Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH ILMU KALAM

ALIRAN KALAM KLASIK: KHAWARIJ dan MURJI’AH

Disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu Kalam

Dosen Pengampu : Moh. Syifa’ul Hisan, S.E.I., M.S.I

Disusun Oleh :

Idham Fajar Prasetyo 201102020027

Ilmiyatul Hasanah 221102020003

Navisatul Hasanah 221102020030

Muhammad Ilham 221102020015

FAKULTAS SYARI’AH

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARI’AH

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI KIAI HAJI ACHMAD SIDDIQ

JEMBER

2022-2023
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh,

Pertama tama marilah kita panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat Allah SWT.
yang telah melimpahkan rahmat dan ridhonya sehingga kita masih bisa berkumpul dalam
keadaan sehat walafiat sampai saat ini. Tak lupa pula shalawat dan salam tetap tercurahkan
kepada junjungan kita yaitu Nabi Muhammad SAW. yang telah membawa kita dari zaman
jahiliyah menuju zaman yang terang benderang seperti sekarang ini.

Pada kesempatan ini kami ingin mengucapkan terima kasih kepada Bapak Dosen
yang telah mengampu mata kuliah Ilmu Kalam dan teman-temanku semuanya.

Kami menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna,
dikarenakan terbatasnya pengalaman dan pengetahuan, maka dari itu jika ada kesalahan kata
yang tidak tepat bahkan salah mohon dimaklumi, kami mengharap kritik dan saran kepada
pembaca mengenai makalah yang kami buat demi kesempurnaan makalah ini.

Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh.

Hormat Kami,

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

BAB I ......................................................................................................................................... 4

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 4

Latar Belakang ....................................................................................................................... 4

2.1 Sejarah Munculnya Khawarij ........................................................................................... 6

2.2 Perkembangan Khawarij ................................................................................................. 7

2.3 Sejarah Munculnya Murji’ah ........................................................................................... 9

2.4 Perkembangan Murji’ah ................................................................................................. 10

2.6 Tokoh-tokoh Khawarij ................................................................................................... 13

2.7 Tokoh-tokoh Murji’ah .................................................................................................... 14

BAB III .................................................................................................................................... 15

KESIMPULAN ........................................................................................................................ 15

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 16


BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tidak dapat dipungkiri bahwa munculnya beberapa golongan dan aliran dalam Islam
pada dasarnya berawal dari mensikapi permasalahan politik yang pada saat itu terjadi
diantara umat Islam, yang akhirnya merebak pada persoalan Teologi dalam Islam.
Tegasnya adalah persoalan ini bermula dari permasalahan Khilafah, yakni tentang siapa
orang yang berhak menjadi Khalifah dan bagaimana mekanisme yang akan digunakan
dalam pemilihan seorang Khalifah. Di satu sisi umat Islam masih ingin mempertahankan
cara lama bahwa yang berhak menjadi Khalifah secara turun temurun dari suku bangsa
Quraisy saja. Sementara di sisi lain umat Islam menginginkan Khalifah dipilih secara
demokrasi, sehingga setiap umat Islam yang memiliki kapasitas untuk menjadi Khalifah
bisa ikut dalam pemilihan. Manusia dalam kedudukannya sebagai Khalifah Fil Ardli
mendapat kepercayaan dari Allah SWT. untuk mengemban Amanah yang sangat berat.
Dia diciptakan bersama-sama dengan jin, dengan tujuan untuk senantiasa menyembah
dan beribadah kepada Allah SWT., untuk itu manusia dituntut untuk mendalami,
memahami serta mengamalkan pokok-pokok agamanya (Ushuluddin) Dan juga cabang-
cabangnya. sehingga manusia mampu menentukan jalan hidupnya sesuai dengan amanah
yang dibebankan kepadanya. Ego kesukuan dan kelompok yang saling mementingkan
kelompok masing-masing, memuncak pada masa kekhalifahan Usman Bin Affan, yaitu
pada tahun ke 7 kekhalifahan Usman sampai masa Ali Bin Abi Thalib yang mereka
anggap sudah menyeleweng dari ajaran Islam. Sehingga terjadilah saling bermusuhan,
bahkan pembunuhan sesama umat Islam. Masalah pembunuhan adalah dosa besar dalam
Islam, dalam menyikapi masalah inilah persoalan politik merebak ke ranah teologi dalam
Islam. Dalam makalah ini Penulis membahas tentang Sejarah, Tokoh dan Ajaran Pokok
golongan Khawarij dan Murjiah yang muncul karena terjadinya permasalan politik.
B. Rumusan Masalah
a. Bagaimana sejarah perkembangan Aliran Khawarij dan Murji’ah
b. Bagaimana tokoh-tokoh Aliran Khawarij dan Murji’ah
c. Bagaimana Ajaran Pokok Khawarij dan Murji’ah
d. Bagaimana Dalil yang menjadi landasan masing-masing Aliran

C. Tujuan
a. Untuk mengetahui sejarah perkembangan Aliran Khawarij dan Murji’ah
b. Untuk mengetahui tokoh-tokoh Aliran Khawarij dan Murji’ah
c. Untuk mengetahui Ajaran Pokok Khawarij dan Murji’ah
d. Untuk mengetahui Dalil yang menjadi landasan masing-masing Aliran
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Sejarah Munculnya Khawarij

Aliran Khawarij muncul ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan
pasukan Muawiyah yang merasa terdesak, maka Muawiyah merencanakan untuk mundur,
tetapi dibantu dengan adanya pemikiran yang ideal untuk melakukan arbitrase yang
menimbulkan perpecahan pada pasukan Ali.

Sekelompok orang dari pasukan Khawarij menuntut Ali agar ia menerima usulan
arbitrase, maka dengan terpaksa ia menerima usulan tersebut. Mereka bukan tidak mengakui
bahwa mereka tadinya menerima arbitrase. Tetapi mereka masih menyalahkan Ali, kata
Mereka: “Kami salah, tetapi mengapa engkau ikut perkataan kami, padahal engkau tahu kami
salah. Sebagai seorang khalifah, harus mempunyai pandangan yang jauh, melebihi pandangan
kami, dan pendapat yang lebih tepat dari pendapat kami.”1

Dan juga Abu Ala al-Maududi dalam bukunya al-Khalifah wa al-Mulk menjelaskan
bahwa sejarah munculnya kelompok Khawarij adalah pada waktu perang Shiffin ketika Ali
dan Muawiyah menyetujui penunjukan dua orang hakim sebagai penengah guna
menyelesaikan pertikaian yang ada diantara keduanya. Sebenarnya sampai saat ini mereka
adalah pendukung Ali, tetapi kemudian secara tiba-tiba, Mereka berbalik ketika
berlangsungnya tahkim dan berkata kepada kedua tersebut: “Kalian semuanya telah menjadi
kafir dengan memperhakimkan manusia sebagai ganti Allah diantara mereka.”2

Begitupun dengan Thaib Abdul Muin, menjelaskan bahwa Khawarij timbul setelah
perang Shiffin antara Ali dan Muawiyah. Peperangan itu diakhiri dengan gencatan senjata,
untuk mengadakan perundingan antara kedua belah pihak. Golongan Khawarij adalah
pengikut Ali, mereka memisahkan diri dari pihak Ali, dan jadilah penentang Ali dan
Muawiyah, mereka mengatakan Ali tidak konsekuen dalam membela kebenaran.3

1
Ahmad Syalabi, al-Tarikh al-Islami wa al-Harat al-Islamiyah, diterjemahkan oleh Muchtar Yahya dengan judul
Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. IV, (Jakarta:Pustakaal-husna,1983), hlm.98
2
Lihat, Abu ‘Ala al-Maududi, AL-Khalifah wa al-Mulk, diterjemahkan oleh Muhammad al-Baqia, Cet.IV,
(Bandung: Mizan, 1996), hlm. 275
3
Lihat, Thaib Abdul Muin, Ilmu Kalam, (Jakarta: Bumi Restu, 2006), hlm. 98
2.2 Perkembangan Khawarij

Khawarij, sebagaimana telah dikemukakan, telah menjadikan imamah/khilafah/politik


sebagai doktrin sentral yang memicu timbulnya doktrin-doktrin teologis lainnya.

Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij


menyebabkannya sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij maupun
secara eksternal dengan sesama kelompok islam lainnya. Para pengamat telah berbeda
pendapat tentang berapa banyak perpecahan yang terjadi dalam tubuh kaum khawarij. Al
Bagdadi mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 20 subsekte. Harun mengatakan
bahwa sekte ini telah pecah menjadi 18 subsekte. Adapun Al-Asfarayani, seperti dikutip
Bagdadi, mengatakan bahwa sekte ini telah pecah menjadi 22 subsekte.

Terlepas dari beberapa banyak subsekte pecahan khawarij, tokoh-tokoh yang


disebutkan di atas sepakat bahwa subsekte khawarij yang besar hanya ada 6, yaitu:

a. Al-Muhakkimah
Golongan Khawarij asli dan terdiri dari pengikut-pengikut Ali, disebut golongan
AlMuhakkimah.Bagi mereka Ali, Mu‟awiyah, kedua pengantara Amr Ibn Al-As dan
Abu Musa Al-Asy‟ari dan semua orang yang menyetujui paham bersalah itu dan
menjadi kafir.
b. Al-Azariqah
Golongan yang dapat menyusun barisan baru dan besar lagi kuat sesudah golongan
AlMuhakkimah hancur adalah golongan Al-Azariqah.Daerah kekuasaan mereka
terletak diperbatasan Irak dengan Iran.Nama ini diambil dari Nafi‟ Ibn Al-Azraq.
Khalifah pertama yang mereka pilih ialah Nafi‟ sendiri dan kepadanya mereka beri
gelar Amir AlMu‟minin. Nafi‟ meninggal dalam pertempuran di Irak pada tahun 686
M. mereka menyetujui paham bersalah itu dan menjadi musyrik.
c. Al-Nadjat
Najdah bin Ibn „Amir Al-Hanafi dari Yamamah dengan pengikut-pengikutnya pada
mulanya ingin menggabungkan diri dengan golongan Al-Azariqah. Tetapi dalam
golongan yang tersebut akhir ini timbul perpecahan. Sebagian dari pengikut-pengikut
Nafi‟ Ibn Al-Azraq, diantaranya Abu Fudaik, Rasyid Al-Tawil dan Atiah Al-Hanafi,
tidak menyetujui paham bahwa orang Azraqi yang tidak mau berhijrah kedalam
lingkungan Al- Azariqah adalah musyrik. Akan tetapi mereka berpendapat bahwa
orang berdosa besar yang menjadi kafir dan kekal dalam neraka hanyalah orang Islam
yang tidak sepaham dengan mereka. Adapun pengikutnya jika mengerjakan dosa
besar, benar akan mendapatkan siksaan, tetapi bukan dalam neraka, dan kemudian
akan masuk surga.
d. Al-Ajaridah
Mereka adalah pengikut dari Abd Al-Karim Ibn Ajrad yang menurut Al-Syahrastani
merupakan salah satu teman dari Atiah Al-Hanafi.Menurut paham mereka berhijrah
bukanlah merupakan kewajiban sebagai diajarkan oleh Nafi‟ Ibn Al-Azraq dan
Najdah, tetapi hanya merupakan kebajikan. Kaum Ajaridah boleh tinggal diluar
daerah kekuasaan mereka dengan tidak dianggap menjadi kafir. Harta boleh dijadikan
rampasan perang hanyalah harta orang yang telah mati.
e. Al-Sufriyah
Pemimpin golongan ini ialah Ziad Ibn Al-Asfar. Dalam paham mereka dekat sama
dengan golongan Al-Azariqah.
f. Al-Ibadiyah
Golongan ini merupakan golongan yang paling beda dari seluruh golongan Khawarij.
Namanya diambil dari Abdullah Ibn Ibad yang pada tahun 686 M. memisahkan diri
dari golongan Al-Azariqah.
Semua subsekte itu membicarakan persoalan hokum orang yang berbuat dosa besar,
apakah masih mukmin atau telah menjadi kafir. Tampaknya, doktrin teologi tetap menjadi
primadona pemikiran mereka, sedangkan doktrin-doktrin yang lain hanya merupakan
pelengkap. Pemikiran subsekte ini lebih bersifat praktis dari pada teorotis, sehingga kriteria
bahwa seseorang dapat dikategorikan sebagai mukmin atau kafir tidak jelas. Hal ini
menyebabkan -dalam kondisi tertentu- seseorang dapat disebut mukmin sekaligus pada waktu
yang bersamaan disebut sebagai kafir.
Apabila ternyata doktrin teologis-sosial ini benar-benar merupakan doktrin khawarij,
dapat diprediksikan bahwa kelompok khawarij pada dasarnya merupakan orang-orang baik.
Hanya keberadaan mereka sebagai kelompok minoritas penganut garis keras, yang
aspirasinya dikucilkan dan diabaikan penguasa, di tambah oleh pola pikirnya yang simplistis,
telah menjadikan mereka bersikap ekstrem.4
Tindakan kelompok khawarij di atas telah merisaukan hati semua umat islam saat itu. Sebab,
dengan cap kafir yang di berikan salah satu subsekte tertentu khawarij, jiwa seseorang harus

4
Amin An Najjar, Mengobati gangguan jiwa, (Bandung; hikmah kelompok Mizan), hlm. 173
melayang, meskipun oleh subsekte yang lain orang bersangkutan masih dikategorikan
sebagai mukmin sehingga dikatakan bahwa jiwa seorang Yahudi atau Majusi masih lebih
berharga dibandingkan dengan jiwa seorang mukmin.5
Meskipun demikian, ada sekte khawarij yang agak lunak, yaitu sekte Najdiyat dan
Ibadiyah. Keduanya membedakan antara kafir nikmat dan kafir agama. Kafir nikmat hanya
melakukan dosa dan tidak berterima kasih kepada Allah. Orang seperti ini, kata kedua sekte
di atas, tidak perlu dikucilkan dari masyarakat.6

2.3 Sejarah Munculnya Murji’ah

Persoalan politik yang terjadi sejak enam tahun terakhir pemerintahan khalifah
Utsman ibn Affan hingga terjadinya arbitrase atau tahkim antara pihak Ali ibn Abi Thalib
dengan pihak Mu’awiyah ibn Abi Sofyan, oleh para sejarawan dipandang sebagai latar
belakang timbulnya persoalan teologi. Pemicu utamanya adalah munculnya persoalan status
hukum orang yang melakukan dosa besar; apakah mereka tergolong kafir atau bukan.7

Persoalan ini pertama kali dimunculkan oleh golongan Khawarij. Menurutnya orang
itu menjadi kafir, sedangkan menurut Mu’tazilah orang itu bukan mukmin melainkan hanya
Muslim. Menurut Hasan al-Basri dan sebagian tabi’in orang itu munafik. Alasan mereka
perbuatan merupakan cermin dari hati, sedangkan ucapan tidak dapat dijadikan indikator
bahwa seseorang telah beriman.8

Dalam suasana pertentangan itu timbul suatu golongan yang ingin bersifat netral,
tidak mau turut dalam praktek kafir mengkafirkan yang terjadi antara golongan yang
bertentangan itu. Bagi golongan ini, sahabat-sahabat yang bertentangan itu merupakan orang
yang dapat dipercaya dan tidak keluar dari jalan yang benar. Oleh karena itu, mereka tidak
mengeluarkan pendapat tentang siapa yang sebenarnya salah dan memandang lebih baik
menunda (arja’a) persoalan ini ke hari perhitungan di depan Tuhan. Golongan inilah yang
kemudian disebut Murji’ah.

5
Thosihiko Izutsu, The Concep Of Belive in Islamic Theology, (Yogyakarta; Tiara Wacana), Cet. I, 1994, hlm. 15.
6
Harun Nasution, Teologi Islam Aliran Sejarah Analisa Perbandingan (Jakarta: UI Pres, 1986), hlm. 4-6
7
Thishihiko Izutsu, The Concept of Belief in Islamic Theologi alih Bahasa Agus Fahri Husein (Yogyakarta: Tiara
Wacana, 1994), hlm. 1
8
Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Diterjemahkan oleh Abdurahman Dahlan dan Ahmad Qarib
dengan Judul “Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam”, Cet. I, (Jakarta: Logos Publishing House, 1996), hlm. 143
Dengan demikian, kaum Murji’ah pada mulanya merupakan golongan yang tidak mau
turut campur dalam pertentangan-petentangan yang terjadi ketika itu dan mengambil sikap
menyerahkan penentuan hukum kafir atau tidaknya orang-orang yang bertentangan itu
kepada Tuhan.

Mengenai asal usul nama Murji’ah, al-Syahrastani menyatakan bahwa, kata


“Murjiah” berasal dari kata arja’a yang mengandung dua pengertian yaitu: al-ta’khir, karena
mereka mengakhirkan amal dari pada niat dan aqad, yang kedua, mereka (Murjiah)
mengatakan “kemaksiatan tidak merusak iman, sebagaimana ketaatan tidak bermanfaat
terhadap kekufuran.9

Disamping itu, ada yang mengatakan bahwa kata al-irja‟ berarti “penundaan”, karena
orang-orang Murjiah menunda penentuan hukum orang yang berbuat dosa besar pada hari
kiamat nanti, mereka tidak menetapkan hukumnya di dunia ini apakah mereka masuk surga
atau neraka.

2.4 Perkembangan Murji’ah

Murji’ah diambil dari kata irja‟ atau arja‟a yang bermakna penundaan, penangguhan,
dan pengharapan yang artinya memberi harapan kepada pelaku dosa besar untuk memperoleh
pengampunan dan rahmat dari Allah. Oleh karena itu Murji‟ah artinya orang yang menunda
penjelasan kedudukan seseorang yang bersengketa, yakni Ali dan Muawiyah serta
pengikutnya hari kiamat kelak.

Teori-teori mengenai asal-usul kemunculan Murji‟ah yaitu, teori pertama mengatakan


bahwa irja’ atau arja’a dikembangkan sebagian sahabat dengan tujuan persatuan dan kesatuan
umat islam ketika terjadi pertikaian politik serta menghindari sektarianisme. Murji‟ah
diperkirakan lahir bersamaan dengan kemunculan Syiah dan Khawarij.

Teori kedua mengatakan bahwa irja‟ merupakan doktrin Murji‟ah, muncul pertama
kali sebagai gerakan yang diperlihatkan oleh cucu Ali bin Abi Thalib, Al-Hasan bin
Muhammad Al-Hanafiyah tahun 695. Watt penggagas teori ini menceritakan bahwa 20 tahun
setelah kematian Muawiyah tahun 680, Al-Mukhtar membawa faham Syiah ke Kuffah tahun
685- 687, kemudian muncul respon gagasan irja‟ atau penangguhan sekitar tahun 695 oleh
AlHasan dalam sebuah surat pendek yang menunjukkan sikap politik untuk menanggulangi

9
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Juz 1, (Kairo: Muassasah al-Halaby, 1387 H./1968 M.) hlm. 139
perpecahan umat. Al-Hasan kemudian mengelak berdampingan dengan kelompok Syiah yang
mengagungkan Ali dan pengikutnya serta menjauhkan diri dari Khawarij.

Teori ketiga, menceritakan bahwa terjadi perseteruan antara Ali dan Muawiyah,
dilakukanlah tahkim (abitrase) atas usulan Amr bin Ash, kaki tangan Muawiyah dan
kelompok Ali terpecah menjadi dua kubu pro dan kontra, salah satunya adalah kubu kontra
yaitu Khawarij yang berpendapat bahwa melakukan tahkim itu dosa besar dan pelakunya
dapat dihukumi kafir, seperti zina, riba, membunuh tanpa alasan dan masih banyak lagi.
Pendapat ini ditentang oleh kelompok Murji’ah yang mengatakan bahwa pembuat dosa besar
tetap mukmin, tidak kafir, sementara dosanya diserahkan kepada Allah.

Ajaran pokok Murji’ah bersumber dari gagasan atau doktrin irja‟ yang diaplikasikan
di banyak persoalan, baik politik atau teologis. Di bidang politik doktrin irja‟ selalu netral
yang diekspresikan dengan diam, itulah sebabnya Murji’ah dikenal sebagai the queuietits
(kelompok bungkam). Di bidang teologis, doktrin irja’ dikembangkan ketika menanggapi
persoalan yang muncul, yang menjadikan semakin kompleks sehingga mencakup iman,
kufur, dosa besar dan ringan.

Berkaitan dengan doktrin teologi, ada beberapa pendapat mengenai ajaran pokok
Murji’ah, yaitu: Harun Nasution menyebutkan empat ajaran pokok Murji’ah:

a. Menunda hukuman atas Ali, Muawiyah, Amr bin Ash dan Abu Musa Al-Asy’ari yang
terlibat tahkim dan menyerahkannya kepada Allah di hari kiamat kelak.
b. Menyerahkan keputusan kepada Allah atas orang muslim berdosa besar.
c. Meletakkan (pentingnya) iman dari pada amal.
d. Memberikan penghargaan kepada muslim yang berdosa besar untuk memperoleh
ampunan dan rahmat dari Allah.

Sementara itu, Abu A’la Al-Maududi menyebutkan dua doktrin Murji‟ah:

a. Iman adalah percaya kepada Allah dan Rasul-Nya saja. Amal atau perbuatan itu
merupakan suatu keharusan bagi adanya iman. Seseorang dianggap mukmin walau
meninggalkan perbuatan dosa besar.
b. Dasar keselamatan adalah iman semata. Selama masih ada iman di hati, maksiat tidak
akan mendatangkan madharat atas seseorang untuk mendapatkan ampunan maka
cukup menjauhkan diri dari syirik dan mati dalam keadaan akidah tauhid.
Khawarij dan murjiah Aliran Khawarij dan Murjiah adalah dua aliran Islam yang berbeda
pandangan tentang agama dan politik. Secara terminologi khawarij adalah orang yang keluar
dari barisan Ali bin Abi Thalib.10 dalam hal ini Al-Imam Al-Asy’ari menegaskan :

“Faktor-faktor yang menyebabkan orang-orang menyebut mereka dengan Khawarij adalah


keluarnya mereka dari ke taatan kepada Ali bin Abi Thalib”

Berikut penjelasan singkat masing-masing aliran: Aliran Khawarij Aliran Khawarij berasal
dari kata “khawarij” yang artinya “menjauh” atau “menjauh dari golongan”. Kecenderungan
ini tampak jelas pada masa awal Islam, pada masa Khalifah Utsman bin Affan. Khawarij
mengkritik kebijakan pemerintahan Utsman dan kemudian membunuhnya. Mereka juga
menentang Khalifah Ali bin Abi Thalib karena tidak mengeksekusi pembunuh Utsman.
Khawarij percaya bahwa hanya orang-orang yang beriman sempurna yang layak menjadi
pemimpin. Mereka juga percaya bahwa orang yang melakukan dosa berat adalah kafir dan
harus dibunuh. Mazhab Khawarij juga terkenal dengan konsep takfir (menuduh muslim
kafir).

Aliran Murjiah berasal dari kata "irja" yang berarti "penundaan". Tren ini muncul
pada abad ke-8 Masehi. dan mengatakan bahwa hanya Tuhan yang dapat mengetahui
keimanan seseorang. Berdasarkan pada firman Allah SWT yang terdapat dalam surah Al-
A’raf Ayat 111:

Pemuka-pemuka itu menjawab: ”Beri tangguhlah dia dan saudaranya serta kirimkan ke
kota-kota beberapa orang yang akan mengumpulkan (ahli-ahli sihir) (al-a’raf ayat:111).

Oleh karena itu, Murjiah menunda evaluasi keimanannya hingga hari kiamat.
Mazhab ini juga mengatakan bahwa dosa besar tidak membuat seseorang menjadi kafir, dan
pemerintah tidak berkewajiban untuk menghukum orang yang melakukan dosa besar.
Murjiah juga percaya bahwa jihad hanya bisa dilakukan oleh pemimpin Muslim yang sah.

10
Amir al-Najjar, Aliran Khawarij. (Jakarta: Lentera,1993), hlm. 40
Kedua sekte ini memiliki pandangan yang berbeda tentang agama dan politik, namun
keduanya berdampak pada sejarah Islam. Keduanya masih memiliki pengikut.

Abdullah bin Abdul Aziz, dengan mengutip pandangan Al-Syahrastani menyatakan:

“ Murji’ah adalah bagian semplan sekte Islam yang sesat, mereka memiliki pendapat maksiat
tidak akan merusak keimanan, sebagaimana kekufuran tidak akan merusak kekuatan seorang
hamba, kata Irja’ artinya ialah mengakhirkan, mereka disebut dengan Murji’ah, karena
mereka mengakhirkan niat dari perbuatan atau mengakhirkan pelaku dosa besar hingga hari
kiamat dan mereka berkata iman tidak akan bertambah dan berkurang, hanya saja keimanan
keberedaannya ialah di hati”. 11

2.6 Tokoh-tokoh Khawarij

Syahrastani
Ali Bin Abi Thalib
Muawiyah bin Abi Sufyan
Al-Asy’ats bin Qais
Mas’ud bin Fudaki At-Tamimi
Zaid bin Husein Ath-Tha’i
Al-Asytar (komandan pasukan Ali)
Abdullah bin Abbas (delegasi juru damai)
Abu Musa Al-Asy’ari

11
Abdullah bin Abdul Aziz, al-Bida’ al-Hauliyyah, J.1, hlm. 18
2.7 Tokoh-tokoh Murji’ah

Al-Hasan bin Muhammad Al-Hanafiyah


Al-Mukhtar
Amr bin Ash
Abu A’la Al Maududi
Asy-Syahrastani
Muhammad Imarah
Al Hasan
Abu Hanifah
Abu Yusuf
Ahli Hadist lainnya.
BAB III

KESIMPULAN

Aliran Khawarij muncul ketika peperangan memuncak antara pasukan Ali dan pasukan
Muawiyah yang merasa terdesak, maka Muawiyah merencanakan untuk mundur, tetapi
dibantu dengan adanya pemikiran yang ideal untuk melakukan arbitrase yang menimbulkan
perpecahan pada pasukan Ali. Begitupun dengan Thaib Abdul Muin, menjelaskan bahwa
Khawarij timbul setelah perang Shiffin antara Ali dan Muawiyah. Peperangan itu diakhiri
dengan gencatan senjata, untuk mengadakan perundingan antara kedua belah pihak.

Radikalitas yang melekat pada watak dan perbuatan kelompok khawarij menyebabkannya
sangat rentan pada perpecahan, baik secara internal kaum khawarij maupun secara eksternal
dengan sesama kelompok islam lainnya.

a. Al-Muhakkimah
b. Al-Azariqah
c. Al-Nadjat
d. Al-Ajaridah
e. Al-Sufriyah
f. Al-Ibadiyah

Murji’ah merupakan aliran Theologi islam yang netral atau menangguhkan dan memberi
pengharapan terhadap umat yang melakukan dosa besar, munculnya aliran ini pada mulanya
ditimbulkan oleh persoalan politik kemudian akhirnya berkembang menjadi persoalan
teologis.
DAFTAR PUSTAKA

Ahmad Syalabi, al-Tarikh al-Islami wa al-Harat al-Islamiyah, diterjemahkan oleh Muchtar


Yahya dengan judul Sejarah dan Kebudayaan Islam, Cet. IV, (Jakarta:Pustakaal-husna,1983),
hlm.98
Lihat, Abu ‘Ala al-Maududi, AL-Khalifah wa al-Mulk, diterjemahkan oleh Muhammad al-
Baqia, Cet.IV, (Bandung: Mizan, 1996), hlm. 275
Lihat, Thaib Abdul Muin, Ilmu Kalam, (Jakarta: Bumi Restu, 2006), hlm. 98
Amin An Najjar, Mengobati gangguan jiwa, (Bandung; hikmah kelompok Mizan), hlm. 173
Thosihiko Izutsu, The Concep Of Belive in Islamic Theology, (Yogyakarta; Tiara Wacana),
Cet. I, 1994, hlm. 15 Harun Nasution, Teologi Islam Aliran Sejarah Analisa Perbandingan
(Jakarta: UI Pres, 1986), hlm. 4-6
Thishihiko Izutsu, The Concept of Belief in Islamic Theologi alih Bahasa Agus Fahri Husein
(Yogyakarta: Tiara Wacana, 1994), hlm. 1
Abu Zahrah, Tarikh al-Mazahib al-Islamiyah, Diterjemahkan oleh Abdurahman Dahlan dan
Ahmad Qarib dengan Judul “Aliran Politik dan Aqidah dalam Islam”, Cet. I, (Jakarta: Logos
Publishing House, 1996), hlm. 143
Al-Syahrastani, al-Milal wa al-Nihal, Juz 1, (Kairo: Muassasah al-Halaby, 1387 H./1968 M.)
hlm. 139
Amir al-Najjar, Aliran Khawarij. (Jakarta: Lentera,1993), hlm. 40
Abdullah bin Abdul Aziz, al-Bida’ al-Hauliyyah, J.1, hlm. 18

Anda mungkin juga menyukai