Disusun Oleh :
Mutoharoh
NIM. 2013110056
Pristina Indaryani Dewi
NIM. 2013110083
Penulis
i
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR ................................................................................................................... i
DAFTAR ISI................................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang .................................................................................................................. 1
B. Rumusan Masalah ............................................................................................................. 1
C. Tujuan ............................................................................................................................... 1
BAB II PEMBAHASAN .............................................................................................................. 2
A. Aliran Qadariyah ............................................................................................................... 2
B. Aliran Jabariyah ................................................................................................................ 3
C. Refleksi Faham Qadariyah dan Jabariyah......................................................................... 5
BAB III PENUTUP ...................................................................................................................... 7
A. Kesimpulan ....................................................................................................................... 7
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................................... 8
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Masalah perbuatan manusia (af’al ai-‘ibad) merupakan salah satu pembicaraan penting
dalam teologi islam. Setiap perbuatan manusia akan mengacu pada daya dan kehendak. Lalu
apakah manusia bebas menentukan perbutan-perbuatannya sesuai dengan kehendak dan dayanya
sendiri, ataukah semua perbuatan manusia sudah ditentukan oleh qadha dan qadhar Tuhan,
persoalan inilah yang kemudian melahirkan paham qadariyah dan jabariyah.
Menurut Ahmad Amin, persoalan ini muncul karena manusia melihat dirinya bebas
berkehendak, melakukan apa saja yang ia suka, dan ia bertanggung jawab atas perbuatan itu.
Namun disisi lain manusia juga melihat bahwa Tuhan mengetahui segala sesuatu yang sedang
terjadi dan yang akan terjadi. Tuhan juga mengetahui kebaikan dan keburukan yang akan terjadi
pada diri manusia. Hal ini menimbulkan asumsi bahwa manusia tidak mampu berbuat apa-apa,
kecuali sesuai dengan apa yang dikehendaki oleh Allah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa itu aliran qadariyah ?
2. Apa itu aliran jabariyah ?
3. Bagaimana refleksi faham qadariyah dan jabariyah ?
C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu aliran qadariyah
2. Mengetahui apa itu aliran jabariyah
3. Mengetahui bagaimana refleksi faham qadariyah dan jabariyah
1
BAB II
PEMBAHASAN
A. Aliran Qadariah
1. Pengertian Aliran Qadariyah
Pengertian qadariyah secara etimologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang
bermakna kemampuan dan kekuatan. Secara terminologi adalah suatu aliran yang percaya bahwa
segala tindakan manusia tidak diinvensi oleh Allah. Aliran ini berpendapat bahwa tiap orang
adalah pencipta bagi segala perbuatannya, ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas
kehendaknya sendiri. Aliran ini lebih menekankan atas kebebasan dan kekuatan manusia dalam
mewujudkan perbuatannya. Harun Nasution menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian
bahwa manusia mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari
pengertian bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan.
Menurut Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang
paham Qadariyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup sebuah perbuatan, yakni baik dan buruk.
2
2) An-Nazzam
Menyatakan bahwa manusia hidup mempunyai daya, dan dengan daya itu ia dapat
melakukan segala sesuatu. Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan
atas kehendaknya sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala
perbuatan atas kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karen itu,
ia berhak mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula
memperoleh hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan disini
disamakan dengan balasan surga kelak di akhirat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka
kelak di akhirat, itu didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan.
Karena itu sangat pantas, orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan
tindakkannya.
Dengan pemahaman seperti ini tidak ada alasan untuk menyadarkan perbuatan kepada
Allah. Diantara dalil yang mereka gunakan adalah banyak ayat-ayat al-qur’an yang berbicara
dan mendukung paham itu.
a. QS al-Kahfi : 29
Maka barangsiapa yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman, dan barangsiapa yang
ingin (kafir) Biarlah ia kafir".
b. QS Ali Imran : 165
Dan Mengapa ketika kamu ditimpa musibah (pada peperangan Uhud), padahal kamu
Telah menimpakan kekalahan dua kali lipat kepada musuh-musuhmu (pada
peperangan Badar), kamu berkata: "Darimana datangnya (kekalahan) ini?"
Katakanlah: "Itu dari (kesalahan) dirimu sendiri". Sesungguhnya Allah Maha Kuasa
atas segala sesuatu.
c. QS ar-Ra'd :11
Sesungguhnya Allah tidak merobah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merobah
keadaan yang ada pada diri mereka sendiri.
d. QS. An-Nisa : 111
Barangsiapa yang mengerjakan dosa, Maka Sesungguhnya ia mengerjakannya untuk
(kemudharatan) dirinya sendiri.
B. Aliran Jabariyah
1. Pengertian Aliran Jabariyah
Secara bahasa Jabariyah berasal dari kata jabara yang memiliki arti memaksa. Di dalam
kamus Munjid dijelaskan nama Jabariyah berasal dari kata jabara yang mengandung arti
memaksa dan mengharuskannya melakukan sesuatu. Secara istilah Jabariyah adalah menolak
segala perbuatan manusia dan menyandarkan segala perbuatan kepada Allah. Dengan kata lain
manusia melakukan secara terpaksa.
Harun Nasution menyatakan , Jabariyah adalah paham yang menyebutkan bahwa segala
sesuatu perbuatan manusia telah ditentukan dari awal oleh Qadha dan Qadar Allah. Maksudnya
adalah bahwa setiap perbuatan yang dikerjakan manusia tidak berdasarkan kehendak sendiri, tapi
sudah ditentukan oleh Allah, di sini manusia dinyatakan bahwa manusia tidak mempunyai
kebebasan dalam berbuat sesuatu, karena tidak memiliki kemampuan atau daya upaya. Aliran
jabariyah ini dimisalkan manusia adalah wayang yang dikendalikan oleh dalang.
3
2. Latar Belakang Lahirnya Jabariyah
Latar belakang lahirnya aliran Jabariyah tidak ada penjelelasan yang menyatakan secara
sarih. Abu Zahra menyatakan bahwa paham ini muncul sejak masa sahabat dan masa Bani
Umayyah. Ketika itu para ulama membicarakan tentang masalah Qadar dan kekuasaan manusia
ketika berhadapan dengan kekuasaan yang mutlak yaitu kekuasaan Allah SWT. Menurut Abu
Zaharah dan Al-Qasimi tokoh utama pencetus aliran Jabariyah adalah Jaham Ibn Safwan. Jaham
mendirikan paham Jabariyah pada abad ke-2 Hijriyah.Jahm berasal dari Persia, setelah ia masuk
Islam kemudian menjadi pegawai al-Harith Ibn Suraij yang merupakan kelompok bendera hitam
yang memberontak pada bani Umayah
Pendapat yang lain menyatakan bahwa paham ini diduga telah muncul sejak sebelum
Islam datang di masyarakat Arab. Kehidupan bangsa Arab yangdiliputi oleh gurun pasir telah
berdampak besar dalam cara hidup mereka. Di tengah bumi yang disinari matahari yang terik
dengan air yang sangat sedikit dan udara yang sangat panas ternyata tidak dapat memberikan
kesempatan bagi tumbuh seperti pepohonan dan dan sayuran tumbuh dengan subur, tapi yang
dapat tumbuh hanya rumput yang kering dan beberapa pohon yang kuat menghadapi panasnya
musim dan udara yang kering.
Harun Nasution menjelaskan bahwa dalam situasi demikian masyarakat arab tidak dapat
melihat jalan keluar untuk mengubah keadaan disekeliling mereka sesuai dengan kehidupan yang
merekainginkan. Mereka merasa lemah dalam menghadapi kesulitan hidupnya. Artinya mereka
banyak yang menggantungkan hidup mereka dengan Alam.
Terlepas dari perbedaan pendapat tentang sumber awal lahirnya aliran ini, dalam Alquran sendiri
banyak terdapat ayat-ayat yeng menunjukkan tentang latar belakang lahirnya paham jabariyah,
diantaranya:
a. QS ash-Shaffat: 96
”Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu".
b. QS al-Anfal: 17
“Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar, tetapi Allah-lah yang
melempar. (Allah berbuat demikian untuk membinasakan mereka
c. QS al-Insan: 30
”Dan kamu tidak mampu (menempuh jalan itu), kecuali bila dikehendaki Allah.
Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha Bijaksana.
Ada sebuah pandangan mengatakan bahwa aliran Jabar muncul karena adanya pengaruh
dari pemikriran orang asing, yaitu pengaruh agama Yahudi bermazhab Qurra dan agama Kristen
bermazhab Yacobit. Dengan demikian, latar belakang lahirnya aliran Jabariyah dapat dibedakan
kedalam dua faktor, yaitu faktor yang berasal dari pemahaman ajaran-ajaran Islam yang
bersumber dari Alquran dan Sunnah, yang mempunyai paham yang mengarah kepada Jabariyah.
Lebih dari itu adalah adanya pengaruh dari luar Islam yang ikut andil dalam melahirkan aliran
ini.
3. Ajaran-ajaran Jabariyah
Adapun ajaran-ajaran Jabariyah dapat dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu ekstrim
dan moderat. Diantara Pemuka Jabariyah ekstrim dan pendapat-pendapatnya adalah:
4
1) Jahm bin Shofwan
Pendapat Jahm yang berkaitan dengan persoalan teologi adalah:
• Manusia tidak mempu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
• Surga den neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Allah.
• Iman adalah ma'rifat untuk membenarkan dalam hati.
• Kalam Tuhan adalah makhluk. Allah tidak mempunyai keserupaan dengan manusia
seperti berbicara, mendengar, dan melihat, dan Tuhan juga tidak dapat dilihat dengan
indera mata di akherat kelak.Aliran ini dikenal juga dengan nama al-Jahmiyyah atau
Jabariyah Khalisah.
2) Ja'ad bin Dirham
Pendapat Ja’ad secara umum sama dengan pendapat Jahm, yaitu:
a. Al-qur’an adalah makhluk dan sesuatu yang baru dan tidak dapat disifatkan kepada
Allah.
b. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan makhluk, seperti berbicara, melihat
dan mendengar.
c. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala hal.
5
liberal dalam Islam. Kedua paham teologi Islam tersebut melandaskan diri di atas dalil-dalil naqli
(agama), sesuai pemahaman masing-masing atas nash-nash agama (Al-quran dan hadits-hadits
Nabi Muhammad) dan aqli (argumen pikiran). Di negeri-negeri kaum Muslimin, seperti di
Indonesia, yang dominan adalah paham Jabariyah. Orang Muslim yang berpaham Qadariyah
merupakan kalangan yang terbatas atau hanya sedikit dari mereka.
Dalam hal musibah gempa dan tsunami baru-baru ini, karena menyikapinya sebagai
kehendak dan perbuatan Allah, bagi yang berpaham Jabariyah, sudah cukup bila tindakan
membantu korban dan memetik "hikmat" sudah dilakukan.
Sedang hikmat yang dimaksud hanya berupa pengakuan dosa-dosa dan hidup selanjutnya
tanpa mengulangi dosa-dosa. Sedang bagi yang berpaham Qadariyah, meski gempa dan tsunami
tidak secara langsung menunjuk perbuatan manusia, namun mengajukan pertanyaan yang harus
dijawab: adakah andil manusia di dalam "mengganggu" ekosistem kehidupan yang menyebabkan
alam "marah" dalam bentuk gempa dan tsunami? Untuk itu, paham Qadariyah membenarkan
suatu investigasi (pencaritahuan), misalnya, dengan memotret lewat satelit kawasan yang dilanda
musibah.
6
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut penulis solusi terhadap pandangan aliran qadariyah dan jabariyah yaitu bahwa
manusia benar-benar memiliki kebebasan berkehendak dan karenanya ia akan dimintai
pertanggung jawaban atas keputusannya, meskipun keputusan tersebut pada dasarnya merupakan
pemenuhan takdir (ketentuan) yang telah ditentukan. Dengan kata lain, kebebasan berkehendak
manusia tidak dapat tercapai tanpa campur tangan Allah SWT. Dalam masalah Iman dan Kufur
ajaran jabariyah yang begitu lemah tetap bisa diberlakukan secara temporal, terutama dalam
langkah awal menyampaikan dakwah islam sehingga dapat merangkul berbagai golongan Islam
yang masih memerlukan pengayoman. Di samping itu pendapat-pendapat jabariyah sebenarnya
didasarkan karena kuatnya iman terhadap qudrot dan irodat Allah SWT, ditambah pula dengan
sifat wahdaniat-Nya.
Sementara bagi qadariyah manusia adalah pelaku kebaikan dan juga keburukan,
keimanan dan juga kekufuran, ketaatan dan juga ketidaktaatan. Dari keterangan ajaran-ajaran
qadariyan dan jabariyah tersebut diatas yang terpenting harus kita pahami bahwa mereka
mengemukakan alasan-alasan dan dalil-dalil serta pendapat yang demikian itu dengan maksud
untuk menghindarkan diri dari bahaya yang akan menjerumuskan mereka ke dalam kesesatan
beragama dan mencapai kemuliaan dan kesucian Allah SWT dengan sesempurna-sempurnanya.
Penghindara itu pun tidak mutlak dan tidak selama-lamanya, bahkan jika dirasa akan berbahaya,
mereka tentunya akan mencari jalan dan dalil-dalil lain yang tepat. Demikian makalah dari kami
yang berjudul “Qodariyah dan Jabariyah” kritik dan saran yang konstruktif sangat kami harapkan
demi perbaikan di masa mendatang.
Sebagai penutup dalam makalah ini. Kedua aliran, baik Qadariyah ataupun Jabariyah
nampaknya memperlihatkan paham yang saling bertentangan sekalipun mereka sama-sama
berpegang pada Alquran. Hal ini menunjukkan betapa terbukanya kemungkinan perbedaan
pendapat dalam Islam.
7
DAFTAR PUSTAKA
Yusran Asmuni, Dira sah Isla miyyah II., 75. M. Romli Arief, Kajian Ahl al-Sunnah, hlm. 69
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hlm. 63
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hlm. 64
Drs. Mustofa, Tauhid, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, 2005, hlm. 88
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hlm. 67-68
Ibid, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, hlm. 88-89
Ibid, Pokja Akademik UIN Sunan Kalijaga, hlm. 91
Rosihan Anwar, Ilmu Kalam, (Bandung: Puskata Setia, 2006), cet ke-2, hlm. 70