Anda di halaman 1dari 16

PEMIKIRAN KALAM JABARIYAH

Makalah Ini Disusun Guna Memenuhi Tugas


Mata Kuliah Ilmu Kalam
Dosen Pengampu: Mamluatur Rahmah, S.Psi.I, M.Ag

Disusun Oleh:
Manajemen Bisnis Syariah 3C
1. Aji Saputro 185211084
2. Adelia Chandra P 185211112
3. Indah Lianovia R 185211113

PROGRAM STUDI MANAJEMEN BISNIS ISLAM


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS ISLAM
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI SURAKARTA
2019/2020

1
2
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha Panyayang, Kami
panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah melimpahkan rahmat, hidayah,
dan inayah-Nya kepada kami, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ilmu kalam ini
tentang jabariyah.
Makalah ini telah kami susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan makalah ini. Untuk itu kami menyampaikan
banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan makalah ini.
Terlepas dari semua itu, Kami menyadari sepenuhnya bahwa masih ada kekurangan baik
dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena itu dengan tangan terbuka kami
menerima segala saran dan kritik dari pembaca agar kami dapat memperbaiki makalah ini.
Akhir kata kami berharap semoga makalah ilmu kalam ini tentang jabariyah ini dapat
memberikan manfaat maupun inspirasi terhadap pembaca.

Sukoharjo, 29 Agustus 2019


Penyusun

3
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL .......................................................................................................... 1
KATA PENGANTAR ........................................................................................................ 2
DAFTAR ISI....................................................................................................................... 3
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 4
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 4
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 5
C. Tujuan Penulisan ..................................................................................................... 5
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 6
A. Istilah dan Latar Belakang ...................................................................................... 6
B. Sejarah Aliran Jabariyah ......................................................................................... 8
C. Perkembangan Jabariyah ........................................................................................ 9
D. Paham dan Tokoh Jabariyah ................................................................................... 9
1) Jabariyah Ekstrem ............................................................................................. 10
2) Jabariyah Moderat ............................................................................................. 11
E. Argumen Jabariyah ................................................................................................. 13
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 14
A. Kesimpulan ............................................................................................................. 14
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 15

4
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Persoalan Iman (aqidah) agaknya merupakan aspek utama dalam ajaran islam
yang didakwahkan oleh Nabi Muhammad Saw. Pentingnya masalah aqidah ini dalam
ajaran islam tampak jelas pada misi pertama dakwah Rasulullah Saw, ketika berada di
mekkah. Pada periode mekkah ini, persoalan aqidah memperoleh perhatian yang cukup
kuat aha mini persoalan syari’at, sehingga tema sentral dari ayat-ayat al-Quran yang
turun selama periode ini adalah ayat-ayat yang menyerukan kepada masalah keimanan.
Berbicara masalah aliran pemikiran dalam islam berarti berbicara tentang Ilmu
Kalam. Kalam secara harfiah berarti “kata-kata”. Kaum teolog Islam berdebat dengan
kata-kata dalam mempertahankan pendapat dan pemikirannya sehingga teolog disebut
sebagai sebagai mutakallim yaitu ahli debat yang pintar mengolah kata. Ilmu kalam juga
diartikan sebagai teologi Islam atau Ushuluddin, ilmu yang membahas ajaran-ajaran
dasar dari agama. Mempelajari teologi akan aha m seseorang keyakinan yang mendasar
dan tidak mudah digoyahkan. Munculnya perbedaan antara umat Islam. Munculnya
perbedaan antara umat islam. Perbeedaan yang pertama muncul dalam Islam bukanlah
masalah teologi melainkan dibidang politik. Akan tetapi perselisihan politik ini, seiring
dengan perjalanan waktu, meningkat menjadi persoalan teologi.
Perbedaan teologis di kalangan umat islam sejak awal memang dapat mengemuka
dalam bentuk praktis maupun teoritis. Perbedaan itu demikian tampak melalui perdebatan
aliran-aliran kalam yang muncul tentang bebagai persoalan. Tetapi patut dicatat bahwa
perdebatan yang ada umumnya masih sebatas pada aspek filosofis diluar persoalan
keesaan Allah, keimanan kepada para rasul, para malaikat, hari akhir dan berbagai ajaran
nabi yang tidak mungkin lagi ada peluang untuk memperdebatkannya. Misalnya tentang
kekuasaan Allah dan kehendak manusia, kedudukan wahyu dan akal,keadilan Tuhan.
Perbeedaan itu kemudian berbgai macam aliran, yaitu Mu’tazilah, Syiah, Khawarij,
Jabariyah dan Qadariyah serta aliran-aliran lainnya.
Makalah ini akan mencoba menjelaskan Aaliran Jabariyah. Dalam makalah ini
penulis hanya menjelaskan secra singkat dan umum tentang aliran jabariyah. Mencakup

5
didalamnya adalah latar belakang lahirnya sebuah aliran dan ajaran-ajarannya secara
umum.
B. Rumusan Masalah
1) Istilah dan latar belakang aliran jabariyah
2) Sejarah aliran jabariyah
3) Perkembangan aliran jabariyah
4) Faham dan Tokoh jabariyah
5) Argumen jabariyah
C. Tujuan Penulisan
1) Untuk mengetahui Istilah dan latar belakang aliran jabariyah
2) Untuk mengetahui Sejarah aliran jabariyah
3) Untuk mengetahui Perkembangan aliran jabariyah
4) Untuk mengetahui Faham dan Tokoh jabariyah
5) Untuk mengetahui Argumen jabariyah

6
BAB II
PEMBAHASAN
A. Istilah dan Latar Belakang
Kata jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa. Didalam al-munjid
dijelaskan bahwa nama jabariyah berasal dari kata jabara yang berarti memaksa dan
mengharuskan melakukan sesuatu. Kalau dikatakan Allah mempunyai sifat al-jabbar
(dalam bentuk mubalaghah), artinya Allah Maha Memaksa. Ungkapan al-insanmajbur
(bentuk isim maf’ul) mempunyai arti bahwa manusia dipaksa atau terpaksa. Selanjutnya
kata jabara (bentuk pertama), setelah ditarik menjadi jabariah (dengan menambah ya
nisbah), artinya adalah suatu kelompok atau aliran (isme). Lebih lanjut Asy-Syahratsany
menegaskan bahwa paham al-jabr berarti menghilangkan perbuatan manusia dalam arti
yang sesungguhnya dan menyandarkan kepada Allah SWT. Dengan kata lain, manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa Inggris, jabariyah
disebut fatalism atau presdestination, yaitu paham perbuatan manusia telah ditentukan
dari semua oleh qadha dan qadar Tuhan.. (Burhanuddin, 2016:81)
Jabariyah adalah aliran Ilmu Kalam yang kemunculannya terkait dengan
perbuatan manusia dan perbuatan Tuhan. Dalam hal ini, Tuhan Yang Maha Kuasa,
Pencipta alam semesta tentunya mempunyai kehendak yang bersifat mutlak.
Persoalannya, sampai dimanakah manusia bergantung kepada kehendak dan kekuasaan
mutlak Tuhan dalam menentukan perjalanan hidupnya. Apakah manusia diberi kebebasan
untuk mengatur hidupnya, ataukah manusia terikat pada kehendak dan kekuasaan mutlak
Tuhan? Persoalan inilah yang memunculkan lahirnya aliran jabariyah dan Qodariyah. .
(Burhanuddin, 2016:81)
Dalam menanggapi persoalan diatas, kaum Jabariyah berpendapat bahwa manusia
tidak mempunyai kebebasan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia
terikat oleh kehendak mutlak Tuhan. Menurut mereka segala perbuatan manusia telah
ditentukan dari semula oleh Qadha dan Qadar Allah. Artinya, setiap perbuatan yang
dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak manusia, tetapi diciptakan oleh Tuhan
dengan kehendak-Nya. Oleh karenanya manusia tidak mempunyai kebebasan dalam
berbuat, manusia menjadi terpaksa (majbur) dan tidak memiliki kemampuan. Dalam hal

7
ini manusia tidak lebih seperti wayang dan Tuhan sebagai dalangnya.. (Burhanuddin,
2016:82)
Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak bergantung pada kehendak alam.
Inilah yang menyebabkan hidup suburnya sikap hidup fatalistik atau jabariyah dikalangan
bangsa Arab. Ketika Al-Quran turun ditengah-tengah mereka, ternyata Al-Quran itu
sendiri ada yang boleh membawa kepada paham Jabariyah. Ayat tersebut umpamanya
terdapat dalam surah Al-An’am (6) ayat 111

‫َو ل َ ْو أ َن َّ ن َا ن ََّز لْ ن َا إ ِ ل َ يْ ِه مُ الْ َم ََل ئ ِ كَ ة َ َو كَ ل َّ َم ُه ُم الْ َم ْو ت َ ٰى َو َح ش َْر ن َا عَ ل َ يْ ِه ْم‬


‫َّللا ُ َو ٰل َ ِك َّن أ َ ْك ث َ َر ه ُ ْم‬
َّ ‫ي ٍء ق ُب ُ اَل َم ا كَ ا ن ُوا لِ ي ُ ْؤ ِم ن ُوا إ ِ ََّّل أ َ ْن ي َ شَا َء‬ ْ َ‫كُ َّل ش‬
‫ي َ ْج َه ل ُو َن‬
Artinya: “Kalau sekiranya Kami turunkan malaikat kepada mereka, dan orang-
orang yang telah mati berbicara dengan mereka dan Kami kumpulkan (pula) segala
sesuatu ke hadapan mereka, niscaya mereka tidak (juga) akan beriman, kecuali jika
Allah menghendaki, tetapi kebanyakan mereka tidak mengetahui.”
Juga Firman Allah dalam surah as-Saffat(37) ayat 96:

َ‫َّللاُ َخلَقَ ُك ْم َو َما ت َ ْع َملُون‬


َّ ‫َو‬
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat
itu”.”
Demikian pula Firman Allah dalam surah al-Hadid (57) ayat 22:

ٍ ‫ض َو ََّل فِي أ َ ْنفُ ِس ُك ْم ِإ ََّّل فِي ِكتَا‬


‫ب ِم ْن قَ ْب ِل‬ ِ ‫صي َب ٍة فِي ْاْل َ ْر‬
ِ ‫اب ِم ْن ُم‬
َ ‫ص‬ َ َ ‫َما أ‬
َّ ‫أ َ ْن نَب َْرأَهَا ۚ ِإ َّن ٰذَ ِل َك َعلَى‬
‫َّللاِ يَسِير‬
Artinya: “Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.”
Dan juga Firman Allah dalam surat Al-Anfal (8) ayat 17:

َّ ‫ْت َو ٰلَ ِك َّن‬


ۚ ‫َّللاَ َر َم ٰى‬ َ ‫ْت إِ ْذ َر َمي‬ َّ ‫فَلَ ْم ت َ ْقتُلُو ُه ْم َو ٰلَ ِك َّن‬
َ ‫َّللاَ قَتَلَ ُه ْم ۚ َو َما َر َمي‬
‫س ِميع َع ِليم‬
َ َ‫َّللا‬ َ ‫ي ْال ُمؤْ ِمنِينَ ِم ْنهُ بَ ََل اء َح‬
َّ ‫سناا ۚ ِإ َّن‬ َ ‫َو ِليُ ْب ِل‬

8
Artinya: “Maka (yang sebenarnya) bukan kamu yang membunuh mereka, akan
tetapi Allahlah yang membunuh mereka, dan bukan kamu yang melempar ketika kamu
melempar, tetapi Allah-lah yang melempar. (Allah berbuat demikian untuk
membinasakan mereka) dan untuk memberi kemenangan kepada orang-orang mukmin,
dengan kemenangan yang baik. Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha
Mengetahui.”
Akhirnya Firman Allah dalam surat al-Insan (76) ayat 30

َ َ‫َّللاَ َكان‬
‫ع ِلي اما َح ِكي اما‬ َّ ‫َو َما تَشَا ُءونَ إِ ََّّل أ َ ْن يَشَا َء‬
َّ ‫َّللاُ ۚ ِإ َّن‬
Artinya: “Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki
Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Telah disinggung diatas bahwa jabariyah mengajarkan paham bahwa manusia
mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam hal ini, pekerjaan hamba
dinafikan secara hakikat yang kemudian disandarkan kepada allah, ini berarti manusia
tidak mempunyai kebebasan dan kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya tetapi terikat pada kehendak mutlak Tuhan.
B. Sejarah Aliran Jabariyah
Sejarah mencatat bahwa orang yang pertama kali menampilkan paham seperti itu
dikalangan umat islam adalah al-Jad Ibn Dirham. Pandangan Jad Ibn Dirham ini
kemudian disebar luaskan oleh Jahm bin Safwan dari Khurasan. (Yusuf, 2014: 68)
Menurut Jahm bin Safwan, seperti yang diungkapkan oleh Syahristani, manusia tidak
mempunyai kekuasaan untuk berbuaat apa-apa, tidak mempunyai pilihan, manusia dalam
perbuatannya adalah dipaksa dengan tidak ada kekuasaan, kemauan dan pilihan baginya.
Lebih jelas diakatakan bahwa perbuatan manusia itu sebenarnya diciptakan Tuhan dalam
diri manusia yang tidak berbeda dengan gerak yang terdapat dalam benda-benda mati.
Itulah sebabnya, perbuatan manusia pada hakikatnya adalah majazi atau kiasan, tak ada
bedanya dengan gerak, air mengalir, batu bergerak, matahari terbit, dan sebagainya.
(Yusuf, 2014: 69)
C. Perkembangan Jabariyah
Menurut Harun Nasution, bangsa Arab kelihatannya sudah terbiasa dengan paham
Jabariyah, dan tanpa dikemas dalam bentuk teologis sekalipun watak Jabariyah bangsa
Arab tampak sudah melekat dalam diri mereka. Hal ini disebabkan bangsa Arab pada

9
waktu itu bersifat sederhana dan jauh dari ilmu pengetahuan, terpaksa menyesuaikan diri
dengan suasana padang pasir, panas matahari, kering kerontang, dan tanah yang gundul.
Dalam situasi demikian, mereka tidak banyak melihat jalan untuk merobah sekeliling
mereka sesuai dengan keinginan mereka sendiri. Mereka merasa dirinya lemah dan tak
kuasa menghadapi kesulitan-kesulitan hidup yang ditimbulkan oleh suasana padang pasir.
Dalam kehidupan sehari-hari mereka banyak bergantung kepada kehendak alam, dan ini
berimplikasi pada munculnya sikap aha mini. (Burhanuddin, 2016:82)
Dengan demikian dapat dikatakan bahwa sikap aha mini merupakan fenomena
umum bagi bangsa Arab tempo dahulu disebabkan aha m alam dan lingkungannya, alam
dan lingkungannya yang memaksa mereka untuk memiliki tabiat aha min dan
menyandarkan berbagai persoalan sepenuhnya kepada Tuhan. Dalam prespektif ilmu
sosiologi relasi antara fatalism dengan kondisi lingkungan social sedikit banyak
mendapat pembenaran. Seperti halnya dengan “kemiskinan aha mini”, yakni kemiskinan
yang diderita oleh suatu golongan masyarakat karena struktur aha m masyarakat itu tidak
memberikan peluang untuk aha terlibat dalam menggunakan sumber-sumber daya
ekonomi. (Burhanuddin: 82-83)
D. Paham dan Tokoh Jabariyah
Paham jabariyah pertama kali di perkenalkan oleh Ja’ad bin Dirham kemudian
disebarkan oleh Jahm bin Safwan dari Khurasan. Jahm bin Safwan yang terdapat dalam
aliran Jabariyah ini adalah nama yang sama dengan Jahm yang mendirikan aliran
Jahamiyyah dari kalangan murid Syiah Ekstrem. Sejarah mencatat, Jahm bin Safwan
turut dalam gerakan perlawanan terhadap kekuasaan Bani Umayyah. Ia kemudian
ditangkap dan dihukum mati pada tahun 131H. Dan dalam perkembangannya paham ini
dikembangkan oleh tokoh lainnya Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan Ja’ad bin
Dirham. (Burhanuddin, 2016:83)
1) Jabariyah Ekstrem
Menurut Al-Syahrastani (479-548H), aliran Jabariyah dapat dikelompokkan menjadi
dua bagian, kelompok ekstrem (Al-Jabariyah Al-Khalishah) dan moderat (Al-
Jabariyah Al-Mutawassithoh). Diantara tokoh-tokoh Jabariyah Ekstrem adalah Ja’ad
bin Dirham dan Jahm bin Safwan sebagai berikut:
a) Ja’ad bin Dirham

10
Ja’ad bin Dirham adalah guru dari Jahm bin Safwan, yang kepadanya di
nisbahkan kelonpok Jahmiyyah. Akhir hayat Ja’ad bin Dirham mati dibunuh
konon ia disembelih langsung oleh Khalid bin Abdullah Al-Qasri, gubernur Irak
pada masa pemerintahan Bani Umayyah, pada saat hari raya idul adha. Konon
selesai sholat Idul Adha al-Qasri berkhutbah di hadapan kaum muslimin seraya
mengatakan “wahai sekalian manusia, pulanglah kalian lalu sembelihlah binatang
korban, semoga Allah menerima ibadah kami dan kalian. Saya akan menyembelih
Ja’ad bin Dirham, karena dia mengatakan bahwa Allah tidak mengambil Nabi
Ibrahim AS sebagai Khalil dan tidak berbicara kepada Nabi Musa AS. Maha
Tinggi Allah SWT. Atas apa yang dikatakan oleh Ja’ad bin Dirham.” Lalu beliau
turun dan menyembelih Ja’ad bin Dirham. (Burhanuddin, 2016:83-84)
Secara umum doktrin Ja’ad telah diadopsi oleh para penerusnya, terutama
Jahm bin Safwan. Al-Ghurabi, menjelaskan beberapa pokok pikiran Ja’ad bin
Dirham sebegai berikut:
(i) Al-Quran itu adalah makhluk dan karenanya Al-Quran adalah baru
(hadits). Sesuatu yang baru itu tidak dapat disifatkan kepada Allah.
(ii) Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti
berbicara, melihat, dan mendengar. Tuhan juga tidak berbicara kepada
Nabi Musa AS, dan tidak menjadikan Nabi Ibrahim sebagai Khalil
(kekasih).
(iii) Manusia terpaksa oleh Allah dan segala-galanya. (Burhanuddin, 2016:84)
b) Jahm bin Safwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi sebagai berikut:
(i) Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa, ia tidak mempunyai daya,
tidak mempunyai kemampuan sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
Manusia dalam perbuatan-perbuatannya adalah dipaksa, tidak ada
kekuasaan, kemauan, dan tidak pilihan baginya. Perbuatan-perbuatan
diciptakan Tuhan di dalam diri manusia, seperti gerak yang diciptakan
Tuhan dalam benda-benda mati. Oleh karenanya, manusia dikatakan
“berbuat” hanyalah dalam arti kiasan, semisal air mengalir, batu bergerak,
matahari terbit, dan sebagainya. Segala perbuatan manusia merupkan

11
perbuatan yang dipaksakan atas dirinya, termasuk dalam pelaksanaan
kewajiban (taklif), menerima pahala dan siksaan.
(ii) Surga dan neraka tidak kekal (al-jannah wa al nar tabidan wa tafnian)
(iii) Imam adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati, dan kufur adalah
tidak tahu tentang Tuhan. Dalam hal ini, pendapatnya sama dengan konsep
iman yang diajukan kaum Murjiah.
(iv) Kalam Tuhan adalah makhluk. Pendapat Jahm tentang kalam Allah dan
bahwa Allah tidak berkalam adalah sama dengan pendapat yang dianut
oleh kaum qadariyah.
(v) Allah tidak disifati dengan sifat yang serupa dengan makhluk. Allah tidak
disifati dengan sifat hidup dan tahu. Allah hanya disifati sifat Maha Kuasa,
berbuat, dan mencipta. Ini lantaran segala sesuatu selain Allah tidak
disifati dengan sifat kuasa (qudrah), berbuat dan mencipta. (Burhanuddin,
2016:84-85)
Dilihat dari beberapa pendapat diatas, paham Jahm bin Safwan aha
m sama dengan Murjiah, Mu’taazilah, dan beberapa pendapat Asy’ariyah.
Dan diantara pendapat-pendapat tersebut, paham bahwa manusia tidak
mampu berbuat apa-apa dan tidak disifati dengan “kemampuan” apapun
merupakan pendapat Jahm yang paling popular. aha mini sangat
berbahaya sebab berimplikasi kepada pandangan tentang ketekpaksaan
taklif. (Burhanuddin, 2016:85)
2) Jabariyah Moderat
Selain aliran jabariyah eksterm (al-jabariyah al khalishah), al-shahrastani mencatat
pula aliran jabariyah moderat (al-jabariyah al mutawassithah). Diantara tokoh
jabariyah moderat, sebagai berikut:
a. An-Najjar
Nama lengkapnya al Hussain bin Muhammad al an-Najjer (230 H). diantara
mendapat pendapatnya adalah bahwa Tuhan menciptakan segala perbuatan
manusia, baik perbuatan jahat maupun perbuatan baik, hanya saja manusia
mempunyai bagian atau peran dalam mewujudkan perbuatan-perbuatan itu.
Tenaga yang diciptakan dalam diri manusia mempunyai efek untuk mewujudkan

12
perbuatan-perbuatan tersebut. Itulah yang disebut kasb atau acquisition salam
teori al asy’ari. Kemudian tuhan tidak dapat dilihat di akhirat. Akan tetapi an-
Najjar menyatakan bahwa Tuhan dapat saja memindahkan potensi hati (ma’rifat)
pada mata sehingga manusia dapat melihat tuhan.(Burhanuddin, 2016:85-86)
Pendapat an-Najjar tentang kasb mengidikasikan moderatpaham jabariyah,
yang tidak menganggap manusia sebagai wayang yang gerakkannya tergantung
pada dalang. Bagi an-Najjar, tenaga yang diciptakan Tuhan dalam diri manusia
mempunyai efek untuk mewujudkan perbuatan-perbuatan tersebut. Dalam kaitan
ini, mungkin dapat diduga bahwa pandangan al ass’ari tentang “kasb” sebagai
diilhami oleh paham an-najjar, sehingga tidak berlebihan apabila ada yang
mengatakan bahwa paham al asy’ariyah sebagai lebih condong kepada jabariyah.
(Burhanuddin, 2016:86)
b. Ad-Dhirar
Nama lengkapnya adalah Dhirar bin Amr. Tidak diketahui secara
lengkap biografinya. Imam al-Syahrastani memasukan Dhirar al amr sebagai
kelompok jabariyah moderat, karena dhirar ( dan juga an-najjar) memiliki paham
moderat yang menengahi paham qadariyah yang dibawa oleh ma’bad al-juhani
dan ghailan dimisqi dengan paham jabariyah yang dibawa oleh jahm bin
shafwan. (Burhanuddin, 2016:86)
Pendapat dhirar tentang perbuatan manusia bahwa manusia tidak hanya
merupakan wayang yang digerakan dalang. Manusia mempunyai bagian dalam
perwujudan kekuatannya dan tidak semata-mata dipaksa dalam melakukan
perbuatannya. Menurut dhirar, suatu perbuatan dapat ditimbulkan oleh dua
pelaku secra bersamaaan, yakni perbuatan-perbuatan yang diciptakan oleh tuhan
dan kekuatan yang diusahakan (ikatasaba/acquired) oleh manusia. Dengan
katalain, tuhan dan manusia bekerja sama dalam mewujudkan perbuatan-
perbuatan manusia. Dan karenanya, manusia tidak semata-mata terpaksa dalam
melakukan perbuatan-perbuatannya. (Burhanuddin, 2016:86-87)
Mengenai paham tentang melihat Allah di akhirat, ia mengatakan bahwa
tuhan dapat dilihat di akhirat melalui indra keenam. Ia juga berpendapat bahwa
hujjah yang dapat diterima setelah nabi adalah ijmak saja, sedangkan apa yang

13
bersumber dari hadist ahad dipandang tidak dapat dijadikan sumber-sumber
menetapkan. (Burhanuddin, 2016:87)
E. Argumen Jabariyah
Kalangan jabariyah menyandarkan argument-argumenya kepada beberapa ayat Al-Quran,
sebagai berikut:
“mereka sebenarnya tidak percaya sekiranya allah tidak menghendaki”. (QS. Al-
an’Am[6]:113)
“Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu.” (QS. Ash-Shoffa’at
[37]:36)
“tiada suatu bencanapun yang menimpa bumi dan (tidak pula) pada dirimu sendiri
melainkan telah tertulis dalam ktab (lauh mahfudz) sebelum kami menciptakanya.
Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. Al-Hadid [57]:22)
“ bukankah engkau yang melontar ketika engkau melontar (musuh) melainkan Allahlah
yang melontar (mereka).” (QS. Al-Anfal[8]:17)
“dan kamu mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah. Sesungguhnya
Allah adalah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksaba.” (QS. Al-
Insan[76]:30)(Burhanuddin, 2016:87)

14
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Paham jabariyah memandang manusia sebagai makhluk yang lemah dan tidak
berdaya. Manusia tidak sanggup mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Sesuai dengan
kehendak dan pilihan bebasnya. Singkatnya, perbuatan-perbuatan itu hanyalah dipaksakan
Tuhan kepada manusia. Paham jabariyah terbagi menjadi dua kelompok, yaitu Jabariyah
Eksterm, dan Jabariyah Moderat. Tokoh ja’ad bin Dirham dan Jahm bin Shafwan adalah
salah saru tokoh yang mewakilu kelompok jabariyah eksterm. Sedangkan Husain an-Najjar
dan Dhirar bin ‘Amr adalah salah satu tokoh yang mewakili kelompok jabariyah moderat.
Jabariyah berarti menghilangkan perbuatan dari hamba secara hakikat dan
menandarkan perbuatan twersebut kepada Allah SWT. Tokoh pemikirnya adalah al ja’ad
bin Dirham aliran jabariyah ini menganut paham bahwa manusia tidak mempunyai
kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan perbuatannya. Manusia dalam ini bentul
melakukan perbuatan, tetapi perbuatannya itu dalam keadaan terpaksa.

15
DAFTAR PUSTAKA
Burhanuddin,Nunu. 2016. Ilmu Kalam Dari Tauhid Menuju Keadilan. Depok
Kencana,Prenadamedia Group
Yusuf, Yunan. 2014. Alam Pikiran Islam Pemikiran Kalam. Jakarta : Kencana,
Prenadamedia Group

16

Anda mungkin juga menyukai