibadah

Golongan ini merupakan golongan yang paling moderat dari seluruh golongan
Khawarij. Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad, yang pada tahun 686M,
memisahkan diri dari golongan Al-Azariqah. Paham moderat mereka dapat dilihat
dari ajaran-ajaran berikut :

a. Orang islam yang tak sefaham dengan mereka bukanlah mukim bukanlah
musyrik, tetapi kafir. Dengan orang islam yang demikian boleh diadakan
hubungan perkawinan dan hubungan warisan, syahadat mereka dapat diterima.
Membunuh mereka adalah haram.

b. Daerah orang islam yang tak sefaham dengan mereka, kecuali camp
pemerintah merupakan dar tawhid , daerah orang yang meng Esa-kan Tuhan,
dan tak boleh diperangi, yang merupakan dar-kufr yaitu yang harus diperangi,
hanyalah ma’askar pemerintah.

10
c. Orang islam yang berbuat dosa besar adalah muwahhid yang meng-Esa-kan
Tuhan, tetapi bukan mukmin dan kalaupun kafir hanya merupakan kafir al-ni
mah dan bukan kafir al-millah , yaitu kafir agama. Dengan kata lain,
mengerjakan dosa besar tidak membuat orang keluar dari islam.

d. Yang boleh dirampas dalam perang hanyalah kuda dan senjata. Emas dan
perak harus dikembalikan kepada orang empunya.

Tidaklah mengerankan kalau faham moderat seperti digambarkan di atas


membuat Abdullah Ibn Ibad tidak mau turut dengan golongan al-Azariqah dalam
melawan pemerintahan Dinasti Bani Ummayyah. Bahkan ia mempunyai hubungan
yang baik dengan Khalifah Abd al-Malik Ibn Marwan. Demikian pula halnya dengan
Jabir Ibn Azaid al-Azdi, pemimpin al-Ibadiah sesudah Ibn Ibad, mempunyai
hubungan baik dengan al-Hajjaj, pada waktu yang tersebut akhir ini dengan kerasnya
memerangi golongan-golongan Khawarij yang berfaham dan bersikap ekstrim.

Oleh karna itu, jika golongan Khawarij lainnya telah hilang dan hanya tinggal dalam
sejarah, golongan al-Ibadiah ini masih ada sampai sekarang dan terdapat di Zanzibar,
Afrika Utara, Umman dan Arabia Selatan.

Adapun golongan-golongan Khawarij ekstrim dan radikal, sungguhpun mereka


sebagai golongan telah hilang dalam sejarah, ajaran-ajaran ekstrim mereka masih
mempunyai pengaruh, walaupun tidak banyak, dalam masyarakat Islam.

A. Aliran-Aliran Murjiah

Golongan-golongan yang terdapat dalam aliran Khawarij.

Pada umumnya kaum Murjiah dapat dibagi dalam dua golongan besar, golongan moderat
dan golongan ekstrim :

Golongan moderat berpendapat bahwa orang yang berdosa besar bukanlah kafir dan
tidak kekal dalam neraka, tetapi akan dihukum dalam nereka sesuia dengan besarnya dosa
yang dilakukannya, dan ada kemungkinan bahwa Tuhan akan mengampuni dosanya dan
oleh karena itu akan masuk neraka sama sekali.

Dalam golongan Murjiah moderat ini termasuk al-Hasan Ibn Muhammad Ibn Ali Ibn Abi
Talib, Abu Hanifah, Abu Yusuf dan beberapa ahli Hadist. Jadi bagi golonagn ini orang Islam
yang berdosa besar masih tetap mukmin. Dalam hubungan ini Abu Hanifah memberi
definisi iman sebagai berikut : iman ialah pengetahuan dan pengakuan tentang Tuhan,

11
tentang Rasul-RasulNya dan tentang segala apa yang datang dari Tuhan dalam keseluruhan
dan tidak dalam perincian; iman tidak mempunyai sifat bertambah atau berkurang, dan tidak
ada perbedaan anatar manusia dalam hal iman.

Definisi yang diberikan Abu Hanifah ini menggambarkan bahwa semua iman, atau
dengan kata lain, iman semua orang islam sama, tidak ada perbedaan anatar iman orang
islam yang berdosa dan iman orang islam yang patuh menjalankan perintah-perintah Allah.
Ini boleh pula membawa kepada kesimpulan bahwa Abu Hanifah juga berpendapat
perbuatan kurang penting diperbandingkan dengan iman. Jalan pemikiran, serupa ini
mungkin sekali ada pada Abu Hanifah yang dikenal sebagai Imam Madzhab yang banyak
berpegang pada logika. Tetapi bahwa Abu Hanifah juga berpendapat bahwa perbuatan atu
amal tidak penting, rasanya tidak dapat diterima.

Diantara golongan Ekstrim yang dimaksud ialah al-Jahmian, pengikut-pengikut Jhm


Ibn Safwan. Menurut golonagn ini orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian
menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufr tempatnya
adalah hanya dalam hati, bukan dari bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang
demikian juga tidak menjadi kafir, sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran-
ajaran agama yahudi atau agama kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya
pada trinity dan kemudian mati. Orang yang demikian bagi Allah tetap melupakan seorang
mukmin yang sempurna imannya.

Bagi al-Salihiah, pengikut-pengikut Abu al-Hasan al-Salihi, iman adalah menetahui


Tuhan dan kufr adalah tidak tahu pada Tuhan. Dalam pengertian mereka sembah yang
tidaklah merupakan ibadat kepada Allah, karena yang disebut ibadat ialah iman kepadanya,
dalam arti mengetahui Tuhan. Lebih lanjut al-Baghdadi menerangkan bahwa dalam pendpat
al-Slihiah, sembahyang, zakat, puaza, dan haji hanya menggambarkan kepatuhan dan tidak
merupakan ibadat kepada Allah, yang disebut ibadat hanyalah iman. Karena dalam
pengertian kaum Murjiah yang disebut iman hanyalah mengetahui Tuhan, golongan al-
Yunusiah mengambil kesimpulan bahwa melakukan maksiat atau pekerjaan-pekerjaan jahat
tidaklah merusak iman seseorang. Golongan al-Ubaidillah berpendapat demikian pula,
tegasnya jika seseorang mati dalam iman, dosa-dosa dan perbuatan-perbuatan jahat yang
dikerjakannya tidak akan merugikan bagi yang bersangkutan, karna itu pulalah maka
Muqatil Ibn Sulaiman mengatakan bahwa perbuatan jahat, banyak atau sedikit, tidak
meruskakkan iman seseorang, dan sebaliknya pula perbuatan baik tidak akan merubah
kedudukan sesorang musyrik atau politheis.
12
Selanjutnya menurut al-Khassaniah, jika seseorang mengatakan, “saya tahu bahwa
Tuhan melarang makan babi, tetapi saya tak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah
kambing ini”, orang demikian tetap mukmin bukan kafir, dan jika seseorang mengatakan
“saya tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke Ka’bah tetapi saya tak tahu apakah Ka’bah di
India atau di tempat lain:. Orang demikian juga tetap mukmin.

Pendapat-pendapat ekstrim seperti diuraikan di atas timbul dari pengertian bahwa


perbuatan atau amal tidaklah sepenting iman, yang kemudian meningkat pada pengertian
bahwa hanya imanlah yang penting dan yang menentukan mukmin atau tidak mukminnya
seseorang; perbuatan-perbuatan tidak mempunyai pengaruh dalam hal ini. Iman letaknya
dalam hati dan apa yang ada didalam hati seseorang tidak diketahui manusia lain;
selanjutnya perbuatan-perbuatan manusia tidak selamanya menggambarkan apa yang ada
dalam hatinya.

Ajaran serupa ini ada bahanya karena dapat membawa pada moral latitude, sikap
memperlemah ikatan-ikatan moral, atau masyarakat yang bersifat pernissive , masyarakat
yang dapat mentolerir penyimpangan-penyimpangan dari norma-norma akhlak yang
berlaku. Karena yang dipentingkan hanyalah iman, norma-norma akhlak bisa dipandang
kurang penting dan diabaikan oleh orang-orang yang menganut faham demikian. Inilah
kelihatannya yang menjadi sebab maka nama Murjiah itu pada akhirnya mengandung arti
tidak baik dan tidak disenangi.

Menurut al-Asy’ari sendiri iman ialah pengakuan dalam hati tentang ke-Esaan
Tuhan dan tentang kebenaran Rasul-Rasul serta segala apa yang mereka bawa.
Mengucapkannya dengan lisan dan mengerjakan rukun-rukun Islam merupakan cabang dari
iman. Orang yang berdosa besar, jika meninggalkan dunia tanpa taubat, nasibnya terletak
ditangan Tuhan. Ada kemungkinan Tuhan akan mengampuni dosa-dosa yang dibuatnya dan
kemudian baru ia dimasukkan ke dalam surga, karena ia tak mungkin akan kekal tinggal
dalam neraka.

Pendapat yang diuraikan al-Asy’ari ini identik dengan pendapat yang dimajukan golongan
Murjiah moderat dan mungkin inilah sebabnya maka Ibn Hazm memasukkan al-Asy’ari ke
dalam golongan kaum Murjiah.

Faham yang sama diberikan oleh al-Baghdadi ketika ia menerangkan bahwa ada tiga
macam iman :

13
1. Iman yang membuat orang ke luar dari golongan kafir dan tidak kekal dalam neraka:
yaitu mengakui Tuhan, Kitab, Rasul rasul, kadar baik dan buruk, sifat-sifat Tuhan dan
segala keyakinan-keyakinan lain yang diakui dalam syariat.

2. Iman yang mewajibkan adanya keadilan dan melenyapkan nama fasik dari seseorang
serta yang melepaskannya dari neraka, yaitu mengerjakan segala yang wajib dan menjauhi
segala dosa besar.

3. Iman yang membuat seseorang memperoleh prioritas untuk langsung masuk surga
tanoa perhitungan, yaitu mengerjakan segala yang wajib serta yang sunnah dan menjauhi
segala dosa.

Ringkasannya menurut uraian di atas orang yang berdosa besar bukanlah kafir, dan tidak
kekal dalam neraka, orang demikian adalah mukmin dan akhirnya akan masuk surga.

Kalau diatas merupakan pendapat dari ahli sunnah golongan Asy-ariah maka dari
ahli sunnah golongan Maturidiah, al-Bazdawi membrikan uraian sebagai berikut. Imam
adalah kepercayaan dalam hati yang dinyatakan dengan lisan, kepatuhan pada perintah-
perintah Tuhan merupakan akibat dari kepercayaan atau iman. Orang yang meninggalkan
kepatuhan pada Tuhan bukanlah kafir, orang yang berdosa besar tidak akan kekal dalam
neraka sungguhpun ia meninggal dunia sebelum sempat bertaubat dari dosa-dosanya.
Nasibnya di akhirat terletak pada kehendak Allah; orang yang demikian mungkin
memperoleh ampunan dan masuk surga, mungkin pula dosanya tidak diampuni, dan oleh
karena itu dimaasukkan ke dalam neraka sesuai dengan kehendak Allah dan kemudian baru
dimasukkan kedalam surga. Adapun orang yang berdosa kecil, dosa-dosa kecilnya akan
dihapus oleh kebaikan, sembahyang dan kewajiban-kewajiban lain yang dijalankannya.

Dengan demikian pendapat-pendapat yang diterangkan oleh pemuka-pemuka Ahli


Sunnah tersebut di atas pada dasarnya sama dengan pendapat-pendapat yang dikemukakan
oleh kaum Murjiah moderat. Hal ini diakui sendiri oleh al-Bazdawi ketika ia mengatakan
“kaum Murjiah pada umumnya sependapat dengan ahli Sunnah dan Jama’ah”

Sebagai kesimpulan dengan dikemukakan bahwa golongan Murjiah moderat,


sebagai golongan yang berdiri sendiri telah hilang dalam sejarah dan ajaran-ajaran mereka
mengenai iman. Kufr dan dosa besar masuk kedalam aliran Ahli Sunnah dan Jmaah.
Adapun golongan Murjiah ekstrim juga telah hilang sebagai aliran yang berdiri sendiri,
tetapi dalam praktek masih terdapat sebagian umat Islam yang menjalankan jaran-ajaran
ekstrim itu, mungkin dengan tidak sadar bahwa sebenarnya dalam hal ini mengikuti ajaran-
ajaran golongan Murjiah ekstrim.
14
Diantara golongan Ekstrim yang dimaksud ialah al-Jahmian, pengikut-pengikut Jhm
Ibn Safwan. Menurut golonagn ini orang Islam yang percaya pada Tuhan dan kemudian
menyatakan kekufuran secara lisan tidaklah menjadi kafir, karena iman dan kufr tempatnya
adalah hanya dalam hati, bukan dari bagian lain dari tubuh manusia. Bahkan orang
demikian juga tidak menjadi kafir, sungguhpun ia menyembah berhala, menjalankan ajaran-
ajaran agama yahudi atau agama kristen dengan menyembah salib, menyatakan percaya
pada trinity dan kemudian mati. Orang yang demikian bagi Allah tetap melupakan seorang
mukmin yang sempurna imannya.

1. Yunusiyyah

Yunusiyyah adalah kelompok yang dipelopori oleh Yunus ibn ‘Aun an-Numairi.
Menurut kelompok ini iman adalah mengenal Allah dengan mentaati semua
perintahNya dan menyerahkan segala urusan kepada Allah dan mencintai Allah
dengan sepenuh hati, bersikap rendah hati dan tidak kufur. Sedangkan kufur adalah
kebalikan dari itu. Iblis dikatakan kafir bukan karena tidak percaya kepada Allah Swt,
melainkan karena ketakaburannya kepada Allah. Sebagaimana fiman Allah Swt.

‫ابى واستكبر و كان من الكافرين‬

Artinya: … ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang
kafir” (Q.S. Al-Baqarah 34).

Menurut Yunus barang siapa yang menanamkan rasa kepatuhan hanya kepada
Allah semata dan mencintai Allah dengan sepenuh hati, sekalipun ia melakukan
maksiat, tidaklah hal itu mengurangi nilai iman dan keikhlasannya kepada Allah,
karena mereka meyakini bahwa perbuatan jahat dan maksiat tidak merusak
iman seseorang.

Dari uraian diatas kita telah mengetahui bahwa menurut kelompok ini selama
seseorang itu masih mencintai Allah dengan sepenuh hati, walaupun berbuat maksiat
tetap akan masuk surga, karena yang menyebabkan seseorang itu masuk surga adalah
keiklasan dan kecintaan nya kepada Allah.

2. ‘Ubaidiyyah

Kelompok ini dipelopori oleh Ubaid al-Muktaib, menurut dia semua dosa
selain syirik pasti akan diampuni. Apabila ada yang meninggal sebagai seorang yang
mengesakan (muwahhid), katanya tidak ada dosa yang telah ia lakukan atau kejahatan
yang telah ia kerjakan akan menghancurkannya.

15
Jadi dari urain diatas dapat disimpulkan bahwa kelompok ‘ubaidiyah ini
berpendapat hampir sama dengan pendapat Yunusiyyah. Akan tetapi mereka
mempunyai pendapat yang lain yang bahwa seseorang yang meninggal dalam
keadaan masih memiliki ketauhidan tidak akan merugikannya, karena perbuatan jahat
tidak merusak iman. Begitupun sebaliknya perbuatan baik yang dilakukan oleh orang-
orang kafir tidak akan memperbaiki posisi orang kafir.

3. Ghassaniyyah

Kelompok Al- Ghassaniyyah adalah mereka yang mengikuti ajaran Ghassan


Al-Kafi. Menurut Ghassan, iman adalah pengetahuan ( ma’rifat) kepada Allah dan
Rasul. Jika seseorang mengatakan, saya tahu bahwa Tuhan melarang makan babi,
tetapi saya tidak tahu apakah babi yang diharamkan itu adalah kambing ini, orang
yang demikian tetap mukmin dan bukan kafir. Dan jika seseorang mengatakan, saya
tahu Tuhan mewajibkan naik haji ke ka’bah tetapi saya tidak tau apakah Ka’bah di
india atau tempat lain, orang demikian juga tetap mukmin. Artinya keyakinan-
kayakinan seperti itu berada diluar persoalan keimanan, tidak ada hubungannya
dengan iman. Jadi orang tersebut pada dasarnya tidak meragukan hal-hal tadi, karena
setiap orang yang berakal pasti tidak meragukan dimana ka’bah dan pasti tahu
perbedaan antara kambing dan babi.

4. Tsaubaniyyah

Tsaubaniyyah dipelopori oleh Abu Tsauban yang berpendapat bahwa iman


adalah pengenalan dan pengakuan lidah kepada Allah, mereka juga menambahkan
bahwa yang termasuk iman adalah mengetahui dan mengakui sesuatu yang menurut
akal wajib dikerjakan. Singkatnya kelompok ini mengakui adanya kewajiban-
kewajiban yang dapat diketahui akal sebelum datangnya syari’at.

Golongan ini juga berpendapat bahwa jika Allah mengampuni seorang


pendosa pada hari kiamat, Ia akan mengampuni setiap pendosa yang beriman yang
berada pada posisi yang sama. sekali lagi, jika Ia mengeluarkan seseorang dari neraka,
Ia juga akan mengeluarkan setiap orang lainnya yang berada pada posisi yang sama.

5. Shalihiyyah

Shalihiyyah diambil dari nama tokohnya Shalih ibn Umar Al-Shalihi. Menurut
paham ini, iman adalah semata-mata pengenalan kepada Allah sebagai sang pencipta,
sedangkan kekafiran adalah ketidaktahuan terhadap Allah, menurutnya shalat bukan
ibadah, kecuali dari orang yang beriman kepada-Nya, karena ia telah mengenal-Nya.
16
Iman meliputi pengenalan akan Allah. Ini merupakan kualitas yang tidak terbagi, yang
tidak bertambah dan berkurang, demikian juga kekafiran merupakan kualitas yang
tidak terbagi, yang tidak bertambah dan tidak berkurang.

6. Marisiyyah

Marisiyyah dipelopori oleh Bisyar Al- Marisy. Paham ini meyakini iman
adalah selain meyakini dalam hati bahwa tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad itu
Rasul-Nya juga harus di ucapkan secara lisan, maka tidak dikatakan iman jika tidak
diyakini dalam hati dan di ucapkan secara lisan.

7. Karamiyyah

Karamiyyah, di rintis oleh Muhammad bin Karram yang mempunyai pendapat


bahwa iman adalah pengakuan secara lisan dan kufur adalah pengingkaran secara
lisan. Mukmin dan kafirnya seseorang dapat diketahui melalui pengakuannya secara
lisan.

Sebagai aliran yang berdiri sendiri, kelompok Murji’ah ekstrem sudah tidak
didapati lagi sekarang, walaupun demikian, ajaran-ajarannya dan pengaruh-
pengaruhnya masih didapati pada sebagian umat Islam. Adapun ajaran-ajaran dari
kelompok Murjiah moderat, terutama mengenai pelaku dosa besar serta pengertian
iman dan kufur, menjadi ajaran yang umum disepakati oleh umat Islam.

2.2 Tokoh-Tokoh Khawarij dan murji’ah


A. Tokoh-Tokoh Khawarij
Ada beberapa tokoh (pendiri) aliran khawarij :

• Abdullah bin Wahhab Ar Rasyidi

• Nazdah bin Amir

• Urwah bin Hudair

• Ubaidillah bin Basyir

• Najdah bin Uwaimir

17
• Zuber bin Ali

• Mustaurid bin Sa’ad

• Hautsarah bin Asadi

• Quraib bin Marrah

• Nafi’i bin Azraq

• Qathari bin Fujaah

• Abdu Rabbih

A. Tokoh-Tokoh Murjiah
Ada beberapa tokoh (pendiri) aliran Murji’ah :

• Jahm bin Shufwan

• Abu Musa Ash-Shalahi

• Muhammad bin Syabib

• Yunus As-Samary

• Muadz Ath-Thaumi

• Abu Samr

• Abu Marwan Al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy

• Abu Tsauban

• Al-Husain bin Muhammad An-Najr

• Abu Haifah An-Nu’man

• Basr Al-Murisy

• Muhammad bin Karam As-Sijistany

2.2Doktrin-Doktrin Khawarij dan Murji’ah

A. Doktrin-Doktrin Khawarij

18
1. Doktrin politik

Melihat pengertian politik secara praktis-yakni kemahiran bernegara, atau


kemahiran berupaya menyelidiki manusia dalm memperoleh kekuasaan, atau
kemahiran mengenai latar belakang , motivasi, dan hasrat mengapa manusia ingin
memperoleh kekuasaan. Khawarij dapat dikatakan sebagai sebuah partai politik.
Politik juga ternyata merupakan doktrin sentral Khawarij yang timbul sebagai reaksi
terhadap keberadaan Muawiyah yang secara teoritis tidak pantas memimpin negara,
karena ia adalah seorang tulaqa (bekas kaum musyrikin di Mekkah yang dinyatakan
bebas pada hari jatuhnya kota itu kepada kaum muslimin).

Kebencian itu bertambah dengan kenyataan bahwa keislaman Muawiyah


belum lama. Mereka menolak untuk dipimpin orang yang di anggap tidak pantas.
Jalan pintas yang ditempuhnya adalah membunuhnya, termasuk orang yang
mengusahakannya menjadi khalifah. Dikumandangkanlah sikap bergerilya untuk
membunuh mereka Doktrin-doktrin dari segi politik yang dikembangkan oleh
khawarij:

Khalifah atau imam harus di pilih secara bebas oleh seluruh umat islam.

Khalifah tidak harus berasal dari keturunan Arab. Dengan demikian setiap orang
muslim berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.

Khalifah di pilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam. Ia harus dijatuhkan bahkan di bunuh kalau melakukan
kezaliman.

2. Doktrin teologi

Selain itu juga dibuat pula doktrin teologi tentang dosa besar sebagaimana
tertera pada poin di bawah berikut. Akibat doktrinnya yang menentang pemerintah,
khawarij harus menanggung akibatnya. Mereka selalu dikejar-kejar dan di tumpas
oleh pemerintah. Kemudian perkembangannya, sebagaimana dituturkan Harun
Nasution, kelompok ini sebagian besar sudah musah. Sisa-sisanya terdapat di
Zanzibar, Afrika Utara, dan Arabia Selatan.

Doktrin teologi Khawarij yang radikal pada dasarnya merupakan imbas


langsung dari doktrin sentralnya, yakni doktrin politik. Radikalitas itu sangat
dipengaruhi oleh sisi budaya mereka yang juga radikal serta asal-usul mereka yang
berasal ari masyarakat badawi dan pengembara padang pasir tandus. Hal itu

19
menyebabkan watak dan pola pikirnya menjadi keras, berani, tidak bergantung pada
orang lain, dan bebas.

Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus di
bunuh. Yang sangat anarkis ( kacau ) lagi, mereka menganggap bahwa seorang
muslim dapat menjadi kafir apabila ia tidak mau membunuh muslim lain yang telah di
anggap kafir dengan resiko ia menanggung beban harus dilenyapakan pula. Setiap
muslim harus berhijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam darul harb ( negara musuh) ,
sedang golongan mereka sendiri di anggap darul islam ( negara islam). Seseorang
harus menghindari pimpinan yang menyeleweng. Adanya wa’ad dan wa’id ( orang
yang baik harus masuk surga sedangkan orang yang jahat masuk ke dalam neraka).

3. Doktrin teologis sosial

Adapun doktrin-doktrin selanjutnya yakni kategori sebagai doktrin teologis


sosial. Doktrin ini memperlihatkan kesalehan asli kelompok khawarij sehingga
sebagian pengamat menganggap doktrin ini lebih mirip dengan doktrin mu’tazilah,
meskipun kebenarannya adalah doktrin ini dalam wacana kelompok khawarij patut
dikaji mendalam. Dapat di asumsikan bahwa orang-orang yang keras dalam
pelaksanaan ajaran agama, sebagaimana dilakukan kelompok Khawarij, cenderung
berwatak tekstualis/skripturalis sehingga menjadi fundamentalis. Kesan skriptualis
dan fundamentalis itu tidak nampak pada doktrin-doktrin khawarij pada poindi bawah
berikut.

Namun, bila doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin


khawarij, dapat diprediksikan bahwa kelmpok khawarij pada dasarnya merupakan
orang-orang baik. Hanya saja, keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas
penganut garis keras, yang aspirasinya dikucilkan dan di abaikan penguasa, di tambah
oleh pola pikirnya yang simplistis, telah menjadikan mereka bersikap ekstrim.

Doktrin-doktrin dari segi teologi sosial yang dikembangkan oleh khawarij.

Amar ma’ruf nahi mungkar

Memalingkan ayat-ayat Al Qur’an yang tampak mutasyabihat ( samar).

Al Qur’an adalah makhluk

Manusia bebas memutuskan perbuatannya bukan dari Tuhan.

20
A. Doktin-Doktrin Murjiah

Sebagaimana telah diuraikan di atas bahwa paham Murjiah banyak yang tidak
ditemukan lagi sebagaimana aliran lain. Bahkan keberadaannya seakan hilang ditelan
masa dan hanya tinggal sejarah. Namun praktik-praktik ajarannya masih banyak kita
temukan dikalangan masyarakat dewasa ini. Hanya saja tidak dinamakan lagi dengan
aliran murji’ah, tetapi dinamakan dengan aliran lain. Walaupun hal ini tidak bisa
dipastikan sebagai pengaruh ajaranya, karena tidak mungkin sesuatu yang tidak saling
berinteraksi akan saling mempengaruhi. Namun apa yang tampak tetap tidak bisa
dipungkiri sebagai pengaruh dari ajaran Murji’ah.

Diantara pengaruh-pengaruh yang masih berkembang dewasa ini adalah:

1. Taklid

Menjadi hal yang biasa ketika ada anak yang lahir dari orang tua muslim juga
dikatakan seorang muslim. Padahal mereka belum tahu tentang apa itu Islam bahkan
kadang sampai masa dewasanya. Khususnya mereka yang dari kecil sangat sedikit
mengenyam pendidikan keagamaan. Mereka Islam hanya ikut-ikutan atau bisa
dibilang turunan. Ketika ditanya tentang agama, mereka begitu antusias menjawab
“Islam” bahkan ada yang memberi embel-embel Ahlu Sunnah Wa Jama’ah tanpa lebih
dulu tau akan semuanya. Pada hal dalam aliran Ahlu Sunnah Wa Al-Jama’ah sendiri
tidak diperbolehkan taklid dalam akidah. Kebolehan taklid dalam akidah hanya
ditemukan dalam ajaran murji’ah sebagaimana sebagian pendapat di atas. Secara tidak
sadar sebenarnya mereka bukan Ahlu Sunnah Wa Jama’ah.

2. Penundaan dan penangguhan

Menunda - nunda baik dalam urusan dunia maupun akhirat sudah menjadi
kebiasaan dan hal yang lumrah dan masyarakat sekarang ini. Dalam hal pekerjaan,
menunda menyelesaikan sebuah tugas sudah menjadi biasa. Apalagi dalam hal taubat,
begitu banyak dosa dan maksiat yang dilakukan dan menunggu masa tua untuk
bertaubat.

3. Iman dan Kufur

Sudah diketahui sebelumnya bahwa termasuk salah satu ajaran Murji’ah


adalah tidak berpengaruhnya amal akan keimanan seseorang. Meskipun mereka yang
beriman tidak menjalankan syari’at bahkan menentangnya, mereka tetap tidak kufur
21
dan bisa masuk surga. Hal ini sudah menjadi pegangan masyarakat dan dalih mereka
ketika melakukan dosa atau bahkan menentang agama. Tidak ada yang berhak
memberikan hukuman atau menentukan iman dan tidak imannya seseorang selain
Tuhan sendiri. Dan mereka tetap memiliki bagian di surga dengan secuil iman
meskipun tanpa amal sebagai penghargaan.

4. Pengampunan Tuhan

Di zaman sekarang, banyak ditemukan orang yang berlebihan dan keterlaluan


khususnya dalam maksiat. Bahkan mereka tidak merasa bahwa apa yang dikerjakan
adalah dosa. Mereka terlalu berlebihan memahami sifat Ghaffar-Nya Allah atau bisa
saja dibilang salah paham. Mereka yang bergelut dengan maksiat ketika ditanya
tentang apa yang dilakukannya, akan menjawab bahwa pengampunan Allah begitu
luas dan tidak terbatas. Hal ini bisa saja merupakan pengaruh Murji’ah ekstrem yang
mewajibkan pengampunan Allah terhadap segala dosa dengan konsep
penangguhannya.

22
BAB III
PENUTUP
1.1 Kesimpulan

Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Khawarij sebagai sebuah aliran telogi adalah kaum yang terdiri dari pengikut
Ali bin Abi Thalib yang meninggalkan barisannya, karena tidak setuju tehadap
sikap Ali bin abi Thalib yang menerima arbitrase sebagai jalan untuk
menyelesaikan persengketaan khalifah dengan Mu’awiyah bin Abi Sufyan.

2. Perkembangan khawarij semakin meluas dan terbagi menjadi dua golongan


yang pertama bermarkas di sebuah negeri Bathaih yang menguasai dan
mengontrol kaum khawarij yang berada di Persia yang dikepalai oleh Nafi bin
azraq dan Qathar bin Faja’ah, dan golongan yang kedua bermuara di Arab
daratan yang menguasai kaum khawarij yang berada di Yaman,
Handharamaut, dan Thaif yang dikepalai oleh Abu Thalif, Najdah bin ‘Ami,
dan abu Fudaika.

3. Aliran Murji’ah ini muncul sebagai reaksi atas sikapnya yang tidak mau
terlibat dalam upaya kafir mengkafirkan terhadap orang yang melakukan dosa
besar, sebagaimana hal itu dilakukan oleh aliran khawarij. Mereka
menangguhkan penilaian terhadap orang-orang yang terlibat dalam peristiwa
tahkim itu. dihadapan Tuhan, karena hanya Tuhan-lah yang mengetahui
keadaan iman seseorang..

4. Muhammad Imarah menyebutkan 12 sekte Murji’ah yaitu : Al-Jahmiyah,


pengikut Jahm bin Shufwan; Ash-Shaliyah, pengikut Abu Musa Ash-Shalahi;
Al-Yunushiyah pengikut Yunus As-Samary; As-Samriyah pengikut Abu Samr
dan Yunus; Asy-Syaubaniyah pengikut Abu Syauban; Al-Ghailaniyah pengikut
Abu Marwan al-Ghailan bin Marwan Ad-Dimsaqy; An-Najariyah pengikut Al-
Husain bin Muhammad An-Najr; Al-Hanafiyah pengikut Abu Hanifah An-
Nu’man; Asy-Syabibiyah pengikut Muhammad bin syabib; Al-Mu’aziyah

23
pengikut Muadz Ath-Thaumi; Al-Murisiyah pengikut Basr Al-Murisyi; Al-
Karamiyah pengikut Muhammad bin Karam As-Sijistany.

24
DAFTAR PUSTAKA

Burhanudin, Danu. 2016. Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan. Jakarta :
Kencana

Hasbi, Muhammad. 2015. Ilmu Kalam. Yogyakarta : Trustmedia Publishing

Nasir, Sahilun. 1991. Pengantar Ilmu Kalam. Jakarta : CV Rajawali

Rida, Safni. 2010. Ilmu Kalam. Rejang Lebong : LP2 STAIN CURUP

25

Anda mungkin juga menyukai