Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

IMAN, NIAT, DAN IKHLAS


Makalah ini di susun guna memenuhi Ujian Akhir Semester 5
mata kuliah Bimbingan dan Perawatan Rohani Islam

Pengampu : Drs. H. Abdullah, M.Si

NIP : 19640204 199203 1 004

Disusun oleh :

Barirotul Aizza Salsabila 20102020019

PRODI BIMBINGAN DAN KONSELLING ISLAM

FAKULTAS DAKWAH DAN KOMUNIKASI ISLAM

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN KALIJAGA

YOGYAKARTA

2022

i
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Bismillahirrahmanirrahim

Puji syukur saya panjatkan kehadiran Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya kepada kami semua. Sehingga atas izin dan karunia-Nya, saya dapat menyelesaikan
makalah ini dengan tepat waktu. Tak lupa kami panjatkan shalawat serta salam kepada
Rasulullah Muhammad SAW. Semoga syafaatnya mengalir pada kita di hari akhir kelak.

Adapun makalah yang berjudul “Iman, Niat, dan Ikhlas” disusun guna memenuhi tugas
Ujian Semester Akhir mata kuliah BKI Pendidikan. penyusun mengucapkan terima kasih kepada
Bapak Abdullah selaku dosen pengampu mata kuliah Bimbingan dan Perawatan Rohani Islam
yang telah memberikan tugas penyusunan makalah ini, sehingga saya mendapatkan ilmu dan
pengetahuan baru mengenai iman, niat, dan ikhlas. Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi
penyusun dan para pembaca untuk di terapkan pada saat terlibat dalam pendidikan
bermasyarakat nanti.

Yogyakarta, 18 Desember 2022

Penyusun

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................................................ii
DAFTAR ISI.............................................................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN.........................................................................................................................1
A. Latar Belakang.................................................................................................................................1
B. Rumusan Masalah............................................................................................................................1
C. Tujuan..............................................................................................................................................2
BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................................3
A. IMAN..............................................................................................................................................3
1. PENGERTIAN IMAN..............................................................................................................3
2. CIRI IMAN...............................................................................................................................4
3. MANFAAT IMAN DALAM KEHIDUPAN MANUSIA.........................................................5
4. PENYEBAB NAIK TURUNNYA IMAN................................................................................5
5. CARA MENINGKATKAN IMAN...........................................................................................6
6. IMPLEMENTASI IMAN DALAM LAYANAN BK...............................................................6
B. NIAT...............................................................................................................................................7
1. PENGERTIAN NIAT...............................................................................................................7
2. CARA MELAKUKAN NIAT...................................................................................................7
3. IMPLEMENTASI NIAT DALAM LAYANAN BK.................................................................8
C. IKHLAS..........................................................................................................................................8
1. PENGERTIAN IKHLAS..........................................................................................................8
2. CIRI-CIRI IKHLAS..................................................................................................................9
3. HAL YANG MERUSAK IKHLAS........................................................................................10
4. SYARAT IKHLAS.................................................................................................................12
BAB III PENUTUP.................................................................................................................................14
A. Kesimpulan....................................................................................................................................14
B. Saran..............................................................................................................................................14
DAFTAR PUSTAKA.............................................................................................................................iv

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Islam merupakan agama yang dibangun berlandaskan 3 tiang, yaitu iman, islam, dan
ihsan.
Ketiga aspek ini diimplementasikan dalam suatu perbuatan, terutama iman. Iman merupakan
pengakuan lisan dan membenarkan hati. Orang beriman percaya bahwa Allah ada dengan
segala sesuatu sifat-sifat baiknya, Allah memiliki malaikat dengan segala tanggung
jawabnya, Allah mengutus beberapa nabi dan rasul untuk membimbing manusia, Allah
memiliki kitab suci yang menjadi pedoman hidup manusia, ada takdir atau ketetapan Allah
yang mutlak bagi setiap orang. manusia, dan akan ada hari pengadilan ketika setiap orang
akan dilihat dan diberi pahala atas apa yang mereka lakukan selama mereka hidup di dunia.

Ketika manusia memiliki pegangan dalam pelaksanaan perbuatan di dunia, perlu adanya
niat dalam diri. Niat adalah gerak hati ke arah yang dianggapnya tepat, baik untuk
memperoleh manfaat maupun mencegah mudharat. Atau niat adalah wasiat yang disertai
dengan perbuatan, dan niat itu adalah barometer untuk memperbaiki tindakan. Jika niat
seseorang baik, maka tindakan yang dihasilkan akan baik. Sebaliknya, jika niat seseorang
buruk, maka perbuatan yang dihasilkan juga buruk

Ketika manusia sudah memiliki sikap beriman dan ketika melakukan sesuaitu
berlandaskan dengan niat dalam diri dengan baik maka manusia di utus untuk bisa ikhlas
ketika melakukan segala sesuatunya. Dalam proses konseling, kata ikhlas merupakan kata
yang sering diucapkan oleh konselor dan perbuatan yang harus dilakukan konselor dalam
penanganan pemecahan masalah klien.

B. Rumusan Masalah
1. Iman
a. Apa pengertian iman, niat dan ikhlas?
b. Ciri-ciri beriman?
c. Apa saja manfaat iman dalam kehidupan manusia?
d. Apa saja penyebab naik turunnya iman seseorang?

1
e. Bagaimana cara untuk meningkatkan iman seseorang?
f. Apa implementasi iman dengan proses konseling?
2. Niat
a. Apa pengertian niat?
b. Bagaimana cara untuk melakukan niat?
c. Apa imlementasi niat dalam proses konseling?
3. Ikhlas
a. Apa pengertian ikhlas?
b. Apa saja ciri-ciri ikhlas?
c. Apa saja hal-hal yang merusak ikhlas
d. Apa saja syarat seseorang ikhlas dalam pelaksanaan proses konseling?

C. Tujuan
Berdasarkan ruumusan masalah tujuan dari makalah ini yaitu :
1. Iman
a. Mengetahui pengertian iman, niat dan ikhlas?
b. Mengetahui ciri-ciri beriman?
c. Mengetahui manfaat iman dalam kehidupan manusia?
d. Mengetahui penyebab naik turunnya iman seseorang?
e. Mengetahui cara untuk meningkatkan iman seseorang?
f. Mengetahui iman dengan proses konseling?
2. Niat
a. Mengetahui pengertian niat?
b. Mengetahui cara untuk melakukan niat?
c. Mengetahui niat dalam proses konseling?
3. Ikhlas
a. Mengetahui pengertian ikhlas?
b. Mengetahui ciri-ciri ikhlas?
c. Mengetahui hal-hal yang merusak ikhlas
d. Mengetahui syarat seseorang ikhlas dalam pelaksanaan proses konseling?

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Iman, Niat, dan Ikhlas


a. Pengertian Iman
Iman berasal dari kata “ ‫ ايمان‬,“dan merupakan bentuk masdhar (kata jadian) dari
fi’il madhi “‫“ امن‬yang berarti membenarkan dan mempercayakan. Secara bahasa, iman
berarti percaya, setia, melindungi dan menyimpan sesuatu di tempat yang aman. (Tim
Saluran Teologi Lirboyo, 2005). Sedangkan menurut istilah, iman adalah pembenaran di
dalam hati, membuat janji dengan mulut, dan mengamalkannya dengan anggota.
Menurut Syaikh Ibnu 'Utsaimin, pengertian keyakinan secara bahasa adalah
pengakuan yang menimbulkan sikap penerimaan dan ketundukan. Menurutnya, makna
ini sesuai dengan makna iman dalam syariah. Dan beliau mengkritik orang-orang yang
mengartikan bahasa iman hanya sebagai pembenaran hati (tashdiq) tanpa unsur
penerimaan dan ketundukan. Kata iman adalah fi'il lazim (kata kerja yang tidak
membutuhkan objek), sedangkan tashdiq adalah fi'il muta'addi (memerlukan objek) (a.
Syaikh Al-Ban, 2008).
Iman adalah keyakinan yang kuat kepada Allah SWT, Syekh Husain bin Audah
al-awaisyah mengatakan bahwa “Iman adalah keyakinan dengan hati, berbicara dengan
mulut dan bertindak dengan anggota badan. Segala macam perbuatan, baik hati maupun
badan, mengandung esensi iman”. Dalam firman Allah Swt., yaitu

َ‫صلَ ٰوةَ َو ِم َّما َر َز ْق ٰنَهُ ْم يُنفِقُون‬ ِ ‫ٱلَّ ِذينَ يُْؤ ِمنُونَ بِ ْٱل َغ ْي‬
َّ ‫ب َويُقِي ُمونَ ٱل‬

Artinya : “Mereka yang beriman kepada yang ghaib, yang mendirikan sholat, dan
menafkahkan sebagian rezeki yang kami anugrahkan kepada mereka.” (QS. Albaqarah:
3). Ayat di atas menjelaskan bahwa iman yang membenarkan dalam hati adalah iman
yang meyakini adanya alam semesta dan isinya, sedangkan laknat di mulut adalah seperti
mengucapkan dua kalimat syahadat (tidak ada penyembah yang benar selain Allah dan
Muhammad adalah Rasulullah) dan mengamalkannya dengan bagian-bagian tubuh
seperti misalnya pelaksanaan ibadah sesuai fungsinya.

3
Ketahuilah bahwa arti beriman kepada Allah SWT adalah percaya bahwa Allah
itu Esa (Esa), Dia tidak sama dalam zat atau sifat-Nya dan Dia tidak memiliki sekutu
dalam kekuasaan-Nya, dalam Keilahian-Nya. Percayalah juga bahwa Allah tidak berawal
dan selamanya tidak berakhir, dan percayalah malaikat, percayalah bahwa mereka adalah
hamba Allah yang mulia. Mereka tidak melanggar perintah dan melakukan segala sesuatu
yang disyariatkan bagi mereka, mereka jujur dan benar dalam menyampaikan ajaran
Allah SWT. Selama manusia percaya pada buku-buku Allah, percayalah bahwa buku-
buku itu adalah Firman Allah yang benar, yang ada di luar. Surat dan suara, dan semua
yang ada di dalamnya adalah kebenaran, dan Allah mengirimkannya kepada beberapa
utusan-Nya dalam bentuk daun atau dalam bahasa bidadari. Keyakinan para rasul bahwa
Allah mengutus mereka kepada umat manusia dan melindungi mereka dari teror dan
kekurangan, juga dilindungi dari dosa besar dan kecil sebelum dan sesudah kenabian.
Bilyaumil menyimpulkan keyakinan yaitu, keyakinan terhadap apa yang terjadi setelah
kematian yaitu, pertayaan di dalam kubur, nikmat dan siksa kubur, kebangkitan di hari
qiyamat, pembalasan atas segala amal, pahala, timbangan amal, shirath, surga dan neraka.
Iman bil qadar, yaitu meyakini bahwa Allah telah menetapkan segala sesuatu dalam Azal,
yaitu sebelum penciptaan makhluk sudah ada rencana yang telah ditetapkan yang terjadi
pada makhluk dan apa yang ditetapkan harus terjadi sedangkan yang tidak ditentukan
tidak terjadi dan Allah melakukan sebaliknya, yaitu: baik, buruk, sehat, sakit, manis,
pahit, apa yang sah dan apa yang haram, sebelum alam semuanya dilakukan, maka semua
alam dengan ketetapan takdir dan ketetapan Allah sajalah yang sah (Bahreisy, n.d.).

b. Ciri-Ciri Beriman
1. Bergetar hati ketika disebutkan nama Allah, sesuai dengan Q.s Al-Anfal : 2
َ‫ت َعلَ ْي ِه ْم َءا ٰيَتُهۥُ َزا َد ْتهُ ْم ِإي ٰ َمنًا َو َعلَ ٰى َربِّ ِه ْم يَت ََو َّكلُون‬ ْ َ‫ِإنَّ َما ْٱل ُمْؤ ِمنُونَ ٱلَّ ِذينَ ِإ َذا ُذ ِك َر ٱهَّلل ُ َو ِجل‬
ْ َ‫ت قُلُوبُهُ ْم َوِإ َذا تُلِي‬
Yang artinya : “Sesungguhnya orang-orang yang beriman ialah mereka yang bila
disebut nama Allah gemetarlah hati mereka, dan apabila dibacakan ayat-ayat-Nya
bertambahlah iman mereka (karenanya), dan hanya kepada Tuhanlah mereka
bertawakkal”.
2. Menjalankan amal dan perintah Allah dengan sungguh-sungguh dan ikhlas, sesuai
dengan Qs. Al-Mu’minun : 1-5 yang berbunyi :

4
|ِ‫ص| اَل تِ| ِه| ْم| َ|خ| ا| ِش| ُع| و| َ|ن| َو| ا|لَّ| ِذ| ي| َ|ن| هُ| ْم| َع| ِ|ن| ا|ل|لَّ| ْ|غ| و‬ َ |‫قَ| ْد| َأ ْف| لَ| َ|ح| ا| ْل| ُم| ْؤ ِم| نُ| و| َ|ن| ا|لَّ| ِذ| ي| َ|ن| هُ| ْم| فِ| ي‬
|‫ض| و| َ|ن| َ|و| ا|لَّ| ِذ| ي| َ|ن| هُ| ْم| لِ| ل| َّز| َك| ا| ِة| فَ| ا| ِ|ع| لُ| و| َ|ن| َو| ا|لَّ| ِذ| ي| َ|ن| هُ| ْم| لِ| فُ| ُر| و| ِ|ج| ِه| ْم| َ|ح| ا|فِ| ظُ| و| َن‬
ُ |‫ُم| ْع| ِر‬
Yang artinya : “Sesungguhnya beruntung orang-orang beriman yaitu orang-orang
yang khusyu dalam shalatnya, dan orang-orang yang menjauhkan diri dari perbuatan
dan perkataan yang tidak berguna, dan orang-orang yang menunaikan zakat serta
orang-orang yang menjaga kemaluannya”.

c. Manfaat Iman Dalam Kehidupan Muslim


Manfaat bagi kehidupan manusia, tidak hanya iman kepercayaan di hati manusia,
tetapi dapat menjadi kekuatan yang memotivasi dan membentuk sikap dan perilaku
kehidupan Islami. Manfaat iman diantaranya (Ulumiddin, 2002):
1) Iman menghilangkan kepercayaan pada kekuatan benda.
2) Iman membangkitkan keberanian untuk menghadapi kematian.
3) Iman menciptakan sikap menolong diri sendiri dalam hidup.
4) Iman memberikan ketenangan pikiran.
5) Iman menciptakan kehidupan yang baik (Hayatan Thayibah).
6) Iman melahirkan sikap ikhlas dan teguh.
7) Iman memberi kebahagiaan dalam hidup.
Manfaat dan pengaruh iman bagi kehidupan seorang muslim sangat bermanfaat
dan terlihat dari perspektif spiritual keagamaan. Seorang muslim juga meyakini adanya
iman di dalam hatinya sehingga imannya dapat menenangkan dan menyejukkan hatinya
ketika ia dapat meyakini pentingnya kekuatan iman tersebut.

d. Penyebab Naik Turunnya Iman Seseorang


Iman bisa bertambah dan berkurang. Umat islam bisa memperkuat iman dengan
melakukan hal-hal perbuatan baik. Sedangkan iman seseorang bisa turun akibat banyak
melakukan perbuatan buruk. Ada yang bisa menambah dan mengurangi iman, karena
iman tidak bertambah atau berkurang dengan sendirinya. Jadi iman itu tumbuh karena
ada yang menambahnya, yaitu perbuatan baik. Yang melemahkan iman adalah karena
sesuatu yang melemahkannya, yaitu perbuatan buruk.

5
e. Cara Untuk Meningkatkan Iman Manusia
Berikut merupakan cara-cara supaya umat manusia bisa tetap istiqomah dalam menjaga
dan juga meningkatkan keimanan. Diantaranya (Saputra, 2022) :
1. Menguatkan tauhid
2. Menanamkan dihati dan pikiran bahwa tugas utama manusia adalah untuk beribadah
kepada Allah
3. Melakukan aman baik dan meninggalkan amal buruk
4. Menuntut ilmu terutama dalam bidang keislaman
5. Merenuni tanda-tanda dan kekuasaan Allah
6. Menjaga lingkungan pergaulan

f. Peran Iman Terhadap Pribadi Konselor


Dalam peribadi diri konselor ketika melakukan proses konseling, iman tidak luput dalam
ikut andil sebagai aspek keberhasilan dalam memecahkan permasalahan klien (konseli),
perannya antara lain (Sutoyo, 2017) :
1. Menjadi landasan dan sekaligus sandaran dalam menolong
Membantu orang lain ketika ada permasalahan adalah ibadah yang layak jika
dilakukan di jalan Allah swt. Ketika pertolongan diberikan di jalan Allah dan
tujuannya adalah untuk mencari keridhaan Allah, maka konselor akan menerima apa
yang Allah janjikan. Menolong orang lain adalah ibadah bila dilakukan di jalan Allah.
artinya menurut aturan Allah swt dan diniatkan untuk mencari ridha Allah. Jika
pertolongan diberikan dengan cara yang ditentukan oleh Allah dan tujuannya adalah
untuk mencari keridhaan Aallah, maka orang konselor akan menerima apa yang
Tuhan janjikan.
2. Menjadi pembimbing bagi tingkah laku apa yang harus dilakukan oleh konselor
Konselor juga adalah orang yang tidak lari dari kesalahan dan dosa. Dengan iman
yang benar, iman menjadi mungkin menuntun konselor menuju perilaku yang lebih
baik dan terpuji serta patut ditiru oleh konseli. Karena membantu orang bukan hanya
apa yang dikatakan atau diberikan oleh konselor, tetapi apa yang dilakukan konselor
dalam kehidupan sehari-hari.
3. Menjadi rujukan dan memilih cara dan meteri menolong

6
Dalam proses konseling, untuk memunculkan pemikiran yang benar dalam
menangani permasalahan konseli, hanya menyatakan hasil pemikiran dan kognisi saja
tidak cukup, tetapi dalam beberapa kasus perlu juga melakukan pendekatan secara
religius, karena pemikiran dan kognisi tidak selalu dapat mencakup semua masalah
yang dimiliki orang.

B. Niat
a. Pengertian Niat
Niat berasal dari bahasa arab yaitu an niyat yang merupakan bentuk jamak dari
niyah. Secara etimologi niat berarti al qoshdu yang bermakna maksud. Niat juga berarti
al ‘azm yaitu keinginan yang kuat. Secara istilah, para ulama’ memiliki perbedaan
pendapat dalam mendefinisikan niat. Iman maliki mendefinisikan niat sebagai sasaran
dari suatu tindakan yang dilakukan oleh seseorang. Dan dengan makna ini, niat muncul
sebelum perbuatan itu sendiri. Sedangkan menurut imam syafii, definisi niat adalah
tujuan kegiatan yang terjadi bersamaan dengan kegiatan tersebut.
Menurut Al-Baidlowi menjelaskan pengertian niat yaitu ungkapan keinginan hati
untuk mencapai apa yang dianggapnya sesuai dengan tujuannya, berupa kemaslahatan
atau penghindaran kemudharatan, sekarang atau di masa depan, dan syariat
mendefinisikan keinginan untuk melakukan suatu perbuatan karena mengharapkan ridha
Allah SWT dan menaati hukum-Nya.
Menurut iman Qurawi, mendefinisikan bahwa niat adalah tujuan seseorang di
dalam hati mereka untuk sesuatu yang ingin mereka lakukan. Selain itu, Muhasibi juga
menerangkan bahwa niat adalah tujuan seseorang untuk sesuatu yang dekat dengan
hatinya yang membutuhkan pemenuhan (Al-Qaraf, 1994).

b. Cara Untuk Melakukan Niat


Nabi Muhammad tidak pernah mencontohkan bagaimana melafadzkan niat
dengan bail. Dan niat tidak pernah diriwayatkan oleh para sahabat dan ulama’. Sehingga
tidak ada aturan khusus bagaimana cara kita untuk melakukan pelafadzan niat (abul
’abbas khalid syamhudi, 2014). Sehingga pelafadzan niat yang baik cukup dilakukan di
dalam hati dan pikiran saja yang diimplementasikan dengan perbuatan nyata.

7
c. Implementasi Niat Dalam Perbuatan Dan Konseling
Niat, al-qashdu (kemauan) dan tujuan adalah ekspresi yang memiliki makna, yaitu
keadaan dan sifat hati, yang menyiratkan hubungan antara pengetahuan dan amal.
Mengetahui niat seperti prekursor menuju keadaan dan mengikuti perbuatan baik (Imam
Al-Ghozali, 2007). Dan niat harus selalu diikuti dengan usaha untuk memenuhi tujuan
atau al-qashdu dan alasan tindakan tersebut. Dalam hal itu pengetahuan diperlukan sebab
hanya dengan ilmu maka niat tersebut akan berjalan dengan naik.
Dalam proses konseling, niat merupakan komponen utama yang harus dilakukan
baik oleh konselor maupun konseli. Dalam proses pemberian bantuan yang dilakukan
oleh konselor ketika didasarkan tanpa adanya niat maka proses konseling tidak akan
berjalan dengan lancar. Begitu pula bagi konseli, apabila tidak ada niat maka konseli
tidak akan mudah untuk mengutarakan permasalahan apa yang sedang di hadapi dan tidak
akan melakukan sungguh-sungguh dalam melakukan menjalani proses pengobatan
konseling dan proses perubahan dalam hidupnya.

C. Ikhlas
a. Pengertian Ikhlas
Ikhlas berasal dari kata yang berarti murni, tidak bercampur, suci, bening, suci
dari campuran dan pencemaran. Sesuatu yang murni berarti murni tanpa tambahan, baik
berwujud maupun tidak berwujud. Menurut kamus “Lisan al-Arabia”, ketulusan
merupakan ungkapan tauhid, yaitu “la ilaha illa allah”. Dalam “Kamus Bahasa Arab Al-
Munawwir” kata ikhlas diartikan sebagai bersih, murni, tidak tercemar. tulus, ikhlas dan
murni.
Menurut M. Quraish, Al-Misbah dalam Shihab Tafsir menyatakan bahwa ikhlas
adalah sesuatu yang sangat mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan. Dijelaskannya,
“ikhlas” berasal dari kata “khalis” yang berarti suci, suci dan bersih dari segala kotoran,
tidak tercampur dengan apapun seperti susu. Kemudian beliau mencontohkan: Sholat
bisa dilakukan dengan ikhlas bila tujuannya tidak sesuai, misalnya memberitahu orang
lain bahwa dirinya sedang sholat.

8
Hakikat keikhlasan tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata karena keikhlasan
mendapat tempat di hati. Hanya Anda dan Allah, Yang Maha Mengetahui, yang tahu
apakah Anda tulus atau tidak. Ikhlas adalah rahasia yang hanya diketahui oleh Allah
SWT. Ikhlas disebut juga dengan “ma’un khalish” yang berarti air putih jernih yang
belum tercampur dengan apapun. Ketulusan adalah bentuk cinta, bentuk cinta dan
pelayanan tanpa syarat. Cinta putih adalah bentuk ketulusan yang tidak kamu inginkan
manja karena bercampur dengan hal lain kecuali penuh cinta (Khoiriyah, 2021).

b. Ciri-ciri Ikhlas
Orang yang memiliki sifat ikhlas dalam dirinya memiliki ciri-coro sebagai berikut
(Khoiriyah, 2021):
a) Beramal baik
Senantiasa beramal dan bersungguh-sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan
sendiri atau bersama orang banyak, baik ada pujian ataupun celaan. Perjalanan
waktulah yang akan menentukan seseorang itu ikhlas atau tidak dalam beramal.
Dengan melalui berbagai macam ujian dan cobaan, baik yang suka maupun
duka, seorang akan terlihat kualitas keikhlasannya dalam beribadah, berdakwah,
dan berjihad.
b) Mengharap Ridha Allah SWT
Melakukan perbuatan amal secara tulus tanpa pamrih, dan mengutamakan amal
yang tersembunyi. Senantiasa menjaga sikap dan sifatnya dengan terus istiqomah
untuk melakukan kebaikan dan amal shaleh, terjaga dari segala yang diharamkan
Allah SWT, baik dalam keadaan bersama manusia atau jauh dari manusia. Tujuan
yang hendak di capai orang ikhlas adalah ridha Allah SWT.
c) Sabar Menghadapi Ujian
Sabar merupakan bentuk pengendalian diri atau kemampuan menghadapi
rintangan, kesulitan menerima musibah dengan ikhlas dan dapat menahan
marah. Sabar adalah pilar kebahagiaan seorang hamba, dengan kesabaran
seorang hamba akan terjaga dari kemaksiatan, konsistent dalam menjalankan
ketaatan, dan tabah dalam menghadapi berbagai macam cobaan. Sabar terbagi tiga
macam yaitu sebagaimana berikut:

9
1) Sabar dari maksiat, arttinya bersabar diri untuk tidak melakukan perbuatan yang
dilarang agama, untuk itu sangat dibutuhkan kesabaran dan ketaatan dalam
menahan hawa nafsu.
2) Sabar karena Musibah, artinya sabar dari suatu cobaan yang Allah berikan
kepada kita.
3) Sabar karena taat kepada swt artinyasabar untuk tetap melaksanakan
perintah Allah swt dan menjauhi segala larangannya dengan senantiasa
meningkatkan ketakwaan.
d) Menuduh diri sendiri
Keikhlasan hadir bila takut akan popularitas, keikhlasan hadir ketika
mengakui bahwa dirinya punya banyak kekurangan, seseorang lebih
cendrung untuk menyembunyikan amal kebajikan, seseorang mengutamakan
keridhaan Allah SWT dari pada keridhaan manusia, dan senantiasa bersungguh-
sungguh dalam beramal, baik dalam keadaan sendiri atau bersama orang
banyak,baik ada pujian ataupun celaan.
e) Tawakkal
Tawakkal adalah berserah diri sepenuhnya kepada Allah dalam menghadapi
suatu keadaan. Sebagai tanda tawakkal kita kepada Allah, kita yakin bahwa segala
sesuatu yang datang pada diri kita, adalah yang terbaik bagi kita, tiada
keraguan sedikit di dalam hati, apabila mempunya perasaan untuk
menghindarinya, segala sesuatu yang menimpa kita, meskipun hal itu terasa
pahit dan pedibagi kita, kalau hal itu dating dari-Nya, tentulah hal itu yang
terbaik bagi kita, inilah bentuk tawakkal sesungguhnya. Barang siapa yang
bertawakkal kepada Allah maka Allah akan mencukupinya dan memberinya
rezeki dari arah yang tidak terduga.Allah senantiasa mendengar pengaduan
hamba-hamba-Nya.

c. Hal –Hal yang merusak Ikhlas


Segala sesuatu yang merusak ikhlas diantaranya (Khoiriyah, 2021):
a) Riya’

10
Riya’ berasal dari kata ru’yah, yang artinya selalui ingin dilihat orang lain.
Sifat riya’ memiliki beberapa tingkatan, jika keseluruhan tujuannya adalah
perbuatan riya’ maka tentu itu membatalkan ibadah. Ciri-ciri riya’ yaitu sebagai
berikut:
1) Malas beramal jika sendirian
2) Semangat beramal jika sendirian
3) Amalnya bertambah banyak kalau di puji oleh orang lain, dan berkurang
kalau di cela orang banyak..
b) Ujub
Ujub atau bangga diri adalah sifat orang yang membanggakan dirinya sendiri
karena memiliki kelebihan dari pada orang lain,misalnya kaya raya, pandai dan
lain sebagainya. Orang seperti itu tidak merasa takut kehilangan kelebihannya
itu, ia sanggat bangga terhadap kenikmatan itu seolah–olah semua itu
keberhasilan yang diperoleh dari usahanya sendiri, ia tidak mengakui bahwa
semua kenikmatan dan kebahagiaan itu sebenarnya datang dari Allah. Ujub
merupakan penyakit yang membinasakan atau membahayakan karena termasuk
perbuatan tidak terpuji di sisi allah swt.
c) Takabbur
Takabbur berasal dari bahasa Arab takabbara-yatakabbaru yang artinya sombong
atau membanggakan diri. Secara istilah takabbur adalah sikap berbangga diri
dengan beranggaan bahwa hanya dirinya yang paling hebat dan benar
dibandingkan orang lain. Banyak hal yang menyebabkan orang menjadi
sombong akibat takabbur diantaranya dalam ilmu pengetahuan, amal dan
ibadah, nisab, kecantikan, dan kekayaan. Takabbur merupakan sifat dimana ia
merasa lebih di banding orang lain, baik itu lebih darisisi materi, lebih dari sisi
fisik, sisi ibadah dan lainnya, sehingga ia menganggap rendah dan remeh orang
lain. Adapun perbedaan sombong dengan takabbur ialah sombong adalah
membanggakan dirinya dengan sekali saja sedangkan takabbur ialah
membandingkan dirinya secara terus-menerus. Cara-cara menghindari sifat takabbur,
yaitu:
1) Hindari dari orang-orang yang bersifat sombong

11
2) Tanamkan keimanan yang kuat di dalam hati
3) Hilangkan sifat ujub
4) Berlaku rendah hati
5) Selalu menyadari nikmat dari Allah
6) Perbanyak berdo’a kepada Allah.
d) Ghadab
Ghadab berasal dari kata ghadaba artinya marah, Al ghadabu dalam bentuk
isim berarti lembu, singa, al-ghudub artinya ular yang jahat. Cara menghindari
dan menghilangkan sifat marah yaitu hendaklah duduk sambil mengingat Allah
swt. Namun jika tetap marah hendaklah berwudhu, karena dengan berwudhu badan
terasa segar dan dijauhkan dari gangguan syetan. Jika timbul perasaan marah,
hendaklah duduk sambil ingat Alllah. Namun jika tetap marah hendaklah
berwudhu, sebab dengan kita berwudhu kemarahan itu akan hilang.
e) Hasad
Hasad yaitu perasaan yang timbul dalam diri seseorang setelah
memandang sesuatu yang tidak dimiliki olehnya, tetapi dimiliki oleh orang lain,
kemudian dia menyebarkan berita bahwa yang dimiliki orang tersebut diperoleh
dengan tidak sewajarnya. Dengki adalah keinginan hilangnya nikmat dari orang
lain, yang disebabkan adanya rasa sakit hati, rasa dendam, rasa benci dan
adanya sifat ujub (merasa dirinya paling hebat) serta sifat sombong, sehingga
ia akan sekuat tenaga untuk menjatuhkan dan menghilangkan kenikmatan dari diri
seseorang.

d. Syarat Ikhlas Dalam Proses Konseling


Sebelum melakukan proses konseling, perlu kita ketahui apa saja aktifitas
yang dapat diterima oleh Allah SWT sebagai orang yang benar-benar ikhlas.
Diantaranya adalah (Qardhawi, 1996):
a) Melakukan amalan semata–mata hanya mengharap ridha Allah SWT.
b) Amal yang dilakukan sesuai dengan apa yang ditetapkan oleh Allah SWT. Amalan
tersebut tanpa dicampuri dengan keinginan dunia, keuntungan, pangkat, harta.
c) Aktifitas yang diniatkan dengan ikhlas karena Allah SWT.

12
d) Melakukan amal kebaikan dan menjauhi larangannya.
e) Amal perbuatan yang mengikuti sunnah Rasulluallah.
f) Benar-benar mengetahui kehendak Allah.
g) Menjalankan perbuatan konseling dengan ikhlas.
h) Pelaku dalam menjalankan aktifitas tersebut tidak riya’ ujub dan mencela sera
sombong.

13
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Iman merupakan keyakinan yang kuat dari hati, pikiran dan tindakan sehingga menjadi
sesuatu hal yang membenarkan dan mempercayakan. Ciri-ciri orang beriman: 1) bergetar
hati ketika menyebut atau mendengarkan lafadz Allah, 2) manjalankan amal dan perintah
Allah. Iman bermanfaat dan berpengaruh bagi kehidupan seorang muslim sangat bermanfaat
dan terlihat dari perspektif spiritual keagamaan. Iman bisa bertambah dengan melakukan
perbuatan baik, dan bisa berkurang dengan perbuatan buruk. Peran iman dalam pribadi
konselor adalah dengan 1) Menjadi landasan dan sekaligus sandaran dalam menolong, 2)
Menjadi pembimbing bagi tingkah laku apa yang harus dilakukan oleh konselor, 3)Menjadi
rujukan dan memilih cara dan meteri menolong.

Niat berarti keinginan kuat yang ada di dalam diri kita. tidak ada cara spesifik dalam
melakukan perbuatan niat karena baik nabi, sahabat hingga ulama' tidak pernah
meriwayatkan bagaimana cara menjalankan niat. Dalam proses konseling, niat merupakan
komponen utama yang harus dilakukan baik oleh konselor maupun konseli.

Ikhlas adalah sesuatu yang sangat mudah diucapkan tetapi sulit dilakukan. ciri-ciri orang
ikhlas diantaranya: 1) beramal baik, 2) mengharap ridha Allah, 3) sabar, 4) menuduh diri
sendiri, 5) tawakal. Hal-hal yang merusak ikhlas diantaranya 1) riya', 2) ujub, 3) takabur, 4)
ghadab, 5) hasad.

Dalam proses konseling ke tiga ini merupakan sesuatu yang harus dimiliki demi
terjalinnya proses konseling yang lancar dan hasil akhir yang sesuai dengan apa yang
diharapkan.

B. Saran
Kami sadari bahwa di dalam makalah ini masih terdapat banyak salah baik dari segi
penulisan maupun kata atau kalimat. Kami mohon agar bapak Drs. H. Abdullah, M.Si dan
teman-teman serta pembaca sekalian agar bisa memberikan saran yang membangun supaya
kami bisa berkembang menjadi lebih baik lagi. Sekian.

14
15
DAFTAR PUSTAKA

a Syaikh Al-Ban. (2008). Defisi Iman. Ensiklopedi.

abul ’abbas khalid syamhudi. (2014). fikih niat. http://dear.to/abusalma.

Al-Qaraf, S. A. bin I. (1994). adz-Dzakhirah. Dar al-Gharb al-Islami.

Bahreisy, S. (n.d.). Irsyadul ‘Ibad Ilasabilirrasyad. Darussaggaf.

Imam Al-Ghozali. (2007). Mukhtasar Ihya’ Ulumiddin. Pustaka Amani.

Khoiriyah, L. N. (2021). Ikhlas Dalam Al-Aquran. IAIN Ponorogo.

Saputra, T. (2022). Faktor Meningkat dan Menurunnya Keimanan: Studi Kitab Tafsir Al-Azhar Karya Buya
Hamka. Jurnal Riset Agama, 2(2), 251–263. https://doi.org/10.15575/jra.v2i2.17937

Sutoyo, A. (2017). Peran Iman Dalam Pengembangan Pribadi Konselor Yang Efektif. Jurnal Psikoedukasi
Dan Konseling, 1(1), 11. https://doi.org/10.20961/jpk.v1i1.11240

Tim Saluran Teologi Lirboyo. (2005). Akidah Kaum Sarungan. @Tamatan Aliyah Lirboyo Angkatan.

Ulumiddin, I. (2002). Ilmu dan Keyakinan. Republika.

iv

Anda mungkin juga menyukai