Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

ALIRAN KALAM KLASIK KHAWARIJ

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah ilmu kalam


Dosen: Bu Siti Muslifah, M. Si.

Oleh:
Ahmad Farid Anam
Debby Debora
Husni Nur Maliha
Rizqia Rahmasari
Mohammad Afief
Syaghaf Muhammad Saad

HUKUM KELUARGA
FAKULTAS SYARIAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI JEMBER
OKTOBER 2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kepada Allah SWT atas segala limpahan nikmat
dan karunianya terhadap kita semua, nikmat yang luar biasa sehingga kita masih
diberikan kesempatan dalam menyusun sebuah makalah ini dengan sebaik-
baiknya dan dapat kami selesai kan tepat pada waktunya. Terima kasih juga kami
ucapkan kepada teman-teman yang telah berkontribusi dengan memberikan
beberapa ide serta kerjasama yang baik dalam penyusunan makalah ini, sehingga
dapatkah kami buat dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah wawasan ilmu
pengetahuan pembaca. Namun terlepas dari itu semua, kami tau bahwasannya
makalah ini masih kurang dari kata sempurna. sehingga kami membutuhkan kritik
dan saran yang bersifat membangun agar makalah ini dapat menjadi lebih baik
lagi, serta penambahan wawasan pada pemahaman tentang isi dari makalah ini
sendiri lebih meluas.

Jember, 16 Oktober 2020

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................... i


DAFTAR ISI ...................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 2
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................... 2
BAB 2 PEMBAHASAN ................................................................................... 3
A. Sejarah Perkembangan Aliran Khawarij ................................................. 3
B. Tokoh-tokoh Aliran Khawarij ................................................................. 4
C. Ajaran Pokok Aliran Khawarij ............................................................... 14
D. Dalil Al-Qur’an yang Menjadi Landasan Masing-masing Aliran ........... 16
BAB 3 PENUTUP ............................................................................................. 18
A. Kesimpulan ............................................................................................. 18
B. Saran ........................................................................................................ 19
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 19

iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Ilmu kalam klasik adalah teologi islam yang lebih cenderung kepada
pembahasan tentang teosentris atau ketuhanan yang menjadi pokok
pembahasannya. Pembahasan pokok teologis yang terdapat dalam ilmu kalam
klasik telah jauh menyimpang dari misinya yang paling awal dan mendasar, yaitu
liberasi dan emansipasi umat manusia. Padahal semangat awal dan misi paling
mendasar dari gagasan teologi islam (tauhid) sebagaimana tercermin di masa Nabi
SAW sangatlah liberatif, progresif, emansipatif, dan revolutif.
Munculnya ilmu menurut kalam Harrun nasution, dipicu oleh persoalan
politik yang menyangkut peristiwa pembunuhan utsman bin affan yang berbuntut
pada penolakan muawiyyah atas ke khalifahan ali bin abi thalib, dan persoalan
kalam yang pertama kali muncul adalah persoalan siapa yang kafir dan siapa yang
bukan kafir.
Ilmu Kalam adalah ilmu yang membahas mengenai aqidah dengan
memakai pendekatan logika. Mempelajari mata kuliah ilmu kalam merupakan
salah satu dari tiga komponen utama rukun iman. Ketiga komponen itu yaitu,
nuthqun bi al-lisani (mengucapkan dengan lisan), amalun bi al-arkani
(melaksanakan sesuai dengan rukun-rukun), dan tashiqun bi al-qalbi
(membenarkan dengan hati).
Ilmu ini mengarahkan pembahasannya kepada segi-segi yang menjadi
landasan pokok agama islam yaitu kemahaesaan tuhan,masalah nubuwah, akhirat
dan hal yang berhubungan dengan itu. Oleh sebab itu. Ilmu ini menempati posisi
sangat penting dan terhormat dalam tradisi keilmuan islam.
Pemikir-pemikir kalam itu dibedakan menjadi dua kelompok dari sisi
kerangka berfikir mereka, yakni kerangka berfikir tradisional dan kerangka
berfikir nasional.Kerangka tradisional yakni sebuah kerangka berfikir yang
menempatkan wahyu diatas akal manusia. Mereka berfikir bahwa al-qur’an adalah
wahyu Allah yang diyakini kebenaran dan tugas akal hanya membenarkannya saja
tanpa berusaha memahami sebuah wahyu melalui akal.

1
Sedangkan kerangka berfikir rasional justru dapat menempatkan peranan akal
yang sangat besar dalam memahami wahyu.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana awal sejarah perkembangan aliran khawarij?
2. Siapakah tokoh-tokoh aliran khawarij?
3. Apa saja ajaran pokok aliran khawarij?
4. Apa saja dalil-dalil Al-Qur’an yang menjadi landasan masing-masing?

C. Tujuan Penulisan
Dalam makalah ini kami akan membahas beberapa masalah sebagai berikut:
1. Untuk mendeskripsikan awal sejarah perkembangan aliran khawarij.
2. Untuk mendeskripsikan tokoh-tokoh aliran khawarij.
3. Untuk mendeskripsikan ajaran pokok aliran khawarij?
4. Untuk mendeskripsikan dalil-dalil Al-Qur’an yang menjadi landasan masing-
masing.

2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Pekembangan Aliran Khawarij
Aliran khawarij bersamaan dengan munculnya aliran syi’ah. Masing-masing
muncul sebagai sebuah aliran pemerintahan Khalifah ‘Ali bin Abi Thalib. Aliran
ini pertama kali muncul dikalangan tentara ‘Ali ketika peperangan memuncak
antara pasukan Mu’awiyah. Ketika merasa terdesak oleh pasukan ‘Ali
Mu’awiyah.ketika merasa terdesak oleh pasukan ‘Ali Mu’awiyah merencanakan
untuk mundur tetapi kemudian terbantu dengan munculnya tahkim.
Peperangan ini erat kaitannya dengan pelantikan ‘Ali bin Abi Thalib sebagai
Khalifah. Pengangkatan ‘Ali bin Abi Thalib tidak semulus pengangkatan tiga
khalifah sebelumnya yaitu Abu Bhakar Al-shidiq,Umar bin Khattab dan ‘Utsman
bin affan, karena mendapat tentangan dari berbagai pihak. Pihak-pihak yang
menentang itu datang dari kelompok Thalhah ( bersama zubeir dan aisyah ), dan
Mu’awiyah. Tantangan dari thalhah dengan cepat dapat di atasi oleh ‘Ali tanpa
berbuntut panjang. Thalhah dan zubeir mati terbunuh sedangkan Aisyah berhasil
di tawan dan di pulangkan kembali ke Mekkah. Sebaliknya, tantangan dari
Mu’awiyah sekalipun dapat di atasi dengan cepat oleh ‘Ali melalui sebuah
pertempuran di Shiffin, namun peperangan ini malah berbuntut panjang dan
serius. Pertempuran antara ‘Ali dan Mu’awiyah tidak habis di shiffin saja, tetapi
berlanjut pada proses tahkim yang kontroversial, atau lebih di kenal dengan
peristiwa abitrase. Proses arbitrase yang kontroversial inilah yang memicu
munculnya kelompok Khawarij, yaitu kelompok umat islam yang keluar dari
barisan ‘Ali yang kecewa dengan keputusan sidang.
Khawarij terbagi menjadi 8 firqoh besar yang mana 8 firqoh tersebut masih
terbagi lagi dalam firqoh-firqoh kecil yang jumlahnya sangat banyak. Perpecahan
inilah yang membuat Khawarij menjadi lemah dan mudah sekali dipatahkan
dalam berbagai pertempuran dalam melawan kekuatan militer Bani Umayyah.
Khawarij menganggap perlu pembentukan Republik Demokrasi Arab,
mereka menganggap pemerintahan Bani Umayyah sama seperti pemerintahan
kaum Aristokrat Barat.

3
Sekalipun Khawarij memerangi ‘Ali dan melepaskan diri dari kelompok Ali,
dari mulut masih terdengar kata-kata haq. Imam al Mushanif misalnya, pada akhir
hayatnya mengatakan “janganlah kalian memerangi Khawarij sesudah aku mati.
Tidakkah sama dengan orang yang mencari kebenaran kemudian dia salah,
dengan mencari kebhatilan lalu ia dapatkan. Amirul mukminin mengatakan bahwa
Khawarij lebih mulia dari pada bani umayyah dalam tujuannya, karena Bani
Umayyah telah merampas Khalifah tanpa hak, kemudian mereka mejadikannya
hak warisan. Hal ini merupakan prinsip yang bertentangan dengan islam secara
nash dan jiwanya. Khawarij adalah sekelompok manusia yang membela
kebenaran aqidah agama, mengimaninya dengan sungguh-sungguh, sekalipun
salah dalam menempuh jalan yang dirintisnya.
Khalifah yang adil Umar bin Abdul Azis, menguatkan pendapat Khalifah
keempat yakni ‘Ali dalam menilai Khawarij dan berbaik sangka kepada mereka.
“Aku telah memahami bahwa kaliam tidak menyimpang dari jalan hanya untuk
keduniaan, namun yang kalian cari adalah kebahagian di akhirat, hanya saja kalian
menempuh jalan yang salah.
Sebetulnya, yang merusak citra Khawarij adalah orang-orang yang dengan
mudahnya menumpahkan dara, terlebih itu adalah darah umat islam yang
menentang atau berbeda dengan pemikiran mereka. Dalam pandangan mereka
darag orang islam yang menyalahi pemikiran mereka lebih murah dibanding darah
orang non-Muslim.

B. TOKOH-TOKOH ALIRAN KHAWARIJ


1. Ismail Al-Faruqi
a. Biografi
Ismail Raji Al-Faruqi lahir pada tanggal 1 januari 1921 di Jaffa, Palestina.
Pengalaman pendidikanya di awali dari pendidikan madrasah di desa kelahirannya
(college des ferese), Libanon yang menggunakan bahasa prancis sebagai bahasa
pengantarnya, predikat sarjana muda diperolehnya dari Amerika university, Bairut
jurusan filsafat pada tahun 1941.1

1
Abdul Rozaq dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka, 2020) 267

4
Ismail Raji Al-Faruqi pernah menjadi pegawai negeri selama empat tahun di
palestina yang ketika itu masih dalam status mandat Inggris. Karir birokrasi Ismail
Raji Al-Faruqi pernah mencapai jabatan sebagai gubenur di Galilela, Palestina
pada usia 24 tahun. Namun jabatan ini tidak lama karena pada tahun 1947
propinsi tersebut jatuh ke tangan Israel, sehingga ia pindah ke Amerika serikat
pada tahun 1948.
Pada tahun 1949 Ismail Raji Al-Faruqi melanjutkan studinya di Universitas
Indian sampai meraih gelar master dalam bidang filsafat. Dua tahun kemudian ia
meraih gelar master kedua dalam bidang yang sama dari universitas Harvard.
Pada tahun 1952 ia meraih gelar Ph. D dari Universitas Indian dengan disertasi
berjudul “Tentang Pembenahan Tuhan: Metafisika dan Epistimologi nilai”.
Namun apa yang ia capai tidak memuaskan, karena itu ia kemudian pergi ke
Mesir untuk lebih mendalam ilmu keislaman di universitas Al-Azhar Kairo.
Ismail Raji Al-Faruqi mulai mengajar di Mcbill University, Kanada pada
tahun 1959. Pada tahun 1961-1963 ia pindah ke Karachi Pakistan untuk ikut
bagian dalam kegiatan Centeral Intitute For Islame Researh dan jurnalnya Islamic
Studies. Tahun 1968 ia pindah ke temple university Philadelpia sebagai guru besar
agama dan mendirikan pusat kajian islam.
Hidup Ismail Raji Al-Faruqi berahir tragis setelah ia dan isterinya dibunuh
pembunuh gelap di rumahnya di Philadelphia pada tanggal 27 Mei 1986.
Beberapa penganut menduga bahwa pembunuhan itu dilakukan oleh Zionis
Yahudi karena proyek Ismail Raji Al-Faruqi yang demikian inten untuk kemajuan
islam.
b. Pemikiran Kalam
Adapun pemikiran Al-Faruqi sebagai berikut:
1) Tauhid sebagai inti pengalalaman agama.
2) Tauhid sebagai pandangan dunia.
3) Tauhid sebagai inti sari islam.
4) Tauhid sebagai prinsip sejarah.
5) Tauhid sebagai prinsip pengetahuan.
6) Tauhid sebagai prinsip metafisika.
7) Tauhid sebagai prinsip etika.

5
8) Tauhid sebagai prinsip tata sosial.
9) Tauhid sebagai prinsip ummah.
10) Tauhid sebagai prinsip keluarga.
c. Karya-Karya Al-Faruqi
Dengan ketajaman analisis Al Faruqi, ia mampu menguasai berbagai disiplin
ilmu, seperi etika, seni, sosiologi, kebudayaan (antropologi), sampai metafisika
dan politik, termasuk juga wacana pendidikan.
Karyanya yang terakhir adalah “The Culture Atlas of Islam” yang digarap
bersama istrinya, Lamaya. Buku ini menggambarkan tentang peta peradaban dan
kultur Islam sejak masa paling awal sampai abad pertengahan. Dalam buku ini al
Faruqi ingin mengambarkan bahwa peradaban Islam dapat menjadi kebanggaan.
Kajiannya sangat jelas berusaha menunjukkan ruh dan spirit Islam sebagai prinsip
yang telah mengantarkan peradaban Islam yang pernah cemerlang, yaitu semangat
Tauhid. Dalam buku ini juga, tanpa ragu Al-Faruqi menulis bahwa intisari
tamaddun (peradaban) Islam adalah Islam itu sendiri, dan intisari Islam adalah
tauhid.
Karya lain yang penting dan mungkin yang menghasilkan tanggapan adalah
bukunya yang berjudul “Islamization of Knowledge: General Principles and Work
Plan”. Dalam buku ini ia berusaha mensosialisasikan ide-ide islamisasi
pengetahuan, sekaligus menawarkan kerangka kerja dan tahapan-tahapan teknis
yang harus dilaksanakan ketika akan melakukan proyek islamisasi terhadap ilmu
pengetahuan di dunia muslim. Buku ini terdiri atas tujuh bagian pembahasan dan
dilengkapi dengan appendiks berupa beberapa agenda hasil konferensi II tentang
islamisasi pengetahuan di Islamabad, tahun 1982, konferensi III dan IV tentang
isu yang sama dilaksanakan di Kuala Lumpur tahun 1984 dan di Khortoum tahun
1987.
Karya yang lain, adalah “Al Tawhid: Its Implication for Thought and Life”
(1982) yang berisi 13 chapter. Karya ini menganalisis secara tajam dan
meyakinkan batapa tauhid dapat menjadi prinsip sejarah, prinsip ilmu
pengetahuan, prinsip metafisika, prinsip etika, prinsip tata sosial, prinsip ummah,
prinsip keluarga, prinsip tata politik, prinsip tata ekonomi, prinsip tata dunia,
prinsip estetika.

6
Menurut Abdurrahmansyah karya-karya al Faruqi tampaknya sangat kuat
berpondasi pada tauhid sebagai nilai esensial Islam, dan selalu menjadi ide dasar
analisisnya. Esensi tauhid menurut al Faruqi adalah potensi dasar yang besar,
yang mampu menggerakkan roda peradaban muslim ke arah yang paling
progresif, termasuk dalam mencermati pendidikan Islam.
Selama kehidupan profesionalnya yang hampir berlangsung 30 tahun, dia
menulis, menyunting, atau menerjemahkan 25 judul buku, mempublikasikan lebih
dari seratus artikel, menjadi guru besar tamu di lebih dari 23 universitas di Afrika,
erpa, Timur Tengah, Asia Selatan dan Tenggara, dan duduk dalam dewan redaksi
di tujuh jurnal Besar.
Tulisan-tulisannya yang lain seperti The Life of Muhammad (Philadelphia:
Temple University Press, 1973), Urubah and Relegion (Amsterdam:
Djambatan,1961), Particularisme in the Old Testament nd Contemporary Sect in
Judaism (Cairo:League of arabe States, 1963), The Great Asian Religion (New
York: Macmillen,1969) (AI-Faruqi, 1975:XI), serta banyak lagi artikel dan
makalah yang sudah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia.2
2. Hassan Hanafi
a. Biografi
Ia lahir pada 13 Februari 1935 di Kairo, di dekat Benteng Salahuddin, daerah
perkampungan Al-Azhar. Kota ini merupakan tempat bertemunya para mahasiswa
muslim dari seluruh dunia yang ingin belajar, terutama di Universitas Al-Azhar.
Ia berasal dari keluarga musisi, pendidikanya di awali pada tahun 1935 dengan
menamatkan pendidikan tingkat dasar, dan melanjutkan studi di Madrasah
Sanawiyah “Kholil Agha” Kairo, yang diselesaikan selama empat tahun.
Selama di Sanawiyah Ia aktif mengikuti diskusi-diskusi kelompok Ihkwan Al-
Muslimin. Oleh karena itu, sejak kecil ia telah mengetahui pemikiran-pemikiran
ytang dikembangkan kelompok itu dan aktivitas-aktivitas sosialnya. Hannafi
tertarik untuk mempelajari pemikiran-pemikiran Sayyid Kutb tentang keadilan
sosial dalam islam.

2
Al-Rasyid, Muslim. Widi Irawan. 2012. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Analisis Teerhadap
Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi)”. (online), (http://widiirawan.blogspot.com/2012/04/makalah-
filsafat-pendidikan-islam.html3.05. Diakses tanggal 15 Desmber 2014)

7
Masa kecil Hanafi berhadapan dengan kenyataan-kenyataan hidup di bawah
penjajahan dan dominasi pengaruh bangsa asing. Kenyataan itu membangkitkan
sikap patriotik dan nasionalismenya, sehingga tidak heran meskipun masih berusia
13 tahun ia telah mendaftarkan diri untuk menjadi sukarelawan perang melawan
Israel pada tahun 1948. la ditolak oleh Pemuda Muslimin karena dianggap usianya
masih terlalu muda. Di samping itu ia juga dianggap bukan berasal dari kelompok
Pemuda Muslimin. Ia kecewa dan segera menyadari bahwa di Mesir saat itu telah
terjadi problem persatuan dan perpecahan.
Ketika masih duduk di bangku SMA, tepatnya pada tahun 1951, Hanafi
menyaksikan sendiri bagaimana tentara Inggris membantai para syuhada di
Terusan Suez. Bersama-sama dengan para mahasiswa ia mengabdikan diri untuk
membantu gerakan revolusi yang telah dimulai pada akhir tahun 1940-an hingga
revolusi itu meletus pada tahun 1952. Atas saran anggota-anggota Pemuda
Muslimin, pada tahun ini ini pula ia tertarik untuk memasuki organisasi Ikhwanul
MusliminSejak tahun 1952 sampai dengan 1956 Hanafi belajar di Universitas
Kairo untuk mendalami bidang filsafat. Di dalam periode ini ia merasakan situasi
yang paling buruk di Mesir. Pada tahun 1954 misalnya, terjadi pertentangan keras
antara Ikhwan dengan gerakan revolusi. Hanafi berada pada pihak Muhammad
Najib yang berhadapan dengan Nasser, karena baginya Najib memiliki komitmen
dan visi keislaman yang jelas.
Tahun-tahun berikutnya, Hanafi berkesempatan untuk belajar di Universitas
Sorborne Perancis, pada tahun 1956 sampai 1966. Di Perancis inilah ia dilatih
untuk berpikir secara metodologis melalui kuliah-kuliah maupun bacaan-bacaan
atau karya-karya orientalis. Ia sempat belajar pada seorang reformis Katolik, Jean
Gitton; tentang metodologi berpikir, pembaharuan, dan sejarah filsafat. Ia belajar
fenomenologi dari Paul Ricouer, analisis kesadaran dari Husserl, dan bimbingan
penulisan tentang pembaharuan Ushul Fiqih dari Profesor Masnion.
Di waktu-waktu luangnya, Hanafi mengajar di Universitas Kairo dan
beberapa universitas di luar negeri. Ia sempat menjadi profesor tamu di Perancis
(1969) dan Belgia (1970). Kemudian antara tahun 1971 sampai 1975 ia mengajar
di Universitas Temple, Amerika Serikat. Pengalaman dengan para pemikir besar
dunia dalam berbagai pertemuan Internasional, baik di kawasan Negara Arab,

8
Asia, Eropa, dan Amerika membantunya semakin paham terhadap persolan besar
yang sedang dihadapi dunia dan umat Islam di berbagai Negara.
Hanafi berkali-kali mengunjungi Negara-Negara asing seperti belanda, swedia,
Portugal, Spanyol, Perancis, Jepang India, Indonesia, Sudan, dan Saudi Arabia
antara tahun 1980-1987.
a. Pemikiran Kalam Hassan Hanafi
1) Kritik Terhadap Teologi Tradisional
Dalam gagasannya tentang rekonstruksi teologi tradisional Hanafi
menegaskan perlu mengubah orientasi perangkat konseptual system kepercayaan
(teologi) sesuai dengan perubahan kontek politik yang terjadi. Teologi tradisional,
menurut Hanafi lahir dalam kontek sejarah ketika inti keislaman sisitem
kepercayaan, yakni transendensi Tuhan, diserang oleh wakil-wakil dari sekte-
sekte dan budaya lama. Teologi itu dimaksudkan untuk mempertahankan doktrin
utama dan untuk memelihara kemurniaannya. Sementara itu, konteks sosial-
politik sekarang sudah berubah. Islam mengalami berbagai kekalahan di berbagai
medan pertempuran sepanjang periode kolonialisme. Oleh karena itu, kerangka
konseptual masa-masa permulaan yang berasal dari kebudayaan klasik harus
diubah menjadi kerangka konseptual baru yang berasal dari kebudayaan modern.
Selanjutnya, Hanafi memandang bahwa teologi bukanlah pemikiran murni
yang hadir dalam kehampaan kesejarahan, melainkan merefleksikan konflik-
konflik sosial-politik. Oleh karena itu, kritik teologi merupakan tindakan yang sah
dan dibenarkan. Sebagai produk pemikiran manusia, teologi terbuka untuk kritik.
Menurut Hanafi, teologi sesungguhnya bukan lmu tentang Tuhan, yang secara
etimologi berasal dari kata teos dan logos, melainkan ilmu tentang kata (ilm al-
kalam).
Teologi bukan merupakan ilmu tentang tuhan karena tuhan tidak tunduk pada
ilmu. Tuhan mengungkapkan diri dalam sabdanya yang berupa wahyu. Ilmu kata
adalah ilmu tafsir yaitu hermeneutik. Yang merupakan ilmu tentang analisis
percakapan (discourse analysis), bukan hanya dari segi bentuk-bentuk murni
ucapan, melainkan dari segi konteksnya yaitu pengertian yang merujuk pada
dunia. Wahyu sebagai manifestasi kemauan tuhan, yaitu sabda yang dikirim
kepada manusia yang mempunyai muatan-muatan kemanusiaan.

9
Secara praksis, Hanafi menunjukan bahwa teologi tradisional tidak dapat
menjadi sebuah “pandangan yang benar-benar hidup” dan memberi motivasi
tindakan dalam kehidupan konkret umat manusia. Secara praksis, teologi
tradisional gagal menjadi ideology yang fungsional bagi kehidupan nyata
masyarakat muslim.
Kegagalan para teolog tradisional disebabakan oleh para penyusun teologi
yang tidak mengaitkannya dengan kesadaran murni dan nilai-nilai perbuatan
manusia. Akibatnya, muncul keterpecahan antara keimanan teoritik dengan amal
praktisnya di kalangan umat. Ia menyatakan, baik secara individual maupun
sosial, um at ini dilanda ketrcerebaian dan terkoyak-terkoyak. Secara individual,
pemikiran manusia terputus dengan kesadaran, perkataan ataupun perbuatannya.
Keadaan serupa akan mudah melahirkan sikap-sikap moral ganda atau sinkritisme
kepribadian. Fenomena sinkritis ini tampak dalam kehidupan umat islam saat ini:
sinkritisme antara kultur keagamaan dan sekulerisme (dalam kebudayaan), antara
tradisional dan modern (peradaban), antara timur dan barat (politik), antara
konservatisme dan progresivisme (sosial) dan antara kapitalisme dan sosialisme
(ekonomi).3
2) Rekonstruksi Teologi
Melihat sisi kelemahan teologi tradisional, Hanafi mengajukan saran
rekontruksi teologi. Menurutnya, mungkin untuk memfungsikan teologi menjadi
ilmu-ilmu yang bermanfaat bagi masa kini yaitu dengan melakukan rekontruksi
dan revisi, serta membangun kembali epistomologi lama yang rancu dan palsu
menuju epistimologi baru yang sahih dan lebih signifikan.
Tujuan rekontruksi teologi Hanafi adalah menjadikan teologi tidak sekedar
dogma-dogma keagamaan yang kosong, tetapi menjelma sebagai ilmu tentang
perjuangan sosial, yang menjadikan keimanan-keimanan tradisional berfungsi
secara aktual sebagai landasan etik dan motivasi manusia. Langkah dalam
melakukan rekontruksi teologi dilatarbelakangi oleh tiga hal, diantaranya:
a) Pertama, kebutuhan akan adanya sebuah ideologi yang jelas ditengah-tengah
pertarungan global antara berbagai ideology.

3
Abdul Rozaq dan Rosihon Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: CV. Pustaka, 2020) 274

10
b) Kedua, pentingnya teologi baru ini bukan pada sisi teoretiknya, melainkan
juga terletak pada kepentingan praktis untuk mewujudkan ideology sebagai
gerakan dalam sejarah. Salah satu kepentingan teologi ini adalah
memecahkan problem pendudukan tanah di Negara-negara muslim.
c) Ketiga, kepentingan teologi yang bersifat praktis (‘amaliyah fi’liyah), yaitu
secara nyata diwujudkan dalam realitas melalui realisasi tauhid dalam dunia
islam. hanafi menghendaki adanya teologi dunia, yaitu teologi baru yang
dapat mempersatukan umat islam dibawah satu orde.
Selanjutnya, Hanafi menawarkan dua hal untuk memperoleh kesempurnaan
teologi ilmu dalam teologi islam, diantaranya:
a) Analisis Bahasa
Bahasa serta istilah-istilah dalam teologi tradisional adalah warisan nenek
moyang dibidang teologi, yang merupakan bahasa khas yang seolah-olah sudah
menjadi ketentuan sejak dulu. Teologi tradisional memiliki istilah-istilah khas,
seperti Aflah, iman, akhirat. Menurut Hanafi, semua ini menyingkapkan sifat-sifat
dan metode keilmuan, ada yang empiris dan rasional, seperti iman, amal dan
imamah, dan ada yang historis seperti nubuah, serta ada pula yang metafisik,
seperti Allah dan akhirat.
b) Analisis Realitas.
Analisis ini dilakukan untuk mengetahui latar belakang historis-sosiologis
munculnya teologi pada masa lalu, mendiskripsikan pengaruh-pengaruh nyata
teologi bagi kehidupan masyarakat, dan bagaimana ia mempunyai kekuatan
mengarahkan terhadap perilaku para pendukungnya.
Analisis realitas ini berguna untuk menentukan stressing ke arah mana teologi
kontemporer harus diorientasikan.4
b. Karya-Karya Hassan Hanafi
Adapun karya-karyanya sebagai berikut:
1) Qadhaya Mu’ashirat Fi Fikrina Al-Mu’ashir
2) Al-Turats Wa Al-Tajdid
3) Al-Asar Al-Islamiyah
4) Min Al –Aqidah Ila Al Tswaurah

4
Ibid., hal. 276

11
5) Religion Ideologi And Developmen
6) Islam in the Modern World
3. Harun Nasution
a. Biografi
Harun Nasution lahir pada hari selasa 23 september 1919 di sumatera.
Ayahnya, Abdul Jabar Ahmad, adalah seorang ulama, hakim dan seorang
penghulu. Pendidikan formalnya dimulai disekolah belanda HIS. Setelah tujuh
tahun di HIS, ia meneruskan ke MIK (Modern Islamietische kweekschool) di
Bukittinggi pada tahun 1934. Pendidikannya lalu diteruskan ke Universitas Al-
azhar, Mesir. Sambil kuliah di Al-Azhar,ia kuliah pula di Universitas Amerika di
Mesir. Pendidikannya lalu dilanjutkan ke Mc. Gill,Kanada, pada tahun 1962.
Setiba di tanah air pada tahun 1969, Harun Nasution langsung
mencempungkan diri dalam bidang akademis dengan menjadi dosen pada IAIN
Jakarta, dan kemudian juga pada Universita Nasional. Kegiatan akademis
dirangkapnya dengan kegiatan administrasi (tetapi tetap dalam rangka akademis)
ketika ia memimpin IAIN, ketua lembaga pembinaan pendidikan agama IKIP
Jakarta, dan terakhir memimpan Fakultas pasca sarjana IAIN Jakarta.dengan
berbekal Ph.D. yang diraihnya pada tahun 1968 di McGill University, ia pun
mempunyai bekal yang berbeda dari pakar sebelimnya di Indonesia tentang studi
islam. Perbedaan latar belakang ini agaknya perlu diperhatikan.
Harun Nasution adalah figur sentral dalam semacam jaringan intelektual yang
terbentuk di kawasan IAIN ciputat semenjak paruh kedua dasawarsa 70-an.
Sentralitas Harun Nasution di dalam jaringan ini tentu saja banyak ditopang oleh
kapasitas intelektualnya, dan kemudian oleh kedudukan formalnya sebagai rektor
sekaligus salah seorang pengajar di IAIN. Dalam kapasitas terakhir ini, ia
memegang beberapa mata kuliah terutama menyangkut sejarah perkembangan
pemikiran yang terbukti menjadi salah satu sarana awal menuju pembentukan
jaringan antara Harun Nasution dan mahasiswa-mahasiswanya.5

5
Ibid., hal. 280

12
b. Pemikiran Kalam
Adapun pemikiran-pemikiran Harun Nasution sebagai berikut:
1) Peranan Akal
Berkenaan dengan akal ini, Harun Nasution menulis demikian, “Akal
melambangkan kekuatan manusia. Karena akallah, manusia mempunyai
kesanggupan untuk menaklukkan kekuatan makhluk lain disekitarnya. Bertambah
tinggi akal manusia, bertambah tinggilah kesanggupannya menghadapi kekuatan-
kekuatan lain tersebut.
2) Pembaharuan Teologi
Pembaharuan teologi, yang menjadi predikat Harun Nasution, pada dasarnya
dibangun di atas asumsi bahwa keterbelakangan dan kemunduran umat islam
adalah disebabkan “ada yang salah” dalam teologi mereka. Pandangan ini serupa
dengan pandangan kaum modernis lain pendahulunya yang memandang perlu
untuk kembali kepada teologi islam yang sejati. Retorika ini mengandung
pengertian bahwa umat islam dengan teologi fatalistik, irasional, pre-
determinisme serta penyerahan nasib telah membawa nasib mereka menuju
kesengsaraan dan keterbelakangan. Dengan demikian, jika hendak mengubah
nasib umat islam, menurut Harun Nasution, umat islam hendaklah mengubah
teologi mereka menuju teologi yang berwatak free-will, rasional, serta mandiri.
Tidak heran jika teori modernisasi ini selanjutnya menemukan teologi dalam
khasanah islam klasik sendiri yakni teologi mu”tazilah.
3) Hubungan Akal dan Wahyu
Salah satu fokus pemikiran Harun Nasution adalah hubungan antara akal dan
wahyu. Ia menjelaskan bahwa hubungan wahyu dan akal memang menimbulkan
pertanyaan, tetapi keduanya tidak bertentangan. Akal mempunyai kedudukan
yang tinggi dalam al-qur’an. Orang yang beriman tidak perlu menerima bahwa
wahyu sudah mengandung segala-galanya . wahyu bahkan tidak menjelaskan
semua permasalahan keagamaan
Dalam pemikiran islam, baik dibidang filsafat dan ilmu kalam, apalagi
dibidang ilmu fiqih, akal tidak pernah membatalkan wahyu. Akal tetap tetap
tunduk kepada teks wahyu. Teks wahyu tetap dianggap benar. Akal dipakai untuk
memahami teks wahyu dan tidak untuk menentang wahyu.

13
Akal hanya memberi interpretasi terhadap teks wahyu dengan kecenderungan dan
kesanggupan pemberi interpretai. Yang dipertentangkan dalam sejarah pemikiran
islam sebenarnya bukan akal dengan wahyu, tetapi penafsiran tertentu dari teks
wahyu dengan penafsiran lain dari teks wahyu iti juga. Jadi, yang bertentangan
sebenarnya dalam islam adalah pendapat akal ulama tertentu dengan pendapat
akal ulama lain.6
a. Karya-karya Harun Nasution
Dalam rangka mengembangkan pemikirannya, Harun Nasution telah menulis
sejumlah buku, antara lain sebagai berikut:7
1) Islam Ditinjau Dari Berbagai Aspeknya (1974).
2) Teologi Islam: Aliran-Aliran, Sejarah, Analisa, dan Perbandingan (1977).
3) Filsafat Agama (1978).
4) Falsafat dan Mistisisme dalam Islam (1978).
5) Pembaharuan dalam Islam : Sejarah Pemikiran dan Gerakan (1978).
6) Akal dan Wahyu dalam Islam (1980).
7) Islam Rasional (1995).
C. Ajaran Pokok Aliran Khawarij
Doktrin atau ajaran pokok Khawarij di antaranya adalah:
4. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat Islam.
5. Khalifah tidak harus brasal dari keturunan Arab. dengan demikian setiap
orang mukmin berhak menjadi khalifah apabila sudah memenuhi syarat.
6. Khalifah dipilih secara permanen selama bersikap adil dan menjalankan
syri’at Islam. Ia harus dijatuhkan bahkan dibunuh kalau melakukan
kezaliman.
7. Khalifah sebelum Ali (Abu Bakar, Umar, dan Utsman) adalah sah, tetapi
setelah tahun ketujuh dari masa kekhalifahannya, Utsman dianggap telah
menyeleweng.
8. Khalifah Ali Ibn Abi Thalib sah, tapi setelah arbitase (tahkim), ia dianggap
telah menyeleweng.

6
Ibid., hal. 283
7
……… 2009. “Pemikiran Prof. dr. Harun Nasution”. (online).
(http://udhiexz.wordpress.com/2009/05/12/pemikiran-prof-dr-harun-nasution. di
akses tanggal 21 November 2014)

14
9. Muawiyah, Amr Ibn al-Ash, serta Abu Musa al-Asy’ari dianggap
menyeleweng dan telah menjadi kafir.
10. Pasukan Jamal yang melawan Ali juga kafir.
11. Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut muslim sehingga harus
dibunuh. Yang sangat anarkis, mereka menganggap bahwa seorang muslim
dapat menjadi kafir jika tidak mau membunuh muslim lain yang telah
dianggap kafir sehingga ia harus dilenyapkan pula.
12. Setiap muslim harus berhijrah dan bergabung dengan mereka, bila tidak ia
wajib diperangi.
13. Seorang muslim harus menghindar dari pemimpin yang menyeleweng.
14. Adanya wa’ad dan wa’id (orang baik harus masuk surga dan orang jahat
harus masuk neraka).
15. Amar ma’ruf nahi munkar.
16. Memalingkan ayat al-Quran yang Mutasyabihat (samar).
17. Berbuat zina dipandang sebagai salah satu dosa besar, orang yang telah
berbuat zina telah menjadi kafir.
18. Dosa kecil akan menjadi dosa besar kalau dikerjakan terus-menerus.
19. Dosa besar dan kecil bisa saja dilakukan oleh Nabi.
20. Membunuh manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
21. Tidak boleh taqiyah atau menyembunyikan pendirian
Doktrin yang dikembangkan kaum Khawarij dapat dikategorikan ke dalam
kategori politik, teologi dan sosial. Dikategorikan sebagai doktrin politik karena
membicarakan hal-hal yang berhubungan dengan masalah kenegaraan, khususnya
tentang kepala negara (khilafah). Politik merupakan doktrin sentral Khawarij
sebagai reaksi terhadap Muawiyah yang secara teoritis tidak pantas memimpin
Negara, karena ia tulaqa (mantan musyrikin yang bebas saat pembebasan kota
Mekah) dan juga keislaman Muawiyah belum lama.
Doktrin politik yang menjadi sentral dari Khawarij berimbas pada timbulnya
doktrin Teologi Khawarij tentang dosa besar. Orang-orang yang berprinsip seperti
ini sering menggunakan kekerasan dalam menjalankan aspirasinya karena asal
usul mereka berasal dari masyarakat Badawi dan mengembara padang pasir
tandus yang berpola pikir keras dan fanatik dalam menjalankan ajaran agama.

15
Doktrin sosial memperlihatkan keshalehan asli kaum Khawarij, tapi ini patut
dikaji lebih dalam. Karena bila doktrin sosial ini benar merupakan doktrin
Khawarij dapat diprediksi bahwa pada dasarnya kelompok Khawarij adalah orang
baik tapi sebagai kaum minoritas penganut garis keras yang aspirasinya
dikucilkan dan diabaikan penguasa, ditambah pola pikirnya yang simplistis, telah
menjadikan mereka bersikap ekstrim.
D. Dalil-Dalil Al-Qur’an Yang Menjadi Landasan Masing-Masing
Adapun dalil-dalil Al-Qur’an mengenai pemikiran mereka terdapat di surah
Al-Ikhlas ayat 3 - 4 tentang sifat Allah yang bunyinya sebagai berikut:

‫َح ۢ ُد‬ ِ
َ ‫مَل مۡ یَل ۡد َومَل مۡ یُولَ ۡد۝ َومَل مۡ یَ ُكن لَّهُۥ ُك ُف ًوا أ‬
Allah tidak beranak dan tidak pula diperanakkan. Dan tidak ada sesuatu yang
diperanakkan.8

Kemudian di surat lain Allah berfirman:

‫ث َعلَ ٰى نَۡف ِس ِۦۖه َو َم ۡن‬ ِ ِ َّ ِ


َ ‫ك إِمَّنَا یُبَ ایِعُو َن ٱللَّهَ یَ ُد ٱللَّ ِه فَ ۡوَق أَ ۡیدی ِه مۡۚ فَ َمن نَّ َك‬
ُ ‫ث فَِإمَّنَا یَن ُك‬ َ َ‫ین یُبَایِعُون‬
َ ‫إ َّن ٱلذ‬
‫أَ ۡوىَفٰ مِب َا َعـٰ َه َد َعلَ ۡی هُ ٱللَّهَ فَ َسیۡؤُتِ ِیه أَ ۡجًرا َع ِظی ࣰما‬

Bahwasannya orang – orang yang berjanji setia kepada kamu sesungguhnya


mereka berjanji setia kepada Allah. Tangan Allah diatas tangan mereka, maka
barang siapa yang melanggar janji itu akan menimpa dirinya sendiri dan barang
siapa menepati janjinya kepada Allah maka Allah akan memberinya pahala yang
besar.9

Maksud dari ayat ini adalah tangan Allah diatas tangan mereka. Ialah untuk
menyatakan bahwa berjanji dengan rasulullah sama hukumnya dengan berjanji
kepada allah. Tangan allah dalam konteks ini merupakan arti kiasan, karena allah
mahasuci dari segala sifat yang menyerupai makhluknya.

8
QS. Al-Ikhlash (112) : 3-4
9
QS. Al-Fath (48) : 10

16
Dilanjutkan di surat lain yang bunyinya sebagai berikut:
ِ ۡ ِ َّ ‫ٱلَّ ِذی خلَق‬
ِ aۖ ‫َو ٰى َعلَى ٱ لَع ۡر‬a‫ض َو َما ۡی بَمَن ُه َما فی ِست َِّة أَیَّا ࣲم مُثَّ ٱ َۡتس‬
ۡ
َ‫ٱلر ۡحَمٰـ ُن فَۡ َٔٔـ‬
‫س ۡل‬ َّ ‫ش‬ َ ‫ٱلس َمـَٰو ٰت َوٱ لأَ ۡر‬ َ َ
‫بِِهۦ َخبِری ࣰرا‬
Yang maha menciptakan langit dan bumi dan apa yang ada antara keduanya
dalam enam masa, kemudian dia bersemayam diatas Arsy, ( Dialah ) yang maha
pemurah, maka tanyakanlah ( tentang Allah ) kepada yang lebih mengetahui
(Muhammad) tentang dia.10

Bahkan setiap mukmin meyakini bahwa allah Maha Esa, hidup kekal,
yang menciptakan langit, bumi, dan segala yang ada diantara keduanya dalam
enam masa. Allah maha pemurah karena rahmat dan karunianya amat besar
kepaad manusia, baik yang beriman maupun tidak. Bagi orang – orang yang
beriman hendaklah mengenal sifat – sifat allah, karena hal itu akan menambah
kemantapan iman.

10
QS. Al-Furqon (25) : 9

17
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Pada awal sejarah pemikiran islam,ilmu kalam kurang mendapat perhatian
bahkan tidak disetujui dikalangan muslimin.berdasarkan materi yang dipaparkan,
maka bisa diambil beberapa kesimpulan, yakni :
Aliran Khawarij muncul setelah terjadi Arbitrase (Tahkim). Yang disebabkan
karena persoalan poltik yang mencakup peristiwa pembunuhan utsman bin affan
dan yang berbuntut pada penolakan muawiyyah atas ke khalifahan ali bin abi
thalib.
Tokoh-tokoh yang luar biasa kerap hadir dalam aliran khawarij, dan masing-
masing tokoh yang terkenal memiliki biografi dan beberapa sejarah hidup yang
luar biasa. Adapun contoh dari salah seorang tokoh yang mungkin dapat kita
ketahui adalah Ismail Raji Al-Faruqi. Pemikiran kalam yang ia miliki cukup
banyak dan telah ia kuasai. Berikut adalah salah satu contohnya, yaitu:
1. Tauhid sebagai inti pengalaman agama
2. Tauhid sebagai pandangan dunia
3. Tauhid sebagai intisari islam
Doktrin-Doktrin yang dikembangkan aliran khawarij dapat dikategorikan
sebagai 3 bagian yakni, politik, teologi, dan sosial.

B. SARAN
Kami sebagai penyusun makalah ini sangat menyadari bahwa dalam
penyusunan materi ini banyak sekali kekurangan. Untuk itu kami meminta kepada
para pembaca semua untuk memberikan saran dan kritikannya supaya dalam
pembuatan makalah selanjutnya lebih baik lagi.

18
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an Al-Karim

Drs. Adeng Muchtar Ghazali, Perkembangan Ilmu Kalam dari Klasik hingga
Modern, (CV.Pustaka Setia, 2005).

Ensiklopedia Islam 2, Op. Cit., h. 346; Ahmad Hanafi, Op. Cit., h. 6.

www.kompasina.com

https://m.eramuslim.com

Al-Rasyid, Muslim. Widi Irawan. 2012. “Islamisasi Ilmu Pengetahuan (Analisis


Teerhadap Pemikiran Ismail Raji Al-Faruqi)”. (online),
(http://widiirawan.blogspot.com/2012/04/makalah-filsafat-pendidikan-
islam.html3.05 . diakses tanggal 15 Desmber 2014)

Harun, Hamzah. 2012. “Karya-karya Hasan Hanafi”. (online), (http://hamzah-


harun.blogspot.com/2012/02/karya-karya-hasan-hanafi.html. di akses tanggal
3 Desember 2014)

Rozak, Abdul. Rosihon Anwar. 2012. Ilmu Kalam. Bandung: CV PUSTAKA


SETIA

……… 2009. “Pemikiran Prof. dr. Harun Nasution”. (online).


(http://udhiexz.wordpress.com/2009/05/12/pemikiran-prof-dr-harun-nasution.
di akses tanggal 21 November 2014)

19

Anda mungkin juga menyukai