Anda di halaman 1dari 32

MAKALAH

TAKDIR DALAM PANDANGAN JABARIYYAH DAN QADARIYYAH


SERTA PENGARUHNYA DALAM PENINGKATAN MUTU SUMBER
DAYA MANUSIA

Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Ilmu Tauhid


Dosen Pengampu : H H. Wawan Setiawan Abdillah S.Pd.i., M.Ag.

Disusun Oleh :

Aghnia Nur Fadhilah 1238010033


Nazwa Putri Arti Kusnaedi 1238010004
Rani Fadhillah 1238010005
Rifki Faturohman 1238010072
Ryan Ardiansyah 1238010057

JURUSAN ADMINISTRASI PUBLIK


FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI BANDUNG
2023
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah puji serta syukur kami panjatkan kepada Allah, atas karena-Nya
kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang membahas mengenai “Takdir dalam
Pandangan Jabariyyah dan Qadariyyah serta Pengaruhnya dalam Peningkatan Mutu
Sumber Daya Manusia” ini dengan tepat waktu. Tidak lupa kami mengucapkan terima
kasih kepada berbagai pihak yang telah memberikan referensi materi untuk penyusunan
makalah kami. Khusunya kepada dosen pengampu mata kuliah Ilmu Tauhid ini, bapak
H H. Wawan Setiawan Abdillah S.pd.i., M.Ag dengan arahan beliau kami dapat
mempelajari lebih banyak mengenai Ilmu Tauhid ini salah satunya dengan membuat
makalah ini.

Kami sangat berharap semoga makalah ini dapat menambah pengetahuan dan
pengalaman bagi pembaca. Bahkan kami berharap lebih jauh lagi agar hasil penyusunan
makalah ini dapat diterima oleh pembaca dan dapat diaplikasikan dalam keperluannya.

Kami menyadari bahwa makalah ini masih banyak kekurangan. Sebagai tim
penulis, kami berharap pembaca bisa memberikan kritik dan saran yang membangun
kami agar penulisan selanjutnya jauh lebih baik.

Bandung, 13 September 2023

Kelompok 7

i
ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................................ii

BAB I..................................................................................................................................1

PENDAHULUAN..............................................................................................................1

1.1 Latar Belakang............................................................................................................1

1.2 Rumusan Masalah.......................................................................................................1

1.3 Tujuan Penelitian........................................................................................................1


BAB II.................................................................................................................................3
PEMBAHASAN.................................................................................................................3
2.1 Pengertian Takdir.......................................................................................................3
2.2 Konsep akdir................................................................................................................4
2.3 Konsep Takdir Menurur Aliran Qadariyyah Dan Jabariyyah..............................5

A. Konsep Takdir...........................................................................................................5

B. Konsep Takdir Jabariyyah.......................................................................................6

C. Konsep Takdir Qadariyyah...................................................................................11


2.4 Pengaruh Positif Takdir Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusi.
...........................................................................................................................................19

A. Pengaruh Positif Takdir Jabariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas


Sumber Daya Manusia.....................................................................................20

B. Pengaruh Positif Takdir Qadariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas


Sumber Daya Manusia.....................................................................................21
2.5 Pengaruh Negatif Takdir Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia
...........................................................................................................................................22

A. Pengaruh Negatif Takdir Jabariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas


Sumber Daya Manusia.....................................................................................23

B. Pengaruh Negatif Takdir Qadariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas


Sumber Daya Manusia.....................................................................................24

BAB III.............................................................................................................................25

PENUTUP........................................................................................................................25
ii
3.1 KESIMPULAN..........................................................................................................25
3.2 KRITIK DAN SARAN..............................................................................................25

DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................26

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Takdir adalah suatu ketetapan Allah akan garis kehidupan seseorang. Setiap orang
lahir lengkap dengan skenario perjalanan kehidupan dari awal hingga akhir yang
tercatat dalam lauhul mahfudz. Namun pemahaman seperti ini belum lengkap, karena
dengan hanya memahami saja dapat menjadikan seseorang bingung dalam menjalani
takdir dan menanganinya.
Kesadaran manusia untuk beragama merupakan kesadaran akan kelemahan
dirinya. Terkait dengan fenomena takdir, maka wujud kelemahan itu adalah manusia
tidak mengetahui akan takdirnya sendiri. Manusia tidak tahu apa yang sebenarnya akan
terjadi. Kemampuan berpikir manusia mungkin mampu membawa kepada perencanaan
yang baik, namun ternyata tidak sesuai dengan kenyatannya. Manusia hanya tahu
takdirnya setelah terjadi. Oleh sebab itu, sekiranya manusia menginginkan perubahan
dalam kehidupannya di dunia, maka Allah memerintahkan untuk selalu berusaha dan
berdoa. Usaha perubahan yang dilakukan itu, apabila berhasil maka Allah melarang
untuk terlalu bahagia karena merasa berhasil atas karyanya sendiri. Bahkan apabila
usaha itu gagal. Allah juga melarang untuk terlalu bersedih apalagi menganggap dirinya
sumber kegagalan, karena Allah juga menganggap itu suatu kesombongan yang
dilarang juga. (QS Al-Hadiid 57:23)
Dan bagaimana konsep takdir mampu meningkatkan Sumber Daya Manusia. Hal
ini akan dibahas pada makalah

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud dengan takdir?

2. Konsep takdir

3. Konsep takdir menurut aliran Qadariyyah dan Jabariyyah

4. Konsep takdir dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia

5. Pengaruh takdir dalam meningkatkan kualitas sumber daya manusia


1.3 Tujuan Penelitian

1
Tujuan penulisan makalah ini, selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Ilmu
Tauhid juga untuk memberi penjelasan kepada pembaca mengenai konsep takdir yang
benar sehingga nantinya pembaca dapat menyikapi takdir yang ada, dan tidak terjebak
pada pemikiran yang sempit sehingga akan menjadi motivasi dalam hidup untuk terus
berusaha dan meningkatkan kualitas diri.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Takdir


Takdir (dalam bahasa Arab: ‫قدر‬, qadar) adalah konsep dalam Islam yang mengacu
pada pandangan bahwa segala sesuatu di alam semesta, termasuk tindakan manusia, telah
ditetapkan atau diatur oleh Allah sebelumnya. Ini mencakup segala aspek kehidupan,
termasuk nasib, kejadian, dan hasil dari tindakan manusia. Konsep takdir adalah bagian
penting dari ajaran Islam dan berfungsi sebagai aspek sentral dalam keyakinan umat
Muslim.
Pengertian Takdir menurut istilah, adalah ukuran yang sudah ditentukan Tuhan sejak
zaman azali baik atau buruknya sesuatu, tetapi boleh saja berubah jika ada usaha untuk
merubahnya. Sehingga, jika Allah telah mentakdirkan demikian, maka itu berarti bahwa
Allah telah memberi kadar/ ukuran/ batas tertentu dalam diri, sifat atau kemampuan
maksimal makhluknya. Kemampuan pada diri manusia inilah yang boleh berubah, dan
terkadang memang mengalami perubahan disebabkan oleh usaha manusia itu sendiri.
Pengertian Takdir menurut istilah tersebut, mencerminkan adanya kemungkinan
perubahan takdir dari Allah swt. Manusia mempunyai kemampuan terbatas sesuai dengan
ukuran yang diberikan oleh Allah kepadanya. Makhluk ini misalnya; ditakdirkan untuk tidak
dapat menembus angkasa luar, tetapi dengan akalnya ia mampu merubah taqdir itu. Yakni
dengan menciptakan suatu alat (wahana) untuk sampai ke sana.
Itulah sebabnya, sehingga M. Quraish Shihab menyatakan bahwa dengan adanya
Takdir tidak menghalangi manusia untuk berusaha menentukan masa depanya sendiri,
sambil memohan bantuan Ilahi.

Pengertian takdir dalam Islam mencakup beberapa poin kunci:


1. Pengetahuan Allah: Allah memiliki pengetahuan yang sempurna tentang semua yang
telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi di masa depan. Tidak ada yang
tersembunyi dari pengetahuan-Nya.
2. Ketetapan Allah: Allah juga dianggap sebagai Yang Maha Kuasa dan Maha
Menentukan. Ia telah menetapkan segala sesuatu dengan kebijaksanaan-Nya.
3. Kebebasan Manusia: Meskipun Allah mengetahui segala sesuatu, manusia memiliki
kebebasan untuk membuat pilihan dan bertindak sesuai dengan kehendak mereka
sendiri. Ini adalah titik di mana konsep takdir dalam Islam sering menghadapi debat

3
dan interpretasi yang beragam.
4. Pertanggungjawaban: Manusia diyakini akan dimintai pertanggungjawaban atas
tindakan dan pilihan mereka di akhirat, dan ini menciptakan kesadaran moral dan
etika dalam kehidupan sehari-hari.

Penting untuk dicatat bahwa pemahaman tentang takdir dalam Islam dapat bervariasi
antara individu dan komunitas, dan ada berbagai interpretasi dan sudut pandang tentang
bagaimana konsep ini harus dipahami. Konsep takdir ini memainkan peran penting dalam
pandangan hidup, moral, dan etika umat Muslim serta memengaruhi cara mereka berinteraksi
dengan dunia dan kehidupan sehari-hari

2.2 Konsep akdir


Sebenarnya, takdir itu sama dengan qada’ dan qadar, yakni sesuatu yang gaib dan
semua manusia di bumi ini tak mampu mengetahui takdir hidupnya. Meskipun ternyata,
terdapat beberapa takdir yang dapat diubah dengan usaha dari manusia itu sendiri. Misalnya,
dari hidup miskin itu dapat diubah dengan bekerja keras maka dapat menjadikan takdirnya
berubah.
Sering ada kata-kata bijak berkaitan dengan takdir, yakni “Tugas manusia itu hanyalah
berusaha sekeras dan sebaik mungkin, untuk hasil cukup serahkan kepada Allah SWT”. Nah,
kata-kata bijak tersebut ternyata benar apa adanya yang secara tidak langsung menegaskan
manusia untuk mengusahakan qada’ supaya dapat menjadi qadarnya.
Konsep takdir (qadar) dalam Islam adalah keyakinan tentang bagaimana Allah
mengetahui, mengatur, dan menentukan segala sesuatu di dunia. Berikut adalah beberapa
poin kunci dalam konsep takdir dalam Islam:
1. Pengetahuan Allah: Allah diyakini memiliki pengetahuan yang sempurna tentang
segala sesuatu yang telah terjadi, sedang terjadi, dan akan terjadi di masa depan.
Tidak ada yang tersembunyi dari pengetahuan-Nya.
2. Ketetapan Allah: Allah juga diyakini sebagai Yang Maha Kuasa dan Maha
Menentukan. Ia telah menetapkan segala sesuatu dengan kebijaksanaan-Nya yang
ilahi.
3. Kebebasan Manusia: Sementara Allah mengetahui segala sesuatu, manusia
memiliki kebebasan untuk membuat pilihan dan bertindak. Manusia memiliki
kebebasan untuk memilih jalannya sendiri.

4
4. Ujian dan Pertanggungjawaban: Konsep takdir memandang bahwa hidup adalah
ujian, dan manusia akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan dan pilihan
mereka. Ini menciptakan kesadaran moral dan etika dalam kehidupan manusia.
5. Doa dan Usaha: Meskipun takdir telah ditentukan oleh Allah, manusia dianjurkan
untuk berdoa dan berusaha dengan sungguh-sungguh. Doa adalah cara untuk
memohon kepada Allah, dan usaha adalah cara untuk menjalani kehidupan dengan
baik.
6. Kesabaran dan Ridha: Konsep takdir juga mengajarkan kesabaran dan redha
terhadap apa yang telah ditetapkan Allah. Manusia diharapkan untuk menerima
segala sesuatu dengan lapang dada, bahkan jika itu sulit atau tidak diinginkan.

Konsep takdir dalam Islam adalah bagian penting dari ajaran agama dan memiliki
dampak yang mendalam pada pandangan hidup dan moral umat Islam. Meskipun dalam
beberapa hal tampak kompleks, konsep ini adalah aspek penting dalam
pemahaman agama Islam.

2.3 Konsep Takdir Menurur Aliran Qadariyyah Dan Jabariyyah

A. Konsep Takdir
Konsep Tauhid Menurut Syaikh Nawawi Al Bantani
Syaikh Nawawi dalam pemikirannya tentang konsep tauhid dapat di katakana Bahwa
beliau merupakan ulama yang paling masyhur. Hal ini terbukti dengan muridnya yang
banyak, demikian juga karya-karyanya. Kemasyhuran nmanya tidak hanya terbatas di
lingkungan klonial Jawa di makkah, tapi juga di Negara-negara Timur Tengah lainnya, di
Asia tenggara, terutama di Indonesia.
Pertama, Konsep tauhid menurut Syaikh Nawawi al-Bantani berkisar pada masalah-
masalah yang antara lain tentang sifat-sifat Tuhan, sebagai bantahan terhadap golongan
Mu’tazilah yang berusaha menghilangkan sifat-sifat Tuhan sebagai jalan untuk memurnikan
tauhid yang harus di imani secara mantap terhadap setiap (sifat) yang pasti dimiliki oleh
Allah, sifat-sifat yang wajib, sifat- sifat yang mustahil serta sifat-sifat yang jaiz. Dia membagi
sifat Allah ke dalam tiga bagian; wjib, mustahil, dan ja`iz;
Kedua, Kontribusi Syaikh nawawi dalam tauhid sangatlah banyak diantaranya:
1. Melalui karya-karyanya yang begitu banyak dan masih di pelajari di pesantren-
pesantren di seluruh Indonesia terutama di pesantren- pesantren salafiyah.

5
2. Melalui dakwah kepada masyarakat dan sampai sekarang ilmu yang di
dakwahkannya masih di pakai. Karena mayoritas penduduk Indonesia ini menganut
aliran asy’ariah yang mana di sebarkannya melalui dakwah beliau.
3. Dengan adanya Yayasan An-Nawawi al-Bantani, Tanara, Banten, sebuah yayasan
yang didirikan pada tahun 1980 oleh keturunan Syaikh Nawawi, sekarang diketuai
oleh K.H. Ma’ruf Amin, Yayasan tersebut memiliki 41 buah kitab karya Syaikh
Nawawi yang telah diterbitkan dan menyebar di berbag
4. Syaikh Nawawi telah berhasil membangkitkan dan menyegarkan kembali ajaran
agama dalam bidang teologi dan berhasil mengeliminir kecenderungan meluasnya
konsep absolutisme Jabariyyah di Indonesia

B. Konsep Takdir Jabariyyah


Dalam Islam, Jabariyyah adalah salah satu aliran pemikiran yang memandang takdir
(qadar) sebagai penuh determinisme. Mereka meyakini bahwa segala sesuatu yang terjadi di
dunia ini, termasuk tindakan dan pilihan manusia, telah ditentukan sepenuhnya oleh Allah,
dan manusia tidak memiliki kebebasan dalam tindakan atau keputusan mereka.
Pandangan Jabariyyah sangat berbeda dengan pandangan mayoritas umat Islam yang
mengakui adanya takdir, tetapi juga menganggap bahwa manusia memiliki kebebasan untuk
membuat pilihan dan bertindak. Pandangan Jabariyyah sering kali dipandang kontroversial
dan dianggap bertentangan dengan ajaran Islam yang mengakui kebebasan kehendak
manusia.
Dalam sejarah Islam, pandangan Jabariyyah telah menjadi subjek kontroversi dan
perdebatan antara berbagai aliran pemikiran dan ulama. Mayoritas umat Islam menolak
pandangan ini dan lebih mendukung konsep takdir yang menggabungkan kebebasan manusia
dalam tindakan mereka dengan pengetahuan dan kehendak Allah.
Penting untuk diingat bahwa pandangan Jabariyyah adalah salah satu dari banyak aliran
pemikiran dalam Islam, dan pandangan ini tidak mewakili pandangan mayoritas umat Islam.
Pandangan tentang takdir dapat bervariasi di antara berbagai kelompok dan sekte
dalam agama ini.

Tokoh Jabariyyah
1. Ja’ad bin Dirham
Ia adalah pencetus paham Jabariyyah, Jahmu bin Shafwan pernah mendalami paham ini

6
bersama Ja’ad bin Dirham. Ibnu Taimiyah menukil dari Imam Ahmad: Dikabarkan bahwa ia
(Ja’d) berasal dari penduduk Harran. Darinyalah, Jahm bin Shafwan mereguk madzhab
orang-orang yang menafikan sifat Allah. Disana, terdapat para tokoh Shabiah (agama samawi
kuno), filosof, dan sisa orang-orang yang menganut paganisme, yang menafikan sifat Allah
dan perbuatan-perbuatannya.
Ibnu Katsir berpendapat, asal usul Ja’d bin Dirham ialah dari Khurasan, Persia.
Kelahirannya tidak diketahui. Kalau bukan karena bid’ah yang diusungnya, sudah tentu ia
tidak menjadi populer. Sejak kecil, tokoh kesesatan ini tumbuh dalam komunitas yang buruk,
yaitu Jazirah Furat. Dalam hal ini, Al Harawi mengatakan: “Adapun Ja’d, ia orang Jazari
tulen. Penisbatan ini mengacu kepada daerah nama Jazirah, yang terletak antara sungai
Dajlah (Trigis) dan Furat (Eufrat), tepatnya di distrik Harran.
Ia seorang maula (bukan Arab asli, mantan budak). As Sam’ani, Az Zabidi dan Ibnu
Atsir secara jelas menyatakan bahwa ia adalah maula Suwaid bin Ghafiah bin Ausajah Al
Ju’fi.
Ia wafat karna dihukum pancung oleh Gubernur Kufah yaitu Khalid bin Abdullah Al
Qasri. Pada waktu itu yang berkuasa ialah Khalifah Hisyam bin Abdul Malik yang terkenal
dengan ketegasannya terhadap ahli bid’ah.
Dokrin-dokrinnya adalah : Allah SWT tidak mempunyai sifat yang serupa dengan
makhluk, seperti berbicara, melihat, dan mendengar dan Manusia terpaksa oleh Allah
dalam segala-galanya.
2. Jahm bin Shafwan
Ia berasal dari Kurasan, Persia dan meninggal tahun 131 H dalam suatu peperangan
dengan Bani Ummayyah dan dia dibunuh. Pendapat-pendapatnya:
a. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan.
b. Surga dan neraka tidak kekal.
c. Iman adalah ma’rifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya sama
dengan konsep iman yang diajukan kaum Murji’ah.
d. Allah Maha Suci dari segala sifat dan keserupaan dengan manusia seperti berbicara,
mendengar dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak dapat dilihat dengan indera mata di
akhirat kelak.
Imam Sa’duddin At Taftazany menyebutkan golongan ini berpendapat bahwa manusia
sekai-kali tidak menguasai dirinya dalam setiap perbuatan, apakah baik atau jahat. Ia tidak
mempunyai kebebasan berkehendak (hurriyatul iradah) dan tidak memiliki kekuasaan untuk

7
berbuat sesuatu.

Jabariyyah Menurut Buku “ Tauhid Ilmu kalam Prof Dr. Sukiman, M.Si. “
Lahirnya aliran Jabariyyah berkaitan erat dengan kondisi alam jazirah Arab yang tandus
dan udara yang panas. Biasanya daerah yang tandus kurang dapat memberikan kehidupan
yang memadai kepada masyarakat karena tumbuh-tumbuhan dan sayur-sayuran tidak dapat
dihasilkan, sehingga masyarakat merasa kurang bergairah, mereka mengupayakan
menyuburkan tanah untuk memakmurkan pertanian.
Demikian juga pengaruh iklim di jazirah Arab ini cukup panas, sehingga menimbulkan
ketidak gairahan masyarakat untuk berusaha secara maksimal untuk meningkatkan tarap
kehidupan. Dari kedua kondisi ini nampaklah bahwa masyarakat Arab Jahiliyah membuat
pasrah dalam menjalani kehidupan ini. Hal ini berarti apabila dilihat dari aspek budaya
ternyata aliran Jabariyyah dipengaruhi oleh kondisi alam yang menyebabkan masyarakat
Arab menjadikan sikap fatalisme atau menyerahkan nasibnya kepada alam lingkungan. Selain
faktor di atas, masalah khilafah dalam Islam juga mempengaruhi sikap atau pendirian kaum
Jabariyyah, meskipun tidak secara langsung perbedaan khilafah melahirkan faham Jabariyyah
ini, melainkan sebagai efek dari persoalan khilafah (kepemimpinan) sepeninggal Rasul tanpa
ada wasiatnya untuk menggantikannya sebagai kepala pemerintahan, meskipun sebagai
Rasulullah tidak dapat digantikan.
Dengan demikian kesempatan inilah yang memberi peluang munculnya aliran-aliran
dalam Islam yang pada gilirannya beralih kepada persoalan ketuhanan. Dari sisi lain bahwa
munculnya aliran Jabariyyah bersumber dari adanya ayat Al-Quran yang berkaitan dengan
jabar serta dikaitkan dengan adanya Allah dengan segala sifat-sifat serta af’al-Nya, sehingga
masing-masing pihak menggelarkan penafsiran tersendiri dengan tidak jarang menimbulkan
pertentangan antar satu golongan dengan golongan yang lain.
Demikianlah maka dari berbagai faktor di atas secara lahiriyah antara satu aliran
dengan yang lainnya, maka demikian juga Jabariyyah dengan prinsip teologi tersendiri yang
mempokuskan persoalan ketuhanan dengan tingkah laku manusia. Dan aliran Jabariyyah
sebagai aliran teologi Islam yang terorganisir tidak dijumpai lagi, meskipun secara ajaran
masih berkembang menurut faham orang-orang tertentu, dan tidak jarang pula ada yang
terseret kepada faham Jabariyyah ini.

Pokok-Pokok Ajarannya
Asal nama Jabariyyah sebenarnya berasal dari kata “Jabari” yang bermakna

8
mengharuskan atau memaksakan,81 dan makna ini berpangkal dari ajaran dasarnya yaitu,
bahwa manusia tidak mempunyai kemerdekaan dalam menentukan kehendak dan
perbuatannya. Manusia dalam faham ini terikat pada kehendak mutlak Tuhan. Dan kehendak
manusia mengerjakan perbuatannya dalam keadaan terpaksa. Dalam bahasa Inggrisnya
paham ini disebut fatalism atau predesnation. Perbuatan-perbuautan manusia telah ditentukan
dari semula oleh qadla dan qadar Tuhan. Faham ini pada awalnya dicetuskan oleh Al-Ma’bad
Al- Jauhani dan dikebangkan oleh Jaham bin Safwan, dan menurut Jaham bahwa manusia
tidak mempunyai daya dan tidak mempunyai kehendak dalam perbuatannya dan yang ada
hanya manusia terpaksa untuk berbuat, sama artinya bahwa perbuatan manusia sama halnya
dengan benda mati dan perbuatan manusia itu pula pada hakikatnya sebagai majasi atau
kiasan.
Dapat dimisalkan bahwa perbuatan manusia seperti seseorang yang diikat tangan dan
kakinya kemudian dilemparkan ke dalam laut dan diperintahkan kepadanya untuk
menyelamatkan diri. Contoh ini sebagai ilustrasi bahwa manusia tanpa ada daya dan kekuatan
untuk berbuat, melainkan ia hanya menjalani kehendak Allah. Syahrastani menegaskan
bahwa pendirian Jabariyyah adalah karena manusia tidak memiliki kudrat (kemampuan) atas
sesuatu dan semua perbuatannya telah diciptakan oleh Allah sehingga tidak ada iradah,
kudrah dan ikhtiyar bagi manusia.Tampaklah betapa lemahnya manusia menurut faham
Jabariyyah, hal ini karena semua perbuatan baik atau jahat telah ditentukan oleh Tuhan
kepadanya sehingga hanya Allah sajalah yang menentukan dan memastikan segala apa yang
diperbuat oleh manusia, dimana semua pekerjaan manusia adalah dengan Qudrah dan Iradah
saja, sedangkan manusia tidak dapat mencampuri sama sekali.
Perkembangan berikutnya pola Jabariyyah ini agak moderat yang dikembangkan oleh
Al-Husen Ibn al-Najjar yang menurutnya bahwa, Tuhan menciptakan perbuatan-perbuatan
manusia meliputi perbuatan jahat maupun perbuatan yang baik, akan tetapi manusia memiliki
bagian untuk menjalankan perbuatan itu, karena Tuhan telah menciptakan suatu daya dalam
diri manusia untuk menjalankan perbuatan-perbuatannya. Aliran Jabariyyah ini menggunakan
beberapa ayat Al-Quran sebagai landasan teologisnya yaitu antara lain:
1. Surat Al-An’am ayat 112 berbunyi:
‫َو َلْو َش ۤا َء َر ُّبَك َم ا َفَع ُلْو ُه َفَذ ْر ُهْم َو َم ا َيْفَتُرْو َن‬
Artinya: “Jikalau Tuhanmu menghendaki, niscaya mereka tidak mengerjakannya,
maka tinggal-kanlah mereka dan apa yang mereka ada-adakan”.
2. Surat Ash Shaffat ayat 96
‫َو ُهّٰللا َخ َلَقُك ۡم َو َم ا َتۡع َم ُلۡو َن‬

9
Artinya: “Pada hal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”
3. Surat Al-Anfal ayat 17
‫َو َم ا َر َم ْيَت ِاْذ َر َم ْيَت َو ٰل ِكَّن َهّٰللا َر ٰم ۚى‬
Artinya: “Dan bukan kamu yang melempar ketika kamu melempar (Allah berbuat
demikian untuk membinasakan mereka)”.
4. Surat Al-Insan ayat 30
‫َو َم ا َتَش ۤا ُءْو َن ِآاَّل َاْن َّيَش ۤا َء ُهّٰللا‬
Artinya: “Dan kamu tidak menghendaki (menempuh jalan itu) kecuali bila
dikehendaki Allah. Sesungguhnya Allah adalah Maha mengetahui lagi Maha
Bijaksana”.
Dari ayat-ayat di atas maka jelas bahwa Allah-lah yang menciptakan perbuatan
manusia, dan manusia hanya menjalani semua ketentuan dari Allah, apakah perbuatan itu
baik atau pun perbuatan jahat, seumpama sedang pada saat itu seorang pencuri mengatakan
perbuatan saya ini adalah ketentuan Tuhan, saya hanya menjalani demikian sebaiknya.

Jabaraiyyah Menurut Buku “ Ilmu Kalam Dr. H. Muhammad Hasbi “


Menurut etimologis kata Jabariyyah berasal dari kata jabara berarti pemaksaan, atau
aliran yang berfaham tidak adanya ikhtiar bagi manusia.1 Sedangkan menurut istilah atau
terminologis dikalangan para ahli teologi adalah suatu aliran atau paham yang berpendapat
bahwa manusia dipaksa oleh Tuhan atau tidak mempunyai kekuasaan dan pilihan sama
sekali.2 Atau manusia dalam kehidupannya serba terpaksa (majbur).

Sejarah munculnya jabariyyah


Para sejarah teolog berpendapat bahwa yang mula-mula membawa paham ini adalah
orang Yahudi.9 Adapun orang Islam yang memperkenalkan paham Jabariyyah ini adalah
Ja’ad bin Dirham yang dihukum mati oleh penguasa pada tahun 124 H.10 Tetapi yang
menyiarkannya adalah Jahm ibn Safwan dari Khurasan. Jahm ibn Safwan ini (disebut Jahm)
yang terdapat dalam aliran paham Jabariyyah ini sama dengan Jahm yang mendirikan
golongan al-Jahmiyah dalam aliran paham Murji’ah dia sebagai sekretaris dari Syuraih ibn al-
Haris, ia turut dalam gerakan melawan kekuasaan Bani Umayyah. Dalam perlawanan ini
Jahm ibn Safwan dapat ditangkap dan kemudian dihukum mati oleh penguasa
pada tahun 131 H.

Jabariyyah Menurut Buku “ Studi Ilmu Kalam 1 Oleh Didin Komarudin M.Ag “

10
Latar Belakang Kemunculan Jabariyyah
Paham al-jabar pertama kali diperkenalkan oleh Ja’d bin Dirham yang kemudian
disebarkan oleh Jahm bin Khurasan. Dalam sejarah teologi islam, Jahm tercatat sebagai tokoh
yang mendirikan aliran Jahmiyah dalam kalangan Murji’ah. Ia duduk sebagai sekertaris
Suraih Umayah. Akan tetapi, dalam perkembangannya paham Al-Jabar ternyata tidak hanya
dibawa oleh dua tokoh di atas. Masih banyak tokoh-tokoh lain yang berjasa dalam
mengembangkan paham ini, diantaranya adalah Al-Husain bin Muhammad An-Najjar dan
Ja’d bin Dhirar.
2. Para Pemuka dan Doktrin-Doktrin Pokok Jabariyyah
a. Jahm bin Shofwan Doktrin-doktrin pokoknya:
1. Manusia tidak mampu untuk berbuat apa-apa. Ia tidak mempunyai daya, tidak
mempunyai kehendak sendiri, dan tidak mempunyai pilihan;
2. Surge dan neraka tidak kekal. Tidak ada yang kekal selain Tuhan;
3. Imam adalah makrifat atau membenarkan dalam hati. Dalam hal ini, pendapatnya
sama dengan konsep imam yang dimajukan kaum Murji’ah;
4. Kalam tuhan adalah mahkluk. Allah maha suci dari segala sifat dan keserupaan
dengan manusia, seperti berbicara, mendengar, dan melihat. Begitu pula Tuhan tidak
dapat dilihat dengan indra mata di akhirat kelak.
b. Ja’d bin Dirham Doktrin-doktrin Pokoknya:
1. Al-Quran adalah mahkluk. Oleh karena itu, dia baru. Sesuatu yang baru tidak dapat
disifatkan kepada Allah;
2. Allah tidak mempunyai sifat yang serupa dengan mahkluk, seperti berbicara,
melihat, dan mendengar;
3. Manusia terpaksa oleh Allah dalam segala-segalanya.

C. Konsep Takdir Qadariyyah


Qadariyyah adalah salah satu aliran pemikiran dalam Islam yang memandang bahwa
manusia memiliki kebebasan untuk membuat pilihan dan bertanggung jawab atas tindakan
mereka, sementara Allah mengetahui apa yang akan mereka pilih.
Dalam pandangan Qadariyyah, Allah memiliki pengetahuan ilahi tentang masa depan,
tetapi manusia memiliki kebebasan untuk melakukan tindakan mereka dengan kehendak
mereka sendiri. Ini adalah bentuk kompromi antara kebebasan manusia dan pengetahuan ilahi
tentang masa depan.

11
Pandangan Qadariyyah sangat berbeda dari pandangan Jabariyyah, yang memandang
bahwa segala sesuatu telah ditentukan sepenuhnya oleh Allah dan manusia tidak memiliki
kebebasan dalam tindakan atau keputusan mereka.
Semua ini adalah subjek dalam teologi Islam yang telah memunculkan banyak
pemikiran dan debat selama sejarah Islam. Penekanan pada pandangan takdir dalam Islam
dapat bervariasi antara kelompok dan individu.

Sejarah munculnya Qadariyyah


Paham Qadariyyah, menurut keterangan ahli-ahli teologi Islam paham Qadariyyah
kenyataannya ditimbulkan pertama kali oleh seorang yang bernama Ma’bad al-Juhany.12
Para peneliti menegaskan bahwa aliran ini muncul dalam Islam untuk pertama kali di Basrah
dalam suasana pertentangan berbagai pendapat dan pemikiran. Dalam kitab Surah al-Uyun
disebutkan, ada yang mengatakan orang yang pertama kali melahirkan paham Qadariyyah
adalah orang Irak, yang namanya Abu Yunus. Mula-mula orang ini beragama Nasrani, lalu
masuk Islam, kemudian murtad kembali ke agamanya. Dari dialah Ma’bad al- Juhany dan
Ghilan al-Diamsyqy menerima paham Qadariyyah ini. Kedua tokoh ini yaitu Ma’bad al-
Juhany dan Ghilan al-Dimasyqy dengan gigih mengembangkan paham Qadariyyah di
daerahnya masing- masing. Ma’bad al-Juhany menjadikan Irak sebagai sasaran
pengembangan paham itu. Sedangkan Ghilan al-Dimasyqy menjadikan Damaskus sebagai
tempat sasaran pengembangan pahamnya itu.

Tokoh Pendiri Aliran Qadariyyah


Sosok yang dalam sejarah tercatat sebagai tokoh pendiri aliran Qadariyyah adalah
Ma'bad Al-Juhani dan Ghaylan Al-Dimasyq. Nama pertama lebih senior daripada yang
kedua.
Ma'bad Al-Juhani yang wafat pada tahun 80 Hijriyah (699 M) lahir di Basrah dan
termasuk generasi tabiin. Ia juga dikenal sebagai muhaddits (ahli hadis). Adapun Ghailan
yang lahir di Damaskus, dan kesohor sebagai orator sekaligus ahli debat ulung, tercatat wafat
pada tahun 105 H (722 M).
Paham Qadariyyah yang dipelopori kedua tokoh itu mulai muncul selepas pergantian
Kekhalifahan Rasyidin ke Dinasti Umayyah. Tepatnya, era setelah perpecahan umat Islam
karena terbunuhnya khalifah Ali bin Abi Thalib, dan Muawiyah bin Abu Sufyan naik takhta
menjadi khalifah pertama dari Dinasti Umayyah.

12
Saat itu, banyak masyarakat muslim tidak setuju dengan gaya politik Muawiyah yang
bertolak jau dari pemerintahan Kekhalifahan Rasyidin. Muawiyah kerap memojokkan oposisi
politiknya. Bahkan, atas kuasa anaknya, Yazid bin Muawiyah, cucu Nabi SAW, Husein bin
Ali dibantai di Karbala.
Menjawab hal tersebut, Muawiyah pun menyatakan apabila ia tidak layak menjadi
pemimpin umat Islam, maka biarlah Allah yang memutuskan, siapa yang akan
menggantikannya menjadi khalifah.
Pemikiran Muawiyah tersebut sejalan dengan aliran Jabariyyah (fatalisme) yang
menyatakan bahwa segala urusan yang terjadi di dunia ini sudah ditentukan oleh takdir.
Muawiyah menganggap bahwa kedudukannya sebagai khalifah terjadi karena ketetapan
Allah SWT. Jika Allah menghendaki untuk mencopot jabatannya, maka ia tak memiliki kuasa
melawan-Nya.
Itulah kenapa, aliran Jabariyyah memperoleh dukungan Muawiyah. Sementara itu,
aliran Qadariyyah diburu habis-habisan. Salah satu pelopor aliran Qadariyyah, Ghaylan Al-
Dimasyą jų sering keluar masuk penjara, hingga ia dihukum mati pada masa Khalifah
Hisyam bin Abdul Malik (724-743 M).
Pengikut Qadariyyah diburu karena mendakwahkan bahwa manusia memiliki kehendak
bebas, serta tidak ditentukan oleh takdir. Pemikiran itu menyerang fondasi teologis yang
menjadi alas legitimasi kekuasaan Dinasti Umayyah.

Qadariyyah Menurut Buku “ Tauhid Ilmu kalam Prof Dr. Sukiman, M.Si. “
Aliran ini dicetuskan oleh Ma’bad Al-Jauhani Al-Bisri di akhir abad pertama hijriyah di
Iraq, beliau sebagai seorang yang alim dan juga menghafal Al-Quran dan Hadits, yang
kemudian dianggap membawa pendapat baru yang bertentangan dengan pola yang dianut saat
itu sehingga ia dibawa oleh Abd. Malik bin Marwan sebagai khalifah, hal ini terjadi tahun 80
hijrah.90Ide barunya itu adalah bahwa Allah tidak mengetahui segala apa juapun yang
diperbuat oleh manusia dan tidak pula yang semua yang dikerjakan manusia ditentukan oleh
Tuhan, bahkan menurut beliau manusia dapat mengetahui dan mewujudkan semua
perbuatannya itu dengan qudrat dan iradat manusia itu sendiri. Karena itu nama Qadariyyah
berasal dari dari pengertian bahwa manusia mempunyai qudrat atau kekuatan untuk
melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian bahwa manusia terpaksa
tunduk pada qadla dan qadar Tuhan.
Dengan demikian aliran Qadariyyah merupakan lawan dari aliran Jabariyyah, sehingga
pendapatnya banyak ditantang oleh masyarakat Arab yang bersikap fatalism, maka sewaktu

13
faham ini masuk ke dalam kalangan mereka menimbulkan goncangan dalam pemikiran
mereka, sehingga faham Qadariyyah ini dianggap bertentangan dengan Islam, dan hal ini
nampak dari hadis yang dipakainya yaitu, hadis ini dianggap sebagai kebencian masyarakat
terhadap aliran Qadariyyah, dan mereka menyatakan sebagai aliran yang sesat dalam islam

Pokok-Pokok Ajaran Qadariyyah


Seperti yang telah diutarakan di atas bahwa penamaan aliran Qadariyyah berkaitan
dengan pengertian bahwa manusia mempunyai qudrah atau kekuatan untuk melaksanakan
kehendaknya. Penamaan inijuga merupakan pendirian pokok dari aliran Qadariyyah yang
pada initinya adalah, bahwa manusia mempunyai kebebasan dan kekuatan sendiri untuk
mewujudkan perbuatan-perbuatannya. Berbeda dengan aliran Jabariyyah, bahwa menurut
Qadariyyah setiap tindakan atau per-buatan manusia ditentukan langsung oleh mausia dengan
bebas (free weel atau free act), baik perbuatan jahat atau perbuatan baik, sehingga Tuhan
tidak ikut campur terhadap perbuatan manusia.
Dan menurut tokoh Qadariyyah yang bernama Ghilan berpendapat bahwa manusia
berkuasa atas perbuatan-perbuatannya, manusia sendirilah yang melakukan perbuatan-
perbuatan baik atas kehendak dan kekuasaannya sendiri dan manusia sendiri pula yang
melakukan atau menjauhi perbuatan-perbuatan jahat atas diri sendiri.
Adapun dalil yang digunakan oleh kaum Qadariyyah:
1. Surat Al-Kahfi ayat 29
‫َو ُقِل اْلَح ُّق ِم ْن َّرِّبُك ْۗم َفَم ْن َش ۤا َء َفْلُيْؤ ِم ْن َّو َم ْن َش ۤا َء َفْلَيْك ُفْۚر‬

Artinya: “Dan katakanlah kebenaran itu datangnya dari Tuhanmu, maka barang siapa
yang ingin (beriman) hendaklah ia beriman dan barang siapa yang ingin (kafir) biarlah
ia kafir”.
2. Surat Surat Fushilat ayat 40 berbunyi:
‫ِاْع َم ُلْو ا َم ا ِش ْئُتْم ۙ ِاَّنٗه ِبَم ا َتْع َم ُلْو َن َبِص ْيٌر‬
Artinya: “Perbuatlah apa yang kamu kehendaki, sesungguhnya Dia Maha Malihat apa
yang kamu kerjakan”. 94
3. Surat Ar-Ra’du ayat 11 berbunyi:
‫ِإَّن ٱَهَّلل اَل ُيَغِّيُر َم ا ِبَقْو ٍم َح َّتٰى ُيَغِّيُرو۟ا َم ا ِبَأنُفِس ِهْم‬
Artinya: “Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka
merobah keadaan”.

Qadariyyah Menurut Buku “ Ilmu Kalam Dr. H. Muhammad Hasbi “

14
Sedangkan menurut bahasa kata Qadariyyah berasal dari kata, qadara, yaqduru, qaderun
artinya memutuskan, menentukan. Atau dari kata qadara, yaqdiru, quderatan, maqdaratan,
maqduratan, maqdiratan artinya memiliki kekuatan dan kekuasaan.3 Jadi asal kata
Qadariyyah mempunyai dua pengertian. Yang pertama berarti menentukan. Dari kata inilah
diambil kata “taqdir”, sesuatu yang telah ditentukan oleh Allah. Sedangkan yang kedua
berarti kekuatan dan kekuasaan. Yang kedua inilah yang identik dengan paham Qadariyyah
yang menyatakan bahwa manusia itu memiliki kekuatan dan kekuasaan untuk menentukan
nasibnya sendiri.

Qadariyyah Menurut Buku “ Studi Ilmu Kalam 1 Oleh Didin Komarudin M.Ag “
Latar Belakang Kemunculan Qadariyyah
Pengertian Qadariyyah secara etomologi, berasal dari bahasa Arab, yaitu qadara yang
bemakna kemampuan dan kekuatan (Rozak & Anwar 2012: 87). Adapun secara terminology
Qadariyyah diartikan sebagai suatu aliran yang percaya bahwa segala tindakan makhluk tidak
diintervensi oleh Allah. Dalam bahasa Inggris Qadariyyah ini diartikan sebagai free will and
free act, bahwa manusialah yang mewujudkan perbuatan-perbuatan dengan kemauan dan
tenaganya.
Aliran ini berpendapat bahwa tiap-tiap orang adalah pencipta bagi segala perbuatannya,
ia dapat berbuat sesuatu atau meninggalkannya atas kehendaknya sendiri. Harun Nasution
(1987: hlm. 31) menegaskan bahwa aliran ini berasal dari pengertian bahwa manusia
mempunyai kekuatan untuk melaksanakan kehendaknya, dan bukan berasal dari pengertian
bahwa manusia terpaksa tunduk pada qadar Tuhan. Sebab itulah faham seperti ini dinisbatkan
dengan istilah Qadariyyah.
Ahmad Amin sebagaimana dikutip oleh Dr. Hadariansyah, orang-orang yang berpaham
Qadariyyah adalah mereka yang mengatakan bahwa manusia memiliki kebebasan
berkehendak dan memiliki kemampuan dalam melakukan perbuatan. Manusia mampu
melakukan perbuatan, mencakup semua perbuatan, yakni baik dan buruk.
Mue nur ut A hmad A min (1924 : hlm 284 ) sebutan Qadariyyah ini diberikan kepada
para pengikut param qadar oleh lawan mereka dengan merujuk pada hadits yang membut
negate nama Qadariyyah. Hadits itu berbunyi:
“Kaum Qadariyyah adalah majusinya umat ini” (H.R. Abu Daud)
Secara history kemunculan Qadariyyah dan siapa tokoh utamanya masih diperdebatkan.
Versi pertama berasal dari Ahmad Amin (Rozak & Anwar 2012: 88) berdasarkan pendapat

15
beberapa ahli teologi bahwa faham Qadariyyah ini pertama kali diperkenalkan oleh Ma’bad
Al-Jauhani dan Ghailan Ad-Dimaskus. Ma’bad Al-Jauhani adalah seorang taba’i yang dapat
dipercaya dan pernah berguru kepada Hasan Al-Bisri. Sementara Ghailan adalah seorang
orator berasal dari Damsakus dan ayahnya menjadi maula Utsman bin Affan.
Versi kedua, masih dikemukakan oleh Ahmad Amin berdasarkan pendapat Ibnu
Nabatah dalam kitabnya Syarh Al-Uyun bahwa faham Qadariyyah ini pertama kali
dimunculkan oleh seorang Kristen Irak yang masuk Islam kemudian kembali kepada Kristen.
Dan dari orang inilahy Ma’bad dan Ghailin mengambil paham Qadariyyah. orang Irak yang
dimaksud sebagai mana dikatakan Muhammad Ibnu Sya’id yang memperoleh informasi
dariAl-Auzaibernama Susan.
Versi ketiga dikemukakan oleh W. Montgomery Watt melalui tulisan Hellmut Ritter
dalam bahasa Jerman yang dipublikasikan melalui majalah Der Islam pada tahun 1933.
Artikel ini menjelaskan bahwa faham Qadariyyah terdapat dalam kitab Risalah dan ditulis
untuk Kholifah Abdul Malik oleh Hasan Al-Basri sekitar tahun 700 M. Hasan Al-Basri (642-
728) adalah anak seorang tahanan di irak. Ia lahir dimadinah, tetapi pada tahun 657, pergi ke
Basrah dan tinggal disana sampai akhir hayatnya. Apakah Hasan Al-Basri termasuk orang
Qadariyyah atau bukan, hal ini memang menjadi perdebatan. Namun, yang jelas, -
berdasarkan catatannya yang terdapat dalam kitab Risalah ini ia percaya bahwa manusia
dapat memilih secara bebas antara baik dan buruk. Hasan yakin bahwa manusia bebas
memilih antara berbuat baik atau berbuat buruk.
Ma’bad Al-Jauhani dan Ghailan Ad- Dimasyqi, menurut Watt, adalah penganut
Qadariyyah yang hidup setelah Hasan Al-Basri. Kalau dihubungkan dengan keterangan Adz-
Dhahabi dalam Mizan Al-I’tidal seperti dikutip Ahmad Amin yang menyatakan bahwa
Ma’bad Al-Jauhani pernah belajar pada Hasan Al-Basri, makasngat mungkin faham
Qadariyyah ini mula-mula dikembangkan hasan Al-Bashri. Dengan demikian, keterangan
yang itulis oleh Ibn Nabatah dalam Syahrul Al-Uyun bahwa faham Qadariyyah berasal dari
orang irak Kristen yang masuk Islam dan kemudian kembali kepada Kristen, adalah hasil
rekayasa orang yang tidak sependapat dengan faham ini agar orang-orang tidak tertarik
dengan pikiran Qadariyyah. Lagi pula menurut Kremer, seperti dikutip Ignaz Goldziher,
dikalangan gereja timur ketika itu terjadi perdebatan tentang butir doktrin Qadariyyah yang
mencekam pikiran para teolognya.
Berkaitan dengan persoalan pertama kalinya Qadariyyah muncul, ada baiknya bila
meninjau kembali pendapat Ahmad Amin yang menyatakan kesulitan untuk menentukannya.
Para peneliti sebelumnya pun belum sepakat mengenai hal ini karna penganut Qadariyyah

16
ketika itu banyak sekali. Sebagian terdapat di irak dengan bukti bahwa gerakan ini terjadi
pada pengajian Hasan Al-Basri. Pendapat ini dikuatkan oleh Ibn Nabatah bahwa yang
mencetuskan pendapat pertama tentang masalah ini adalah seorang Kristen dari irak yang
telah masuk ilam pendapatnya itu diambil olrh Ma’bad dan Ghailan. Sebagaimana lain
berpendapat bahwa faham ini muncul di Damaskus. Di duga di sebabkan oleh pengaruh
orang-orang Kristen yang banyak dipekerjakan di istana-istana Khalifah.

Doktrin-Doktrin Pokok Qadariyyah


Harun Nasution menjelaskan pendapat Ghalian tentang ajaran Qadariyyah, bahwa
manusia berkuasa atas perbuatan-perbutannya. Manusia sendirilah yang melakukan perbuatan
baik atas kehendak dan kekuasaan sendiri dan manusia sendiri pula yang melakukan atau
menjauhi perbuatan- perbutan jahat atas kemauan dan dayanya sendiri.
Dalam kitab Al-Milal wa An-Nihal, pembahasan masalah Qadariyyah disatukan dengan
pembahasan tentang doktrin-doktrin Mu’tazilah, sehingga perbedaan antara kedua aliran ini
kurang begitu jelas. Ahmad Amin juga menjelaskan bahwa doktrin qadar lebih luas di kupas
oleh kalangan Mu’tazilah sebab faham ini juga menjadikan salah satu doktrin Mu’tazilah
menjadi doktrin mereka. akibatnya, seringkali orang menamakan Qadariyyah dengan nama
Mu’tazilah karena kedua aliran ini sama-sama percaya bahwa manusia mempunyai
kemampuan untuk mewujudkan tindakan tanpa campur tangan tuhan.
Dengan demikian bahwa segala tingkah laku manusia dilakukan atas kehendaknya
sendiri. Manusia mempunyai kewenangan untuk melakukan segala perbuatan atas
kehendaknya sendiri, baik berbuat baik maupun berbuat jahat. Oleh karena itu, ia berhak
mendapatkan pahala atas kebaikan yang dilakukannya dan juga berhak pula memperoleh
hukuman atas kejahatan yang diperbuatnya. Ganjaran kebaikan di sini disamakan dengan
balasan surga kelak di akherat dan ganjaran siksa dengan balasan neraka kelak di akherat, itu
didasarkan atas pilihan pribadinya sendiri, bukan oleh takdir Tuhan. Karena itu sangat pantas,
orang yang berbuat akan mendapatkan balasannya sesuai dengan tindakannya.
Faham takdir yang dikembangkan oleh Qadariyyah berbeda dengan konsep yang umum
yang dipakai oleh bangsa Arab ketika itu, yaitu paham yang mengatakan bahwa nasib
manusia telah ditentukan terlebih dahulu. Dalam perbuatannya, manusia hanya bertindak
menurut nasib yang telah ditentukan sejak azali terhadap dirinya. Dengan demikian takdir
adalah ketentuan Allah yang diciptakan-Nya bagi alam semesta beserta seluruh isinya, sejak
azali, yaitu hukum yang dalam istilah al-Quran adalah sunnatullah.
Secara alamiah sesungguhnya manusia telah memiliki takdir yang tidak dapat diubah.

17
Manusia dalam dimensi fisiknya tidak dapat berbuat lain, kecuali mengikuti hukum alam.
Misalnya manusia ditakdirkan oleh Tuhan tidak mempunyai sirip seperti ikan yang mampu
berenang di lautan lepas. Demikian juga manusia tidak mempunyai kekuatan seperti gajah
yang mampu membawa barang dua ratus kilogram. Dengan pemahaman seperti ini tidak ada
alasan untuk menyandarkan perbuatan kepada Allah. Di antara dalil yang mereka gunakan
adalah banyak ayat-ayat al-Quran yang berbicara dan mendukung paham itu, seperti berikut:
1. “Kerjakanlah apa yang kamu kehendaki sesungguhnya Ia melihat apa yang kamu
perbuat”. (Q.S. Al-Kahfi: 29)
‫َو ُقِل اْلَح ُّق ِم ْن َّرِّبُك ْۗم َفَم ْن َش ۤا َء َفْلُيْؤ ِم ْن َّو َم ْن َش ۤا َء َفْلَيْك ُفْۚر ِاَّنٓا َاْعَتْد َنا ِللّٰظ ِلِم ْيَن َناًر ۙا َاَح اَط ِبِهْم ُس َر اِد ُقَهۗا َو ِاْن َّيْس َتِغ ْيُثْو ا ُيَغ اُثْو ا‬
‫ِبَم ۤا ٍء َك اْلُم ْهِل َيْش ِو ى اْلُوُجْو َۗه ِبْئَس الَّش َر اُۗب َو َس ۤا َء ْت ُم ْر َتَفًقا‬
2. “Adakah patut, ketika kamu ditimpa musibah (pada perang Uhud), padahal telah
mendapat kemenangan dua kali (pada perang Badar), lalu kamu berkata: Dari
manakah bahaya ini? Katakanlah, sebabnya dari kesalahan kamu sendiri” (QS. Fush-
Shilat : 40)
‫ِاَّن اَّلِذ ْيَن ُيْلِح ُد ْو َن ِفْٓي ٰا ٰي ِتَنا اَل َيْخ َفْو َن َع َلْيَنۗا َاَفَم ْن ُّيْلٰق ى ِفى الَّناِر َخْيٌر َاَّم ْن َّيْأِتْٓي ٰا ِم ًنا َّيْو َم اْلِقٰي َم ِةۗ ِاْع َم ُلْو ا َم ا ِش ْئُتْم ۙ ِاَّن ٗه ِبَم ا‬
‫َتْع َم ُلْو َن َبِص ْيٌر‬
3. “Sesungguhnya Allah tidak mengubah keadaan suatu bangsa, kecuali juka mereka
mengubah keadaan dari mereka sendiri” (Q.S. Ar-Ra’d : 11)
‫َلٗه ُمَع ِّقٰب ٌت ِّم ْۢن َبْيِن َيَد ْيِه َوِم ْن َخ ْلِفٖه َيْح َفُظْو َنٗه ِم ْن َاْم ِر ِهّٰللاۗ ِاَّن َهّٰللا اَل ُيَغِّيُر َم ا ِبَقْو ٍم َح ّٰت ى ُيَغ ِّيُرْو ا َم ا ِبَاْنُفِس ِهْۗم َوِاَذ ٓا َاَر اَد ُهّٰللا‬
‫ِبَقْو ٍم ُس ْۤو ًء ا َفاَل َم َر َّد َلٗه ۚ َو َم ا َلُهْم ِّم ْن ُد ْو ِنٖه ِم ْن َّواٍل‬
4. “Dan barang siapa melakukan suatu dosa, maka sesungguhnya ia melakukannya
untuk merugikan dirinya sendiri” (Q.S. An-Nisa: 111)
‫َو َم ۡن َّيۡك ِس ۡب ِاۡث ًم ا َفِاَّنَم ا َيۡك ِس ُبٗه َع ٰل ى َنۡف ِسٖهؕ‌ َو َك اَن ُهّٰللا َع ِلۡي ًم ا َح ِكۡي ًم ا‬

Secara terperinci asas-asas ajaran Qadariyyah adalah sebagai berikut :


1. Mengingkari takdir Allah Taala dengan maksud ilmu-Nya.
2. Berlebihan/melampaaui di dalam menetapkan kemampuan manusia dengan
menganggap mereka bebas berkehendak (iradah). Di dalam perbuatan manusia, Allah
tidak mempunyai pengetahuan (ilmu) mengenainya dan ia terlepas dari takdir (qadar).
Mereka menganggap bahwa Allah tidak mempunyai pengetahuan mengenai sesuatu
kecuali selepas ia terjadi.
3. Mereka berpendapat bahwa al-Quran itu adalah makhluk. Ini disebabkan
pengingkaran mereka terhadap sifat Allah.
4. Mengenal Allah wajib menurut akal, dan iman itu ialah mengenal Allah. Jadi menurut

18
faham Qadariyyah, Iman adalah pengetahuan dan pemahaman, sedang amal perbuatan
tidak mempengaruhi iman. Artinya, orang berbuat dosa besar tidak mempengaruhi
keimanannya.
5. Mereka mengemukakan pendapat tentang syurga dan neraka akan musnah (fana'),
selepas ahli syurga mengecap nikmat dan ali neraka menerima azab siksa.
Akar Qadariyyah bersumber dari ketidak mampuan akal mereka dalam memahami
qadar Allah, perintah dan larangannya, janji dan ancamannya, serta mereka mengira hal-hal
seperti itu dilarang untuk difikirkan. Latar belakang timbulnya firqoh Qadariyyah ini sebagai
isyarat menentang kebijaksanaan politik Bani Umayyah yang dianggap kejam dan dzalim.
Apabila firqoh Jabariyyah berpendapat bahwa khalifah Bani Umayyah membunuh orang, hal
itu karena sudah ditakdirkan Allah dan hal ini berarti merupakan “legitimasi” kekejaman
Bani Umayyah, maka firqoh Qadariyyah mau membatasi masalah takdir tersebut. Mereka
mengatakan bahwa kalau Allah itu adil, maka Allah akan menghukum orang yang bersalah
dan memberi pahala kepada orang yang berbuat kebajikan.
Manusia harus bebas memilih dalam menentukan nasibnya sendiri dengan memilih
perbuatan yang baik atau yang buruk. Jika Allah telah menentukan takdir manusia dan
memaksakan berlakunya, maka Allah itu zalim. Mengapa Allah menyiksa manusia karena
sesuatu yang telah ditadirkan dan dipaksakan terjadi oleh-Nya? Karena itu manusia harus
merdeka memilih atau ikhtiar bebas atas perbuatannya. Orang-orang yang berpendapat bahwa
amal perbuatan dan nasib manusia hanyalah tergantung pada takdir Allah saja, selamat atau
celaka sudah ditentukan oleh takdir Allah sebe lumnya, pe ndapa t terseb ut ada la h ke lir u
me nurut mereka. Sebab pendapat tersebut berarti menentang keutamaan Allah dan berarti
menganggap-Nya pula yang menjadi sebab terjadinya kejahatan-kejahatan. Mustahil Allah
melakukan kejahatan. Jadi firqoh Qadariyyah menolak adanya takdir Allah dan berpendapat
bahwa manusia bebas merdeka menentukan perbuatannya.

2.4 Pengaruh Positif Takdir Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

Konsep takdir dalam Islam memiliki pengaruh yang signifikan dalam meningkatkan
kualitas sumber daya manusia (SDM) dalam berbagai cara:
1. Kesadaran Moral: Konsep takdir mengajarkan bahwa manusia bertanggung jawab
atas tindakan dan pilihan mereka. Ini menciptakan kesadaran moral yang kuat, karena
individu menyadari bahwa mereka akan dimintai pertanggungjawaban atas tindakan
mereka di akhirat. Hal ini mendorong mereka untuk melakukan perbuatan baik,

19
menghindari perbuatan buruk, dan meningkatkan kualitas moral mereka.
2. Kepemimpinan dan Etika: Konsep takdir juga menciptakan pemahaman tentang
pentingnya kepemimpinan yang adil dan etika dalam tindakan dan keputusan.
Individu yang memegang konsep ini akan lebih cenderung menjadi pemimpin yang
bertanggung jawab dan adil dalam berbagai konteks, baik dalam kehidupan pribadi
maupun profesional.
3. Ketabahan dan Ketekunan: Konsep takdir mengajarkan pentingnya kesabaran dan
ketekunan dalam menghadapi rintangan dan cobaan. Hal ini membantu individu
mengembangkan sifat-sifat seperti ketabahan dan ketekunan, yang merupakan
kualitas yang sangat berharga dalam mencapai tujuan dan mengatasi kesulitan.
4. Hubungan Sosial yang Baik: Keyakinan dalam takdir juga dapat memengaruhi cara
individu berinteraksi dengan orang lain. Mereka mungkin lebih cenderung untuk
menjalani hubungan yang baik, memaafkan kesalahan, dan berperilaku adil, karena
mereka menyadari bahwa hubungan sosial mereka juga merupakan bagian dari ujian
hidup.
5. Doa dan Ketergantungan pada Allah: Konsep takdir mendorong individu untuk
berdoa dan mengandalkan Allah dalam setiap aspek kehidupan mereka. Ini dapat
memberikan ketenangan batin, rasa percaya diri, dan keterhubungan spiritual yang
kuat, yang dapat meningkatkan kualitas mental dan emosional mereka.
6. Perasaan Tujuan dalam Hidup: Konsep takdir juga dapat membantu individu merasa
bahwa hidup mereka memiliki tujuan dan makna yang lebih besar. Ini dapat
meningkatkan motivasi mereka untuk mencapai tujuan, baik dalam bidang akademik,
profesional, atau pribadi.

Penting untuk diingat bahwa pengaruh konsep takdir dapat bervariasi di antara individu
dan komunitas, tergantung pada pemahaman dan praktik agama mereka. Namun, secara
umum, konsep ini dapat menjadi landasan moral dan etis yang kuat dalam meningkatkan
kualitas SDM dalam konteks masyarakat Muslim.

A. Pengaruh Positif Takdir Jabariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber


Daya Manusia

Takdir jabariyyah, dengan keyakinan bahwa segala sesuatu telah ditentukan oleh Allah,
dapat memiliki beberapa pengaruh positif dalam peningkatan kualitas sumber daya manusia
dalam konteks Islam:

20
1. Kesabaran dan ketenangan: Keyakinan dalam takdir jabariyyah dapat membantu
individu mengembangkan kesabaran dan ketenangan dalam menghadapi cobaan
dan kesulitan dalam hidup. Mereka percaya bahwa segala sesuatu terjadi sesuai
dengan kehendak Allah, yang dapat memberikan ketenangan batin dalam
menghadapi tantangan.
2. Rasa syukur: Pandangan ini dapat meningkatkan rasa syukur terhadap nikmat-
nikmat Allah. Seseorang mungkin lebih menghargai berbagai aspek dalam hidup
mereka, termasuk kemampuan dan peluang yang telah diberikan oleh-Nya.
3. Kepatuhan terhadap ajaran agama: Takdir jabariyyah dapat mendorong individu
untuk lebih taat dalam menjalankan ajaran agama Islam. Mereka percaya bahwa
ketaatan kepada Allah adalah salah satu cara untuk memenuhi takdir-Nya.

4. Keberanian dalam menghadapi tantangan: Dengan keyakinan bahwa segala


sesuatu telah ditentukan oleh Allah, seseorang mungkin merasa lebih berani dalam
menghadapi situasi yang sulit atau bahkan berbahaya. Mereka tahu bahwa nasib
mereka ada dalam tangan Allah.

Namun, perlu dicatat bahwa pandangan tentang takdir dalam Islam dapat bervariasi,
dan tidak semua orang Muslim mengadopsi takdir jabariyyah dengan cara yang sama.
Beberapa mungkin memiliki pandangan yang lebih moderat tentang hubungan antara takdir
dan kebebasan manusia. Selain itu, dampak positif atau negatif dari takdir dalam peningkatan
kualitas sumber daya manusia dapat sangat dipengaruhi oleh bagaimana keyakinan ini
diinterpretasikan dan diterapkan oleh individu.

B. Pengaruh Positif Takdir Qadariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber


Daya Manusia

Dalam pandangan Qadariyyah (kadari), konsep takdir (qadar) dipahami dengan cara
yang berbeda dibandingkan dengan pandangan Jabariyyah yang lebih deterministik.
Qadariyyah meyakini bahwa Allah memang mengetahui semua yang akan terjadi di dunia ini,
termasuk tindakan manusia, tetapi manusia memiliki kebebasan untuk membuat pilihan dan
bertanggung jawab atas tindakan mereka.
Pandangan Qadariyyah menekankan peran kehendak manusia dalam mengambil
keputusan dan tindakan mereka. Ini berarti bahwa manusia memiliki kemampuan untuk
memilih dan bertanggung jawab atas tindakan mereka, sementara Allah mengetahui apa yang

21
akan mereka pilih. Ini adalah bentuk kompromi antara kebebasan manusia dan pengetahuan
ilahi.
Dalam konteks peningkatan mutu sumber daya manusia (SDM), pandangan Qadariyyah
dapat memiliki dampak yang lebih positif daripada pandangan yang sangat deterministik.
Beberapa dampak yang mungkin terjadi dalam pandangan Qadariyyah adalah:
1. Inisiatif dan tanggung jawab: Keyakinan bahwa manusia memiliki kebebasan dalam
tindakan mereka dapat mendorong inisiatif dan rasa tanggung jawab terhadap
tindakan mereka.
2. Pengembangan pribadi: Manusia yang menganggap diri mereka memiliki kebebasan
dalam tindakan mereka mungkin lebih mendorong untuk belajar, berkembang, dan
meningkatkan diri.
3. Pendekatan pendidikan: Pandangan ini sesuai dengan pendekatan pendidikan yang
mendorong individu untuk berpikir secara kritis, membuat pilihan, dan meraih potensi
mereka.
4. Perasaan kontrol: Manusia yang percaya bahwa mereka memiliki kontrol sebagian
atas tindakan mereka mungkin memiliki perasaan yang lebih kuat atas hidup mereka.
5. Kemandirian : Qadariyyah mengajarkan bahwa manusia memiliki kebebasan untuk
membuat pilihan dan bertanggung jawab atas tindakan mereka. Ini dapat mendorong
individu untuk bertanggung jawab atas tindakan mereka dan berusaha untuk
melakukan yang baik.
6. Optimisme: Pandangan Qadariyyah dapat menginspirasi optimisme, karena mereka
meyakini bahwa manusia memiliki kemampuan untuk mengubah takdir mereka
melalui doa, usaha, dan kebaikan.
7. Empati dan Kepedulian: Keyakinan bahwa manusia memiliki kebebasan pilihan dapat
mendorong empati terhadap orang lain yang menghadapi kesulitan, karena
Qadariyyah meyakini bahwa kita harus membantu mereka dalam menghadapi takdir
buruk

Pandangan Qadariyyah memungkinkan konsep kebebasan manusia dan tanggung jawab


pribadi untuk tetap relevan dalam pengembangan pribadi dan peningkatan mutu SDM.
Meskipun ini adalah salah satu pandangan dalam Islam, ia tidak selalu diadopsi oleh semua
orang atau kelompok, dan pemahaman individu tentang konsep ini dapat bervariasi.

22
2.5 Pengaruh Negatif Takdir Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber Daya Manusia

Pengaruh negatif takdir dalam konteks meningkatkan kualitas sumber daya manusia
dapat menghambat perkembangan dan potensi manusia jika tidak dihadapi dengan bijak.
Berikut adalah beberapa pengaruh negatif takdir dalam hal ini:
1. Kurangnya motivasi dan usaha: Jika seseorang memahami takdir sebagai segala
sesuatu yang sudah ditentukan dan tidak dapat diubah, maka mereka mungkin
kehilangan motivasi untuk belajar, berkembang, atau bekerja keras. Ini dapat
menghambat kemajuan dan peningkatan kualitas sumber daya manusia.
2. Ketidakbertanggungjawaban: Pandangan ekstrem tentang takdir dapat digunakan
sebagai pembenaran untuk tidak bertanggung jawab atas pendidikan, pekerjaan, atau
perkembangan pribadi. Orang mungkin berpikir bahwa mereka tidak perlu berusaha
karena semuanya sudah ditentukan.

3. Penolakan terhadap inovasi: Jika seseorang percaya bahwa segala sesuatu sudah
ditentukan oleh takdir, mereka mungkin enggan mencoba hal-hal baru atau inovasi.
Hal ini dapat menghambat kemajuan dalam berbagai bidang, termasuk ilmu
pengetahuan, teknologi, dan budaya.

Namun, perlu dicatat bahwa pandangan tentang takdir dalam banyak tradisi agama dan
filosofi dapat lebih seimbang. Sebagian besar tradisi mengajarkan bahwa sementara ada
aspek-aspek takdir, manusia juga memiliki kebebasan, tanggung jawab, dan kemampuan
untuk berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia. Oleh karena itu, penting
untuk memahami takdir sebagai bagian dari pandangan yang lebih luas tentang peran
manusia dalam mengelola hidup mereka dan berkontribusi pada masyarakat. Ini dapat
membantu menghindari pengaruh negatif takdir dalam pengembangan sumber daya manusia.

A. Pengaruh Negatif Takdir Jabariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber


Daya Manusia

Dalam pandangan Jabariyyah, takdir (qadar) dipahami sebagai determinisme penuh, di


mana segala sesuatu, termasuk tindakan dan keputusan manusia, telah ditentukan sepenuhnya
oleh Allah. Dalam konteks ini, manusia dianggap tidak memiliki kebebasan dalam tindakan
atau keputusan mereka. Ini adalah pandangan yang sangat kontroversial dalam Islam dan
sering dianggap sebagai pandangan minoritas yang bertentangan dengan mayoritas

23
pemahaman Islam.
Pengaruh pandangan Jabariyyah terhadap peningkatan mutu sumber daya manusia
(SDM) dapat menjadi negatif, terutama dalam konteks pendidikan dan pengembangan
pribadi. Beberapa dampak yang mungkin terjadi adalah:
1. Kurangnya inisiatif: Jika seseorang percaya bahwa semua yang terjadi sudah
ditentukan dan bahwa mereka tidak memiliki kebebasan untuk meraih tujuan mereka,
ini dapat menghambat inisiatif dan motivasi untuk belajar dan berkembang.
2. Rasa tanggung jawab yang rendah: Ketika seseorang merasa bahwa tindakan mereka
tidak memiliki konsekuensi karena semuanya telah ditentukan, mereka mungkin
kurang memiliki rasa tanggung jawab terhadap tindakan mereka sendiri.
3. Kurangnya perkembangan pribadi: Keyakinan dalam determinisme penuh dapat
mendorong seseorang untuk mengabaikan upaya untuk mengembangkan diri, karena
mereka mungkin merasa bahwa hasilnya tidak dapat diubah.
4. Potensi konflik dengan nilai-nilai pendidikan: Pandangan Jabariyyah bisa
bertentangan dengan pendekatan pendidikan yang mendorong kebebasan berpikir,
inovasi, dan pengembangan diri.

Sebaliknya, mayoritas pemahaman Islam tentang takdir mengakui kebebasan manusia


dalam tindakan mereka dan menekankan pentingnya upaya manusia untuk meningkatkan diri
dan memenuhi potensinya. Oleh karena itu, pandangan yang lebih umum dalam Islam dapat
lebih mendorong upaya peningkatan mutu SDM dan perkembangan pribadi.
Penting untuk dicatat bahwa pandangan dan interpretasi individu tentang agama dapat
bervariasi, dan tidak semua orang yang mengidentifikasi diri mereka sebagai Jabariyyah akan
mengalami dampak yang sama. Namun, dalam banyak kasus, pandangan deterministik yang
ekstrem dapat menghambat perkembangan pribadi dan peningkatan mutu SDM.

B. Pengaruh Negatif Takdir Qadariyyah Dalam Meningkatkan Kualitas Sumber


Daya Manusia

Pandangan Qadariyyah tentang takdir dalam Islam juga memiliki beberapa dampak
negatif, yang telah mendapatkan kritik dan perdebatan dalam sejarah Islam. Beberapa
dampak negatif tersebut meliputi:
1. Penolakan terhadap Konsep Ketentuan Allah: Kritik terhadap Qadariyyah mencakup
pandangan bahwa aliran ini dapat mengurangi kebesaran dan kekuasaan Allah, karena
mereka berpendapat bahwa manusia memiliki kebebasan mutlak untuk mengubah

24
takdir mereka. Ini bisa dianggap sebagai pengurangan dari konsep takdir ilahi.
2. Potensi untuk Ketidakpedulian: Beberapa kritikus berpendapat bahwa pandangan
Qadariyyah dapat memunculkan perilaku ketidakpedulian terhadap ketaatan agama
dan perbuatan baik, karena individu mungkin merasa bahwa tindakan mereka tidak
tergantung pada kehendak Allah.
3. Ketidakjelasan Moral: Beberapa orang berpendapat bahwa pandangan Qadariyyah
dapat mengaburkan batasan moral, karena jika manusia dianggap memiliki kebebasan
penuh tanpa campur tangan Allah dalam tindakan mereka, maka pertanyaan tentang
moralitas menjadi lebih rumit.
4. Potensi Kesalahpahaman: Pandangan Qadariyyah juga dapat disalahpahami sebagai
mengabaikan atau meremehkan takdir ilahi. Hal ini bisa menyebabkan perpecahan
dan perdebatan di antara pemeluk agama Islam.

Harap diingat bahwa pandangan ini dapat dilihat dari berbagai sudut pandang, dan
beberapa orang mungkin memiliki pandangan yang berbeda tentang dampak positif dan
negatif dari Qadariyyah. Hal ini juga tergantung pada bagaimana pandangan ini diterapkan
dan diinterpretasikan oleh individu dalam praktek sehari-hari.

25
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN

Takdir dalam konteks Qadariyyah dan Jabariyyah adalah dua pandangan yang berbeda
dalam Islam tentang peran kehendak Allah dan peran manusia dalam perjalanan hidup
mereka. Berikut adalah kesimpulan singkat tentang keduanya:
1. Takdir Qadariyyah: Pandangan Qadariyyah menyatakan bahwa segala sesuatu telah
ditakdirkan oleh Allah sejak awal. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih
tindakan mereka, tetapi Allah telah mengetahui semua pilihan yang akan dibuat
manusia. Takdir Qadariyyah menggarisbawahi kehendak Allah yang telah ditentukan
sebelumnya, tetapi tetap memberikan manusia kebebasan bertindak.
2. Takdir Jabariyyah: Pandangan Jabariyyah, di sisi lain, cenderung menekankan bahwa
manusia tidak memiliki kebebasan sejati dalam tindakan mereka. Semua tindakan
manusia adalah hasil dari kehendak Allah, dan manusia hanya berperan sebagai "alat"
dalam tindakan tersebut. Dalam perspektif Jabariyyah, manusia tidak memiliki
kebebasan untuk memilih.
Kesimpulannya, perbedaan utama antara Qadariyyah dan Jabariyyah terletak pada
tingkat kebebasan manusia dalam tindakan mereka. Qadariyyah mengakui kebebasan
manusia dalam pilihan mereka, meskipun Allah telah mengetahui pilihan-pilihan tersebut
sebelumnya. Sementara itu, Jabariyyah menganggap bahwa manusia tidak memiliki

26
kebebasan sejati dan tindakan mereka sepenuhnya ditentukan oleh Allah. Pemahaman dan
penerimaan terhadap salah satu pandangan ini dapat bervariasi dalam pemahaman dan
keyakinan individu dalam Islam.

3.2 KRITIK DAN SARAN

Dalam penulisan makalah ini, pastinya masih banyak terdapat kekurangan. Untuk itu,
kami memohon kritik dan saran yang membangun supaya dalam penulisan makalah
berikutnya dapat kami lakukan dengan lebih baik lagi.

DAFTAR PUSTAKA

https://an-nur.ac.id/qadha-dan-qadr-menurut-jabariyah/
https://m.kumparan.com/amp/berita-update/pengertian-qadariyah-dan-tokoh-tokohnya-
dalam-sejarah-islam-1xOWP5tRBW7
https://id.scribd.com/document/537807532/Makalah-9-Konsep-Takdir-dalam-Pandangan-
Jabariyah-dan-Qadariyah-serta-Pengaruhnya-dalam-Peningkatan-Mutu-Sumber-
Daya-Manusia
http://repositori.iain-bone.ac.id/701/1/ILMU%20KALAM.%20Dr.%20H.%20MUHAMMAD
%20HASBI%20i.pdf
https://journal.uinsgd.ac.id/index.php/jaqfi/article/download/4251/2509
https://repository.uin-suska.ac.id/27104/1/Shabri%20Shaleh%20Anwar%20-%20Ilmu
%20Kalam.pdf
http://repositori.iainbone.ac.id/701/1/ILMU%20KALAM.%20Dr.%20H.%20MUHAMMAD
%20HASBI%20i.pdf
https://media.neliti.com/media/publications/99573-ID-pengaruh-pola-pikir-jabariyah-dalam-
kehi.pdf
https://chat.openai.com/c/4345a317-aabe-47c0-b820-ea05b7c6ebb6

27

Anda mungkin juga menyukai