DOSEN PENGAMPU
Yulizar Bila,S.Pd.I,M.Ed
Disusun oleh
NANDA HIDAYATULLAH (22130014)
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan
rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah Pendidikan Agama
Islam “aqidah”.
Dalam penyelesaian makalah ini peulis banyak menemui kendala.Namun, berkat bantuan dari
berbagai pihak, penulis dapat menyelesaikan makalh ini dengan baik.Untuk itu penulis
mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu khususnya dosen
pembimbing mata kuliah Pendidikan Agama Islam, Bapak Yulizar Bila, S.Pd.I, M.Ed.
Dalam penulisan makalah ini, penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan.Untuk
itu kritik dan saran dari pembaca sangat diharapkan demi kesempurnaan makalh ini untuk
kedepannya.Semoga makalah ini bisa dimanfaatkan sebaik-baiknya.
Penulis
i
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................................i
DAFTAR ISI..........................................................................................................................ii
A. Latar Belakang...........................................................................................................1
B. Rumusan Masalah......................................................................................................2
C. Tujuan Penulisan........................................................................................................2
D. Manfaat Penulisan......................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN.....................................................................................................3
A. Kesimpulan................................................................................................................14
B. Saran..........................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................................15
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Aqidah Islam berpangkal pada keyakinan “Tauhid” yaitu keyakinan tentang
wujud Allah, Tuhan Yang Maha Esa, tidak ada yang menyekutuinya, baik dalam zat,
sifat-sifat maupun perbuatannya. Akhlak mulia berawal dari aqidah, jika aqidahnya
sudah baik maka dengan sendirinya akhlak mulia akan terbentuk. Iman yang teguh
pasti tidak ada keraguan dalam hatinya dan tidak tercampuri oleh kebimbangan.
Beriman kepada Allah pasti akan melaksanakan segala perintahnya dan menjauhi
larangannya. Beriman kepada Allah juga harus beriman kepada Malaikat, Nabi, kitab,
hari akhir, qada dan qadar Allah. Aqidah memiliki peranan penting dalam mendidik
siswa, ruang lingkup aqidah yang dapat membentuk akhlak mulia akan mengantarkan
manusia Indonesia sebagai manusia yang mumpuni dalam segala aspek kehidupan.
Ruang lingkup dari aqidah yaitu: Ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyyat1 . Dari
ruang lingkup aqidah yang dijadikan rujukankan terbentuknya manusia berakhlakul
karimah, berarti manusia dapat menghindari akhlak tercela sebagai manifestasi dari
ajaran-ajaran aqidah Islam.
Pendidikan aqidah akhlak mempunyai arti dan peranan penting dalam
membentuk tingkah laku siswa seutuhnya. Sebab dengan pendidikan aqidah akhlak
ini siswa tidak diarahkan kepada pencapaian kebahagiaan hidup di dunia saja, tetapi
juga untuk kebahagiaan hidup di akhirat. Dengan pendidikan aqidah akhlak siswa
diarahkan mencapai keseimbangan antara kemajuan lahiriah dan batiniah, keselarasan
hubungan antara manusia dalam lingkup sosial masyarakat dan lingkungannya juga
hubungan manusia dengan Tuhannya. Dan dengan pendidikan aqidah akhlak pula
siswa akan memiliki derajat yang tinggi yang melebihi makhluk lainnya. Pada
akhirnya dapat dikatakan bahwa pelaksanaan pendidikan aqidah akhlak dapat
dipandang sebagai suatu wadah untuk membina dan membentuk tingkah laku siswa
dalam mengembangkan pengetahuan (kognitif), sikap (afektif) serta pembiasaan
(psikomotorik). Realita pendidikan di SDITQ al-Irsyad Tengaran adalah siswa
bersikap sopan terhadap guru dan teman, dapat melaksanakan sholat berjama’ah,
mampu menciptakan lingkungan sekolah yang bersih dan nyaman, dan lain
sebagainya. Ini dicapai tidak hanya dengan kemauan guru, tetapi semangat dari siswa
dan dukungan dari seluruh elemen yang ada di sekolah. Realita tersebut dapat
dikatakan baik, namun masih ada siswa yang kurang tertib dan ini merupakan
dinamika siswa yang masih memiliki keinginan untuk bersikap semaunya sendiri
namun masih berada dalam batas kewajaran. Disamping itu potret siswa SDITQ yang
seharusnya tercermin dalam keseharian dapat dilihat dari prilakunya dengan teman,
guru serta seluruh elemen yang ada di
1
B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah berdasarkan uraian latar belakang di atas adalah
sebagai berikut
1. Apa Konsep aqidah ,pengertian,unsur,ruang lingkup,kedudukan ?
2. Apa wujud tuhan Menurut dalil naqli dan aqli ?
3. Apa aqidah yang benar dan aqidah yang salah ?
4. Apa cara pemeliharaan aqidah ?
C. Tujuan Penulisan
1. Untuk mendeskripsikan Konsep aqidah,pengertian,unsur,ruang lingkup dan
kedudukan
2. Untuk mendeskripsikan bentuk tuhan Menurut dalil dan ahli
3. Untuk mendeskripsikan aqidah yang benar dan aqidah yang salah
4. Untuk mendeskripsikan cara pemeliharaan aqidah
D. Manfaat Penulisan
1. Menyelesaikan tugas mata kuliah Pendidikan agama islam
2. Mengetahui dan memahami komponen-komponen pada aqidah
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. KONSEP AQIDAH
1. Pengertian aqidah
Kata “aqidah” diambil dari kata “al-aqdu” yaitu ar-rabth (ikatan), al-ibraam
(pengesahan), al-ihkam (penguatan), al-tawatssuq (menjadi kokoh kuat), asy-
syaddubiquwwah (pengikatan dengan kuat ), at-tamaasuk (pengokohan ) dan al-
itsbaatu (penetapan).di antaranya juga mempunyai arti al-yaqiin (keyakinan) dan
al-jazmu (penetapan).
Aqidah menurut istilah adalah perkara yang wajib dibenarkan oleh hati dan
jiwa menjadi tentram karenanya, sehingga menjadi suatu kenyataan yang teguh
dan kokoh, yang tidak tercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
Pengertian aqidah menurut al-banna “(aqa’id bentuk jamak dari aqidah) adalah
perkara yang wajib diyakini kebenaranya oleh hati, mendatangkan ketentraman
jiwa yang tidak tercampur sedikit dengan keraguan”.
Menurut Abu Bakar al-jazairy “aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat
diterima secara umum oleh manusia berdasarkan akal, wahyu, dan fitrah.
Kebenaran itu diartikan oleh manusia didalam hati serta diyakini keshahihan dan
keberadaanya secara pasti dan ditolak segala sesuatu yang bertentangan dengan
kebenaran itu.
Pengertian Aqidah secara Terminologi (Istilah)
a. Menurut Hasan al-Banna,
Aqidah adalah beberapa perkara yang wajib diyakini keberadaannya oleh
hatimu, mendatangkan ketentraman jiwa,menjadi keyakinan yang tidak
bercampur sedikitpun dengan keragu-raguan”
b. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy,
Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secaraumum oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.(Kebenaran) itu dipatrikan oleh
manusia di dalam hati sertadiyakini kesahihan dan kebenarannya secara pasti
dan ditolaksegala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu
c. Imam Ghazali,
Jika dalam diri seseorang telah tumbuh Aqidah pada hatinya,maka mereka
akan menganggap hanya Allah Subhanahu Wata'alasajalah yang memiliki
kuasa atas segala sesuatu. Sementara segala yang ada hanyalah mahluk.
d. Menurut Abdullah Azzam,
Aqidah adalah meyakini dengan sepenuh hati bahwasanya "beriman" berarti
tidak mengingkari adanya enam rukun Iman.Diantaranya adalah Iman kepada;
Allah, Malaikat, Kitab, Rasul, Hari Kiamat serta Qada' dan Qadar
3
e. Menurut Ibnu Tarmiyah,
Aqidah adalah sesuatu yang tertanam dalam hati. Akan merasa tenang orang
yang memilikinya, dan di dalam jiwanya tidak sedikitpun menaruh prasangka
ataupun keraguan
f. Menurut Abu Bakar Jabir Al-Jazairy,
Adalah kebenaran logis yang mampu diterima manusia melalui akal, wahyu
dan juga fitrahnya. Dan kebenaran tersebut
terletak pada hati yang senantiasa akan menolak dengan tegas jika ada yang
bertentangan dengannya
g. Aqidah adalah Sebuah perkara yang sifatnya wajib untukdibenarkan oleh hati
dan jiwa, sehingga orang yang memilikikebenaran tersebut akan merasa damai
karenanya. Kemudianmenjadi suatu kenyataan yang teguh serta kokoh, yang
tidaktercampuri oleh keraguan dan kebimbangan.
h. Aqidah bisa dikatakan sebagai keimanan yang terdapat di
dalam jiwa. Keberadaannya terikat dan sangat kokoh. Dan apabilaterdapat
keraguan atau prasangka, maka tidak dapat dikatakansebagai aqidah.
i. Implementasi dari keberadaannya (iman/aqidah) yang terdapatdalam hati atau
jiwa, muncul dalam bentuk ucapan/lisan, dandiwujudkan dalam bentuk
perbuatan.
j. Singkatnya, aqidah adalah iman yang teguh dan pasti, yang tidakada keraguan
sedikitpun bagi orang yang meyakininya.
2. Ruang lingkup
Menurut hasan al-banna maka ruang lingkup aqidah islam meliputi:
a. Ilahiyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Allah,
seperti wujud Allah, sifat Allah, nama dan perbuatan Allah dan sebagainya
b. Nubuwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabidan
rasul, pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah yang dibawa para rasul, mu’jizat rasul dan
lainya.
c. Ruhaniyat, yaitu tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisikseperti
jin, iblis, setan, roh, malaikat dan lainya.
d. Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i
, yakni dalil naqli berupa al-quran dan as-sunnah seperti alam barzkah, akhiratdan azab
kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan sebagainya.
3. Unsur-unsur aqidah
Ada tiga unsur pokok dalam aqidah Islam yang tidak bisa dipisahkan satu dengan
yang lainnya, yaitu Islam, Iman, dan Ihsan. Ketiganya mempunyai hubungan yang
sangat erat
Pengertian iman dari bahasa Arab yang artinya percaya. Selain itu menurut
istilah pengertian iman adalah membenarkan dengan hati, diucapkan
dengan lisan, dan di amalkan dengan tindakan (perbuatan). Dengan
demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan dengan hati
bahwa Allah itu benar-benar ada
Pengertian Islam secara etimologi atau secara bahasa berarti tunduk, patuh,
atau berserah diri. Adapun menurut syariat (terminologi), apabila di
mutlakan berada pada dua pengertian yaitu: Yang pertama: apabila
disebutkan sendiri tanpa diiringi dengan kata iman, maka pengertian islam
5
mencakup seluruh agama, baik ushul (pokok) maupun furu’ (cabang), juga
seluruh masalah aqidah, ibadah, perkataan dan perbuatan.Kedua, apabila
kata islam di sebutkan bersamaan dengan kata iman, maka yang di maksud
islam adalah perkataan dan amal-amal lahiriyah yang dengannya terjaga
diri dan hartanya, baik dia meyakini islam atau tidak. Sedangkan kata iman
berkaitan dengan amal hati.
Kata Ihsan berasal dari bahasa Arab yaitu ahsan-yuhsinu-ihsanan yang
artinya kebaikan atau berbuat baik. Dan pelakunya disebut muhsin.
Sedangkan menurut istilah ihsan adalah perbuatan baik yang dilakukan
oleh seseorang dengan niat hati beribadah kepada Allah swt.Ihsan atau
kebaikan tertinggi adalah seperti yang di sabdakan Rasulullah Saw. “Ihsan
hendaknya kamu beribadah kepada Allah swt seolah-olah kamu
melihatnya, dan jika kamu tidak dapat melihatnya, sesungguhnya dia
melihat kamu.” (HR. Bukhari).
4. Kedudukan
Aqidah memiliki kedudukan yang sangat penting dalam ajaran Islam. Ibarat
suatu bangunan, aqidah adalah pondasinya, sedangkan ajaran Islam yang
lain, seperti ibadah dan akhlaq, adalah sesuatu yang dibangun di atasnya.
Rumah yang dibangun tanpa pondasi adalah suatu bangunan yang sangat
rapuh. Tidak usah ada gempa bumi atau badai, bahkan untuk sekedar
menahan atau menanggung beban atap saja, bangunan tersebut akan runtuh
dan hancur berantakan. Maka, aqidah yang benar merupakan landasan
(asas) bagi tegak agama (din) dan diterimanya suatu amal
a. Argumen ontologi
Ontologi terdiri dari susunan dua kata: ontos = sesuatu yang berwujud, dan
logos = logika atau pemikiran maka ontologi dalam pengertian ini adalah teori
6
tentang wujud, tentang hakikat yang ada. Ringkasanya argument ini adalah
bahwa semua yang berwujud (ada) dapat dikelompokkan dalam dua kategori.
Pertama, wujud yang bersifat mutlak (wajibul wujud), kedua wujud yang
bersifat relatif (mumkinul wujud). Wujud yang mutlak hanya satu,
keberadaanya tidak tergantung pada yang lainnya dan tidak diikat oleh ruang
dan waktu. Karena itu dia ada di mana-mana dan kapan saja. Keberadaanya
menjadi penyebab bagi adanya yang lain, namun ia tidak disebabkan oleh
yang lain. Sedangkan wujud yang besifat relatif itu keberadaannya tergantung
kepada yang lain. Keberadaannya diikat oleh ruang dan waktu, karena itu ia
tidak bersifat kekal. Wujud kategori yang pertama itu tidak disebabkan oleh
wujud yang selainnya tetapi berdiri dengan sendirinya. Wujudnya bersifat
kekal dan maha segala-galanya yang tidak ada tandingannya. Akal kita
mengharuskan demikian adanya. Itulah yang didalam ajaran agama disebut
dengan Tuhan (Ind), God (Ingr), Theo (Yunani), Ilah (Arab) dsb. Sedangkan
wujud kategori kedua adalah wujud yang bersifat relatif dan tidak kekal. Itulah
wujud alam semesta. Selain Tuhan disebut alam atau makhluq (yang
diciptakan) sedangkan Tuhan adalah Sang Pencipta (khaliq). Argumen ini
dimunculkan pertama kali oleh Plato, seorang filosuf Yunani yang hidup pada
masa 428-348 SM.
b. Argumen Cosmologi
Kata cosmos menurut makna asalnya adalah teratur, harmoni dan tersusun
rapi. Kemudian maknanya berkembang menjadi "alam raya" karena alam raya
bila diamati bergerak dengan serba teratur dan harmoni. Argumen cosmologi
ini disebut juga dengan argumen sebab akibat (sabab wal musabbab).
Ringkasnya argumen ini bahwa segala sesuatu di alam ini terjadi melalui
proses sebab dan akibat. Misalnya, adanya banjir disebabkan adanya hujan,
hujan turun disebabkan adanya awan tebal yang mengandung air, awan
disebabkan adanya penguapan air laut. Terjadinya penguapan disebabkan
adanya panas atau cahaya dan terjadinya panas karna adanya matahari.
Begitulah seterusnya sampai kepada penyebab pertama yang tidak disebabkan
oleh yang lainnya sehingga akal manusia tidak mampu menjelaskannya lagi.
Aristoteles menyebutnya dengan istilah penyebab pertama (prima causa).
Pemikiran tersebut juga diadobsi oleh Al-Farabi, seorang filosuf Muslim yang
menyebutnya dengan istilah al-muharrik alawwal (penggerak pertama).
Penggerak pertama tersebut mestilah maha sempurna dan tidak berhajat
kepada yang lain. Dia merupakan akal yang suci (divine, muqaddas). Itulah
asal dari segala-galanya, yang didalam bahasa agama-agama dikenal sebagai
tuhan.
7
c. Argumen Moral
Argumen Moral ini dikemukakan pertama kali oleh Immanuel Kant (1724-
1804 M). Inti dalam argumen ini adalah : "wujud tuhan hannya dapat
ditetapkan dengan tanda-tanda dalam jiwa manusia. Tanda-tanda tersebut
berbentuk "laranggan moral" (al-wasi'ul akhlaqi) atau tanda wajib (AlAkkad,
Ketuhanan …,1981:191). Didalam diri setiap manusia ada satu timbangan
yang disebut “kata hati " (dhamir), ia tidak pernah berbohong dan selalu
mengingatkan kepada kebenaran, kebaikan dan keadilan. Di dalam alam
semesta tidak ditemukan timbangan kebenaran moral untuk menanamkan
kewajiban tersebut. Lalu dari manakah timbulnya kebenaran moral yang ada
dalam diri manusia itu kalau bukan dari sesuatu yang diluar dirinya? Kalau
pada alam semesta tidak ditemukan bisikan moral itu lalu dari mana lagi
datangnya? Pastilah bisikan moral itu berasal dari Yang Maha Baik, dan itulah
yang diyakininya sebagai Tuhan. "kesadaran moral adalah kesadaran tentang
diri kita sendiri ketika kita berhadapan dengan keadaan baik atau buruk”. Pada
saat yang sama manusia dapat membedakan antara yang halal (benar) dan
yang haram (tidak benar), yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan
meskipun ia dapat melakukanya. Dalam hal ini kita dapat melihat sesuatu yang
sepesifik atau khusus manusiawi. Contoh kongritnya ialah adanya ucapan-
ucapan: "perbuatan si A itu tidak pantas sebagai manusia". Inilah bukti adanya
kesadaran moral itu di dalam diri manusia” (Dirjakara, Percikan Filsafat,
1962:13). Perintah itu sifatnya absolut dan universal (categorical inperative).
Suatu perbuatan diketahui baik karena “perintah” (kata hati) itu mengatakan
demikian. Demikian pula suatu perbuatan jahat ditinggalkan karena “perintah”
itu mengatakan demikian dan tidak layak dikerjakan. Semuanya dilandasi oleh
rasa “wajib” secara moral (Harun Nasution,Falsafat Agama, 1991:64-65). Bila
kita perhatikan Al-Qur'an menggunakan beberapa macam kata yang menunjuk
kepada pengertian Tuhan, dan belum termasuk lagi nama-nama yang baik (al-
asma‟ul-husna) serta sifat-sifatnya. Di antara kata yang sering digunakan oleh
Al-Qur'an adalah Rabb (( ب رdan llah ) اله. ) Pertama, kata Rabb mengandung
makna mengatur, mendidik dan memelihara. Maka Allah sebagai Tuhan tidak
hanya mencipta tapi juga mendidik dan memelihara ciptaan-Nya. Sebagai
contoh firman-Nya: "Dan kami telah meneguhkan hati mereka di waktu
mereka berdiri, lalu mereka berkata, Rabb (Tuhan) kami adalah Rabb
(pencipta) langit dan bumi; kami sekali-kali tidak menyeru Tuhan selain Dia"
(Q.S Al- Kahfi / 18:14). Contoh lainya dapat dilihat dalam S.al-Baqarah/2:21-
22;. S.alIsra'/17:66; S.Fusshilat/41:30, dan S.al-An'am /675-79. Kedua, kata
llah dalam bahasa Arab menunjuk kepada sesuatu yang disembah atau dipuja
oleh manusia dalam hidupnya. Misalnya firman-Nya: "Dan kami tidak
mengutus seorang rasulpun sebelum kamu, melainkan kami wahyukan
kepadanya bahwasanya tidak ada Ilah melainkan Aku, maka sembahlah oleh
8
kamu sekalian akan Aku" (Q.S. Al-Anbiya/21:25). Contoh lain dapat dilihat
dalam Q.S.Al-A'raf/7:59; S.al-Baqarah/2:163 dan S.al-Furqan/25:69. Secara
umum keterangan Al-Qur'an tentang bukti-bukti keesaan Tuhan dapat dibagi
dalam 3 bagian pokok, yaitu: (1) Menjelaskan kenyataan wujud yang tampak
(fenomena alam semesta) (2) Menjelaskan rasa yang terdapat dalam jiwa
manusia, dan (3) Menjelaskan dengan dalil-dalil yang menyentuh dan
merangsang logika manusia atau dalil-dalil naqli yang merangsang akal
pikiran. Untuk yang pertama itu Al-Qur'an menggunakan seluruh wujud
sebagai bukti. Semua fenomena yang terjadi di alam semesta merupakan
saksi-saksi tentang keberadaan-Nya. Melalui cara ini Al-Qur'an merangsang
nalar manusia untuk memikirkanya hingga sampai kepada satu kesimpulan
dan keyakinan akan kemahakuasaan-Nya. Sebagai contoh firman-Nya dalam
surat Al- Ghasyiyah/88:17-20: “maka apakah mereka tidak memperhatikan
unta bagaimana ia diciptakan; dan langgit bagaimana ia di tinggikan, dan
gunung-gunung bagaimana ia di tegakkan; dan bumi bagaimana ia di
hamparkan” ? Contoh lain dapat dilihat dalam S.Qaf/50:6-7; S.al-Ra'du/13:4;
S. al-Mulk/67:3-4. Sedangkan untuk yang kedua, Al-Qur'an sering berbicara
tentang situasi dan kondisi jiwa manusia, sebagai contoh firman-Nya berikut:
Katakanlah, terangkanlah kepadaku jika datang siksaan Allah kepadamu, atau
datang kepadamu hari kiamat apakah kamu menyeru (tuhan) Selain Allah jika
kamu orang-orang yang benar!" (Q.S. al-An'am/6:40-41). Kemudian dalam S.
Yunus/46:4 dan S.al-A'raf/7:97-99. Karena itu tidak mengherankan bila ada
satu teori di dalam antropologi agama menyebutkan bahwa awal rasa
beragama di kalangan suku-suku primitif adalah adanya rasa kagum dan takut
terhadap gejala alam yang dahsyat. Ketakutan itu mendorong mereka untuk
mencari perlindungan sehingga muncullah pikiran pikiran mereka tentang
Yang Maha Kuasa. Ketiga, dialog Al-Qur'an yang banyak mengarah serta
menyapa akal manusia sehingga manusia dapat berfikir secara kritis, logis dan
sistematis untuk meyakini adanya Sang Maha Pencipta. Misalnya firman
Allah: "Apakah mereka menggambil tuhan-tuhan dari bumi yang dapat
menghidupkan (orang-orang mati)? Sekiranya di langit dan di bumi ada tuhan-
tuhan selain Allah, tentulah keduanya telah rusak binasa. Maka Maha Suci
Allah yang mempunyai 'arasy dari pada yang mereka sifatkan" (Q.S.al-
Anbya'/21:21-22). Juga dapat dilihat dalam S. Al-Ahqaf/46:4; S.
Al-Anbiya/21:62-66; S. AlAn'am/6;101 dan S. Yusuf/12:39
9
istitsna (alat pengecualian), sedangkan kata Allah adalah yang di kecualikan
(mustatsna). Susunan kalimat seperti ini bertujuan pemantapan terhadap keesaan
Allah. Keyakinan tentang adanya yang Mahakuasa selain Allah disebut dengan syirik
sebagai lawan dari kata tauhid. Oleh karena itu beraqidah yang benar berarti kita
bertauhid secara benar dan jika beraqidah yang salah berarti kita melakukan
penyimpangan terhadap tauhid.
Aspek-aspek tauhid
a. Tauhid Rububiyah
Yang di maksud Tauhid Rububiyah adalah meyakini Allah sebagai satusatunya
tuhan yang mencipta dan memelihara alam semesta. Gerak alam semesta yang
bejalan secara teratur dan harmoni menunjukan bahwa pengendalinya hanya satu.
Bila pengendalinya lebih dari satu maka akan terjadi kekacauan yang berujung
dengan kehancuran (Q.S. Al-Anbiya /21:22), namun dalam kenyataannya tidaklah
demikian, alam semesta bergerak dengan teratur mencapai tujuannya, ibarat
sebuah mesin raksasa yang tak pernah istirahat. Aspek rububiyah ini
penekanannya ialah kepada sentuhan-sentuhan kesadaran bahwa hidup manusia
selalu berada dalam pemeliharaan Tuhan.
b. Tauhid Uluhiyah
Tauhid uluhiyah adalah meyakini Allah sebagai satu-satunya yang wajib
disembah. Penyembahan atau pemujaan kepada selain-Nya mengakibatkan
rusaknya ketauhidan itu. Misalnya menyembah atau memuja dan memimta kepada
tempat-tempat atau benda-benda keramat, roh-roh nenek moyang dan yang
sejenisnya. Antara peyembahan dan permohonan harus sejalan, keduanya harus
ditujukan kepada sasaran yang satu, yakni Allah swt. Inilah hakikat ucapan:
"iyyaka na'budu wa iyyaka nasta'an" yang diulang-ulangi di setiap rakaat sholat.
Aspek uluhiyah ini penekanannya ialah kepada relasi antara hamba dengan
Tuhannya dalam bentuk doa-doa dan penyembahan
c. Tauhid Mulkiyah
Tauhid mulkiyah adalah meyakini Allah sebagai satu-satunya Yang
Mahaberkuasa. Kekuasaan-kekuasaan yang lain harus tunduk kepada
kekuasaanya. Sebesar apapun kekuasaan yang di miliki oleh manusia di satu saat
pasti akan sirna. Oleh karna itu, seseorang tidak boleh bertindak sewenang-
wenang ketika berkuasa karena kekuasaan yang di miliki manusia pada
hakikatnya adalah anugerah dan amanah-Nya yang akan dipertanggungjawabkan
kapada-Nya di suatu saat. Bila Allah menghendaki dalam sekejap mata saja
kekuasaan itu bisa tercabut dari akarnya (Q.S AliImran.3:26) dan 189; S. al-
Baqarah /2:247. Aspek mulkiyah ini penekanannya adalah kepada kesadaran
bahwa kekuasaan tertinggi dan bersifat mutlak hanya ada pada Tuhan, manusia
tidak akan mampu menentang kekuasaan-Nya. Banyak lagi aspek tauhid yang
dirumuskan oleh para ulama yang tidak sempat kita jelaskan semuanya dalam
ruang yang terbatas ini. Semuanya itu bertujuan untuk mengokohkan keimanan
kita tentang kemahaesaan dan kemahakuasaanNya.
10
Penyimpangan
Yang dimaksud dengan rumah laba-laba di sini adalah perumpamaan kerapuhan atau
ketidakstabilan jiwa orang-orang yang mencari dan mengharapkan perlindungan itu.
Perhatikan misalnya oang-orang yang percaya kepada ramalanramalan nasib, tenung
(nujum) dsb, jiwanya mudah terombang-ambing oleh keyakinannya sendiri. Akhirnya
11
tanpa disadari dirinya sudah terperangkap ke dalam sindikat kejahatan orang-orang
yang mengambil keuntungan dalam situasi itu. Menurut Muhammad Ali (1980:100),
perbuatan syirik yang dianggap sebagai perbuatan dosa yang paling berat bukanlah
disebabkan karena Allah itu irihati, dan itu bukanlah sifat Allah. Dosa berat itu
disebabkan karena adanya kenyataan bahwa syirik itu merusak akhlak manusia,
sedangkan tauhid mengangkat manusia ke tingkat akhlak yang tinggi. Allah tidak
akan memberi keampunan kepada seseorang selagi ia bersikap dan berperilaku syirik
(Q.S.4:58).
D. PEMELIHARAAN AQIDAH
1. Menambah atau memperdalam ilmu
Firman Allah: “…..sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-
hamba-Nya, hanyalah ulama (orang-orang berilmu). Sesungguhnya Allah Maha
perkasa lagi Maha Pengampun” (Q.S.Fathir/35:28).
3. Membiasakan jihad
Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, sukakah kamu Aku tunjukkan
suatu perniagaan yang dapat menyelamatkan kamu dari azab yang pedih? (yaitu)
kamu beriman kepada Allah dan Rasul-Nya dan berjihad di jalan Allah dengan
harta dan jiwamu. Itulah yang lebih baik bagi kamu jika kamu mengetahuinya”
(Q.S. AshShafat/61:10-11)
12
5. Selalu mencari keridhaan Allah
Firman Allah: “Allah menunjuki orang-orang yang mengikuti keredhaan-Nya ke
jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah mengeluarkan orang-orang
itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang dengan seizin-Nya, dan
menunjuki mereka ke jalan yang lurus” (Q.S.Al-Maidah/5:16)
6. Memakmurkan masjid
Firman Allah: “Hanyalah yang memakmurkan mesjid-mesjid Allah ialah orang-
orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, serta tetap mendirikan
shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,
maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang
yang mendapat petunjuk (Q.S.At-Taubah/9:18).
13
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Menurut Etimologi (Bahasa) Aqidah dapat diartikan sebagai kepercayaandasar
atau keyakinan pokok. Dan menurut Terminologi (Istilah) Aqidah bisadikatakan
sebagai keimanan yang terdapat di dalam jiwa. Keberadaannya terikatdan sangat
kokoh. Dan apabila terdapat keraguan atau prasangka, maka tidakdapat dikatakan
sebagai aqidah.Pada hakikatnya aqidah tetap bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah.
Allah menganugerahkan kebijakan dan kecerdasan berfikir kepada manusia
untukmengenalkan adanya Allah SWT dengan memperhatikan alam sebagai bukti
hasil perbuatan kekuasaan-Nya.Dalam keseluruhan bangunan Islam, aqidah dapat
diibaratkansebagai pondasi.
Dimana seluruh ajaran Islam berada di atasnya. Aqidah merupakan beberapa
prinsip keyakinan. Dengan keyakinan itulah seseorang termotivasi untukmenunaikan
kewajiban-kewajiban agamanya. Karena sifatnya keyakinan makamateri aqidah
sepenuhnya adalah informasi yang disampaikan oleh Allah SWT melalui wahyu
kepada Nabi-Nya, Muhammad Saw.Semoga apa yang kita sampaikan dapat diterima
dan bermanfaat, semoga berguna bagi kehidupan kita sekarang dan di masa yang akan
datang.
B. Saran
Dari penulisan makalah ini, penulis menyadari bahwa agama merupakan hal yang
sangat vital dalam kehidupan. Diharapkan setelah membaca makalah ini kita dapat
menjadi manusia yang lebih taat kepada Allah SWT sanantiasa bertaqwa kepada
Allah . semoga kita dapat menjadi manusia yang lebih baik dan dapat memberikan
manfaat bagi orang banyak disekitar kita. Sebagai manusia kita tidak luput dari yang
namanya kesalahan diharapakan kita selalu belajar dari kesalahan yang telah kita
perbuat.
14
DAFTAR PUSTAKA
Ebta Setiawan, Akidah, Kamus Besar Bahasa Indonesia (versi online/daring),diakses
dari https://kbbi.web.id/akidah, 18 September 2017, 11.35 WIB-
Ilyas, Yunahar.1992. kuliah Aqidah Islam. Yogyakarta: LPPI
Kontributor Wikipedia, Akidah Islam, Wikipedia, diakses
darihttps://id.wikipedia.org/wiki/Akidah_Islam, 18 September 2017, 13.08
Suresman, Edu. 1993. Aqidah Islam. Malang: IKIP
Yazid.2004. Aqidah Ahluz Sunnah Wal Jama’ah. Bogor: Pustaka At-taqwa
15