Anda di halaman 1dari 13

MAKALAH ILMU KALAM

DEFINISI, SEJARAH, ALIRAN DAN PROBLEMATIKA ALIRAN KHAWARIJ

Disusun Oleh :

1. FERDI DWI IRWANTO (185211119)

2. INTAN NURJANAH (185211120)

Dosen Pengampu
Mamluatur Rahmah, S.PSI., M.Ag.

MANAJEMEN BISNIS SYARIAH

FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM

IAIN SURAKARTA

TAHUN PELAJARAN 2019/2020

1
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Dan
tak lupakami panjatkan puji syukur atas kehadirat Allah SWT karena dengan limpahan
rahmat dan karunianya yang diturunkan kepada kami. Sehingga kami dapat menyelesaikan
makalah dengan judul Aliran Khawarij. Terima Kasih kepada Allah SWT karena dengan
nikmat yang diberikan kepada kami sehingga kami dapat menyelesaikan makalah dengan
tepat waktu, kepada orang tua kami atas do’a yang diberikan dan tak lupa kepada teman-
teman yang telah membantu kami mengucapkan banyak terima kasih yang sebesar-besarnya.
Tiada gading yang tak retak, begitu pula dengan makalah ini. Kami menyadari bahwa
makalah ini jauh dari kata sempurna. Oleh karena itu, segala kritik dan saran yang
membangun dari para pembaca akan kami terima dengan senang hati sehingga bisa menjadi
sebuah pelajaran bagi kami agar kami bisa membuat dengan lebih baik lagi. Semoga makalah
ini bisa memberikan manfaat bagi para pembaca.

Sukoharjo, 30 Agustus 2019

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Kata Pengantar ................................................................................................................. 2


Daftar Isi .......................................................................................................................... 3
BAB I Pendahuluan
A. Definisi Aliran Khawarij..................................................................................... 4
B. Sejarah Perkembangan Aliran Khawarij.............................................................. 5

BAB II Pembahasan
A. Pemikiran dalam Lingkup Aliran Khawarij........................................................ 5
B. Aliran dan Tokoh Khawarij................................................................................ 6-8
C. Khawarij dan Doktrin Pokok Aliran Khawarij.................................................... 9
D. Problematika Kontemporer Aliran Khawarij...................................................... 10-11

BAB III Penutup


A. Kesimpulan..........................................................................................................12
B. Saran ............................................................................................................... ...12

Daftar Pustaka ................................................................................................................ 13

3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Definisi Aliran Khawarij
Al-Khawarij adalah nama yang tercela, karena keluar dari kebenaran yang disepakati
oleh jemaah umat. Tetapi al-Khawarij yang dimaksud dalam ilmu Kalam adalah kelompok
orang-orang yang membangkang terhadap Ali. Mereka keluar dari kelompok Ali dan
menentang kebijaksanaan Ali. Dalam bahasa Arab kharaja berarti keluar, maka orang yang
keluar dikatakan kharijiy. Bentuk jamak dari kharijiy adalah khawarij yang berarti orang-
orang yang keluar. Sejalan dengan itu, ada yang berpendapat bahwa Kaum Khawarij
memandang diri mereka sebagai orang yang meninggalkan rumah dari kampung halaman
mereka sendiri, untuk berhijrah mengabdikan diri mereka secara totalitas kepada Allah dan
Rasul-Nya. ( Yusuf:2016, 43-44)
Aliran Khawarij adalah aliran kalam tertua dalam islam. Aliran ini muncul di tengah-
tengah kemelut politik yang terjadi di kalangan Muslimin pada masa Khalifah Ali bin Abi
Thalib. Mereka ini, kelompok al-qurra dan al-huffazh, semula adalah pengikut dan
pendukung khalifah. Karena tidak setuju terhadap kebijakan yang diambil oleh pihak khalifah
Ali, mereka menyatakan keluar dari barisan khalifah dan membuat kelompok sendiri. Dari
kasus inilah asal nama Khawarij diberikan kepada mereka, dalam arti “keluar” dari barisan
Khalifah Ali. (Jamrah:2015, 103-104)
B. Sejarah Perkembangan Aliran Khawarij
Istilah Qurra’ atau Ahl al-Qurra’, sebutan mereka sebelum menjadi Khawarij.
Pemahaman Khawarij yang dangkal dan literer terhadap ayat-ayat Al-Qur’an yang dijadikan
dalil membenarkan pandangan dan sikap politik mereka, maka Wiyani lebih cenderung
mengartikan istilah Qurra bukan sebagai para penghafal Al-Qur’an, tapi orang-orang desa.
Sejalan dengan itu, Harun Nasution menulis bahwa kaum Khawarij pada umumnya terdiri
dari orang-orang Arab Badui. Hidup di padang pasir tandus mereka bersifat sederhana dalam
cara hidup dan pemikiran, tapi keras hati, berani, merdeka, suka kekerasan, jauh dari ilmu
pengetahuan dan tak gentar mati. Ajaran-ajaran Islam dalam al-Qur’an dan hadits, mereka
artikan menurut lafadznya dan harus dilaksanakan sepenuhnya. ( Wiyani:2013, 53-55)
Oleh karena itu, iman dan paham mereka merupakan iman dan paham yang sederhana
dalam pemikiran dan sempit akal serta fanatik. Iman tebal tapi sempit ditambah lagi dengan
sikap fanatik membuat mereka tidak bisa mentolelir penyimpangan terhadap ajaran Islam
menurut paham mereka. Hal ini membuat mudahnya kaum Khawarij terpecah belah menjadi
golongan-golongan kecil serta terus-menerus mengadakan perlawanan terhadap penguasa-

4
penguasa Islam dan umat Islam. Khawarij tidak hanya mengkafirkan Ali bin Abi Thalib tapi
juga Khalifah Usman bin Affan mulai tahun ketujuh pemerintahannya. ( Wiyani:2013, 55)
Gerakan Khawarij ini dimulai sekitar dua tahun setelah pergantian Ali bin Abi Thalib.
Persoalannya bermula dari sejak sekelompok pendukung Ali tidak menyetujui sikapnya
terhadap pengadilan (tahkim) kemudian pergi keluar dan memisahkan diri dari laskarnya.
Beberapa orang yang lari pertama kali dapat didamaikan oleh Ali, akan tetapi pelarian yang
kedua berakhir pembunuhan besar-besaran terhadap pengikut mereka. Kelompok Khawarij
ini mempunyai pendiri yang extrim dan exklusif terhadap orang lain dan sesama kawan
sendiri. Sebagai dasar legitimasinya, mereka menciptakan doktrin-doktrin teologis,
berdasarkan ayat-ayat Al-Qur’an sebagai pegangan formal yang tidak islam adalah
manifestasi dari nilai-nilai budaya kaum baduwi. Setelah muawiyah berhasil melakukan
expansi teritolial dan mengkonsolidasikan kekuasaan politiknya dalam struktur yang baru,
mereka merasa kehilangan identitas dan karena itu timbul usaha-usaha mempertahankan diri
melalui berbagai gerakan sekte. (Ghufron:2013, 23-24)

5
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pemikiran dalam lingkup Aliran Khawarij


Perkembangan pemikiran aliran Khawarij adalah masalah kedaulatan Tuhan, artinya
kewenangan bersumber dari Tuhan. Dengan kata lainotoritas yang berada di tangan manusia
ini pada prinsipnya melaksanakan otoritas Tuhan, terutama dalam hal mempertahankan
eksistensi Syari’at. Pelembagaan itu pada hakikatnya merealisasikan keadilan itu berada di
tangan kehidupan umat. Untuk menciptakan kelestarian syari’at dan keadilan diperlukan
adanya suatu kekuatan politik yang dikendalikan oleh seorang penguasa yang
mendelegasikan dari umat. Doktrin Khawarij ini pada hakikatnya bermaksud meletakkan
otoritas Tuhan di atas semua manusia. Khawarij mempunyai pandangan dangkal pada ayat-
ayat al-Qur’an, kadang-kadang ayat yang mereka fahami itu tidak sesuai dengan maksud
sebenarnya dari ayat tersebut, dan juga tidak memiliki hubungan sama sekali dengan ayat
yang mereka jadikan sebagai dalil, karena mereka hanya sebatas memahami ayat secara zahir
yang batil. (Wiyani:2013, 44-45)
Di kalangan Khawarij sendiri, terdapat banyak mazhab-mazhab yang mempunyai
pemikiran atau pendapat yang berbeda satu dan lainnya. Namun demikian mereka tetap
menisbahkan pendapat mereka kepada Islam, mereka semua mengakui al-Qur’an. Di dalam
setiap ajaran dan untuk memperkuat pendapat, mereka selalu menjadikan al-Qur’an sebagai
dasar pijakan dan dasar untuk menumbuhkan keyakinan mereka, namun hanya terkait kepada
ayat-ayat yang bisa mendukung pendapat dan mereka tetap mempertahankannya. Sebaliknya,
jika persoalan tersebut tidak bersesuaian dengan pendapat dan pendirian serta kepentingan
mereka, maka kaum Khawarij berupaya sekuat tenaga untuk lepas dan mulai memalingkan
ayat al-Qur’an sehingga tidak bertentangan dengan pendapat aliran Khawarij. (Wiyani:2013,
45-46)
B. Aliran dan Tokoh Khawarij
1. Al Muhakkimah
Al Muhakkimmah adalah gelar khusus bagi salaf “Al Khowarij” (Khowarij
yang paling awal) karena mereka melontarkan slogan Qur’ani : La Hukma Illa Allah
(Tidak ada hukum kecuali bagi Allah). Al Muhakkimah dipimpin oleh Urwah ibnu
adiyyah, mereka berpendapat bahwa Ali salah dan berdosa menghentikan serta
menerima ajakan tahkim, serta sejak saat itu Ali dianggap kafir, demikian halnya dengan
dua pengantara yang diberi amanat untuk berunding (Amr Ibn Ash dan Abu Musa Al

6
Asy’ari) dan siapa saja yang setuju dengan ide tahkim adalah balak, mereka menganggap
bahwa kesalahan itu adalah sebuah kekafiran, sebab orang yang bersalah itu kafir.
(Ghufron:2013, 26)
Dari penjelasan diatas, jelas bahwa kesalahan berpendapat menurut pandangan
mereka adalah dosa, dan perilaku seperti itu dihukumi kafir. Dan pendirian ini nampak
bahwa mereka mengkufurkan siapa saja yang tidak sependapat dengan mereka.
Pandangan mereka tentang orang-orang yang berdosa besar menjadi kafir didasarkan
antara lain pada ayat-ayat Al Quran seperti : Al Imron ayat 97 dan 106, Al Maidah ayat
44 dan Al An’am ayat 33. (Ghufron:2013, 27)
2. Al-Azariqah
Diberi nama demikian sesuai dengan pemimpinnya yaitu “Abi Rosyid Nafi’
Ibn Azraq”. dalam tulisan Ibrahim Hasan dituliskan bahwa kau Khawarij Irak
berdatangan di Mekah untuk bergabung dengan Ibn Az Zubair yang telah
memproklamirkan sebagai kholifah untuk berperang melawan pasukan bani umayyah.
Tetapi setelah pengepungan oleh pasukan bani Umayyah itu dihentikan karena datangnya
brita kematian khalifah Yazid bin Muawiyah, Ibn Az Zubair tidak sepaham dengan kaum
Khawarij, maka mereka segera meninggalkan kota Mekah menuju Basrah dan
Yamamah. Pada tahun berikutnya, Basrah jatuh ketangan Ibn Zubair, orang-orang Az
Zariqah lari kepegunungan disebelah timur. (Ghufron:2013, 28)
Sekte Azariqah ini adalah pengikut garis keras dan ekstrim, mereka tidak
memakai term kafir tapi term musyrik. Selanjutnya yang dipandang musyrik ialah orang
yang melakukan dosa besar atau tidak sepaham dengan mereka, atau sepaham tetapi
tidak mau berberang dan hijrah bersama mereka. Ajaran kelompok mereka ini
dinyatakan muslim sejati, wilayah mereka disebut “Dar Al Islam” yaitu tempat islam
dilaksanakan dengan benar. Ajaran hijah ini mereka anggap sejalan dengan Hijrah
Muhammad dari Mekah ke Madinah pada tahun 622. (Ghufron:2013, 29)
Dengan demikian mereka yang dikeluarkan dari masyarakat muslim, bahkan
orang-orang muslim yang tidak setuju dengan ajaran mereka adalah sah untuk dibunuh,
demikian pula dengan istri dan anak-anak mereka halal untuk dibunuh. Prinsip
“Taqiyyah” (menyembunyikan pendirian) tidak boleh, baik dalam perbuatan maupun
perkataan. (Ghufron:2013, 29)
3. Al Najdat
Kelompok ini terdiri dari kaum khawarij dari Arabia Tengah (dari suatu
daerah yang disebut Yamamah) yang pernah membantu Ibn Az Zubair di mekah, tetapi

7
kembali ke daerah asal mereka dan membentuk semacam pemerintahan otonom. Mereka
memisahkan diri dari Ibn Az Zubair karena dua hal:
a. Tidak seuju untuk memusyrikan orang Azraqi yang tidak mau Hijrah ke daerah yang
dikuasai Al Azriqah
b. Tidak setuju menghalalkan darah anak-anak dan istri dari orang islam yang tidak
sepaham dengan mereka.

Pendirian kaum Najdiyat yang dipandang agak ekstrem adalah dosa kecil akan
menjadi dosa besar apabila dikerjakan secara terus menerus dan yang mengerjakannya
sendiri menjadi musyrik. Kewajiban setiap muslim (anggota mereka) adalah mengetahui
Allah dan Rosul-Nya, mengetahui haramnya membunuh seorang muslim (anggota
mereka) dan percaya pada seluruh apa saja yang diwahyukan Allah kepada RosulNya.
(Ghufron:2013, 30-32)

Hal yang menyebabkan perpecahan pada kaum Najdiyat ialah karena


longgarnya pendirian dan perbedaan sikap dalam pembagian hadiah kepada pasukannya.
Dalam perpecahan itu, Abu Fudaik dan pengikutnya keluar dan bahkan berhasil
membunuh Najdah. (Ghufron:2013, 32)

4. Al Ajaridah
Sekte Al Ajaridah ini adalah pengikut Abdul Karim Ibn Ajrad, seorang teman
Athiyah al Hanafi keluaran dari sekte Najdat yang lari ke Sajistan. Golongan ini
dikafirkan oleh umat islam, karena mereka mengingkari surat Yusuf sebagai bagian dari
Al Qur’an. Mereka menganggap kisah Yusuf sebagai kisah Percintaan dan Al Qur’an
tidak oantas mengandung kisah seperti itu. (Ghufron:2013, 32)
Kaum Al Ajaridah ini bersifat lebi lunak, ia berpendapat hijrah bukanlah
sebuah keharusan tetapi hanya merupakan kebijakan. Harta yang dirampas hanyalah
harta musuh yang telah mati terbunuh, demikian pula anak anak kecil tidak termasuk
bersalah dan bukan musyrik menurut orang tuanya. (Ghufron:2013, 33)
Karena perselisihan disekitar masalah status hukumnya anak anak kafir, amal
perbuatan manusia dan pembagian harta rampasan, sekte ini terpecah menjadi beberapa
sub sekte yaitu, golongan Maimuniyah dan Hamziyyah pengikut paham qadariyah yang
telah gigih membela keadilan Tuhan berdasarkan kebebasan manusia, pecahan kedua
menjadi golongan Syu’abiyah dan Hazimiyyah pengikut paham jabariyyah, mereka
menganggap manusia tidak berdaya menghadapi ketentuan Tuhan dan kehendakNya.

8
Karena itu bagi mereka manusia tidak dapat dituntut untuk bertanggung jawab atas
tingkah lakunya, baik maupun buruk. Sebab semuanya berasal dari Tuhan menurut
kehendakNya yang mutlak. (Ghufron:2013, 33-34)
5. Al Shufriyah
Sekte ini adalah pengikut Ziyad Ibn Al Ashfar. Abu Zahrah memandang sekte
ini kurang ekstrem jida dibanding sekte-sekte lainnya. Daerah orang islam yang tidak
sepaham dengan mereka bukanlah “dar Al Harb”, daerah perang hanyalah camp pasukan
camp pasukan pemerintah, perempuan dan anak anak tidak boleh ditawan. Anak kaum
musyrikin juga tidak boleh dibunuh, tidak dikafirkan dan tidak dikatakan kekal didalam
neraka. (Ghufron:2013, 34)
Dosa itu ada dua, dosa yang ada saksinya didunia dan dosa yang tidak ada
saksinya didunia. Pelaku dosa pertama tidak disebut kafir, hanya disebut pezina, pencuri
dll. Sedangkan pelaku dosa kedua baru disebut kafir (Ghufron:2013, 34).
6. Al Ibadiyah
Sekte ini adalah pengikut Abdullah Ibn Ibadl, tokoh yang memisahkan dirinya
dari kelompok Azariqah. Daerah yang mereka kuasai hampir setara dengan Jazera Arab
kini. Setelah kedaulatan mereka ditaklukan oleh daulat Fatimiyah, mereka hijrah ke
padang pasir bagian selatan dari Afrika Utara. Sampai kini mereka masih terdapat di
Sahara Al Jazair, Tunisia, Pulau Jerba, Zanzibar, Oman dan Arabia selatan.
(Ghufron:2013, 35)
Paham yang mereka anut adalah orang orang islam yang tidak sepaham
dengan mereka disebut kafir nikmat, bukan mukmi dan juga pula musyrik. Darah yang
kafir nikmat itu haram ditumpahkan, sedangkan darah dari orang islam yang tidak
sepaham dengan mereka kecuali camp pemerintahan merupakan “Dar Al Tauhid” dan
tidak boleh diperangi. Yang merupakan “dar al kufr” yaitu yang harus diperangi
hanyalah na’askar pemerintah. Orang islam yang berbuat dosa besar ialah muwahhid
(Orang yang mengesakan Tuhan), tetapi tidak mukmin. Dengan kata lain, dosa besar
membuat orang islam keluar dari islam. (Ghufron:2013, 36)
C. Khawarij dan Doktrin Pokok Aliran Khawarij
Diantara doktrin pokok Khawarij antara lain sebagai berikut (Wiyani:2013,
42-43) :
1. Khalifah atau imam harus dipilih secara bebas oleh seluruh umat islam.
2. Khalifah tidak harus dari keturunan Arab. Setiap orang mukmim bisa menjadi khalifah
apabila memnuhi syarat.

9
3. Khalifah dipilih secara permanen selama yang bersangkutan bersikap adil dan
menjalankan syariat islam.
4. Khalifah sebelum Ali adalah sah, tetapi setelah tahu ketujuh, Usman dianggap telah
menyeleweng.
5. Muawiyyah dan Amru’ bin Ash serta Abu Musa Al Asy’ari juga dianggap menyeleweng
dan menjaddi kafir.
6. Pasukan perang Jamal yang melawan Ali juga kafir.
7. Setiap Muslim harus hijrah dan bergabung dengan golongan mereka. Bila tidak mau
bergabung, ia wajib diperangi karena hidup dalam dar al-harb (negara musuh).
8. Seorang harus menghindar dari pimpinan yang menyeleweng.
9. Adanya pimpinan itu perlu, hanya jika maslahat menghendaki demikian.
10. Seorang yang berdosa besar tidak lagi disebut mukmim sehingga harus dibunuh. Yang
sangat anarkis lagi, mereka menganggap seorang muslim dapat menjadi kafir apabila ia
tidak mau membunuh muslim lainnya yang telah kafir dengan resiko ia menanggung
beban harus dilenyapkan pula.
11. Berbuat zina dipadang sebagai salah satu dosa besar.
12. Membunuh manusia tanpa sebab yang sah adalah dosa besar.
13. Dosa kecil akan menjadi dosa besar kalau dikerjakan terus menerus.
14. Tidak boleh Taqiyyah (menyembunyikan pendirian).
15. Dosa besar dan kecil bisa saja dilakukan oleh nabi.

D. Problematika Kontemporer Aliran Khawarij


Sebagaimana yang dipahami bahwa Khawarij tidak memiliki posisi apapun
dalam ajaran agama Islam. Mereka melakukan berbagai bid’ah yang sangat ekstrim atas
nama agama. Akhir-akhir ini muncul benih-benih ajaran Khawarij. Kaum Muslimin
harus waspada terhadap masalah tersebut, agar dapat menetapkan dan membedakan
secara benar kesalahan yang dimaklumi dan kesalahan yang tidak bisa dimaklumi, yakni
kesalahan yang berpangkal dari asas ahlu bid’ah yang berkaitan dengan masalah
pengkafiran kaun Muslimin. (Sukring:2016, 426)
Mayoritas orang-orang yang terjebak bid’ah Khawarij pada awalnya tidak
menyadari bahwa pemikiran yang ada dalam benaknya adalah benih bid’ah Khawarij.
Setelah terbawa arus dan terkondisi, mereka tidak dapat melepaskan diri dari aliran
Khawarij. Sebagai contoh, sekarang muncul pemikiran bahwa menjatuhkan vonis kafir
terhadap seseorang saat ini dengan tidak dibutuhkannya proses penegakan hujjah. Contoh

10
pemikiran lainnya ialah menetapkan bahwa seseorang telah menghalalkan dosa yang
dilakukannya cukup dengan qarinah (indikasi kuat) bahwa mereka menghalalkannya.
Karena mereka hanya menerima istilah menghalalkan hukum selain hukum
Allah dari lubuk hatinya. Adapun indikasi-indikasi terlihat dari amal perbuatan mereka
jelas menunjukkan bahwa mereka menghalalkan hal itu. Bahkan menunjukkan kekufuran
dan penghinaan terhadap hukum Allah tersebut. Jelas gejala ini tumbuh di tengah-tengah
umat dan maraknya pemikiran-pemikiran bid’ah Khawarij khususnya di kalangan pemuda.
(Sukring:2016, 426-427)

11
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan
Al-Khawarij adalah kaum keluar dari kebenaran, yang memiliki sikap sehingga tak
gentar mati walaupun untuk hal-hal yang tidak perlu. Sebutan Qurra bagi mereka sebelum
dikenalkan dengan nama Khawarij tidak menunjukkan arti dari penghafal Al-Qur’an, tapi
menunjukkan arti mereka sebagai orang orang desa yang ekstrem yang disebabkan oleh
latar belakang sosio-kultural mereka sebagai orang Arab Baduwi yang mempunyai watak
keras, kasar dan berani. Dari sejarah Khawarij, persoalan-persoalan sosial politik jika
dibungkus dengan agama akan mendatangkan bahaya yang besar, apalagi kalau dilakukan
oleh orang-orang yang mempunyai pemahaman agama yang sempit dan terbatas.
Wawasan seperti ini dapat melahirkan ekstremitas yang tidak hanya pemikiran tetapi juga
sikap dan tindakan.
B. Saran
Kaum muslimin harus bisa menetapkan dan membedakan antara pemikiran yang
sesuai syariat Islam dengan pemikiran yang bertolak belakang dengan syariat Islam. Yakni
dengan memperdalam ilmu agama dan mempraktikannya dalam kehidupan sehingga bisa
bermanfaat untuk dirinya dan orang lain. Dengan demikian, agama Islam akan semakin
kuat dan kaum Muslimin tidak goyah Iman sehingga tidak mudah terjerumus dalam bid’ah
Khawarij.

12
DAFTAR PUSTAKA

Ardy Wiyani, Novan. 2013. Ilmu Kalam. Bumiayu: Teras.


Ghufron, Amir. 2013. Ilmu Kalam. Kartasura: Efude Press.
Jamrah A, Suryan. 2015. Studi Ilmu Kalam. Jakarta: Kencana.
Sukring. 2016. IDEOLOGI, KEYAKINAN, DOKTRIN DAN BID’AH
KHAWARIJ: Kajian Teologi Khawarij Zaman Modern. Jurnal THEOLOGIA vol 27,
Nomor 2.
Yusuf, Yunan. 2014. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam. Jakarta:
Prenadamedia Group.

13

Anda mungkin juga menyukai