Anda di halaman 1dari 23

ARTIKEL ILMIAH

MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA


MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC
MATHEMATICS EDUCATION (RME)
DI KELAS V C SDN No. 80/I
MUARA BULIAN
SKRIPSI

Oleh
YULIA PURNAMA SARI
NIM A1D114003

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR


JURUSAN ILMU PENDIDIKAN
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS JAMBI
2018

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 1


MENINGKATKAN PEMAHAMAN KONSEP MATEMATIKA
MENGGUNAKAN PENDEKATAN REALISTIC
MATHEMATICS EDUCATION (RME)
DI KELAS V C SDN No. 80/I
MUARA BULIAN

Diajukan Oleh:
YULIA PURNAMA SARI
NIM A1D114003

PGSD FKIP UNIVERSITAS JAMBI

ABSTRAK

Sari, Yulia Purnama. 2018. “Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika


Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di
Kelas V C SDN No. 80/I Muara Bulian”. Skripsi. Program Studi Pendidikan
Guru Sekolah Dasar, Jurusan Ilmu Pendidikan, FKIP Universitas Jambi,
Pembimbing: (1) Dr. Yantoro, M.Pd dan (2) Agung Rimba Kurniawan,
S.Pd,. M.Pd.
Kata Kunci: Pemahaman Konsep Matematika, Pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME).
Berdasarkan latarbelakang masalah, Masalah rendahnya pemahaman konsep
matematika siswa, terjadi di kelas V C SD Negeri 80/I Muara Bulian setelah
melakukan observasi dan kolaborasi dengan guru kelas. Berdasarkan penjelasan
guru kelas, Siswa masih bingung ketika diberi soal tetapi siswa tidak bisa
mengerjakan karena siswa tidak paham konsep matematika yang diajarkan. Siswa
tidak ada yang bertanya kepada guru ketika siswa belum memahami materi yang
diajarkan. Sehingga pada saat guru memberi soal latihan banyak siswa yang
kesulitan mengerjakan dan nilai hasil belajar siswapun rendah yang
mengindikasikan bahwa pemahaman konsep Matematika siswa rendah.

Tujuan penelitian ini adalah untuk meningkatkan Pemahaman Konsep


Matematika Menggunakan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
di Kelas V C SDN No. 80/I Muara Bulian. Jenis penelitian ini adalah Penelitian
Tindakan Kelas (PTK) yang membahas tentang Bagaimana penerapan pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME) dalam meningkatkan pemahaman
konsep matematika di kelas V C SD Negeri 80/I Muara Bulian. Penelitian ini
terdiri dari dua siklus dan setiap siklus dilaksanakan dengan 4 tahap yaitu
perencanaan, pelaksanaan, observasi, dan refleksi. Pengumpulan data pada
penelitian ini menggunakan wawancara, observasi, tes, dan dokumentasi. Subjek
penelitian ini adalah siswa kelas V C SDN No. 80/I Muara Bulian yang berjumlah
23 orang yang terdiri dari 13 orang siswa perempuan dan 10 orang siswa laki-laki.

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 2


Hasil penelitian yang diperoleh pada siklus I mengenai hasil observasi
pemahaman konsep Matematika yaitu sebesar 46,81% dan mengalami
peningkatan pada siklus II menjadi 72,28%. Hasil evaluasi tes tertulis dengan
ketuntasan klasikal 65,21% pada siklus I, dan mengalami peningkatan pada siklus
II menjadi 82,60%. Berdasarkan hasil penelitian, Peneliti lain hendaknya lebih
kritis dalam menghadapi masalah yang muncul dalam dunia pendidikan,
khususnya dalam masalah pembelajaran sehingga hasil penelitian ini dapat
dijadikan sebagai referensi dalam memberikan informasi tentang pelaksanaan
pembelajaran dengan pendekatan RME.

Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa pendekatan RME memiliki
peran dalam meningkatkan pemahaman konsep Matematika di kelas V C SDN
No. 80/I Muara Bulian.

1 PENDAHULUAN
Pembelajaran matematika bagi para siswa merupakan pembentukan pola
pikir dalam pemahaman suatu pengertian maupun dalam penalaran suatu
hubungan diantara pengertian-pengertian itu. Dalam pembelajaran matematika,
para siswa dibiasakan untuk memperoleh pemahaman melalui pengalaman
tentang sifat-sifat yang dimiliki dan yang tidak dimiliki dari sekumpulan objek
(abstraksi).
Sesuai dengan salah satu tujuan matematika pada pendidikan adalah agar
siswa memiliki kemampuan memahami konsep matematika. Pemahaman konsep
sangat penting, karena dengan penguasaan konsep akan memudahkan siswa
dalam mempelajari matematika. Menurut Bloom (Susanto, 2013:6) “pemahaman
konsep adalah kemampuan siswa yang berupa penguasaan sejumlah materi
pelajaran, tetapi mampu mengungkapkan kembali dalam bentuk lain yang
mudah dimengerti, memberikan interprestasi data dan mampu mengaplikasi
konsep yang sesuai dengan struktur kognitif yang dimilikinya.
Untuk mencapai tujuan pendidikan matematika yang merupakan ilmu
abstrak, dan agar siswa dapat memahami konsep matematika, seorang guru
dituntut memiliki keterampilan dan kemampuan untuk berkreasi. Hal tersebut
bertujuan untuk mengemas pembelajaran matematika menjadi lebih menarik,
konkret, dan sesuai dengan tahap perkembangan berpikir anak dengan
menghadirkan benda atau contoh-contoh nyata yang ada disekeliling siswa,
siswa akan lebih paham tentang materi pembelajaran yang disampaikan oleh
guru sehingga setiap pembelajaran bermakna bagi siswa. Pembelajaran
matematika pada siswa Sekolah Dasar tidak lagi mengutamakan pencapaian
materi, tetapi lebih mengutamakan pada bagaimana siswa dapat mengolah
informasi dan memanfaatkannya dalam kehidupan sehari-hari sehingga dapat
mempengaruhi hasil belajar ideal matematika yang harus dicapai oleh masing-
masing siswa.
Anggapan siswa yang memandang atau berfikir bahwa matematika hanya
penuh dengan rumus dan abstrak karena dengan bentuk pengajaran yang
diberikan guru di sekolah tidak menampakkan bentuk-bentuk aplikasi
matematika dalam kehidupan sehari-hari yang menyebabkan banyak siswa
mengalami kesulitan dalam mempelajari matematika sehingga pemahaman
konsep siswa terhadap matematika menjadi rendah.

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 3


Masalah rendahnya pemahaman konsep matematika siswa, terjadi di kelas
V C SDN No. 80/I Muara Bulian setelah melakukan observasi dan kolaborasi
dengan guru kelas. Berdasarkan penjelasan guru kelas, Siswa masih bingung
ketika diberi soal tetapi siswa tidak bisa mengerjakan karena siswa tidak paham
konsep matematika yang diajarkan.

Dari hasil observasi yang dilakukan oleh peneliti pada tanggal 28


September 2017 ditemukan masalah-masalah yang ada di kelas tersebut yaitu,
pada indikator pertama yaitu kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep
hitung perkalian pada pecahan , pada saat pembelajaran berlangsung guru hanya
memberi contoh di papan tulis kemudian siswa di suruh memperhatikan dan
siswa di suruh mengerjakan latihan yang ada di buku paket halaman 29. Siswa
cepat lupa mengenai pembelajaran karena pembelajaran tidak bermakna yaitu
tidak dikaitkan dengan kehidupan nyata siswa. Dan siswa juga tidak bisa
mengungkapkan kembali apa yang telah diajarkan oleh gurunya.
Berdasarkan data hasil observasi ini didapat persentase observasi sebanyak
4 indikator dan setiap indikator terdapat 3 deskriptor yang menjelaskan setiap
point-point yang diamati. Dari point tersebut deskriptor yang memiliki
persentase tertinggi, yaitu pada deskriptor: siswa mampu menyebutkan konsep
hitung perkalian pada pecahan dengan tepat. Pada deskriptor tersebut memiliki
persentase 60,86% atau sebanyak 14 siswa yang mampu menyebutkan konsep
hitung perkalian pada pecahan dengan tepat. Sedangkan deskriptor yang
memiliki persentase terendah, yaitu pada deskriptor siswa mampu menjawab
soal dengan cepat dan tepat, siswa dapat menjawab benar apabila pernyataaan
yang diberikan itu benar, dan siswa dapat menyebutkan perkalian sesuai
konsepnya secara lisan dengan lancar. Pada masing-masing deskriptor tersebut
memiliki persentase 21,73 atau sebanyak 5 siswa.
Berdasarkan hal tersebut peneliti memberikan pretest mengenai tingkat
pemahaman konsep siswa pada tanggal 4 Oktober 2017. Siswa yang hadir saat
pretest yang peneliti lakukan berjumlah 23 orang, yang terdiri dari 10 siswa laki-
laki dan 13 siswa perempuan. Hasil pretest yang menunjukkan dari 23 orang
siswa hanya 5 orang yang nilainya di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM)
yang ditetapkan sekolah di dalam dokumen Guru, yaitu 65. Hal itu menunjukkan
hanya 21,7 % dari jumlah siswa yang menunjukkan rata-rata nilai sesuai KKM.
Keadaan tersebut menunjukkan belum optimalnya hasil belajar yang
mengindikasikan pemahaman konsep matematika siswa yang rendah.
Pembelajaran masih berpusat pada buku dan guru hanya memberi contoh di
depan dan siswa langsung disuruh mengerjakan soal latihan.
Masalah rendahnya pemahaman konsep siswa pada mata pelajaran
matematika ini tentu harus segera dilakukan sebuah tindakan supaya pemahaman
konsep matematika di kelas V C SDN No. 80/I Muara Bulian meningkat.
Pendekatan pembelajaran yang sesuai bisa menambah pemahaman konsep siswa
adalah dengan menerapkan pendekatan Realistic Mathematics Education
(RME). RME adalah suatu pendekatan pembelajaran yang menekankan pada
kebermaknaan ilmu pengetahuan. Suatu ilmu pengetahuan akan bermakna bagi
pembelajar jika proses belajar melibatkan masalah Realistic. Menurut
Fathurrohman (2015:189) pendekatan RME juga diberi pengertian “cara
mengajar dengan memberikan kesempatan pada siswa untuk menyelidiki dan

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 4


memahami konsep matematika melalui suatu masalah dalam situasi nyata”. Hal
ini dimaksudkan agar pembelajaran bermakna bagi siswa sehingga siswa akan
memahami materi yang diajarkan oleh gurunya..
Proses pembelajaran menggunakan pendekatan RME menekankan akan
pentingnya konteks nyata yang dikenal siswa dan proses konstruksi pengetahuan
matematika oleh siswa sendiri, dapat memberikan kesempatan siswa aktif dan
kreatif. Siswa akan lebih mudah mengingat jika mereka membangun
pengetahuan itu sendiri. Melalui konteks nyata siswa lebih mudah memahami
suatu konsep, sehingga dengan pendekatan RME diharapkan siswa akan lebih
memahami dan mengingat materi yang dipelajari, karena kebermaknaan ilmu
pengetahuan juga menjadi aspek utama dalam proses belajar.
Berdasarkan latar belakang masalah, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang peneliti rumuskan dalam
judul: “Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Menggunakan
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di Kelas V C SDN No. 80/I
Muara Bulian”.

2 KAJIAN PUSTAKA
2.1 Kajian Teoretik
2.1.1 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
2.1.1.1 Pengertian Matematika
Istilah matematika memiliki beberapa pengertian bergantung pada cara
pandang orang yang melaksanakannya. Syafri (2016:8) mengemukakan bahwa
“kata matematika berasal dari bahasa Latin mathematika, awalnya diambil dari
bahasa Yunani mathematike yang artinya mempelajari. Mathematika berasal dari
kata mathema yang berarti pengetahuan atau ilmu”. Berdasarkan asal kata
tersebut, matematika berarti ilmu pengetahuan yang di dapat dengan cara belajar
(berpikir).
Matematika merupakan kumpulan ide-ide yang bersifat abstrak dengan
struktur-struktur deduktif, mempunyai peran yang penting dalam pengembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi. Menurut BSNP (2006:147) “matematika
merupakan ilmu universal yang mendasari perkembangan teknologi modern,
mempunyai peran penting dalam berbagai disiplin dan memajukan daya. Dari
penjelasan yang telah diuraikan, dapat disimpulkan bahwa dalam belajar
matematika tidak cukup menghafal, tetapi siswa juga harus memahami konsep-
konsepnya. Dalam mempelajari konsep-konsep matematika harus berurutan,
yaitu dari konsep dasar kemudian ke konsep yang lebih tinggi agar siswa mudah
belajar.

2.1.1.2 Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar


Pembelajaran merupakan komunikasi dua arah, mengajar dilakukan oleh
pihak guru sebagai pendidik, sedangkan belajar dilakukan oleh peserta didik.
Kedua aspek tersebut akan berkolaborasi secara terpadu menjadi suatu kegiatan
pembelajaran berlangsung yang didalamnya akan terjadi proses interaksi antara
guru dengan siswa, dan antara siswa dengan siswa. Menurut Dimyati (Susanto,
2013:186) “pembelajaran adalah kegiatan guru secara terprogram dalam desain
instruksional untuk membuat siswa belajar secara aktif, yang menekankan pada
penyediaan sumber belajar”.

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 5


2.1.1.3 Tujuan Pembelajaran Matematika di Sekolah Dasar
Berdasarkan lampiran Permendiknas Nomor 20 tahun 2006 tentang standar isi
dalam (Wijaya, 2012:16) mata pelajaran matematika bertujuan agar siswa
memiliki kemampuan sebagai berikut:
(a)Memahami konsep matematika, menjelaskan keterkaitan antar konsep dan
mengaplikasikan konsep atau algoritma secara luwes, akurat, efisien, dan tepat
dalam pemecahan masalah; (b) Menggunakan penalaran pada pola dan sifa,
malakukan manipulasi matematika dalam membuat generalisasi, menyusun bukti,
atau menjelaskan gagasan dan pernyataan matematika (c) Memecahkan masalah;
(d) Mengomunikasikan gagasan dengan simbol, tabel, diagram, atau media lain
untuk memperjelas keadaan atau masalah; (e) Memiliki sikap menghargai
kegunaan matematika dalam kehidupan, sikap rasa ingin tahu, perhatian, dan minat
dalam mempelajari matematika, serta sikap ulet dan percaya diri dalam pemecahan
masalah. (Wijaya, 2012:16)
Tujuan pembelajaran matematika tersebut agar tercapai, seorang guru
seharusnya dapat menciptakan suasana pembelajaran yang memungkinkan siswa
menjadi aktif dalam proses pembelajaran. Kemudian siswa dapat membentuk
makna dari pelajaran tersebut melalui suatu proses belajar dan mengkonstruksinya
dalam ingatan sehingga ilmu yang didapat tidak akan mudah lupa dan siswa akan
mudah untuk menerima materi yang telah diberikan oleh guru. Menurut Piaget
(Susanto, 2013:191) “pengetahuan atau pemahaman siswa itu ditemukan,
dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri”. Jadi, untuk mencapai tujuan
pembelajaran matematika diperlukan suatu pembelajaran yang akan membuat
siswa menemukan sendiri konsep matematika dan siswa itu sendiri yang
mengembangkan konsep matematika tersebut, sehingga siswa tidak akan mudah
lupa dan tujuan pembelajaran matematika tercapai.

2.1.1.4 Teori Belajar Matematika


a. Teori Belajar William Brownell
Menurut William Brownell (Karso,dkk, 2008:1.23) “belajar itu pada
hakekatnya merupakan suatu proses yang bermakna. Ia mengemukakan bahwa
belajar matematika itu harus merupakan belajar bermakna dan pengertian”.
Belajar matematika menurut William Brownell (Syafri, 2016:12) “belajar
bermakna, dalam arti setiap konsep yang dipelajari harus benar-benar dimengerti
sampai pada latihan atau hafalan”.

2.1.2 Karakteristik Siswa Sekolah Dasar


Siswa Sekolah Dasar (SD) umurnya berkisar antara 6 atau 7 tahun, sampai
12 atau 13 tahun. Menurut Piaget (Heruman, 2007:1) “mereka berada pada fase
operasional konkret. Kemampuan yang tampak pada fase ini adalah kemampuan
dalam proses berpikir untuk mengoperasikan kaidah-kaidah logika, meskipun
masih terikat dengan objek yang bersifat konkret”.

2.1.3 Pemahaman Konsep Matematika


2.1.3.1 Pengertian Pemahaman Konsep Matematika
Pemahaman menurut Bloom (Susanto, 2013:6) “pemahaman adalah
seberapa besar siswa mampu menerima, menyerap, dan memahami pelajaran yang
diberikan oleh guru kepada siswa, atau sejauh mana siswa dapat memahami serta
mengerti apa yang ia baca, yang dilihat, yang dialami, atau yang ia rasakan berupa

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 6


hasil penelitian atau observasi langsung yang ia lakukan.Menurut Dorothy J.
Skeel dalam Susanto (2013:8) “konsep merupakan sesuatu yang tergambar dalam
pikiran, suatu pemikiran, gagasan, atau suatu pengertian”. Menurut Gagne dalam
Karso, dkk (2008:1.29) “belajar matematika ada dua objek, yaitu objek langsung
belajar matematika dan objek tidak langsung dari belajar matematika. Objek
langsung meliputi fakta, operasi, konsep, dan prinsip. Sedangkan objek tidak
langsung mencakup kemampuan menyelidiki, memecahkan masalah, disiplin diri,
bersikap positif, dan tahu bagaimana semestinya belajar”. Jadi, dapat disimpulkan
bahwa konsep adalah objek tak langsung dari matematika yang dapat diperoleh
oleh siswa.
Dari penjelasan yang telah di uraikan dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep matematika adalah kemampuan menyerap arti dari suatu ide
abstrak yang dapat digunakan untuk mengelompokkan objek-objek itu termasuk
atau tidak termasuk kedalam ide abstrak yang dipelajari melalui kegiatan
mengenal, menjelaskan dan menarik kesimpulan. Dalam mengajarkan konsep
kepada siswa, guru dapat menggunakan berbagai macam sumber untuk digunakan
dalam mengajarkan konsep tersebut.

2.1.3.2 Indikator Pemahaman Konsep Matematika


Menurut Sanjaya (2009: 21) indikator yang termuat dalam pemahaman
konsep matematika adalah:
(1)Mampu menyatakan ulang sebuah konsep. (2) mampu menyajikan situasi
matematika kedalam berbagai cara serta mengetahui perbedaan. (3) mampu
mengklasifikasikan objek-objek berdasarkan dipenuhi atau tidaknya persyaratan
yang membentuk konsep tersebut. (4) mampu menerapkan hubungan antara konsep
dan prosedur. (5) mampu memberikan contoh dan contoh kontra dari konsep yang
dipelajari. (6) mampu menerapkan konsep secara algoritma. (7) mampu
mengembangkan konsep yang telah dipelajari. ( Sanjaya, 2009:21)
Dalam penelitian ini peneliti memilih indikator yang akan digunakan untuk
observasi pemahaman konsep Matematika kepada siswa antara lain:
1. Kemampuan menyatakan ulang sebuah konsep
Yaitu kemampuan siswa dapat mengungkapkan kembali apa yang telah diajarkan
oleh gurunya.
2. Kemampuan menguasai konsep
Yaitu kemampuan siswa dapat menjelaskan sebagian atau keseluruhan bahan
pelajaran dengan menggunakan bahasa atau cara mereka sendiri. Sehingga apabila
siswa telah dinyatakan paham terhadap konsep berarti siswa tersebut dapat
menyatakan sebuah konsep dengan cara mereka sendiri setelah mereka diberikan
materi pelajaran. Dengan kemampuan siswa menjelaskan, maka siswa tersebut
sudah memahami konsep dari suatu mata pelajaran yang telah diberikan meskipun
penjelasan yang diberikan mempunyai susunan kalimat yang tidak sama persis
dengan konsep tetapi maksudnya itu sama.
3. Kemampuan menyajikan konsep dalam berbagai bentuk representasi
matematika
Yaitu kemampuan siswa memaparkan konsep secara berurutan yang bersifat
matematis.
4. Kemampuan membedakan contoh dan bukan contoh
Yaitu kemampuan siswa untuk dapat membedakan contoh yang benar dan contoh
yang tidak benar dari suatu konsep. Siswa yang dapat mengerti contoh yang benar

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 7


dari suatu materi pelajaran dan dapat mengerti contoh yang tidak benar dari suatu
materi pelajaran, maka dapat dikatakan bahwa siswa tersebut sudah paham
konsep.

2.1.4 Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)


2.1.4.1 Pengertian Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)
Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) adalah suatu
pendekatan pembelajaran matematika yang menggunakan situasi dunia nyata dan
pengalaman siswa sebagai titik tolak belajar matematika. Menurut Syafri
(2016:91) “teori pembelajaran matematika realistik pertama kali diperkenalkan
dan dikembangkan di Belanda pada tahun 1970 oleh Institut Freudenthal”.
Freudenthal (Hadi, 2017:8) “pendidikan harus mengarahkan siswa kepada
penggunaan berbagai situasi dan kesempatan untuk menemukan kembali
matematika dengan cara mereka sendiri”.
Dari uraian yang telah dipaparkan, dapat disimpulkan bahwa pendekatan
(RME) adalah suatu pendekatan pembelajaran yang dikembangkan khusus
matematika melalui masalah nyata yang dihadapkan kepada siswa sehingga
memberi peluang untuk mereka belajar sesuai dengan hasil pengamatan yang
dilakukan oleh siswa itu sendiri sehingga kesan yang mereka terima lebih baik
dan lebih lama mereka ingat.

2.1.4.2 Kelebihan dan Kekurangan Pendekatan Realistic Mathematics


Education (RME)
Menurut Suwarsono dalam Fatmahanik (2016:23) kelebihan pembelajaran
Realistic Mathematics Education (RME) yaitu:
1. Memberikan pengertian yang jelas dan operasional kepada siswa tentang
keterkaitan matematika dengan kehidupan sehari-hari.
2. Memberikan pengertian kepada siswa bahwa matematika adalah suatu bidang
kajian yang dikonstruksi dan dikembangkan sendiri oleh siswa.
3. Memberikan pengertian kepada siswa bahwa cara menyelesaikan suatu soal
atau masalah tidak harus tunggal, dan tidak harus sama antara orang yang
satu dengan orang yang lain. Setiap siswa berhak menemukan atau
menggunakan solusi dengan caranya sendiri.
4. Memberikan pengertian kepada siswa bahwa dalam mempelajari matematika
harus melalui proses pembelajaran dan menemukan sendiri konsep-konsep
matematika.
5. Siswa lebih berani mengungkapkan idea atau pendapat serta bertanya atau
memberi bantuan kepada temannya.
6. Dalam menjawab soal siswa terbiasa untuk memberi alasan dari jawabannya.
(Suwarsono dalam Fatmahanik, 2016:23)

Sedangkan menurut Suwarsono dalam Fatmahanik (2016:23) kekurangan


pembelajaran Realistic Mathematics Education (RME) yaitu:
1.Upaya mengimplementasikan PMR membutuhkan perubahan yang sangat
mendasarmengenai berbagai hal yang tidak mudah untuk dipraktekkan.
2. Pencarian soal-soal kontekstual yang memenuhi syarat tidak selalu mudah
untuk setiap topik matematika.
3. Proses matematisasi horizontal dan vertikal sulit untuk dilakukan karena
proses dan berfikir siswa harus diikuti dengan cermat, agar guru bisa
membantu siswa dalam melakukan penemuan kembali terhadap konsep
matematika tersebut.
4. Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui soal-soal
kontekstual bukan hal yang mudah untuk dilakukan.

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 8


5. Proses pengembangan kemampuan berfikir siswa melalui model soal-soal
kontekstual bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
6. Guru matematika yang belum paham tentang PMR akan mengalami
kesulitan dalam mempersiapkan sumber pembelajaran yang memenuhi
prinsip dan karakteristik PMR. (Suwarsono dalam Fatmahanik, 2016:23)

Berdasarkan uraian mengenai kelebihan dan kekurangan pendekatan


Realistic Mathematics Education (RME), menjadi acuan dalam pembelajaran
untuk melaksanakan pembelajaran dengan baik untuk meminimalisir kekurangan
penerapan pendekatan RME.

2.2 Penelitian Relevan


Sebagai referensi, peneliti melakukan penelurusan terhadap penelitian-penelitian
terdahulu. Dari hasil penelusuran penelitian terdahulu, diperoleh beberapa
masalah yang berkaitan dengan masalah yang akan diteliti, yaitu:
1. Penerapan Pendekatan Matematika Realistik untuk Meningkatkan Pemahaman
Konsep Operasi Hitung Perkalian Siswa Kelas 2 SD. Penelitian ini dilakukan
oleh Bactharudin mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar
Universitas Pendidikan Indonesia.
Hasil penelitian menunjukan bahwa Penerapan Matematika Realistik (PMR) dapat
meningkatkan pemahaman konsep operasi hitung perkalian siswa 2C SDN SKJ I.
Hal ini ditunjukan dengan nilai rata-rata kelas pada siklus I sebesar 63,75 dan
siklus II 85,75. Padahal nilai rata-rata pra siklus sebesar 57,7. Pada pra siklus
presentase 16,6 % siswa yang dapat mencapai KKM, sedangkan pada siklus I
menjadi 20% dan siklus II 90%. (Bactharudin, 2016)
2. Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Matematika Siswa Kelas IV Sekolah
Dasar. Penelitian ini dilakukan oleh Dewinta mahasiswa Program Studi
Pendidikan Guru Sekolah Dasar Universitas Pendidikan Indonesia.
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) menunjukkan peningkatan pada setiap siklusnya.
Nilai rata-rata siswa pada prasiklus adalah 34,32 dengan ketuntasan sebesar
4%.Padasiklus I,nilai rata-rata siswa meningka tmenjadi 51,8 Dengan ketuntasan
sebesar 16% . Pada siklus II nilai rata-rata siswa meningkat menjadi 77,4 dengan
ketuntasan sebesar 76%, dan pada siklus III nilai rata-rata siswa menjadi 90
Dengan ketuntasan 96%. Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa
penerapan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) dapat
meningkatkan aktivitas dan pemahaman konsep matematika siswa kelas IV SDN
X materi penjumlahan dan pengurangan pecahan. (Dewinta, 2016)
3. Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk
Meningkatkan Pemahaman Konsep Sifat-Sifat Bangun Ruang pada Siswa
Sekolah Dasar. Penelitian ini dilakukan oleh Puri, dkk, mahasiswa PGSD FKIP
Universitas Sebelas Maret.
Berdasarkan hasil Penelitian Tindakan Kelas (PTK) yang dilaksanakan sebanyak
tiga siklus pada materi sifat-sifat bangun ruang mata pelajaran matematika, dapat
disimpulkan bahwa penerapan pendekatan pembelajaran RME dapat
meningkatkan pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang siswa kelas V SD
Negeri Kleco 2 No. 242 Surakarta Tahun Ajaran 2016/2017. Peningkatan
pemahaman konsep sifat-sifat bangun ruang diketahui dengan hasil tes evaluasi
pada siklus I dan siklus II menunjukkan peningkartan rata-rata dan persentase
ketuntasan secara klasikal. Rata-rata nilai pemahaman konsep sifat-sifat bangun
ruang pada kondisi awal 61,06 dengan ketuntasan klasikal sebesar 36,67% atau 11
siswa dari 30 siswa yang mencapai nilai KKM ≥70. Siklus I sebesar 76,33 dengan
ketuntasan klasikal 66,67% atau 20 siswa yang mencapai nilai KKM ≥75. Siklus II

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 9


se- besar 80,63 dengan ketuntasan klasikal 73,33% atau 22 siswa yang mencapai
nilai KKM ≥75. Siklus III sebesar 84,3 dengan ketuntasan klasikal 93,33%. (Puri,
dkk, 2016)

Dari ketiga hasil penelitian terdahulu seperti yang telah dipaparkan, terdapat
kesamaan dengan penelitian yang akan dilakukan oleh peneliti, yaitu penggunaan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) untuk meningkatkan
pemahaman konsep matematika, akan tetapi dari ketiga penelitian tersebut tidak
ada yang benar-benar sama dengan masalah yang akan diteliti. Untuk hasil
penelitian yang pertama yang dilakukan Bactharudin, memiliki perbedaan dengan
penelitian yang hendak dilakukan yaitu mengenai objek siswa dan materi yang
akan dikenakan perlakuan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).
Penelitian yang akan peneliti teliti yaitu pada kelas V C SDN No. 80/I Muara
Bulian.
Untuk hasil penelitian yang kedua yang dilakukan oleh Dewinta, memiliki
perbedaan dengan penelitian yang hendak dilakukan yaitu mengenai objek siswa
dan materi yang akan dikenakan perlakuan pendekatan Realistic Mathematics
Education (RME). Penelitian yang akan peneliti teliti yaitu pada kelas V C SDN
No. 80/I Muara Bulian.
Untuk hasil penelitian yang ketiga yang dilakukan oleh Puri, dkk, memiliki
perbedaan dengan penelitian yang hendak dilakukan yaitu mengenai materi
pelajaran dan tempat penelitian yaitu di kelas V C SDN No. 80/I Muara Bulian.

2.3 Kerangka Berpikir

Gambar 2.1 Kerangka Berpikir

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 10


Berdasarkan skema kerangka berpikir, dapat dideskripsikan bahwa penelitian
diawali adanya masalah yang ditemukan di kelas V C SDN No.80/I Muara Bulian.
Masalah yang perlu segera di cari solusinya yaitu mengenai pemahaman konsep
matematika siswa yang masih rendah. Dalam upaya meningkatkan pemahaman
konsep matematika siswa , peneliti memilih tindakan yaitu menggunakan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME).
Pelaksanaan tindakan dalam penelitian ini yaitu terdapat beberapa tahap,
diantaranya: Planning (rencana), implementasi tindakan, Observation
(pengamatan), dan Refleksi (refleksi). Penelitian ini juga didukung dengan adanya
teori pendukung dan penelitian yang sudah dilakukan sebelumnya. Dengan
menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) diharapkan
dapat meningkatkan pemahaman konsep matematika di kelas V C SDN No. 80/I
Muara Bulian.

3 METODE PENELITIAN
3.1 Subjek Penelitian
Subjek penelitian ini adalah siswa kelas V C SD Negeri 80/I Muara Bulian
yang berjumlah 23 orang terdiri dari 13 orang siswa perempuan dan 10 orang
siswa laki-laki. Alasan pemilihan kelas V C dikarenakan peneliti menemukan
permasalahan dalam pembelajaran matematika di kelas tersebut. Berdasarkan
hasil observasi awal kelas V C ditemukan bahwa masalah rendahnya
pemahaman konsep matematika berupa pemahaman konsep matematika siswa
rendah yang ditunjukkan dari proses pembelajaran dan hasil pretest yang peneliti
lakukan di kelas V C SD Negeri 80/I Muara Bulian.

3.2 Waktu dan Tempat Penelitian


Tempat penelitian adalah SDN No. 80/I Muara Bulian beralamat di Jalan
Jendral Sudirman Kelurahan Rengas Condong Kecamatan Muara Bulian
Kabupaten Batanghari Provinsi Jambi. Penelitian ini akan dilaksanakan pada
semester genap 2017. Pelaksanaan dari perancangan yang telah dibuat, perlu
disusun agenda kegiatan sehingga penelitian dapat dilaksanakan secara
sistematis dan terjadwal.

3.3 Jenis Penelitian


Jenis penelitian yang digunakan pada penelitian ini adalah penelitian
tindakan kelas (PTK). PTK dapat diartikan sebagai proses pengkajian masalah
pembelajaran di dalam kelas melalui relfleksi diri dalam upaya memecahkan
masalah tersebut dengan cara melakukan berbagai tindakan yang terencana
dalam situasi nyata serta menganalisis setiap pengaruh dari perlakuan tersebut
(Sanjaya, 2010:26).
3.4 Prosedur Penelitian
Penelitian tindakan kelas adalah penelitian yang terstruktur. Dalam
penelitian ini, peneliti menggunakan model siklus, yaitu berbentuk spiral dari
siklus yang satu ke siklus berikutnya. Setiap siklus meliputi perencanaan,
tindakan, observasi, dan refleksi. Langkah pada siklus berikutnya adalah
perencanaan yang sudah direvisi, tindakan, pengamatan, dan refleksi. Sebelum
masuk pada siklus I dilakukan refleksi awal dan studi pendahuluan dengan
mengkaji literatur dan melakukan konsultasi dengan orang yang dianggap

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 11


memiliki keahlian dalam proses pembelajaran. Setelah itu barulah menyusun
perencanaan dan melakukan tindakan. Banyaknya siklus tidak dapat dipastikan,
karena menyangkut terselesainya masalah dalam kelas yang diteliti. Misalnya jika
dalam satu atau dua siklus permasalahan yang ada sudah dapat diatasi maka
penelitian dapat diakhiri, namun jika dalam satu atau dua siklus permasalahan
belum dapat terselesaikan maka dilanjutkan ke siklus ketiga dan seterusnya.
Siklus kedua dan seterusnya dilaksanakan dengan merevisi faktor-faktor yang
dianggap mampu memperbaiki hasil dari siklus sebelumnya.
1. Perencanaan Tindakan
Dalam tahap perencanaan tindakan peneliti melaksanakan tindakan sebagai
berikut :
1. Membuat Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) menggunakan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) yang sesuai dengan
analisis kondisi siswa.
2. Menyiapkan bahan dan sumber pembelajaran.
3. Menyiapkan lembar tes pemahaman konsep matematika yang dibuat
berdasarkan indikator pemahaman konsep.
4. Membuat lembar observasi Keterlaksanaan RPP menggunakan Pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME).
5. Membuat lembar observasi aktivitas siswa dalam penerapan pendekatan
Realistic Mathematics Education (RME).
6. Membuat lembar observasi pemahaman konsep matematika siswa.

2 Implementasi Tindakan
Kegiatan yang dilakukan dalam pelaksanaan tindakan adalah
merealisasikan Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang telah di
persiapkan sebelumnya dalam tindakan nyata. Pada tahap pelaksanaan tindakan
kelas ini guru memberikan perlakuan dengan menggunakan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME). Selama proses pembelajaran berlangsung peneliti
mengajar siswa dengan menggunakan RPP yang telah dibuat. Dalam pelaksanaan
tindakan ini, peneliti dibantu oleh satu rekan guru sejawat atau mitra peneliti.
Tugas rekan guru sejawat atau mitra peneliti adalah membantu mengamati
aktivitas peneliti dalam menerapkan dan mengamati partisipasi siswa serta
mendokumentasikan proses pembelajaran yang berlangsung di kelas. Rencana
Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang digunakan merupakan RPP kurikulum
satuan pendidikan (KTSP).
3. Observasi
Pada tahap observasi ini bertujuan untuk mengumpulkan data yang berupa
perubahan kinerja proses pembelajaran matematika menggunakan pendekatan
RME dan observasi untuk mengetahui pemahaman konsep matematika siswa.
Kegiatan Observasi ini terdiri dari observasi aktivitas guru, observasi aktivitas
siswa. Aspek yang di observasi dari guru adalah terkait dengan keterlaksanaan
kegiatan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan RME. Aspek yang di
observasi dari siswa adalah terkait dengan kegiatan pembelajaran siswa
menggunakan pendekatan RME dalam setiap langkah-langkah pembelajaran dan
observasi untuk mengetahui pemahaman konsep matematika siswa. Observasi
dilakukan dengan menggunakan lembar observasi aktivitas guru, lembar observasi

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 12


aktivitas siswa, dan lembar observasi untuk mengetahui pemahaman konsep
matematika siswa.
4 Refleksi
Data yang diperoleh pada lembar observasi, dan hasil tes dianalisis
kemudian dilakukan refleksi. Pelaksanaan refleksi dengan melakukan diskusi
antara peneliti dan rekan guru sejawat (mitra peneliti). Diskusi tersebut bertujuan
untuk mengevaluasi hasil tindakan yang telah dilakukan. Kelebihan yang terdapat
dalam pembelajaran siklus pertama akan dijadikan acuan peneliti dan guru dalam
melakukan siklus berikutnya, dan kekurangan yang masih terdapat dalam
pembelajaran akan didiskusikan bersama cara penyelesaiannya, sehingga peneliti
dapat menentukan perbaikan pembelajaran sebagai bahan menyusun tindakan
pada siklus berikutnya. Jika dengan tindakan yang diberikan dapat meningkatkan
pemahaman konsep matematika siswa pada pembelajaran matematika sesuai
indikator capaian penelitian, maka penelitian dihentikan. Tapi jika indikator
capaian penelitian belum tercapai, penelitian dilanjutkan ke siklus selanjutnya.

3.5 Teknik Pengumpulan Data


1. Wawancara
Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada wali kelas dan siswa
kelas V C SD Negeri 80/I Muara Bulian, untuk mengetahui kondisi awal siswa
pada mata pelajaran matematika.
2. Observasi
Observasi merupakan salah satu teknik pengumpulan data yang sangat
menentukan dalam penelitian tindakan kelas. Menurut Sanjaya (2013:155),
“observasi adalah pengamatan yang dilakukan untuk mengetahui efektivitas
tindakan atau mengumpulkan informasi tentang berbagai kelemahan/kekurangan
tindakan yang telah dilakukan”. Hal-hal yang di observasi yaitu: (1) bagaimana
aktivitas guru dalam membelajarkan materi pelajaran kepada siswa dengan
menggunakan pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), (2)
bagaimana aktivitas siswa selama mengikuti pembelajaran menggunakan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME), dan (3) bagaimana
aktivitas siswa dalam memahami konsep matematika.
3. Tes Pemahaman Konsep Matematika
Tes yang digunakan untuk mengumpulkan data yaitu dimaksudkan untuk
mengukur hasil belajar siswa khususnya dari aspek kognitif pemahaman siswa
pada mata pelajaran matematika di kelas V C SD Negeri 80/I Muara Bulian. Tes
berupa soal tertulis yang diberikan pada akhir siklus pembelajaran. (kisi-kisi
soal tes tertulis terletak di lampiran).
4. Dokumentasi
Menurut Sugiono (2015:329) “dokumen merupakan catatan peristiwa
penting yang sudah berlalu. Dokumen bisa berbentuk tulisan, gambar, atau
karya- karya monumental dari seseorang”.

3.6 Teknik Analisis Data


3.6.2 Data Hasil Observasi
Lembar observasi pemahaman konsep dianalisis untuk mengetahui
seberapa banyak siswa yang paham terhadap konsep Matematika menggunakan
pendekatan RME. Langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut:

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 13


1. Memberi skor 1 apabila dilakukan oleh siswa dan memberi nilai 0 apabila
tidak dilakukan oleh siswa.
2. Peneliti melakukan observasi pemahaman konsep dengan menggunakan
rumus menurut Aries dan Haryono (2012: 95), nilai pemahaman konsep
tiap individu :


x 100
3. Setelah menghitung kemampuan individu, langkah selanjutnya yaitu
menghitung kriteria ketuntasan kelas dan persensi keberhasilan
pemahaman konsep siswa dengan rumus persentase dari Aries dan
Haryono (2012: 95):
a. persentase keberhasilan pemahaman konsep Matematika


x 100%
b. persentase keberhasilan pemahaman konsep Matematika secara
klasikal


x 100%
Tahap selanjutnya yaitu mengkonfirmasi hasil penelitian kedalam kategori
penentuan nilai. Teknik ini sering disebut analisis deskriptif kuantitatif dengan
teknik persentase. Berdasarkan pendapat tersebut, maka hasil dari perhitungan
persentase penelitian ini peneliti menafsirkan ke dalam kategori sebagai berikut:
Tabel 3.4 Taraf keberhasilan Tindakan

Skor (%) Kualifikasi


85-100 A (Sangat Baik)
70-84 B (baik)
55-69 C ( Cukup)
40-54 D (kurang)
0-39 E (sangat kurang)
(sumber: Aries dan Haryono, 2012: 95)

3.6.2 Data Hasil Tes


a. Ketuntasan Individu
Setiap siswa dalam proses belajar mengajar dikatakan tuntas apabila
memperoleh nilai ≥ 65 dipilih karena sesuai dengan ketuntasan belajar siswa kelas
V C SD Negeri 80/I Muara Bulian. Data ini di olah dengan rumus:
Persentase siswa individu = × 100
Penilaian dilakukan dengan mengkonfirmasi persentase penilaian dengan
kriteria sebagai berikut:
85% - 100% = sangat baik
75% - 84,99% = baik
65% - 74,99% = cukup
55% - 64,99% = kurang
<55% = rendah
Sumber: Komalasari(2010)
b. Ketuntasan Hasil Belajar Klasikal
Dalam tes hasil belajar dalam proses pembelajaran dianalisis dengan
menggunakan annalisis ketuntasan hasil belajar secara klasikal minimal 75% dari

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 14


jumlah siswa yang memperoleh nilai 65 ke atas dengan rumus menurut Purwanto
(2011: 207), antara lain:
KK = × 100%
Keterangan:
KK : Ketuntasan klasikal
X : Jumlah siswa yang memperoleh nilai ≥ 65
Z : Jumlah siswa
Ketuntasan belajar klasikal tercapai jika ≥ 75% siswa memperoleh skor
minimal 65 yang akan dilihat pada hasil evaluasi tiap-tiap siklus.

3.7 Kriteria Keberhasilan


Indikator capaian penelitian dalam penelitian tindakan kelas ini ditentukan
sebagai berikut:
1. Penelitian ini akan dikatakan berhasil apabila sudah mengalami peningkatan
antara pemahaman konsep matematika siswa dari kondisi awal, dan setelah
dilakukan pembelajaran dengan menggunakan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME) sampai selesainya tindakan.
2. Hasil belajar siswa dikategorikan tuntas secara individual apabila mencapai
nilai ≥ 65.
3. Hasil belajar siswa dikatakan tuntas secara klasikal apabila mencapai ≥ 75%
dari jumlah siswa keseluruhan atau dalam kategori baik.

3 HASIL DAN PEMBAHASAN


4.1 Deskripsi Kondisi Awal
4.2 Hasil Penelitian
4.2.1 Hasil Penelitian Siklus I
4.2.1.1 Perencanaan Penelitian Siklus I
4.2.1.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus I
4.2.1.3 Observasi Tindakan Siklus I
4.2.1.4 Refleksi Penelitian Siklus 1
4.2.2 Hasil Penelitian Siklus II
4.2.2.1 Perencanaan Penelitian Siklus II
4.2.2.2 Pelaksanaan Tindakan Siklus II
4.2.2.3 Observasi Penelitian Siklus II
4.2.2.4 Refleksi Penelitian Siklus II
4.3 Perbandingan Hasil tindakan Antar Siklus

a. Perbandingan Hasil Tes antara Siklus I dan Siklus II

Perbandingan nilai evaluasi atau hasil tes siklus I dan siklus II dapat dilihat
pada tabel berikut:

Tabel 4.11 Perbandingan Nilai Siklus I dan Siklus II

Aspek yang Nilai Pretest Nilai Siklus I Nilai Siklus II

diamati

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 15


Nilai Tertinggi 80 95 100

Nilai 10 20 40

Terendah

Nilai Rata-rata 44,7 57,39 70,21

90
80
70
60
50 Nilai Tertinggi
40
Nilai Terendah
30
20 Rata-rata
10
0
Nilai Nilai Siklus Nilai Siklus
Pretest I II

Gambar 4.1 Diagram Perbandingan Nilai Evaluasi Hasil Penelitian Siklus I dan Siklus II

Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa, antara nilai siswa pada saat
Pretest, siklus I dan siklus II . Nilai rata-rata kelas pada saat pretest yaitu sebesar
44,7, sedangkan pada siklus I yaitu sebesar 57,39 dan pada saat siklus II sudah
mengalami peningkatan yaitu meningkat 12,82, sehingga pada siklus II menjadi
70,21. Hasil penelitian pada siklus II sudah memenuhi kriteria keberhasilan
penelitian yaitu nilai rata-rata kelas minimal 65. Selain itu, tindakan yang
dilakukan dalam proses pembelajarannya sudah terlihat adanya perbaikan.
Ketuntasan klasikal yang diperoleh pada siklus kedua sebesar 82,60%, hal ini
menunjukkan bahwa siklus II sudah memenuhi target yang hendak dicapai dengan
target ketuntasan klasikal sebesar 75%. Sehingga tidak dilanjutkan ke siklus
berikutnya.
b. Perbandingan Observasi Pemahaman Konsep Matematika antara Siklus I
dan Siklus II
Perbandingan hasil observasi kemampuan pemahaman konsep matematika
siklus I dan siklus II dapat dilihat pada tabel berikut:

Tabel 4. 12 Perbandingan Hasil Observasi Siklus I dan Siklus II


No. Aspek yang Pra Siklus I Siklus II

Diamati siklus Pertemuan Pertemuan II Pertemuan I Pertemuan II

1. Jumlah Skor 80 92 161 178 221

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 16


2. Persentase 28,98% 33,33% 60,29% 64,48% 80,07%

Total Setiap siklus 28,98% 46,81% 72,28%

250

200

150

100
Jumlah Skor
50
Persentase
0

Gambar 4.2 Diagram Perbandingan Hasil Observasi Penelitian Setiap Pertemuan

Dari data tersebut dapat disimpulkan bahwa Pada pra siklus hasil
pengamatan mengenai pemahaman konsep yaitu sebesar 29.89% dan mengalamai
peningkatan pada siklus I, pada siklus I hasil pengamatan mengenai pemahaman
konsep Matematika yaitu sebesar 46,81%, pada pertemuan I sebesar 33,33% dan
mengalami peningkatan pada pertemuan II yaitu sebesar 26,96% sehingga
menjadi 60,29% dengan hasil tes tertulis dengan ketuntasan klasikal 65,21%. Pada
siklus II hasil pengamatan mengenai pemahaman konsep Matematika yaitu
sebesar 72,28%, Pada pertemuan I sebesar 64,49% dan mengalami peningkatan
pada pertemuan II yaitu sebesar 15,58% sehingga menjadi 80,07% dengan hasil
tes tertulis dengan ketuntasan klasikal 82,60%. Di setiap pertemuan antara siklus I
dan siklus II mengalami peningkatan. Sehingga pemahaman konsep matematika
siswa pada materi perkalian pada pecahan ini meningkat.

4.4 Pembahasan Temuan Hasil Tindakan


Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V C SDN No. 80/I Muara
Bulian. Setelah melakukan observasi awal, ditemukan permasalahan mengenai
rendahnya pemahaman konsep Matematika. Siswa masih bingung ketika diberi
soal tetapi siswa tidak bisa mengerjakan karena siswa tidak paham konsep
matematika yang diajarkan.
Berdasarkan hal tersebut peneliti memberikan pretest mengenai tingkat
pemahaman konsep siswa. Siswa yang hadir saat pretest yang peneliti lakukan
berjumlah 23 orang, yang terdiri dari 10 siswa laki-laki dan 13 siswa perempuan.
Hasil pretest yang menunjukkan dari 23 orang siswa hanya 5 orang yang nilainya
di atas Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) yang ditetapkan sekolah di dalam
dokumen guru, yaitu 65. Hal itu menunjukkan hanya 21,7 % dari jumlah siswa

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 17


yang menunjukkan rata-rata nilai sesuai KKM. Keadaan tersebut menunjukkan
belum optimalnya hasil belajar yang mengindikasikan pemahaman konsep
matematika siswa yang rendah.
Berdasarkan hasil kolaborasi antara peneliti dengan guru kelas, maka
tindakan yang akan dilakukan adalah dengan menerapkan pendekatan Realistic
Mathematics Education (RME). RME adalah suatu pendekatan pembelajaran
yang menekankan pada kebermaknaan ilmu pengetahuan. Suatu ilmu pengetahuan
akan bermakna bagi pembelajar jika proses belajar melibatkan masalah Realistic.
Menurut Suharta (Fathurrohman, 2015:185) “Realistic Mathematics Education
(RME) adalah kepanjangan dari RME atau pendidikan matematika realistis adalah
suatu teori tentang pembelajaran matematika yang salah satu pendekatan
pembelajarannya menggunakan konteks „dunia nyata‟”.
Peneliti menerapkan pendekatan RME untuk meningkatkan pemahaman
konsep Matematika di kelas V C SDN No. 80/I Muara Bulian dengan cara siswa
diberi masalah nyata yang berkaitan dengan perkalian pada pecahan. Kemudian
siswa memperhatikan penjelasan guru menyelesaikan masalah nyata tentang
perkalian pecahan dengan benda konkret. Kemudian guru membagi siswa menjadi
4 kelompok dan masing-masing kelompok beranggotakan 5-6 orang. Siswa diberi
LKS untuk dikerjakan secara berkelompok. Siswa mengerjakan LKS tentang
masalah sehari-hari yang berkaitan dengan perkalian pada pecahan dengan
menggunakan benda konkret dengan kelompoknya masing-masing. Masing-
masing siswa akan mengeluarkan pendapatnya dan mereka akan berdiskusi untuk
mencari jawaban berdasarkan soal yang diberikan oleh gurunya. Siswa yang
bernama ALS berpendapat bahwa dalam mengerjakan soal harus sesuai dengan
konsep yang diajarkan, apabila tidak sesuai dengan yang diajarkan maka jawaban
akan salah dan tidak mendapat nilai. Siswa yang bernama BAR berpendapat
bahwa hasil perkalian pada pecahan itu mudah dikerjakan apabila menggunakan
benda konkret. Siswa yang bernama COY berpendapat bahwa hasil perkalian
pada pecahan akan didapatkan dengan mudah apabila guru mengajarnya
menggunakan media konkret. Siswa yang bernama DN berpendapat bahwa dalam
belajar pecahan lebih mudah menggunakan tali rafia atau pita. Siswa yang
bernama NAM berpendapat bahwa dengan menggunakan media benda konkret
belajarnya akan mudah dipahami. Siswa yang bernama NC berpendapat bahwa
hasil perkalian pecahan dengan bilangan asli akan lebih mudah apabila bekerja
sama dan berdiskusi dengan temannya.
Siswa yang bernama RW berpendapat bahwa perkalian itu bisa didapatkan
dengan penjumlahan berulang. Siswa yang bernama ZMA berpendapat bahwa
hasil perkalian pada pecahan bisa didapat dengan cara menjumlahkan sebanyak
benda yang ada. Siswa yang bernama ZF berpendapat bahwa hasil perkalian pada
pecahan itu sama saja dengan penjumlahan berulang. Siswa yang bernama SH
berpendapat bahwa perkalian pada pecahan biasa dapat dihasilkan dari pnyebut
dikalikan dengan penyebutnya dan pembilang dikalikan dengan pembilangnya.
Siswa yang bernama SAH berpendapat bahwa pecahan campuran harus
disederhanakan terlebih dahulu apabila akan mencari hasilnya. Siswa yang
bernama FH berpendapat bahwa belajar lebih enak dengan menggunakan benda
konkret. Siswa yang bernama GDP berpendapat bahwa pecahan dikalikan dengan
bilangan asli merupakan penjumlahan berulang. Siswa yang bernama MNP
berpendapat bahwa pecahan campuran harus di jadikan pecahan biasa terlebih

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 18


dahulu agar mudah dalam proses penyelesaiannya. Siswa yang bernama NAM
berpendapat bahwa konsep perkalian itu sama saja dengan penjumlahan berulang.
Siswa yang bernama S berpendapat bahwa jawaban lebih mudah apabila
dikerjakan secara berkelompok. Siswa yang bernama SP berpendapat bahwa
konsep perkalian pada pecahan dapat dihasilkan dari penjumlahan berulang.
Siswa yang bernama RNR berpendapat bahwa perkalian pada pecahan itu
erupakan penjumlahan berulang. Siswa yang bernama JN berpendapat bahwa
belajar lebih mudah apabila dikaitkan dengan kehidupan sehari-hari.
Menurut Piaget (Susanto, 2013:191) “pengetahuan atau pemahaman siswa
itu ditemukan, dibentuk, dan dikembangkan oleh siswa itu sendiri”. Setelah itu
siswa mempresentasikan hasil diskusinya ke depan kelas dan guru memberi
kesempatan kepada siswa untuk memberi tanggapan. Langkah yang terakhir yaitu
menyimpulkan hasil diskusi. Berdasarkan penelitian dari siklus I dan siklus II
yang dilakukan peneliti bahwa terjadi peningkatan pemahaman konsep
Matematika pada materi perkalian pada pecahan yang ditingkatkan menggunakan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di kelas V C SDN No. 80/I
Muara Bulian. Upaya peningkatan pemahaman konsep Matematika pada materi
perkalian pada pecahan yang dilakukan guru terdapat empat tahapan yaitu:
perencanaan, implementasi tindakan, observasi, dan refleksi.
Pada siklus I hasil pengamatan mengenai pemahaman konsep Matematika
yaitu sebesar 46,81%, pertemuan I sebesar 33,33% dan mengalami peningkatan
pada pertemuan II yaitu sebesar 26,96% sehingga menjadi 60,29% dengan hasil
tes tertulis dengan ketuntasan klasikal 65,21%. Pada siklus I ini, masih ada
kekurangan pada pengamatan aktivitas guru dan aktivitas siswa menggunakan
pendekatan RME, yaitu: Guru terlalu cepat dalam menjelaskan materi
menggunakan pendekatan matematika realistik, misalnya pada penyampaian
masalah nyata pada siswa. Guru belum menyampaikan tujuan pembelajaran pada
pertemuan kedua di kegiatan pendahuluan, tetapi tujuan pembelajaran
disampaikan kepada siswa setelah guru memberikan masalah nyata. Penyebab hal
tersebut yaitu guru kurang menguasai kelas dan masih ada materi yang dikuasai.
Pada pertemuan pertama masih ada siswa yang kurang memperhatikan penjelasan
guru menceritakan masalah yang berkaitan dengan operasi hitung pecahan pada
kehidupan sehari-hari. Masih ada beberapa siswa (JN, DN, S, SP, ID, dan GDP)
yang bermain sendiri dengan media yang digunakan untuk mengerjakan LKS ,
seperti bermain tali rafia yang digunakan sebagai media. Pada kegiatan
pendahuluan masih beberapa siswa (ZF, S, SP, JN, ID, RW) yang belum
semangat mengikuti kegiatan pembelajaran. Pada siklus I pertemuan I masih ada
satu kelompok yang tidak mau mempresentasikan hasil diskusinya kedepan kelas.
Pada siklus I pertemuan 2 ketika siswa mengerjakan soal evaluasi masih ada siswa
(ZF, SAH, S, SP, RW, JN, GDP dan DN) yang bertanya-tanya padahal semua
materi sudah dijelaskan dan petunjuk soalnya sudah jelas.
Pada siklus II hasil pengamatan mengenai pemahaman konsep Matematika
yaitu sebesar, Pada pertemuan I sebesar 64,49% dan mengalami peningkatan pada
pertemuan II yaitu sebesar 15,58% sehingga menjadi 80,07% dengan hasil tes
tertulis dengan ketuntasan klasikal 82,60%. Pada siklus II ini hasil pengamatan
dan hasil tes tertulis siswa telah melebihi kriteria keberhasilan, sehingga siklus
dapat dihentikan. Pada siklus II ini, hasil pengamatan terhadap aktivitas guru
menggunakan pendekatan RME yaitu pada pertemuan kedua guru tidak

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 19


melakukan apersepsi, guru hanya menyinggung sedikit tentang pembelajaran yang
akan disampaikan.
Persentase capaian tindakan dari hasil observasi siklus I sampai siklus II
telah mengalami peningkatan pada pemahaman konsep Matematika siswa pada
materi perkalian pada pecahan. Hasil belajar siswa dikategorikan tuntas secara
individual mencapai nilai ≥ 65 sebanyak 19 orang dan hasil belajar siswa
dikatakan tuntas secara klasikal apabila mencapai ≥ 75% dari jumlah siswa
keseluruhan atau dalam kategori baik sebanyak 82,60%. Berdasarkan hasil
observasi dan hasil tes tertulis tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa
pemahaman konsep Matematika dapat meningkat dengan menggunakan
pendekatan Realistic Mathematics Education (RME) di kelas V C SDN No. 80/I
Muara Bulian.

5 SIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN


5.1 Simpulan
Berdasarkan penelitian tindakan kelas yang telah dilakukan dalam
menerapkan pendekatan RME untuk meningkatkan pemahaman konsep
Matematika di kelas V C SDN No. 80/I Muara Bulian dengan cara siswa diberi
masalah nyata yang berkaitan dengan perkalian pada pecahan. Kemudian siswa
memperhatikan penjelasan guru menyelesaikan masalah nyata tentang perkalian
pecahan dengan benda konkret. Kemudian guru membagi siswa menjadi 4
kelompok dan masing-masing kelompok beranggotakan 5-6 orang. Siswa diberi
LKS untuk dikerjakan secara berkelompok. Siswa mengerjakan LKS tentang
masalah sehari-hari yang berkaitan dengan perkalian pada pecahan dengan
menggunakan benda konkret, setelah itu siswa mempresentasikan hasil diskusinya
ke depan kelas dan guru memberi kesempatan kepada siswa untuk memberi
tanggapan. Langkah yang terakhir yaitu menyimpulkan hasil diskusi.
Hasil penelitian yang diperoleh pada siklus I, pertemuan I hasil
pengamatan mengenai pemahaman konsep Matematika yaitu sebesar 33,33% dan
mengalami peningkatan pada pertemuan II yaitu sebesar 26,96% sehingga
menjadi 60,29% dan mengalami peningkatan juga pada siklus II. Pada siklus II,
Pada pertemuan I hasil pengamatan mengenai pemahaman konsep Matematika
yaitu sebesar 64,49% dan mengalami peningkatan pada pertemuan II yaitu sebesar
15,58% sehingga menjadi 80,07%. Hasil penelitian yang diperoleh pada siklus I
mengenai hasil observasi pemahaman konsep Matematika yaitu sebesar 46,81%
dan mengalami peningkatan pada siklus II menjadi 72,28%. Pada siklus I hasil
evaluasi tes tertulis dengan ketuntasan klasikal 65,21%, dan pada siklus II hasil
evaluai tes tertulis dengan ketuntasan klasikal 82,60%. Sehingga mengalami
peningkatan sebesar 17,39%. Dari hasil yang diperoleh dapat disimpulkan bahwa
pendekatan RME memiliki peran dalam meningkatkan pemahaman konsep
Matematika.

5.2 Implikasi
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan implikasi
sebagai berikut:
1. Bagi Peneliti Lain

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 20


a. Peneliti lain hendaknya lebih kritis dalam menghadapi masalah yang
muncul dalam dunia pendidikan, khususnya dalam masalah pembelajaran
sehingga hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai referensi dalam
memberikan informasi tentang pelaksanaan pembelajaran dengan
pendekatan RME.
b. Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan sebagai pertimbangan bagi
peneliti lain untuk menggunakan metode, model atau pendekatan
pembelajaran yang tepat dalam pembelajaran matematika.
2. Bagi guru
a. Sebelum melaksanaan pembelajaan dengan pendekatan RME hendaknya
guru mempersiapkan segala kebutuhan baik alat atau bahan yang digunakan
selama proses pembelajaran sehingga pembelajaran dapat berjalan dengan
baik.

5.3 Saran
Berdasarkan hasil penelitian ini, maka peneliti menyampaikan saran sebagai
berikut:
1. Dalam menggunakan pendekatan RME, sebaiknya guru terlebih dahulu
memperhatikan materi yang akan disampaikan dan seorang guru harus
melihat karakteristik dari masing-masing siswa.
2. Dalam menyelesaikan masalah sebaiknya guru memberikan kebebasan
kepada siswa untuk menunjukkan kemampuan mereka, berdasarkan hal
tersebut siswa tidak akan berpatokan pada satu pemecahan masalah sehingga
siswa mampu membangun pemahaman konsep Matematika tersebut secara
mandiri.

DAFTAR RUJUKAN

Aini, Kurratul. 2017. Penerapan Pendidikan matematika Realistik (PMR) dalam


Meningkatkan Kemampuan Memecahkan Masalah Matematika Siswa
Sekolah Dasar. Jurnal Autentik, (Online), Vol. 1, No.1,
(www.ajppd.com/index.php/autentik/article/download/10/9/ diakses pada
tanggal 9 Oktober 2017).
Aries & Haryono. 2012. Penelitian Tindakan Kelas Teori dan Aplikasinya.
Malang: Aditya Media Pubblishing.
Arikunto, Suharsimi. 2006. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik, Ed
Revisi VI. Jakarta: PT. Rineka Cipta.
Bactharudin, Reggy Rachman. 2016. Penerapan Pendekatan Matematika
Realistik untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Operasi Hitung
Perkalian Siswa Kelas 2 SD, (Online), (http://repository.upi.edu/24892/
diakses pada tanggal 2 Oktober 2017).
BSNP. 2006. Permendiknas No. 22 Tahun 2006 tentang Standar Isi untuk Satuan
Pendidikan Dasar dan Menengah. Jakarta: Depdiknas.
Dewinta, Raden Tri Kencana Putri. 2016. Penerapan Pendekatan Realistic
mathematics Education (RME) untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep
FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 21
Matematika Siswa Kelas IV Sekolah Dasar, (Online),
(http://repository.upi.edu/25696/diakses pada tanggal 26 September).
Dimyanti & Mudjiono. 2006. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta: Rineka Cipta
Fathurrohman, Muhammad. 2015. Model-model Pembelajaran Inovatif: Alternatif
Desain Pembelajaran yang Menyenangkan. Jogjakarta: Ar-Ruzz Media.

Fatmahanik, Ulum. 2016. Realistic Mathematic Education (RME). Jurnal


Kependidikan Dasar Islam Berbasis Sains, (Online), Vol. 1, No.1,
(ibriez.iainponorogo.ac.id/index.php/ibriez/article/download/5/2/ diakses
pada tanggal 2 Oktober 2017).

Hadi, Sutarto. 2017. Pendidikan Matematika Realistik: Teori, Pengembangan,


dan Implementasinya. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Halimah, dkk. 2013. Upaya meningkatkan Pemahaman Konsep Sifat-sifat Bangun


Ruang melalui Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME),
(Online), (https://eprints.uns.ac.id/14354/1/2300-5221-1-PB.pdf, diakses
pada tanggal 24 september).

Hendriana, Heris & Soemarmo, Utari. 2014. Penilaian Pembelajaran


Matematika. Bandung: PT. Refika Aditama.

Heruman. 2010. Model Pembelajaran Matematika. Bandung: PT. Remaja


Rosdakarya.

Karso,dkk. 2008. Pendidikan Matematika I. Jakarta: Universitas Terbuka.

Komalasari, Kokom. 2010. Pembelajaran Kontekstual: Konsep dan Aplikasi.


Bandung: Refika Aditama.

Kunandar. 2008. Langkah Mudah Penelitian Tindakan Kelas Sebagai


Pengembangan Profesi Guru. Jakarta: PT. Raja grafindo.

Pitajeng. 2006. Pembelajaran Matematika yang Menyenangkan. Jakarta:


Depdiknas

Puri, dkk. 2016. Penerapan Pendekatan Realistic Mathematics Education (RME)


untuk Meningkatkan Pemahaman Konsep Sifat-sifat Bangun Ruang pada
Siswa Sekolah Dasar, (Online),
(www.jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/pgsdsolo/article/download/10458/769
3 diakses pada tanggal 26 September 2017).

Purwanto, Ngalim. 2008. Prinsip-prinsip dan Teknik Evaluasi Pengajaran.


Bandung: PT. Remaja Rosdakarya

Purwanto. 2011. Evaluasi hasil Belajar. Yogyakarta: Pustaka Belajar.


FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 22
Sanjaya, Wina. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar
ProsesPendidikan. Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sanjaya, Wina. 2013. Penelitian Pendidikan: Jenis, Metode dan Prosedur.


Jakarta: Kencana Prenada Media Group.

Sugiyono. 2015. Metode Penelitian Pendidikan: Pendekatan Kuantitatif,


Kualitatif, dan R&D. Bandung: Alfabeta.

Susanto, Ahmad. 2013. Teori Belajar dan Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Jakarta: Prenadamedia Group.

Syafri, Fatrima Santri. 2016. Pembelajaran Matematika: Pendidikan Guru SD/MI.


Yogyakarta: Matematika.

Tarigan, Daitin. 2006. Pembelajaran Matematika Realistik. Jakarta: Depdiknas

Wijaya, Ariyadi. 2012. Pendidikan Matematika Realistik: Suatu Alternatif


Pendekatan Pembelajaran Matematika. Yogyakarta: Graha Ilmu.

FKIP UNIVERSITAS JAMBI Page | 23

Anda mungkin juga menyukai