Anda di halaman 1dari 17

Tugas Kelompok 6 Dosen Pengampu,

Akidah Akhlak Nurhayati,S.Ag.M.Hum

“Aqidah Islam Tentang


QADHA DAN QADAR”

Oleh:

ZULFAIDI (12110514622)

FEBRIANI (12110523897)

PUTRI ASEHA (12110523492)

Kelas : PMT 1.A

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN


SYARIF KASIM RIAU

2021 M/1443 H

i
KATA PENGANTAR

Alhamdulillah dengan rasa syukur atas kehadirat ALLAH SWT dengan


rahmat dan karuniah-Nya makalah ini telah selesai kami susun sebagai penunjang
dan tambahan dalam kegiatan belajar. Shalawat beserta salam semoga tetap
terlimpah curahkan kepada Nabi Muhammad SAW, kepada keluarga, para
sahabatnya, para tabi’in dan tabi’atnya, juga tak lupa kepada kita selaku umatnya,
Amin.

Makalah ini kami susun sebagai penunjang tambahan dalam kegiatan belajar
khusus untuk mahasiswa kelompok kerja makalah ini, dan umumnya mahasiswa/i
Program Studi Pendidikan Matematika.

Kami ucapkan terima kasih kepada Ibu Dosen Nurhayati,S.Ag.M.Hum. yang


telah membimbing kami. Dengan menggunakan makalah ini semoga kegiatan
belajar dalam memahami dan dapat lebih menambah sumber-sumber
pengetahuan. kami sadar dalam penyusunan makalah ini belum bisa dikatakan
mencapai tingkat kesempurnaan, untuk itu kritik dan saran tentu kami butuhkan.
Mohon maaf apabila ada kesalahan cetak atau kutipan-kutipan yang kurang
berkenan.Terimakasih.

Pekanbaru, 17 September 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.........................................................................................i

DAFTAR ISI........................................................................................................ii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang........................................................................................ 1


1.2 Rumusan Masalah................................................................................... 2
1.3 Tujuan...................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qadha,Qadar dan Takdir....................................................... 3


2.2 Hubungan Ikhitiar Manusia dengan Takdir............................................ 7
2.3 Hikmah Beriman dengan Takdir............................................................. 9

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan..............................................................................................12
3.2 Saran........................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................13

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kita sebagai umat muslim hanya sebatas memahami kosep dari qadha dan
qadar Allah namun tidak mendalami dari konsep tersebut.bahwasanya Umat Islam
memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan Tuhan yang harus diimani
sebagaimana dikenal dalam rukun iman. Penjelasan tentang takdir hanya dapat
dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah melalui Al Quran dan Al
Hadits. Secara keilmuan umat Islam dengan sederhana telah mengartikan takdir
sebagai segala sesuatu yang sudah terjadi. Kesadaran manusia untuk beragama
merupakan kesadaran akan kelemahan dirinya. Ibnu Abbas pernah berkata, “
Qadar adalah nidzam (aturan) tauhid. Barangsiapa yang mentauhidkan Allah dan
beriman kepada qadar, maka tauhidnya sempurna. Dan barangsiapa yang
mentauhidkan Allah dan mendustakan qadar, maka dustanya merusakkan
tauhidnya ” (Majmu’ Fataawa Syeikh Al-Islam). Untuk memahami konsep takdir,
jadi umat Islam tidak dapat melepaskan diri dari dua dimensi pemahaman takdir.
Kedua dimensi dimaksud ialah dimensi ketuhanan dan dimensi kemanusiaan.
Mempelajari atau dengan memahami materi tentang iman kepada qada dan qadar
ini, kita dapat memperoleh banyak manfaat. Salah satu diantara sekian banyak
manfaat mempelajari iman kepada qada dan qadar adalah memperkuat iman dan
meningkatkan ketaqwaan kepada Allah SWT. Bukan sebaliknya, mempelajari
iman kepada qada dan qadar malah membuat seseorang menjadi putus asa dan
patah semangat. Setiap manusia tidak ada yang mengetahui qada dan qadar Allah
yang akan terjadi pada masing-masing individu.
Takdir itu berasal dari akar kata qadara yang berarti memberi kadar,
mengukur atau ukuran. Yang mana Allah telah menetapkan kadar, ukuran atau
batas tertentu pada diri, sifat dan kemampuan makhluk-Nya. Semua makhluk
Allah swt telah ditetapkan takdirnya dan Allah menunjukkan arah yang mereka
tuju, seperti yang tercantum dalam surat Al-A’la (87) : 1-3 Artinya: “Sucikanlah
nama Tuhanmu Yang Mahatinggi, yang menciptakan (semua mahluk) dan
menyempurnakannya, yang memberi takdir kemudian mengarahkan(nya)".2
Takdir merupakan sebuah sebutan atas pengetahuan Allah swt, dalam hal ini
pengetahuan Allah swt yang meliputi seluruh alam. Allah swt menulis segala
peristiwa yang terjadi pada tempat dan waktu tertentu, baik kepada alam maupun
manusia. Bukan berarti Allah memaksa kita melakukannya akan tetapi kita
menginginkan lalu melakukannya. Takdir Allah swt hanya untuk menyelaraskan
takdir dengan keinginan manusia.3 Manusia diberkahi kelebihan akal untuk
mampu membedakan antara perbuatan baik dan perbuatan buruk, Allah swt hanya
membimbing kita menuju amal kebaikan yang menyebabkan kita mempunyai
keinginan dan kemudian melakukannya. Amal kebaikan kita didapat melalui

1
keimanan, ketaatan yang tulus dan berdo’a agar selalu mendapatkan ridha Allah
swt.
Dari penjelasan di atas kita harus lebih memahami qadha,qada dan
takdir.agar tidak terjadi kesalahan atas apa yang kita jalani.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa yang dimaksud qadha, qadar dan taqdir ?
2. Apa yang hubungan ikhtiar manusia dengan taqdir?
3. Apa saja hikmah beriman kepada taqdir?

1.3 Tujuan
1. Dapat mengetahui apa yang dimaksud dengan qadha, qadar dan taqdir.
2. Dapat mengetahui hubungan ikhtiar manusia dengan taqdir.
3. Dapat mengetahui hikmah beriman kepada takdir.

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian Qadha,Qadar dan Takdir


A. Qadha dan Qadar.
Qadha dan qadar merupakan salah satu rukun iman yang wajib hukumnya
untuk diyakini secara penuh oleh segenap umat islam sebagaimana diriwayatkan
dalam hadist dari ibnu Al-Khattab ra. bahwa Rasulullah SAW di tanya oleh
seorang laki-laki,yaitu malaikat yang menyerupai manusia:
Wahai Muhammad apakah iman itu? Beliau menjawab: ‘Engkau beriman
kepada Allah, malaikat-Nya, para Raul-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, qadar
yang baik maupun yang buruk. ’ Ia berkata: ‘Engkau benar’. Maka kami pun
merasa keheranan, ia yang bertanya ia pula yang membenarkannya (HR. Ibnu
Majah dan HR. At-Tirmizi).1 Demikian pula halnya degan para sahabat, mereka
sepakat bahwa iman kepada qadar merupakan suatu hal yang sangat prinsipil bagi
umat muslim. Hal ini terungkap dalam hadist.
Telah menceritakan kepada kami Muhammad bin Katsir berkata, telah
mengabarkan kepada kami Sufyan dari Abu Sinan dari Wahb bin Khalid Al
Himshi dari ibnu Ad Dailami ia berkata: ”Aku mendatangi Ubay bin Ka’ab,lalu
aku katakana kepadanya,ada sesuatu yang mengganjal dalam hatiku tentang
perkara takdir,maka ceritakanlah kepadaku tentang sesuatu semoga allah
menghilangkan keresahan itu daridalam hatiku”
Ia menjawab, ‘jika Allah menyiksa semua makhluk yang ada di langit dan
di bumi, maka itu bukanlah suatu kezaliman yang Ia lakukan atas mereka,dan
sekiranya Dia memberi rahmat kepada mereka,sesungguhnya rahmatnya adalah
lebih baik dari amalan yang mereka lakukan.jika engkau bersedekah dengan
emas sebesar gunung uhud dijalan Allah,maka Allah tidak akan menerimanya
hingga engkau beriman dengan takdir.dan engkau mmengetahui bahwa apa saja
yang di takdirkan menjadi bagian mu tidak akan meleset dari mu.dan apa yang
tidak di takdirkan untuk menjadi bagianmu tidak akan engkau dapatkan. Jika
engkau meninggal bukan di atas keyakinan yang demikian ini, maka engkau akan
masuk neraka’.
Abu Ad Dailami berkata, ‘kemudian aku mendatangi Abdullah bin
Mas’ud, lalu ia mengatakan seperti itu pula. Aku mendatangi Hudzaifah Ibnul
Yaman, lalu ia mengatakan seperti itu pula.lalu ia mendatangi Zaid bin
Tsabit,lalu ia menceritakan kepadaku sebuah hadist Nabi saw,seperi itu pula.”
(HR. Abu Dawud).

1
Abdullah, 2020:hal_2

3
Banyak kaum muslim yang memaknai istilah al-qadha dan al-qadar
dengan ungkapan “takdir”, yakni sesuatu yang telah menjadi kehendak sang
pencipta.jika ditelaah lebih jauh, kedua konsep ini memiliki makna yang berbeda.
Dalam arti bahasa, qadha berarti keputusan atau ketetapan. Secara
etimologis, konsep qadha bermakna sebagai suatu ketetapan atau keputusan Allah
SWT. atas manusia yang di tetapkan sejak zaman azali. Sedangkan qadar dalam
arti bahasa bermakna sebagai ukuran atau pertimbangan. Secara etimologis,
konsep qadar bermakna sebagai suatu ketetapan Allah berdasarkan ukuran pada
setiap diri umat manusia sesuai kehendaknya pada zaman azali. Maka secara luas
dari konsep qadar ini adalah qadar merupakan gambaran kepastian mengenai
hukum Allah.2
Perumpamaan yang menunjukkan perbedaan makna qadha dan qadar ini
dijelaskan An-Nawawi dalam kitab Kasyifatus Saja Syarah Safinatun Naja
sebagai berikut:
Kehendak Allah yang berkaitan pada azali, misalnya kau kelak menjadi
orang alim atau berpengetahuan adalah qadha. Sementara penciptaan ilmu di
dalam dirimu setelah Wujudmu hadir di dunia sesuai dengan kehendak-Nya pada
azali adalah qadar.
Maksud dari perumpamaan di atas adalah bahwa perbedaan antara al-
qadha dan al-qadar terletak pada ketetapan Allah pada zaman azali dengan al-
qadha sebagai ketetapan akan menjadi apa seseorang itu kelak, sedangkan al-
qadar sebagai realisasi Allah atas al-qadha pada diri orang tersebut sesuai
kehendak-Nya. Pada hakikatnya, tidak ada suatu peristiwa pun yang menimpa
makhluk sebagai sebuah kebetulan, karena semua itu sudah menjadi qadha dan
qadar-Nya. Hal ini ditegaskan dalam firman Allah Swt ;
“Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada
dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauhul Mahfuzh) sebelum
Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi
Allah.” (Qs. Alhadîd [57]: 22)
Meskipun pada hakikatnya al-qada dan al-qadar manusia ditentukan
oleh Allah Swt., namun manusialah yang menjadi penentu takdirnya sendiri.
Allah memberi kesempatan kepada hamba-Nya untuk berikhtiar sehingga dapat
mendorong seorang hamba memaksimalkan potensi yang telah Allah
anugerahkan. Kemudian, manusia diperintahkan untuk senantiasa beribadah dan
berusaha dengan diberikan-Nya petunjuk melalui ajaran-ajaran agama, serta tetap
bersandar kepada segala ketetapan Allah Swt.

2
Abdullah, 2020:hal_2

4
B. Takdir
Makna kata takdir menurut bahasa adalah menetapkan segala sesuatu, atau
menerangkan kadar atas sesuatu. Makna kata takdir bisa pula diartikan dengan
menilai sesuatu atas penilaian tertentu, atau memperkirakan sesuatu melalui
perkiraan atasnya. Seperti, memperkirakan kekuatan suatu benda, kadar maupun
nilanya. Jika takdir dimasukkan dalam pembahasan mengenai apa saja yang
mengandung konsekuensi jika dilakukan, maka ia mempunyai arti menetapkan
segala sesuatu secara bijaksana atau proporsional, sesuai kehendak dan ketetapan
yang melingkupinya. Adapun makna kata takdir menurut istilah agama (syari’at)
adalah, segala sesuatu yang telah ditetapkan oleh Allah Swt. menurut ilmu dan
kehendak-Nya.

Menurut Quraish Shihab, kata taqdir terambil; dari kata qaddara berasal
dariakar kata qadara berarti mengukur, memberi kadar atau ukuran, sehingga jika
disebutkan, “Allah telah menakdirkan demikian,” maka itu berarti, “Allah telah
memberi kadar, ukuran, batas tertentu dalam diri, sifat, atau kemampuan
maksimal makhluk-Nya3.”

Dapat dilihat ada tiga pengertian, taqdir dari segi etimologi :


o Pertama, taqdir merupakan ilmu yang amat luas meliputi segala apa yang
ada terjadi pasti telah diketahui dan ditentukan sejak semula.
o Kedua, berarti sesuatu yang sudah di pastikan. Kepastian itu lahir dari
penciptaannya di mana eksistensinya sesuai dengan apa yang telah
diketahui sebelumnya.
o Ketiga, taqdir berarti menerbitkan, mengatur, dan menentukan sesuatu
menurut batas-batasnya di mana akan sampai sesuatu kepadanya.
Sebagaimana tercermin dalam Alquran surat Fusilat ayat 10:

َ‫ك فِ ْيهَا َوقَ َّد َر فِ ْيهَٓا اَ ْق َواتَهَا فِ ْٓي اَرْ بَ َع ِة اَي ۗ ٍَّام َس َو ۤا ًء لِّلس َّۤا ِٕىلِ ْين‬
َ ‫َو َج َع َل فِ ْيهَا َر َوا ِس َي ِم ْن فَوْ قِهَا َو ٰب َر‬
Artinya: “Dan Dia ciptakan padanya gunung-gunung yang kokoh di
atasnya. Dan kemudian Dia berkahi, dan Dia tentukan makanan-makanan (bagi
penghuni)nya dalam empat masa, memadai untuk (memenuhi kebutuhan) mereka
yang memerlukannya.”
Jadi pengertian taqdir di sini berbeda dengan pemahaman umat Islam pada

umumnya yang cendrung mengartikan taqdir dari aspek negatif, yang berupa
musibah atau bencana. Istilah lain tentang taqdir ini ialah qada dan qadar.Dalam
pengertian sehari-hari, qada dan qadar disebut juga taqdir, yang biasanya diartikan

sebagai ketentuan Tuhan. Dari segi bahasa, qadha berarti keputusan, atau
ketetapan.

3
Prabowo, 2017: hal_2.

5
Sedangkan qadar berarti ketentuan atau ukuran. Dengan demikian, makna
taqdir adalah iradah Allah mewujudkan sesuatu dalam bentuk tertentu, kemudian
menjadikan bentuk perwujudan itu suatu amalan sesuai dengan maksud tujuan dan
hikmahnya. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini dan sisi kejadiannya
dalam kadar atau ukuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu. Dan itulah
yang disebut taqdir. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa taqdir, termasuk
manusia. Peristiwa-peristiwa tersebut berada dalam pengetahuan dan ketentuan
Allah.
Mencermati berbagai pendapat tentang pengertian taqdir, agaknya
semuanya memberikan pengertian yang hampir sama, bahwa taqdir merupakan
ketentuan Allah yang harus kita terima dan pengukuhan ilmu-Nya mengetahui
tentang apa yang terjadi berupa perbuatan para hamba. Apalagi dalam
kenyataannya memang dalam hidup ini adalah hal-hal yang sama sekali diluar
kemampuan manusia untuk menolak atau melawannya. Hanya saja, jika sikap
percaya kepada taqdir itu diterapkan secara salah atau tidak pada tempatnya, maka
dia akan melahirkan sikap mental yang negatif, yaitu dikenal dengan nama
“fatalisme”. Disebut demikian karena bersikap pasrah menyerah kalah terhadap
nasn (fate), tanpa usaha dan tanpa kegiatan kreatif (inactivity).
Takdir terbagi menjadi dua, yakni Takdir Mubram dan Takdir Muallaq.
1. Takdir Mubram
Pengertian dari takdir mubram adalah takdir yang sudah ditetapkan dan
tidak dapat diubah lagi meskipun dengan menggunakan segala cara.
Pasalnya, takdir mubram merupakan ketentuan mutlak yang berasal dari
Allah SWT. Artinya, manusia tidak bisa menolak atau mengganti terhadap
terciptanya takdir mubram ini.
Beberapa contoh yang termasuk dalam golongan takdir mubram di
antaranya adalah proses kelahiran manusia dari orang tuanya. Seorang
anak tidak dapat menentukan tentang bapak atau ibunya karena hal
tersebut sudah merupakan ketetapan dari Allah. Selain itu, waktu kelahiran
juga tidak bisa dipilih karena merupakan kehendak dari Yang Maha
Kuasa. Demikian pula mengenai kematian manusia. Umat manusia tidak
bisa mengetahui tentang waktu saat mengalami proses kematian karena hal
tersebut merupakan ketetapan Allah SWT.

2. Takdir Muallaq
Takdir Muallaq adalah takdir atau ketetapan dari Allah SWT yang dapat
diubah oleh umat manusia dengan wujud adanya ikhtiar atau semacam
usaha. Artinya, manusia masih diberikan peran dalam mengganti atau
merubah terhadap adanya takdir tersebut.
Salah satu hal yang dapat dipakai sebagai contoh masalah kemiskinan.
Ketika seorang manusia ditakdirkan menjadi miskin, maka ia masih bisa
merubah takdir yang sedang dialami tersebut. Yakni dengan jalan bekerja
keras agar tidak menjadi miskin seperti sebelumnya.

6
Contoh lainnya adalah sakit. Sakit datangnya dari Allah SWT. Sebagai
Maha Pencipta, Allah pasti yang menciptakan adanya penyakit tersebut.
Tatkala manusia ditakdirkan kedapatan sakit atau mengalami sebuah
musibah dengan adanya penyakit tersebut, maka masih ada kesempatan
untuk menghindar dari rasa sakit alias sembuh, caranya yaitu dengan
berobat. Kasus lain yang masuk dalam jenis takdir muallaq yakni
kesuksesan seorang siswa dalam proses belajar. Ketika ia tekun dalam
belajar di sekolah atau dengan terwujud dikemudian hari.

2.2 Hubungan Ikhtiar Manusia dengan Takdir


Ikhtiar berasal dari kata bahasa arab yakni “ikhtaara” yang memiliki arti
mencari
hasil yang lebih baik, memilih. Sedangkan dalam KBBI kata ikhtiar
berarti alat, syarat untuk mencapai tujuan yang dimaksud. Adapun secara
istilah pengertian ikhtiar yakni, suatu usaha yang dilakukan dengan segala
cara untuk mendapat hasil yang maksimal, ikhtiar juga dapat diartikan
sebagai usaha yang dilakukan dengan sungguh-sungguh untuk dapat
merasakan kebahagiaan dalam hidup, baik di dunia maupun di akhirat4.
Ikhtiar merupakan sebuah usaha yang seharusnya dilakukan manusia
untuk dapat memenuhi segala kebutuhan dalam kehidupannya, baik secara
material, emosional, spiritual, kesehatan, seksual, dan juga masa depannya
agar tujuan hidup untuk dapat sejahtera dunia akhirat dapat terpenuhi.
Ikhtiar disini memang seharusnya dilakukan dengan sungguh-sungguh,
sepenuh hati dan semaksikmal mungkin tapi juga tak lepas dari seberapa
besar kemampuan dan keterampilan yang dimilikinya. Mengingat manusia
memiliki cita-cita dan kenginan untuk dapat sukses dan bahagia, dan
sewajarnya tidak ada orang yang menginginkan sebuah kegagalan.
Apabila keinginan atau cita-cita yang dikehendakinya dapat dikelola
dengan baik, maka akan didapatkan jalan untuk menggapai kesuksesan
yang diinginkan, tentu saja kesuksesan itu tidak akan diperoleh tanpa
adanya usaha. Seperti halnya firman Allah dalam surat Al-Ra’d ayat 11,
‫هّٰللا‬ ‫هّٰللا‬
ٍ ‫اِ َّن َ اَل يُ َغيِّ ُر َما بِقَوْ ٍم َح ٰتّى يُ َغيِّرُوْ ا َما بِا َ ْنفُ ِس ِه ۗ ْم َواِ َذٓا اَ َرا َد ُ بِقَوْ ٍم س ُۤوْ ًءا فَاَل َم َر َّد لَهٗ ۚ َو َما لَهُ ْم ِّم ْن ُدوْ نِ ٖه ِم ْن و‬
‫َّال‬
“Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum
sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka
sendiri. Dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap
sesuatu kaum, maka tak ada yang dapat menolaknya; dan sekali-kali
tak ada pelindung bagi mereka selain Dia”
Dari ayat ini dapat dipahami bahwasanya usaha merupakan faktor
penting untuk mengubah diri menjadi lebih baik. Salah satu bentuk ikhtiar
untuk dapat mewujudkan sebuah cita-cita diantaranya terdapat lima hal

4
Muchlisoh, 2019 Hal_1

7
yang harus diperhatikan, yaitu: fokus pada cita-cita dan masa dengan
yang diimpikan5.
Memikirkan dengan seksama apa yang benar-benar
diinginkan, menyusun sebuah rencana, menggali potensi dan kelebihan
yang dimiliki, menemukan strategi, cara dan segala kemungkinan untuk
dapat mewujudkannya, yakin dan percaya bahwa diri ini bisa untuk
mewujudkan itu. Keyakinan merupakan modal utama untuk dapat
mewujudkan apa yang dinginkan. Tidak ada yang tidak mungkin dalam
hidup ini, seringkali hal ynag dianggap tidak mungkin itu karena belum
pernah dicoba. Lakukan saja sesuai dengan kemampuan, mengikuti kata
hati, menutup telinga terhadap hal-hal negatif dan rasa pesimis yang
datang dari orang lain, serta menyelesaikan apa yang telah dimulai.
Apabila gagal dalam suatu ikhtiar, setiap orang terutama muslim
dianjurkan untuk bersabar dan berdoa pada Allah, karena orang yang sabar
dan berserah tidak akan gelisah dan berkeluh kesah ataupun putus asa.
Lantas bagaimana hubungan ikhtiar manusia dengan takdir?
Ikhtiar sebenarnya ada hubungan erat dengan kata khair yang berarti sesuatu yang
terbaik. Kata ikhtiar merupakan derivasi dari kata ikhtâra yang berarti pilihan.
Terkadang juga, diartikan dengan usaha. Sebab, biasanya usaha itu dilakukan
melalui proses memilih, mana yang lebih baik atau lebih mudah. Karenanya,
ikhtiar manusia sering diidentikkan dengan bentuk usaha yang dilakukan
seseorang dalam rangka mencapai apa yang diinginkannya.
Pertanyaannya, apakah dengan adanya ketentuan Tuhan (takdir) berarti
meniadakan ikhtiar (usaha) manusia. Dengan kata lain, apakah qadhâ Allah
meniscayakan adanya pemaksaan kehendak Tuhan atas makhlukNya. Manusia
hanya menjadi “boneka” yang tidak memiliki kebebasan untuk memilah dan
memilih yang terbaik bagi dirinya.
Mengenai hal ini, Syekh al-Buthi dalam bukunya: “al-Insân, Musayyar am
Mukhayyar” (manusia antara diintervensi dan diberi pilihan) menjelaskan secara
gamblang.
Menurut dia, ketentuan Allah tidak meniscayakan adanya jabr (paksaan) dan
ilzâm (keniscayaan) dari Allah terhadap manusia. Karena, ketentuan Allah
(qadhâ) tidak lebih sekadar pengetahuan Allah terhadap apa yang terjadi dan yang
akan terjadi di jagad raya ini. Sebagaimana dalam kaidah: al-ilmu tâbiun lil
ma’lûm (suatu pengetahuan selalu mengikuti terhadap obyek yang diketahui).
Lebih lanjut, Syekh al-Buthi menjelaskan, jika sesuatu yang diketahui Allah
itu berhubungan dengan perbuatan dan kehendak (ikhtiar) manusia akan suatu
tindakan tertentu, maka pengetahuan Allah mengikuti ikhtiar manusia itu sendiri.

5
Muchlisoh, 2019 Hal_2

8
Artinya, Allah memberikan manusia kehendak secara universal (irâdah kulliyah)
yang dengannya ia mampu memilah dan memilih sesuatu yang hendak dilakukan.
Ketika ia menentukan pilihan untuk berbuat, saat itulah Allah memberikan
“jalan” untuk berbuat apa yang diinginkannya, berdasarkan kehendak manusia itu
sendiri. Oleh karena itu, Allah mengetahui dan akan berbuat sesuatu yang
bersumber dari manusia berdasarkan kehendak manusia dan pilihannya sendiri,
baik berupa perkara yang baik ataupun yang buruk. Inilah makna adanya
ketentuan Allah (takdir).
Bisakah takdir berubah? Suatu ketika di negeri Syam terjadi wabah
penyakit. Sahabat Umar bin Khattab ra yang berencana berkunjung ke negeri
tersebut pun dibatalkan. Tiba-tiba ada yang bertanya: apakah Anda sengaja lari
atau menghindar dari takdir Tuhan? Sahabat Umar ra. menjawab: saya
menghindar dari takdir Tuhan kepada takdir-Nya yang lain.
Jawaban sahabat Umar ra. di atas, menunjukkan bahwa terjangkitnya
penyakit adalah suatu takdir yang telah ditetapkan Allah, dan bila seseorang tidak
menghindar ia akan menerima akibatnya.
Akibat yang menimpanya itu juga adalah takdir, tetapi bila ia menghindar
dan luput dari marabahaya, maka itu pun bagian dari takdir. Beralihnya dari satu
takdir ke takdir lain adalah bagian dari takdir itu sendiri. Setiap proses demi
proses adalah bagian dari takdir. Oleh karena itu, manusia dalam berbagai
kondisinya tidak bisa terlepas dari takdir yang sudah digariskan.
Setiap kita memang memiliki takdirnya masing-masing. Dan ingat, takdir
tidak pernah kejam terhadap kita. Karena adanya takdir bukan berarti “merampas”
kehendak dan kebebasan kita.
Sekali lagi, takdir tidak pernah membelenggu “kebebasan” kita untuk
memilih mana yang terbaik. Hanya saja, tidak semua yang kita klaim baik bagi
kita, baik pula di mata Allah. Begitu juga sebaliknya.
2.3 Hikmah Beriman Kepada Taqdir
Dalam Alquran masalah iman kepada takdir termasuk tema pokok yang
sangat peting. Allah SWT berfirman: “Innaa kulla sya’in khalaqnaahu biqadar”
(Sungguh Kami menciptakan segala sesuatu dengan ketentuan yang telah
ditetapkan) (QS al-Qamar: 49).
Allah Maha tahu bahwa hanya beriman kepada takdir kunci yang paling
menetukan untuk tercapainya kebahagiaan. Ketahuilah bahwa kebahagiaan itu
bukan datang dari fasilitas. Banyak orang tidak bahagia sekalipun berada dalam
fasilitas hidup yang mewah dan serbalengkap. Jadi, makin kuat iman kepada
takdir, ia akan makin bahagia. Sebaliknya orang yang tidak beriman kepada
takdir, pada saat ditimpa musibah, ia akan mudah putus asa.

9
Dalam kondisi ini banyak yang melarikan diri ke dunia hiburan dengan cara
mabuk-mabukan. Itu tidak lain untuk melupakan sejenak stresnya. Namun,
masalah yang sebenarnya belum selesai. Ada yang sampai bunuh diri. Kejadian
ini banyak sekali, justru di negara-negara yang sudah mapan, di mana fasilitas dan
kebutuhan hidup sudah terjamin.
Itulah rahasia mengapa kita harus beriman kepada takdir. Bahwa di atas
segala kehebatan manusia ada Yang Maha Menentukan. Manusia hanya bisa
berusaha, tetapi usaha sehebat apa pun tidak bisa memberikan kepastian. Karena
itu, tidak pantas manusia merasa hebat. Hanya Allah lah yang Maha pasti. Tidak
ada kejadian sekecil apa pun di alam semesta ini kecuali sudah ditulis dalam
ketetapan-Nya, “qul lay yushiibana illaa ma kataballahu lana” (katakan tidak akan
menimpa kita sebuah musibah kecuali apa yang telah Allah tetapkan) (QS at-
Taubah: 51). Karena itu, Nabi Muhammad SAW mengajarkan, ucapkanlah
“qadarullahi maa sya’a” (itu takdir Allah), setiap Anda ditimpa musibah.
Faidah Iman Kepada Takdir dan manfaat mengimani takdir-Nya, sebagai
berikut :
1. Iman kepada takdir-Nya merupakan hal yang menyempurnakan
keimanan seorang hamba kepada Allah SWT dan tidak akan benar
keimanan seorang hamba tanpa hal ini, karena iman kepada takdir
Allah SWT termasuk rukun-rukun iman.

2. Iman kepada takdir-Nya termasuk penyempurna tauhid Rububiyyah dan


tauhid nama-nama dan sifat-sifat Allah SWT, sebagaimana penjelasan di
awal tulisan ini.

3. Merasakan musibah menjadi ringan, sehingga memudahkan seorang


hamba untuk bersabar dan meraih pahala dari Allah SWT ketika
ditimpa musibah dan bencana. Allah SWT berfirman yang artinya:

“Tidak ada sesuatu musibahpun yang menimpa (seseorang) kecuali


dengan izin Allah; Dan barang siapa yang beriman kepada Allah,
niscaya Dia akan memberi petunjuk ke (dalam) hatinya. Dan Allah
Maha Mengetahui segala sesuatu”28 Imam Ibnu Katsir berkata, "Makna
ayat ini: seseorang yang ditimpa musibah dan dia meyakini bahwa
musibah tersebut merupakan ketentuan dan takdir Allah, sehingga dia
bersabar dan mengharapkan (balasan pahala dari Allah SWT), disertai
(perasaan) tunduk berserah diri kepada ketentuan Allah tersebut, maka
Allah akan memberikan petunjuk ke (dalam) hatinya dan menggantikan
musibah dunia yang menimpanya dengan petunjuk dan keyakinan yang
benar dalam hatinya, bahkan bisa jadi Dia akan menggantikan apa
yang hilang darinya dengan yang lebih baik baginya".

10
4. Orang yang mengimani takdir akan selalu mengembalikan semua
urusannya kepada Allah SWT, karena jika dia mengetahui bahwa
segala sesuatu terjadi dengan takdir dan ketetapan-Nya maka dia akan
selalu kembali kepada-Nya dalam memohon taufik dan kebaikan
baginya dan menolak keburukan darinya, serta menyandarkan semua
kebaikan dan nikmat kepada-Nya semata. Inilah landasan utama segala
kebaikan bagi seorang hamba dan sebab utama meraih taufik dari
Allah SWT.

5. Menjadikan seorang hamba mengetahui kekurangan dan kelemahan


dirinya, sehingga dia tidak merasa bangga dan lupa diri ketika
melakukan perbuatan baik.

6. Menjadikan orang yang beriman semakin mengetahui sempurnanya


hikmah Allah SWT dalam semua perbuatan-Nya.
7. Menjadi motivasi bagi orang yang beriman untuk semakin semangat
berbuat kebaikan dan melakukan hal-hal yang bermanfaat.

8. Berani dan tegar dalam menegakkan agama Allah SWT dan tidak takut
terhadap celaan manusia dalam kebenaran.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 KESIMPULAN
Pada hakikatnya, tidak ada suatu peristiwa pun yang menimpa makhluk
sebagai sebuah kebetulan, karena semua itu sudah menjadi qadha dan qadar-Nya.
Peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam raya ini dan sisi kejadiannya dalam kadar
atau ukuran tertentu, pada tempat dan waktu tertentu. Dan itulah yang disebut
taqdir. Tidak ada sesuatu yang terjadi tanpa taqdir, termasuk manusia. Peristiwa-
peristiwa tersebut berada dalam pengetahuan dan ketentuan Allah.
Beriman kepada qada’ dan qadar akan melahirkan sikap optimis,tidak
mudah putus asa, sebab yang menimpanya ia yakini sebagai ketentuan yang telah
Allah takdirkan kepadanya dan Allah akan memberikan yang terbaik kepada
seorang muslim,sesuai dengan sifatnya yang Maha Pengasih dan Maha
Penyayang.Oleh karena itu,jika kita tertimpa musibah maka ia akan
bersabar,sebab buruk menurut kita belum tentu buruk menurut Allah,sebaliknya
baik menurut kita belum tentu baik menurut Allah.Karena dalam kaitan dengan
takdir ini seyogyanya lahir sikap sabar dan tawakal yang dibuktikan dengan terus
menerus berusaha sesuai dengan kemampuan untuk mencari takdir yang terbaik
dari Allah.

3.2 SARAN
Keimanan seseorang akan berpengaruh terhadap perilakunya sehari-
hari.Oleh karena itu,saya menyarankan agar kita senantiasa meningkatkan iman
dan takwa kita kepada Allah SWT agar hidup kita senantiasa berhasil menurut
pandangan Allah SWT.Juga keyakinan kita terhadap takdir Allah senantiasa
ditingkatkan demi meningkatkan amal ibadah kita.Serta Kita harus senantiasa
bersabar,berikhtiar dan bertawakal dalam menghadapi takdir Allah.

12
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&cad=rja&uact=8&ved=2ahUKEwjlrK_g1YrzAh
XPdCsKHfouD0UQFnoECCMQAQ&url=http%3A%2F%2Fjurnal.upi.edu%2Ffile
%2F01_Implementasi_iman_pada_Qada_dan_Qadar_-
_Mulyana.pdf&usg=AOvVaw1jC1voEPS_5TiLQOHLOisT

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjlrK_g1YrzAhXPdCsKHfouD0UQ
FnoECCYQAQ&url=http%3A%2F%2Fjurnal.uinsu.ac.id%2Findex.php%2Fattahdits
%2Farticle%2Fdownload%2F1178%2F933&usg=AOvVaw1j9nR-CSHyWN5cyNDpsXkI

https://www.google.com/url?
sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=&ved=2ahUKEwjlrK_g1YrzAhXPdCsKHfouD0UQ
FnoECCYQAQ&url=http%3A%2F%2Fjurnal.uinsu.ac.id%2Findex.php%2Fattahdits
%2Farticle%2Fdownload%2F1178%2F933&usg=AOvVaw1j9nR-CSHyWN5cyNDpsXkI

https://www.republika.co.id/berita/q9ppbu458/hubungan-antara-takdir-dan-ikhtiar

https://journal.stiba.ac.id/index.php/nukhbah/article/download/1/1/

13
14

Anda mungkin juga menyukai