Anda di halaman 1dari 40

EPILOG IMAN, ILMU DAN AMAL SEBAGAI PILAR PERADABAN

Nama Kelompok :
1. Hamidah Dewi Nuraini (20191660006)
2. Anik Setiya Wati (20191660024)
3. Devi Nadhifa Salsabillah (20191660028)
4. Nindy Suci Kartika Sari (20191660068)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURABAYA
2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh


Syukur Alhamdulillah kami panjatkan atas kehadirat Allah SWT yang telah
melimpahkan rahmat dan segala bentuk kenikmatannya kepada kita semua sehingga
penulisan makalah ini dapat terselesaikan sesuai dengan waktu yang diharapkan. Tak
lupa pula kami mengirimkan salam dan shalawat atas junjungan kita
Nabiullah Muhammad saw, sebagai rahmatan lil‘alamin.
Makalah ini merupakan bentuk kewajiban dan penyempurnaan nilai kami selaku
mahasiswa di Universitas Muhammadiyah Surabaya pada mata kuliah Al-Islam
Kemuhammadiyaan dengan judul ― Epilog Iman, Ilmu dan Amal Sebagai Pilar
Peradaban‖.
Kami mengucapkan terimah kasih kepada semua pihak yang telah ikut serta
dalam membantu menyelesaikan penyusunan makalah ini. Dan kami mengharapkan
kritik dan saran yang membangun sehingga makalah ini menjadi lebih sempurna.
Wassalamualaikum Warohmatullahi Wabarokatuh.

Surabaya, 4 Oktober 2021

Tim Penulis

|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...................................................................................................ii

BAB I.............................................................................................................................1

PENDAHULUAN.........................................................................................................1

A. Latar Belakang......................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................1

C. Tujuan Penulisan...................................................................................................2

BAB II............................................................................................................................3

PEMBAHASAN............................................................................................................3

A. Pengertian Iman....................................................................................................3

B. Hakikat Iman.........................................................................................................4

C. Dasar Hukum Keimanan.......................................................................................4

D. Tingkatan Iman.....................................................................................................5

E. Bentuk Keimanan..................................................................................................7

F. Pasang Surutnya Keimanan...................................................................................8

G. Cara Menjaga dan Menguatkan Iman.................................................................12

H. Pengertian Ilmu...................................................................................................21

I. Pengertian Amal...................................................................................................23

J. Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal.............................................................24

K. Arti Peradaban....................................................................................................28

L. Pilar-Pilar Peradaban Islam.................................................................................29

BAB III.........................................................................................................................33

PENUTUP....................................................................................................................33

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................36

|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Manusia dalam kehidupannya perlu akan konsep hidup, yang akan memberikan
gambaran secara jelas tentang bagaimana manusia dalam berkehidupan yang harmonis
dengan Tuhan dan Manusia serta alam sekitarnya. Konsep hidup ini bekerja secara
berkesinambungan dan mengalami pembaharuan dalam implikasinya sesuai dengan
tuntutan zamannya.
Sebagai dasar kebenaran, maka konsepsi Iman menjadi landasan kebenaran pada
kebenaran mutlak. Kebenaran menjadi titik ideal yang manusia perlu
mengindahkannya, titik ideal ini menjadi dasar konsepsi atau sumber nilai yang
menentukan kerja amal manusia sesuai dengan kebenaran.
Kebenaran yang menjadi dasar tidak serta-merta "ada", namun ikhtiar manusia
sebagai subjek kehidupan yang memiliki kehendak bebas serta berpikir bebas selalu
mencoba mendekatkan diri pada kebenaran melalui ilmu. Sebagai sarana pendekatan
diri pada kebenaran, ilmu pengetahuan sebagai pangkal bahwa manusia sebagai
makhluk Tuhan secara masif mendekatkan dirinya melalui pencarian kebenaran atau
pembelajaran.
Ilmu sebagai cahaya pencerah akal manusia pada kebenaran, maka ilmu akan
senantiasa membawa manusia pada pribadi yang bernilai. Manusia yang bernilai adalah
manusia yang melakukan kerja kemanusiaan atau amal. Ilmu akan menjadi hidup
dengan membumikan ilmu dalam pola pikir dan pola tindak manusia.
Konsepsi yang menjadi dasar perencanaan manusia secara hirarki dan simultan
memberikan kesinambungan gerak pikir dan gerak tindak perlu dibumikan dalam diri
manusia itu sendiri. Seperti konsepsi Marx, tentang pertentangan klas, bahwa manusia
yang berada dalam klas-klas tertentu berubah dengan manusia yang tanpa klas.
Konsepsi Marx dapat dikatakan sosialis. Seperti itu halnya, manusia yang beragama
(Berkebenaran) harus memiliki konsep hidup yang mencerminkan suatu karakter
manusia yang cenderung pada kebenaran.

B. Rumusan Masalah
1. apa itu iman, ilmu dan amal?
2. Bagaimana hubungan iman, ilmu, dan amal sebagai pilar peradaban?

1|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
C. Tujuan Penulisan
1. Mengetahui definisi iman, almu dan amal.
2. mengetahui hubungan iman, ilmu dan amal pada pilar peradaban.

2|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Iman
Kata Iman berasal dari bahasa Arab yang artinya percaya. Sedangkan menurut
istilah, pengertian iman adalah : Tashdiqun bil qolbi waqoulun bil lisan wa amalun
bil arkan (membenarkan dengan hati, diucapkan dengan lisan, dan diamalkan dengan
perbuatan). Dengan demikian, pengertian iman kepada Allah adalah membenarkan
dengan hati bahwa Allah itu benar-benar ada dengan segala sifat keagungan dan
kesempurnaan-Nya, kemudian pengakuan hati itu diikrarkan dengan lisan berupa
syahadat, serta dibuktikan dengan amal perbuatan secara nyata. Jadi, seseorang dapat
dikatakan sebagai mukmin (orang yang beriman) sempurna apabila memenuhi ketiga
unsur keimanan di atas.
Apabila seseorang mengakui dalam hatinya tentang keberadaan Allah, tetapi
tidak diikrarkan dengan lisan dan dibuktikan dengan amal perbuatan, maka orang
tersebut dikatakan sebagai orang kafir karena menentang akan kebenaran yang
diyakininya.
Apabila orang tersebut berikrar dengan lisannya dan mengamalkan dengan
perbuatan namun hatinya ingkar maka orang tersebut dikatakan sebagai orang munafik.
Apabila orang tersebut meyakini didalam hati dan diikrarkan dengan lisan
namun tidak mau mengamalkan dengan perbuatan maka orang tersebut dikatakan
sebagai orang fasik.
Ketiga unsur keimanan tersebut merupakan satu kesatuan yang utuh dan tidak
dapat dipisahkan antara satu dengan lainnya.
Beriman kepada Allah adalah kebutuhan yang sangat mendasar bagi seseorang.
Allah memerintahkan agar ummat manusia beriman kepada-Nya, sebagaimana firman
Allah :

―Wahai orang-orang yang beriman. Tetaplah beriman kepada Allah dan


RasulNya (Muhammad) dan kepada Kitab (Al Qur‘an) yang diturunkan kepada
RasulNya, serta kitab yang diturunkan sebelumnya. Barangsiapa ingkar kepada Allah,
malaikat-malaikat-Nya, Kitab-kitab-Nya, Rasul-rasulNya, dan hari kemudian, maka
sungguh orang itu telah tersesat sangat jauh.‖ (Q.S. An Nisa : 136)

3|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
Ayat di atas menjelaskan kepada kita bahwa bila kita ingkar kepada Allah, maka
kita akan mengalami kesesatan yang nyata. Orang yang sesat tidak akan merasakan
kebahagiaan dalam hidup. Oleh karena itu, beriman kepada Allah sesungguhnya adalah
untuk kebaikan manusia.
B. Hakikat Iman
Para Ulama membagi hakikat iman dalam 5 tingkatan, yaitu :
1) Iman Al Wasithu, yaitu iman yang dimiliki oleh para malaikat, dimana
tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan tidak pula bertambah.
2) Iman Al Ma’sum, yaitu iman yang dimiliki oleh para Nabi dan Rosul Allah
SWT. Dimana tingkatan iman ini tidak pernah berkurang dan akan selalu
bertambah ketika wahyu datang kepadanya.
3) Iman Al Makbul, yaitu iman yang dimiliki oleh muslim dimana iman
tingkatan ini selalu bertambah jika mengerjakan amal kebaikan dan akan
berkurang jika melakukan maksiat.
4) Iman Al Maukuf, yaitu iman yang dimiliki oleh ahli bid‘ah, yaitu iman yang
ditangguhkan dimana jika berhenti melakukan bid‘ah maka iman akan
diterima, diantaranya kaum rafidhoh, atau dukun, sihir, dan yang sejenisnya.
5) Iman Al Mardud, yaitu iman yang ditolak, dimana iman ini yang dimiliki
oleh orang-orang musrik, murtad , munafik dan kafir dan sejenisnya.

C. Dasar Hukum Keimanan


Di antara dasar hukum yang disebut di dalam Al-Qur'an ialah :
―Katakanlah (wahai orang-orang yang beriman): ―Kami beriman kepada
Allah dan kitab yang diturunkan kepada kami, dan kitab yang diturunkan kepada
Ibrahim,
Isma‘il, Ishaq, Ya‘qub dan anak cucunya, dan kitab yang diberikan kepada Musa dan
Isa serta kitab yang diberikan kepada nabi-nabi dari Rabb mereka. Kami tidak
membeda-bedakan seorangpun di antara mereka dan kami hanya tunduk patuh kepada-
Nya.‖ (QS. Al-Baqarah : 136)

―Dan malaikat-malaikat yang di sisi-Nya.‖ (QS. Al-Anbiya`: 19-20)

4|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
Hadits Jibril, tentang seseorang yang bertanya kepada Nabi :

―Beritahukan kepadaku tentang Iman‖. Nabi menjawab,‖Iman adalah, engkau


beriman kepada Allah; malaikatNya; kitab-kitabNya; para RasulNya; hari Akhir, dan
beriman kepada takdir Allah yang baik dan yang buruk,‖ ia berkata, ―Engkau
benar.‖ ...Kemudian lelaki tersebut segera pergi. Aku pun terdiam, sehingga Nabi
bertanya kepadaku : ―Wahai, Umar! Tahukah engkau, siapa yang bertanya tadi?‖ Aku
menjawab,‖Allah dan RasulNya lebih mengetahui,‖ Beliau bersabda,‖Dia adalah Jibril
yang mengajarkan kalian tentang agama kalian.‖ (HR. Muslim, No. 8)

D. Tingkatan Iman
Di dalam kitab tafsir Ruhul Bayan disebutkan bahwa pengertian iman secara
hakikat adalah sebagaimana firman Allah dalam surat al-Hadid ayat 16 :

― Belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk


hati mereka mengingat Allah dan kepada kebenaran yang Telah turun (kepada
mereka), dan janganlah mereka seperti orang-orang yang sebelumnya Telah
diturunkan Al Kitab kepadanya, Kemudian berlalulah masa yang panjang atas mereka
lalu hati mereka menjadi keras. dan kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang
yang fasik “.

Dari pengertian iman secara syari‘at dan hakikat ini, Imam Ghazali membagi
iman manusia kepada tiga tingkatan, yaitu :
Iman Taqlidi ( Imannya orang-orang awam ), yaitu imannya kebanyakan orang
yang tidak berilmu. Mereka beriman karena taklid semata. Sebagai perumpamaan iman
tingkat pertama ini, kalau kamu diberi tahu oleh orang yang sudah kamu uji
kebenarannya dan kamu mengenal dia belum pernah berdusta serta kamu tidak merasa
ragu atas ucapannya, maka hatimu akan puas dan tenang dengan berita orang tadi
dengan semata-mata hanya mendengar saja.
Ini adalah perumpamaan imannya orang-orang awam yang taklid. Mereka
beriman setelah mendengar dari ibu bapak dan guru-guru mereka tentang adanya Allah
dan Rasul-Nya dan kebenaran para Rasul itu beserta apa-apa yang dibawanya. Dan
seperti apa yang mereka dengar itu, mereka menerimanya serta tidak terlintas di hati

5|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
mereka adanya kesalahan-kesalahan dari apa yang dikatakan oleh orang tua dan
guruguru mereka, mereka merasa tenang dengannya, karena mereka berbaik sangka
kepada bapak, ibu dan guru-guru mereka, sebab orang tua tidak mungkin mengajarkan
yang salah kepada anak-anaknya, guru juga tidak mungkin mengajarkan yang salah
kepada murid-muridnya. Karena kita percaya kepada orang tua dan kepada guru, maka
kita pun beragama Islam.
Iman yang semacam ini tidak jauh berbeda dengan imannya orang-orang Yahudi
dan Nasrani yang juga merasa tenang dengan hal-hal yang mereka dengar dari ibu,
bapak dan guru-guru mereka. Bedanya adalah mereka memperoleh ajaran yang salah
dari orang tua dan guru-guru mereka, sedangkan orang-orang Islam mempercayai
kebenaran itu bukan karena melihat kebenaran karena penyaksiannya terhadap Allah,
tetapi karena mereka telah diberikan ajaran yang haq, yang benar.

1) Imanu Istidlali ( Imannya orang-orang ahli Ilmu Kalam ), yaitu dimana mereka
beriman cukup berdasarkan dalil aqli dan naqli, dan mereka merasa puas dengan
itu. Iman tingkat kedua ini tidak jauh berbeda derajatnya dengan iman tingkat
pertama. Sebagai contoh, apabila ada orang yang mengatakan kepadamu bahwa
Zaid itu di rumah, kemudian kamu mendengar suaranya, maka bertambahlah
keyakinanmu, karena suara itu menunjukkan adanya Zaid di rumah tersebut. Lalu
hatinya menetapkan bahwa suara orang tersebut adalah suara si Zaid.
Iman pada tingkat ini adalah iman yang bercampur baur dengan dalil dan
kesalahan pun juga mungkin terjadi karena mungkin saja ada yang berusaha
menirukan suara tadi, tetapi yang mendengarkan tadi merasa yakin dengan apa
yang telah di dengarnya, karena ia tidak berprasangka buruk sama sekali dan ia
tidak menduga ada maksud penipuan dan peniruan. Jadi imannya orang-orang ahli
ilmu kalam masih terdapat kesalahan dan kekeliruan padanya.

2) Imanut Tahqiqi / Arifi ( Imannya orang-orang ahli makrifat ), yaitu imannya


para ahli makrifat dan Hakikat. Mereka beriman kepada Allah dengan pembuktian
melalui penyaksian kepada Allah. Sebagai perumpamaan: Apabila kamu masuk ke
dalam rumah, maka kamu akan melihat dan menyaksikan Zaid itu dengan
pandangan mata kamu. Inilah makrifat yang sebenarnya dan inilah yang dikatakan

6|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
iman yang sebenarnya. Karena mereka beriman dengan pembuktian melalui
penyaksian mata hatinya, maka mustahil mereka terperosok ke jurang kesalahan.

Dari ketiga tingkatan iman ini dapatlah kita ketahui bahwa hanya orang-orang
ahli makrifatlah atau orang-orang ahli hakekatlah yang dikatakan benar-benar telah
beriman kepada Allah. Adapun imannya orang-orang awam dan imannya orang-orang
ahli ilmu kalam adalah beriman secara syari‘at, namun secara hakikat mereka belum
beriman kepada Allah, disebabkan karena ketiadaan ilmu dan ketidaktahuan mereka.
Jadi hanya dengan mempelajari tarekatlah kita baru dapat lepas dari syirik khafi (syirik
yang tersembunyi) dan syirik yang jali (syirik yang nyata). firman Allah dalam surat
azZumar ayat 22 :

―Maka apakah orang-orang yang dibukakan Allah hatinya untuk (menerima)


agama Islam lalu ia mendapat cahaya dari Tuhannya (sama dengan orang yang
membatu hatinya)? Maka Kecelakaan besarlah bagi mereka yang Telah membatu
hatinya untuk mengingat Allah. mereka itu dalam kesesatan yang nyata “.

E. Bentuk Keimanan
1) Iman kepada Allah
Seseorang tidak dikatakan beriman kepada Allah hingga dia mengimani 4 hal:
Mengimani adanya Allah. Mengimani rububiah Allah, bahwa tidak ada yang
mencipta, menguasai, dan mengatur alam semesta kecuali Allah. Mengimani
uluhiah Allah, bahwa tidak ada sembahan yang berhak disembah selain Allah dan
mengingkari semua sembahan selain Allah Ta‘ala. Mengimani semua nama dan
sifat Allah (al-Asma'ul Husna) yang Allah telah tetapkan untuk diri-Nya dan yang
Nabi-Nya tetapkan untuk Allah, serta menjauhi sikap menghilangkan makna,
memalingkan makna, mempertanyakan, dan menyerupakanNya.
2) Iman kepada Malaikat-Malaikat Allah
Mengimani adanya, setiap amalan dan tugas yang diberikan Allah kepada
mereka. Hal tersebut juga dijelaskan dalam hadits riwayat Muslim tentang iman
dan rukunnya. Dari Abdullah bin Umar, ketika diminta untuk menjelaskan iman,

7|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
Rasulullah bersabda,“iman itu engkau beriman kepada Allah,
malaikatmalaikatNya, kitab-kitabNya, Rasul-rasulNya dan hari akhir serta
beriman kepada ketentuan (takdir) yang baik maupun yang buruk.”
Dalam hadits tersebut, percaya kepada malaikat merupakan unsur kedua
keimanan dalam Islam. Percaya kepada malaikat sangatlah penting karena akan
dapat memurnikan dan membebaskan konsep tauhid dari bayangan syirik.

3) Iman kepada Kitab-kitab Allah


Mengimani bahwa seluruh kitab Allah adalah ucapan-Nya dan bukanlah
ciptaanNya. karena kalam (ucapan) merupakan sifat Allah dan sifat Allah
bukanlah makhluk. Muslim wajib mengimani bahwa Al-Qur`an merupakan
penghapus hukum dari semua kitab suci yang turun sebelumnya.
4) Iman kepada Rasul-Rasul Allah
Mengimani bahwa ada di antara laki-laki dari kalangan manusia yang Allah
Ta‘ala pilih sebagai perantara antara diri-Nya dengan para makhluknya. Akan
tetapi mereka semua tetaplah merupakan manusia biasa yang sama sekali tidak
mempunyai sifat-sifat dan hak-hak ketuhanan, karenanya menyembah para nabi
dan rasul adalah kebatilan yang nyata. Wajib mengimani bahwa semua wahyu
kepada nabi dan rasul itu adalah benar dan bersumber dari Allah Ta‘ala. Juga
wajib mengakui setiap nabi dan rasul yang kita ketahui namanya dan yang tidak
kita ketahui namanya.
5) Iman kepada Hari Akhir
Mengimani semua yang terjadi di alam barzakh (di antara dunia dan akhirat)
berupa fitnah kubur (nikmat kubur atau siksa kubur). Mengimani tanda-tanda hari
kiamat. Mengimani hari kebangkitan di padang mahsyar hingga berakhir di Surga
atau Neraka.
6) Iman kepada Qada dan Qadar, yaitu takdir yang baik dan buruk
Mengimani kejadian yang baik maupun yang buruk, semua itu berasal dari
Allah Ta‘ala. Karena seluruh makhluk tanpa terkecuali, zat dan sifat mereka
begitupula perbuatan mereka adalah ciptaan Allah.

8|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
F. Pasang Surutnya Keimanan
Bagi sebagian orang, sudah beriman kepada Allah Subhanahu wa ta‘alaa saja
sudah merasa cukup. Apapun yang dilakukannya, iman yang ada dirinya tidak akan
pernah luntur. Padahal tidaklah demikian. Iman yang ada pada hati seseorang dapat
luntur, atau bahkan hilang, jika orang tersebut tidak menjaganya. Perhatikan sabda
Rasulullah Shallallahu ‗alaihi wasallam berikut ini:
”Iman itu kadang naik kadang turun, maka perbaharuilah iman kalian dengan
la ilaha illallah.” (HR. Ibn Hibban)
Iman yang ada dalam hati kita mengalami fluktuasi. Iman tersebut bisa
bertambah kuat, namun juga dapat terkikis tanpa kita sadari. Naik turunnya iman yang
kita miliki tergantung kepada diri kita sendiri dalam menjaganya. Sebagai seorang
muslim, tentunya kita menginginkan agar iman yang kita miliki tidak berkurang, tapi
justru bertambah kuat. Karenanya, kita harus mengetahui apa saja yang mempengaruhi
naik turunnya kadar keimanan dalam diri kita.
Untuk itu kita harus waspada dan selalu mengintrospeksi diri dan dengan
mengetahui barometer kaimanan kita apakah saat ini iman kita lagi kondisi prima, atau
lagi dalam kondisi down atau bahkan lagi terkikis tanpa kita sadari. Untuk mengetahui
kondisi keimanan kita, rosulullah telah memberi resep yaitu dengan mengukur
peleksanaan ibadah kita, yaitu apakah ibadah kita kepada Allah saat ini benar-benar
khusu‘, kita merasa butuh dengan Allah, dekat dengan Allah, di saat melakukan ibadah
umpamanya melakukan sholat kita merasa ada ketenangan, ada kekhusu‘an dan ingin
berlama-lama dalam sholat, kalau itu yang kita rasakan maka kata Nabi, bahwa
pertanda iman kita sedang dalam keadaan pasang, sebaliknya kalau kita untuk
memenuhi panggilan Allah saja sudah terasa malas, Sholat terasa berat, berbuat baik
kagak mau, dan disaat mengerjakan sholat tidak ada rasa ketenangan sama sekali,
apalagi sampai khusu‘ dan ingin cepat-cepat selesai mengerjakanya, kondisi yang
semacam ini pertanda bahwa iman kita sedang dalam keadaan menurun.
Ada banyak hal yang dapat menurunkan kadar keimanan yang ada dalam diri
kita. Secara garis besar, sebab-sebab yang menurunkan kadar keimanan dapat datang
dari dalam diri kita sendiri, dan dari luar. Hal-hal yang menurunkan kadar keimanan,
yang berasal dari dalam diri kita diantaranya adalah:

9|EpilogIman,Ilmu,Amalsebagaipilarperadaban
1. Kebodohan
Kebodohan merupakan salah satu hal yang mengakibatkan berbagai perbuatan
buruk. Boleh jadi seseorang berbuat buruk karena ia tidak mengetahui bahwa
perbuatannya itu dilarang oleh agama. Bahkan bisa jadi ia tidak tahu akan balasan atas
perbuatannya kelak di akhirat. Karena itu, marilah kita berupaya semaksimal mungkin
untuk mencari dan menuntut ilmu, terutama ilmu agama, sehingga terhindar dari
perbuatan-perbuatan yang buruk, sebagai akibat dari kebodohan kita sendiri.

2. Ketidak-pedulian, keengganan, dan melupakan kewajiban


Keengganan seseorang dalam ketika berurusan dengan hal-hal yang berbsifat
ukhrowi membuatnya sulit untuk dapat melakukan kebaikan. Padahal berbuat baik

10 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
sudah merupakan salah satu hal yang diperintahkan oleh Allah Subhanahu wa ta‘alaa.
Melupakan kewajibannya sebagai makhluk untuk beribadah kepada Allah Subhanahu
wa ta‘alaa dapat pula menyebabkan kadar iman kita berkurang. Padahal, kita sebagai
manusia diciptakan Allah Subhanahu wa ta‘alaa semata-mata untuk beribadah
kepadanya. Nafsu duniawi membuat orang lupa kewajiban utamanya ini. Akibatnya, ia
akan semakin jauh dari cahaya Allah Subhanahu wa ta‘alaa.

3. Menyepelekan perintah dan larangan Allah Subhanahu wa ta’alaa


Awal dari perbuatan dosa adalah sikap menganggap sepele apa yang telah
diperintahkan dan dilarang oleh Allah Subhanahu wa ta‘alaa. Sebagai akibatnya, orang
yang menganggap sepele perintah dan larangan-Nya akan senang sekali melakukan
perbuatan-perbuatan dosa. Sering juga ia menganggap bahwa apa yang dilakukannya
hanyalah dosa kecil. Padahal, jika dilakukan terus menerus, dosa-dosa kecil tersebut
akan semakin besar. Karena terbiasa melakukan dosa-dosa kecil, maka ia sudah tidak
ada perasaan takut dan ragu lagi utnuk melakukan dosa-dosa besar.

4. Jiwa yang selalu memerintahkan berbuat jahat


Ibnul Qayyim Al Jauziyyah mengatakan, Allah Subhanahu wa ta‘alaa
menggabungkan dua jiwa, yakni jiwa jahat dan jiwa yang tenang sekaligus dalam diri
manusia, dan mereka saling bermusuhan dalam diri seorang manusia. Disaat salah satu
melemah, maka yang lain menguat. Perang antar keduanya berlangsung terus hingga si
empunya jiwa meninggal dunia.
Rasulullah Shallallahu ‗alaihi wasallam bersabda: ―... barang siapa yang diberi
petunjuk Allah maka tidak ada yang dapat menyesatkannya, dan barang siapa yang
disesatkannya maka tidak ada seorangpun yang dapat memberinya petunjuk‖.
Sifat lalai, tidak mau belajar agama, sombong dan tidak peduli merupakan
beberapa cara untuk membiarkan jiwa jahat dalam tubuh kita berkuasa. Sedangkan sifat
rendah hati, mau belajar, mau melakukan instropeksi (muhasabah) merupakan cara
untuk memperkuat jiwa kebaikan (jiwa tenang) yang ada dalam tubuh kita.
Sedangkan, dari luar diri kita ada beberapa hal yang dapat menurunkan kadar
keimanan kita, diantaranya adalah :

11 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
1. Syaithan
Syaithan adalah musuh manusia. Tujuan syaithan adalah untuk merusak
keimanan orang. Siapa saja yang tidak membentengi dirinya dengan selalu mengingat
Allah Subhanahu wa ta‘alaa, maka ia menjadi sarang syaithan, menjerumuskannya
dalam kesesatan, ketidak patuhan terhadap Allah Subhanahu wa ta‘alaa, membujuknya
melakukan dosa.

2. Bujuk rayu dunia


Allah Subhanahu wa ta‘alaa berfirman dalam Al-Quran :
“Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan
dan suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta
berbangga-bangga tentang banyaknya harta dan anak, seperti hujan yang
tanamtanamannya mengagumkan para petani; kemudian tanaman itu menjadi kering
dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada
azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini
tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu”.
(QS. Al-Hadid : 20).

Pada hakikatnya, tujuan hidup manusia adalah untuk akhirat. Dunia ini
merupakan tempat kita untuk mengumpulkan bekal bagi kehidupan kita di akhirat
kelak. Segala kesenangan yang ada di dunia ini merupakan kesenangan semu.
Namun tidak sedikit orang yang tergoda oleh kesenangan sesaat ini, sehingga
rela melakukan apa saja demi kehidupan dunia. Bahkan meskipun harus mrnyalahi
perintah Allah SWT sekalipun.

3. Pergaulan yang buruk


Rasulullah Shallallahu ‗alaihi wasallam bersabda : ―Seseorang itu terletak
pada agama teman dekatnya, sehingga masing-masing kamu sebaiknya melihat kepada
siapa dia mengambil teman dekatnya‖ (HR. Tirmidzi, Abu Dawud, al-Hakim, al-
Baghawi).
Teman dan sahabat yang sholeh sangat penting kita miliki di zaman ini dimana
pergaulan manusia sudah sangat bebas dan tidak lagi memperhatikan nilai-nilai agama
Islam. Berada diantara teman-teman yang sholeh akan membuat seorang wanita tidak

12 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
merasa asing bila mengenakan jilbab. Demikian pula seorang pria bisa merasa bersalah
bila ia membicarakan aurat wanita diantara orang-orang sholeh. Sebaliknya berada
diantara orang-orang yang tidak sholeh atau berperilaku buruk menjadikan kita
dipandang aneh bila berjilbab atau bahkan ketika hendak melakukan sholat.
G. Cara Menjaga dan Menguatkan Iman

Allah SWT. berfirman :


“Hai orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah sebenar-benarnya
takwa kepada-Nya dan janganlah sekali-kali kamu mati melainkan dalam keadaan
Islam.”
(QS. Ali Imran : 102)

“Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Rabb-mu yang telah menciptakan


kamu dari seorang diri, dan daripadanya Allah menciptakan istrinya, dan daripada
keduanya Allah mengembangbiakkan lelaki dan perempuan yang banyak. Dan
bertakwalah kepada Allah yang denan (menggunakan) nama-Nya kami saling meminta
satu sama lain, dan (peliharalah) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah selalu
menjaga dan mengawasi kamu.” (QS. An-Nisa : 1)
Begitulah perintah Allah kepada kita agar kita bertakwa. Namun, iman di dalam
hati kita bukanlah sesuatu yang statis. Iman kita begitu dinamis. Bak gelombang air laut
yang kadang pasang naik dan kadang pasang surut.
Ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi lemah itu kita masih ada dalam
kebaikan, kita beruntung. Namun, bila ketika kondisi iman kita lemah dan kondisi
lemah itu membuat kita ada di luar koridor ajaran Rasulullah SAW., kita celaka.
Rasulullah SAW. bersabda, “Engkau mempunyai amal yang bersemangat, dan setiap
semangat mempunyai kelemahan. Barangsiapa yang kelemahannya tertuju pada
sunnahku, maka dia telah beruntung. Dan, siapa yang kelemahannya tertuju kepada
selain itu, maka dia telah binasa.” (HR. Ahmad)
Begitulah kondisi hati kita. Sesuai dengan namanya, hati –dalam bahasa Arab
qalban– selalu berubah-ubah (at-taqallub) dengan cepat. Rasulullah SAW.
berkata, “Dinamakan hati karena perubahannya. Sesungguhnya hati itu ialah laksana
bulu yang menempel di pangkal pohon yang diubah oleh hembusan angin secara
terbalik.”

13 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
(HR. Ahmad dalam Shahihul Jami‘ No. 2365)
Karena itu Rasulullah saw. mengajarkan kepada kita sebuah doa agar Allah saw.
menetapkan hati kita dalam ketaatan. ―Ya Allah Yang membolak-balikan hati-hati
manusia, balikanlah hati kami untuk taat kepada-Mu.” (HR. Muslim No. 2654)
Hati kita akan kembali pada kondisi ketaatan kepada Allah swt. jika kita
senantiasa memperbaharui keimanan kita. Rasulullah saw. bersabda, ―Sesungguhnya
iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu sekalian sebagaimana
pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui
iman di dalam hatimu.”
(HR. Al-Hakim di Al-Mustadrak, 1/4; Al-Silsilah Ash-Shahihain no. 1585; Thabrany di
Al-Kabir)
Adapapun cara merawat dan menjaga iman adalah sebagai berikut.
1. Perbanyaklah menyimak ayat-ayat Al-Quran
Al-Qur‘an diturunkan Allah sebagai cahaya dan petunjuk, juga sebagai obat bagi
hati manusia. “Dan Kami turunkan dari Al-Qur‟an sesuatu yang menjadi obat dan
rahmat bagi orang-orang yang beriman.” (QS. Al-Isra‘: 82).
Kata Ibnu Qayyim, yang seharusnya dilakukan oleh seorang muslim untuk
menyembuhkan hatinya melalui Al-Quran, ―Caranya ada dua macam : 1) Engkau
harus mengalihkan hatimu dari dunia, lalu engkau harus menempatkannya di akhirat. 2)
Engkau harus menghadapkan semua hatimu kepada pengertian-pengertian Al-Qur‘an,
memikirkan dan memahami apa yang dimaksud dan mengapa ia diturunkan. Engkau
harus mengamati semua ayat-ayat-Nya. Jika suatu ayat diturunkan untuk mengobati
hati, maka dengan izin Allah hati itu pun akan sembuh.‖

2. Rasakan keagungan Allah seperti yang digambarkan Al-Qur’an dan Sunnah


Al-Qur‘an dan Sunnah banyak sekali mengungkap keagungan Allah swt.
Seorang muslim yang ketika dihadapkan dengan keagungan Allah, hatinya akan
bergetar dan jiwanya akan tunduk. Kekhusukan akan hadir mengisi relung-relung
hatinya. Resapi betapa agungnya Allah yang Maha Mendengar, Maha Mengetahui,
yang memiliki nama-nama yang baik (asma‘ul husna). Dialah Al-‘Azhim, AlMuhaimin,
Al-Jabbar, Al-Mutakabbir, Al-Qawiyyu, Al-Qahhar, Al-Kabiir, Al-
Muth‘ali. Dia yang menciptakan segala sesuatu dan hanya kepada-Nya lah kita kembali.
Jangan sampai kita termasuk orang yang disebut ayat ini,

14 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
―Dan mereka tidak mengagungkan Allah dengan pengagungan yang
semestinya, padahal bumi dan seluruhnya dalam genggaman-Nya pada hari kiamat dan
langit digulung dengan tangan kanan-Nya.‖ (QS. Az-Zumar : 67)

3. Carilah ilmu syar’i


Sebab, Al-Qur‘an berkata,

“Sesungguhnya yang takut kepada Allah di antara hamba-hamba-Nya ialah


orang-orang yang berilmu.” (QS. Fathir : 28).

Karenanya, dalamilah ilmu-ilmu yang mengantarkan kita pada rasa takut kepada
Allah SWT. Allah SWT. berfirman,

“Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak


mengetahui?” (QS. Az-Zumar : 9).
Orang yang tahu tentang hakikat penciptaan manusia, tahu tentang syariat yang
diturunkan Allah sebagai tata cara hidup manusia, dan tahu ke mana tujuan akhir hidup
manusia, tentu akan lebih khusyuk hatinya dalam ibadah dan kuat imannya dalam aneka
gelombang ujian ketimbang orang yang jahil.
Orang yang tahu tentang apa yang halal dan haram, tentu lebih bisa menjaga diri
daripada orang yang tidak tahu. Orang yang tahu bagaiman dahsyatnya siksa neraka,
tentu akan lebih khusyuk. Orang yang tidak tahu bagaimana nikmatnya surga, tentu
tidak akan pernah punya rasa rindu untuk meraihnya.

4. Ikutilah majelis dzikir


Suatu hari Abu Bakar mengunjungi Hanzhalah. ―Bagaimana keadaanmu,
wahai Hanzhalah?‖ Hanzhalah menjawab, ―Hanzhalah telah berbuat munafik.‖ Abu
Bakar menanyakan apa sebabnya. Kata Hanzhalah, ―Jika kami berada di sisi
Rasulullah SAW., beliau mengingatkan kami tentang neraka dan surga yang seakan-
akan kami bisa melihat dengan mata kepala sendiri. Lalu setelah kami pergi dari sisi
Rasulullah saw. kami pun disibukkan oleh urusan istri, anak-anak, dan kehidupan, lalu
kami pun banyak lupa.‖
Lantas keduanya mengadukan hal itu kepada Rasulullah SAW. Kata Rasulullah,

15 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
―Demi jiwaku yang ada di dalam genggaman-Nya, andaikata kamu sekalian tetap
seperti keadaanmu di sisiku dan di dalam dzikir, tentu para malaikat akan menyalami
kamu di atas kasurmu dan tatkala kamu dalam perjalanan. Tetapi, wahai Hanzhalah,
sa‘atan, sa‘atan, sa‘atan.‖ (HR. Shahih Muslim No. 2750)
Begitulah majelis dzikir. Bisa menambah bobot iman kita. Makanya para
sahabat sangat bersemangat mengadakan pertemuan halaqah dzikir. ―Duduklah
besama kami untuk mengimani hari kiamat,‖ begitu ajak Muadz bin Jabal. Di halaqah
itu, kita bisa melaksanakan hal-hal yang diwajibkan Allah kepada kita, membaca Al-
Qur‘an, membaca hadits, atau mengkaji ilmu pengetahuan lainnya.

5. Perbanyaklah amal shalih


Suatu ketika Rasulullah saw. bertanya, “Siapa di antara kalian yang berpuasa
di hari ini?‖ Abu Bakar menjawab, “Saya.” Lalu Rasulullah saw. bertanya lagi, “Siapa
di antara kalian yang hari ini menjenguk orang sakit?” Abu Bakar menjawab, “Saya.”
Lalu Rasulullah saw. bersabda, “Tidaklah amal-amal itu menyatu dalam diri seseorang
malainkan dia akan masuk surga.” (HR. Muslim)
Begitulah seorang mukmin yang shiddiq (sejati), begitu antusias menggunakan
setiap kesempatan untuk memperbanyak amal shalih. Mereka berlomba-lomba untuk
mendapatkan surga.
“Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Rabb-mu dan
surga yang luasnya seluas langit dan bumi.” (QS. Al-Hadid : 21)
Begitulah mereka. Sehingga keadaan mereka seperti yang digambarkan Allah
swt.,
“Mereka sedikit sekali tidur pada waktu malam, dan pada akhir-akhir malam
mereka memohon ampunan (kepada Allah). Dan, pada harta-harta mereka ada hak
untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bagian.”
(QS. Adz-Dzariyat : 17-19)
Banyak beramal shalih, akan menguatkan iman kita. Jika kita kontinu dengan
amal-amal shalih, Allah akan mencintai kita. Dalam sebuah hadits qudsy, Rasulullah
saw. menerangkan bahwa Allah berfirman, “Hamba-Ku senantiasa bertaqarrub
kepada-Ku dengan mengerjakan nafilah sehingga Aku mencintainya.” (HR. Bukhari)

16 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
6. Lakukan berbagai macam ibadah
Ibadah memiliki banyak ragamnya. Ada ibadah fisik seperti puasa, ibadah
materi seperti zakat, ibadah lisan seperti doa dan dzikir. Ada juga ibadah yang yang
memadukan semuanya seperti haji. Semua ragam ibadah itu sangat bermanfaat untuk
menyembuhkan lemah iman kita.
Puasa membuat kita khusyu‘ dan mempertebal rasa muraqabatullah (merasa
diawasi Allah). Shalat rawatib dapat menyempurnakan amal-amal wajib kita kurang
sempurna kualitasnya. Berinfak mengikis sifat bakhil dan penyakit hubbud-dunya.
Tahajjud menambah kekuatan.
Banyak melakukan berbagai macam ibadah bukan hanya membuat baju iman
kita makin baru dan cemerlang, tapi juga menyediakan bagi kita begitu banyak pintu
untuk masuk surga. Rasulullah saw. bersabda, “Barangsiapa yang menafkahi dua istri
di jalan Allah, maka dia akan dipanggil dari pintu-pintu surga: „Wahai hamba Allah,
ini adalah baik.‘ Lalu barangsiapa menjadi orang yang banyak mendirikan shalat, maka
dia dipanggil dari pintu shalat. Barangsiapa menjadi orang yang banyak berjihad, maka
dia dipanggil dari pintu jihad. Barangsiapa menjadi orang yang banyak melakukan
puasa, maka dia dipanggil dari pintu Ar-rayyan. Barangsiapa menjadi orang yang
banyak mengeluarkan sedekah, maka dia dipanggil dari pintu sedekah.‖ (HR. Bukhari
No. 1798)

7. Hadirkan perasaan takut mati dalam keadaan su’ul khatimah


Rasa takut su‘ul khatimah akan mendorong kita untuk taat dan senantiasa
menjaga iman kita. Penyebab su‘ul khatimah adalah lemahnya iman menenggelamkan
diri kita ke dalam jurang kedurhakaan. Sehingga, ketika nyawa kita dicabut oleh
malaikat Izrail, lidah kita tidak mampu mengucapkan kalimat laa ilaha illallah di
hembusan nafas terakhir.

8. Banyak-banyaklah ingat mati


Rasulullah saw. bersabda, ―Dulu aku melarangmu menziarahi kubur,
ketahuilah sekarang ziarahilah kubur karena hal itu bisa melunakan hati, membuat mata
menangis mengingatkan hari akhirat, dan janganlah kamu mengucapkan kata-kata yang
kotor.‖
(HR. Shahihul Jami‘ No. 4584)

17 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Rasulullah saw. juga bersabda, ―Banyak-banyaklah mengingat penebas
kelezatan-kelezatan, yakni kematian.‖ (HR. Tirmidzi No. 230)
Mengingat-ingat mati bisa mendorong kita untuk menghindarkan diri dari
berbuat durhaka kepada Allah; dan dapat melunakkan hati kita yang keras. Karena itu
Rasulullah menganjurkan kepada kita, ―Kunjungilah orang sakit dan iringilah jenazah,
niscaya akan mengingatkanmu terhadap hari akhirat.‖ (HR. Shahihul Jami‘ No. 4109)
Melihat orang sakit yang sedang sakaratul maut sangat memberi bekas. Saat
berziarah kubur, bayangkan kondisi keadaan orang yang sudah mati. Tubuhnya rusak
membusuk. Ulat memakan daging, isi perut, lidah, dan wajah. Tulang-tulang hancur.
Bayangan seperti itu jika membekas di dalam hati, akan membuat kita
menyegerakan taubat, membuat hati kita puas dengan apa yang kita miliki, dan tambah
rajin beribadah.

9. Mengingat-ingat dahsyatnya keadaan di hari akhirat


Ada beberapa surat yang menceritakan kedahsyatan hari kiamat. Misalnya,
surah Qaf, Al-Waqi‘ah, Al-Qiyamah, Al-Mursalat, An-Naba, Al-Muththaffifin, dan
AtTakwir. Begitu juga hadits-hadits Rasulullah saw.Dengan membacanya, mata hati
kita akan terbuka. Seakan-akan kita menyaksikan semua itu dan hadir di pemandangan
yang dahsyat itu.
Semua pengetahuan kita tentang kejadian hari kiamat, hari kebangkitan,
berkumpul di mahsyar, tentang syafa‘at Rasulullah saw., hisab, pahala, qishas,
timbangan, jembatan, tempat tinggal yang kekal di surga atau neraka; semua itu
menambah tebal keimanan kita.

10. Berinteraksi dengan ayat-ayat yang berkaitan dengan fenomena alam


Aisyah pernah berkata, ―Wahai Rasulullah, aku melihat orang-orang jika
mereka melihat awan, maka mereka gembira karena berharap turun hujan. Namun aku
melihat engkau jika engkau melihat awan, aku tahu ketidaksukaan di wajahmu.‖
Rasulullah saw. menjawab, ―Wahai Aisyah, aku tidak merasa aman jika di situ ada
adzab. Sebab ada suatu kaum yang pernah diadzab dikarenakan angin, dan ada suatu
kaum yang melihat adzab seraya berkata, ‗Ini adalah awan yang akan menurunkan
hujan kepada kami‘.‖
(HR. Muslim No. 899)

18 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Begitulah Rasulullah saw. berinteraksi dengan fenomena alam. Bahkan, jika
melihat gerhana, terlihat raut takut di wajah beliau. Kata Abu Musa, ―Matahari pernah
gerhana, lalu Rasulullah saw. berdiri dalam keadaan ketakutan. Beliau takut karena
gerhana itu merupakan tanda kiamat.‖

11. Berdzikirlah yang banyak


Melalaikan dzikirulah adalah kematian hati. Tubuh kita adalah kuburan sebelum
kita terbujur di kubur. Ruh kita terpenjara. Tidak bisa kembali. Karena itu, orang yang
ingin mengobati imannya yang lemah, harus memperbanyak dzikirullah.
“Dan ingatlah Rabb-mu jika kamu lupa.” (QS. Al-Kahfi : 24)

“Ingatlah, hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tentram.” (QS. Ar-
Ra‘d : 28)
Ibnu Qayim berkata, “Di dalam hati terdapat kekerasan yang tidak bisa
mencair kecuali dengan dzikrullah. Maka seseorang harus mengobati kekerasan
hatinya dengan dzikrullah.”

12. Perbanyaklah munajat kepada Allah dan pasrah kepada-Nya


Seseorang selagi banyak pasrah dan tunduk, niscaya akan lebih dekat dengan
Allah. Sabda Rasulullah saw., “Saat seseorang paling dekat dengan Rabb-nya ialah
ketika ia dalam keadaan sujud, maka perbanyaklah doa.” (HR. Muslim No. 428)
Seseorang selagi mau bermunajat kepada Allah dengan ucapan yang
mencerminkan ketundukan dan kepasrahan, tentu imannya semakin kuat di hatinya.
Semakin menampakan kehinaan dan kerendahan diri kepada Allah, semakin kuat iman
kita. Semakin banyak berharap dan meminta kepada Allah, semakin kuat iman kita
kepada Allah SWT.

13. Tinggalkan angan-angan yang muluk-muluk


Ini penting untuk meningkatkan iman. Sebab, hakikat dunia hanya sesaat saja.
Banyak berangan-angan hanyalah memenjara diri dan memupuk perasaan
hubbuddunya. Allah SWT. berfirman,

19 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
“Maka bagaimana pendapatmu jika Kami berikan kepada mereka kenikmatan
hidup bertahun-tahun, kemudian datang kepada mereka adzab yang telah dijanjikan
kepada mereka, niscaya tidak berguna bagi mereka apa yang mereka selalu
menikmatinya.”
(QS. Asy-Syu‘ara : 205-207)

“ Dan (Ingatlah) akan hari (yang di waktu itu) Allah mengumpulkan mereka,
(mereka merasa di hari itu) seakan-akan mereka tidak pernah berdiam (di dunia)
Hanya sesaat di siang hari, (di waktu itu) mereka saling berkenalan. Sesungguhnya
Rugilah orang-orang yang mendustakan pertemuan mereka dengan Allah dan mereka
tidak mendapat petunjuk “ (QS. Yunus : 45)

14. Memikirkan kehinaan dunia


Hati seseorang tergantung pada isi kepalanya. Apa yang dipikirkannya, itulah
orientasi hidupnya. Jika di benaknya dunia adalah segala-galanya, maka hidupnya akan
diarahkan untuk memperolehnya. Cinta dunia sebangun dengan takut mati. Dan kata
Allah SWT., “Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang
memperdaya.”
(QS. Ali Imran)
Karena itu pikirkanlah bawa dunia itu hina. Kata Rasulullah SAW.,
“Sesungguhnya makanan anak keturunan Adam itu bisa dijadikan perumpamaan bagi
dunia. Maka lihatlah apa yang keluar dari diri anak keturunan Adam, dan
sesungguhnya rempah-rempah serta lemaknya sudah bisa diketahui akan menjadi
apakah ia.” (HR. Thabrani)
Dengan memikirkan bahwa dunia hanya seperti itu, pikiran kita akan mencari
orientasi ke hal yang lebih tinggi: surga dan segala kenikmatan yang ada di dalamnya.

15. Mengagungkan hal-hal yang terhormat di sisi Allah Firman


Alloh :
“Barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Allah, maka sesungguhnya itu
dari ketakwaan hati.” (QS. Al-Hajj : 32)

20 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
“Dan barangsiapa mengagungkan apa-apa yang terhormat di sisi Allah, maka
itu adalah lebih baik baginya di sisi Rabb-nya.” (QS. Al-Hajj : 30)
Hurumatullah adalah hak-hak Allah yang ada di diri manusia, tempat, atau
waktu tertentu. Yang termasuk hurumatullah, misalnya, lelaki pilihan Muhammad bin
Abdullah, Rasulullah saw.; tempat-tempat suci (Masjid Haram, Masjid Nabawi,
AlAqha), dan waktu-waktu tertentu seperti bulan-bulan haram.
Yang juga termasuk hurumatullah adalah tidak menyepelekan dosa-dosa kecil.
Sebab, banyak manusia binasa karena mereka menganggap ringan dosa-dosa kecil. Kata
Rasulullah saw., “Jauhilah dosa-dosa kecil, karena dosa-dosa kecil itu bisa berhimpun
pada diri seseornag hingga ia bisa membinasakan dirinya.”

16. Menguatkan sikap al-wala’ wal-bara’


Al-wala’ adalah saling tolong menolong dan pemberian loyalitas kepada sesama
muslim. Sedangkan wal-bara adalah berlepas diri dan rasa memusuhi kekafiran. Jika
terbalik, kita benci kepada muslim dan amat bergantung pada musuh-musuh Allah,
tentu keadaan ini petanda iman kita sangat lemah.
Memurnikan loyalitas hanya kepada Allah, Rasul, dan orang-orang beriman
adalah hal yang bisa menghidupkan iman di dalam hati kita.

17. Bersikap tawadhu


Rasulullah saw. bersabda,
“Merendahkan diri termasuk bagian dari iman.” (HR. Ibnu Majah No. 4118)

Rasulullah SAW. juga berkata,


“Barangsiapa menanggalkan pakaian karena merendahkan diri kepada Allah
padahal dia mampu mengenakannya, maka Allah akan memanggilnya pada hari
kiamat bersama para pemimpin makhluk, sehingga dia diberi kebebasan memilih di
antara pakaian-pakaian iman mana yang dikehendaki untuk dikenakannya.” (HR.
Tirmidzi No. 2481)

Maka tak heran jika baju yang dikenakan Abdurrahman bin Auf –sahabat yang
kaya—tidak beda dengan yang dikenakan para budak yang dimilikinya.

21 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
18. Perbanyak amalan hati
Hati akan hidup jika ada rasa mencintai Allah, takut kepada-Nya, berharap
bertemu dengan-Nya, berbaik sangka dan ridha dengan semua takdir yang
ditetapkanNya. Hati juga akan penuh dengan iman jika diisi dengan perasaan syukur
dan taubat kepada-Nya. Amalan-amalan hati seperti itu akan menghadirkan rasa
khusyuk, zuhud, wara‘, dan mawas diri. Inilah halawatul iman (manisnya iman).

19. Sering menghisab diri


Allah SWT. berfirman,
“Hai orang-ornag yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah
setiap diri memperhatikan apa yang diperbuatnya untuk hari esok (akhirat).” (QS.
AlHasyr : 18)
Umar bin Khattab RA. berwasiat,
“Hisablah dirimu sekalian sebelum kamu dihisab.”
Selagi waktu kita masih longgar, hitung-hitunglah bekal kita untuk hari akhirat.
Apakah sudah cukup untuk mendapat ampunan dan surga dari Allah SWT.? Sungguh
ini sarana yang efektif untuk memperbaharui iman yang ada di dalam diri kita.

20. Berdoa kepada Allah agar diberi ketetapan iman


Perbanyaklah doa. Sebab, doa adalah kekuatan yang luar biasa yang dimiliki
seorang hamba. Rasulullah saw. berwasiat,
“Iman itu dijadikan di dalam diri salah seorang di antara kamu bagaikan
pakaian yang dijadikan, maka memohonlah kepada Allah agar Dia memperbaharui
iman di dalam hatimu”.

H. Pengertian Ilmu
Kata ―ilmu‖ di dalam Al Qur‘an dengan berbagai bentuknya terulang sebanyak
854 kali. Artinya agama Islam memberi perhatian besar kepada manusia untuk
membekali diri dengan ilmu, dalam rangka menjalankan tugasnya sebagai hamba Allah
untuk beribadah kepadaNya dan sebagai khalifatullah di muka bumi ini. Oleh karena
itu, Rasulullah SAW mewajibkan kepada semua umatnya untuk menuntut ilmu.
Sebagaimana

ْ ‫ضةٌ َعلَى ُك ِّل ُم‬


‫س ِل م‬ َُVَ َ‫ط‬
َ ‫ َِِري‬Vَ ‫لُب ا ْل ِع ْل ِم ف‬

22 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
”Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim”.
(HR. Ibnu Majah. Dinilai shahih oleh Syaikh Albani dalam Shahih wa Dha‟if
Sunan Ibnu Majah no. 224)

Beliau juga mempunyai kebijakan untuk mendorong umatnya terus belajar dan belajar.
Misalnya ketika kaum muslim berhasil menawan sejumlah pasukan kaum musyrikin
dalam perang Badar. Dengan cara menawarkan mereka, jika mau bebas mereka harus
membayar tebusan, atau mengajar baca tulis kepada warga Madinah. Kebijakan ini
sungguh cukup strategis, karena mempercepat terjadinya transformasi ilmu
pengetahuan di kalangan kaum muslimin.
Kita sebagai orang tua, harus menjadi teladan di tengah keluarga kita masing-masing.
Sebagai orang tua juga mendorong penuh agar keluarga kita untuk menuntut ilmu,
jangan sampai kita telantarkan mereka. Jangan membiarkan mereka menjadi generasi
yang lemah. (An Nisa‘ : 9, Maryam : 59).
Di akhirat nanti jangan sampai anak isteri kita menggugat di pengadilan Ilahi,
hanya karena kita tidak pernah menjadi teladan yang baik, di rumah tangga. Hanya
karena kita tidak pernah memberi dorongan kepada keluarga untuk hadir di majlis ilmu
untuk menuntut ilmu. Allah SWT berfirman dalam surah At Tahrim : 6 yang
maknanya : Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api
neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat
yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya
kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.
Menuntut ilmu itu adalah bagian dari ibadah. Menuntut ilmu itu adalah suatu
kemuliyaan. Allah SWT akan mengangkat derajat dan kedudukan orang yang menuntut
ilmu. Dan Allah akan mudahkan jalan menuju surga orang yang menuntut ilmu. Allah
berfirman dalam surah Al Mujadilah (58) : 11 yang maknanya : Hai orang-orang
beriman apabila kamu dikatakan kepadamu: "Berlapang-lapanglah dalam majlis", Maka
lapangkanlah niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. dan apabila dikatakan:
"Berdirilah kamu", Maka berdirilah, niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang
beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.
dan Allah Maha mengetahui apa yang kamu kerjakan.

23 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Menuntut ilmu disamping ibadah, juga merupakan jihad. Yakni jihad melawan
kebodohan. Jihad melawan keterbelakangan. Maka di sinilah diperlukan kesungguhan
yang luar biasa. Sebagaimana disabdakan Rasulullah SAW : ―Man kharaja fii thalibil
„ilmi fahuwa fi sabilillahi hatta yarji‟a. Artinya, ―Barang siapa keluar untuk mencari
ilmu maka dia berada di jalan Allah sampai kembali.‖ [H.R. Tirmidzi]. Dalam hadis riwayat
Bukhari dinyatakan, ―Barangsiapa menempuh perjalanan untuk menuntut ilmu, maka
Allah memudahkan baginya ke jalan menuju surga.‖
Ilmu adalah cahaya yang menerangi dan menerangi hidup ini. Ilmu adalah
petunjuk, sedang kebodohan adalah kegelapan dan kesesatan. (QS Al Maidah : 15-16),
yang maknanya : Hai ahli Kitab, Sesungguhnya telah datang kepadamu Rasul Kami,
menjelaskan kepadamu banyak dari isi Al kitab yang kamu sembunyi kan, dan banyak
(pula yang) dibiarkannya. Sesungguhnya telah datang kepadamu cahaya dari Allah, dan
kitab yang menerangkan. dengan kitab Itulah Allah menunjuki orang-orang yang
mengikuti keredhaan-Nya ke jalan keselamatan, dan (dengan kitab itu pula) Allah
mengeluarkan orang-orang itu dari gelap gulita kepada cahaya yang terang benderang
dengan seizin-Nya, dan menunjuki mereka ke jalan yang lurus. Ilmu adalah alat untuk
mendekatkan diri kepada Allah. Bagaimana kita akan mengenal Allah kalau kita tidak
pernah membekali diri dengan ilmu. Ilmu sekaligus juga sebagai petunjuk keimanan
dan beramal sholih. Bukankah kita diperintakan untuk berakhlak dengan akhlak Allah.
Allah telah memberi anugerah kepada penuntut ilmu dengan rahmah dan
maghfirohNya. Sehingga energi yang dimiliki oleh orang aliim, diharapkan mampu
meningkatkan kualitas manusia dan menjawab berbagai persoalan manusia. Kesesuaian
Antara Ilmu dan Amal.
I. Pengertian Amal
Secara bahasa "amal" berasal dari bahasa Arab yang berarti perbuatan atau
tindakan, sedangkan saleh berarti yang baik atau yang patut. Menurut istilah, amal saleh
ialah perbuatan baik yang memberikan manfaat kepada pelakunya di dunia dan balasan
pahala yang berlipat di akhirat.
Pengertian amal dalam pandangan Islam adalah setiap amal saleh, atau setiap
perbuatan kebajikan yang diridhai oleh Allah SWT. Dengan demikian, amal dalam
Islam tidak hanya terbatas pada ibadah, sebagaimana ilmu dalam Islam tidak hanya
terbatas pada ilmu fikih dan hukum-hukum agama. Ilmu dalam dalam ini mencakup
semua yang bermanfaat bagi manusia seperti meliputi ilmu agama, ilmu alam, ilmu

24 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
sosial dan lain-lain. Ilmu-ilmu ini jika dikembangkan dengan benar dan baik maka
memberikan dampak yang positif bagi peradaban manusia. Misalnya pengembangan
sains akan memberikan kemudahan dalam lapangan praktis manusia. Demikian juga
pengembangan ilmu-ilmu sosial akan memberikan solusi untuk pemecahan
masalahmasalah di masyarakat.
Nilai yang hidup dan nyata adalah amal,hidup berkembangnya peradaban
berdasarkan perkembangan ilmu yang korelatif dengan perubahan yang terjadi dalam
arus, maka ilmu menjadi tiang bagi berdirinya peradaban. Ilmu harus memiliki
keterjangkauan dengan realitas yang ada, ilmu harus mampu membumi dan dapat
diterapkan dalam menjawab arus perubahan. Ilmu akan mati jika ilmu tidak
memberikan konsepsi yang jelas pada realita, maka dari itu ilmu harus melandaskan
dirinya pada realita yang ada.
Penerapan ilmu dinamakan alam perbuatan, maka ilmu akan membumi nilainya
jika manyetuh realita (amal perbuatan). Objek dan tujuan ilmu adalah realita. Realita
merupakan perubahan atas arus perkembangan zaman, mulai dari perkembangan sosial,
politik, ekonomi dan lain sebagainya.
Seiring dengan perubahan dan perkembangan arus kehidupan manusia tersebut,
maka nilai yang tetap harus berimplikasi pada perkembangan ilmu yang relevan dengan
keadaan zamannya. Nilai dikatakan hidup jika menyentuh realita dengan impilikasi dari
ilmu pengetahuan.
Keutamaan orang-orang yang berilmu dan beriman sekaligus, diungkapkan
Allah dalam ayat-ayat berikut:
―Katakanlah: ‗Adakah sama orang-orang yang berilmu dengan orang yang
tidak berilmu?‘ Sesungguhnya hanya orang-orang yang berakallah yang dapat
menerima pelajaran.‖ (QS. Az-Zumar [39] : 9).
―Allah berikan al-Hikmah (Ilmu pengetahuan, hukum, filsafat dan kearifan)
kepada siapa saja yang Dia kehendaki. Dan barangsiapa yang dianugrahi al-Hikmah itu,
benar-benar ia telah dianugrahi karunia yang banyak. Dan hanya orang-orang
berakallah yang dapat mengambil pelajaran (berdzikir) dari firman-firman Allah.‖ (QS.
Al-Baqoroh [2] : 269).
―Niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antaramu dan
orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.Dan Allah Maha
Mengetahui apa yang kamu kerjakan‖. (QS Mujaadilah [58] :11)

25 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Rasulullah saw pun memerintahkan para orang tua agar mendidik anak-anaknya
dengan sebaik mungkin. ―Didiklah anak-anakmu, karena mereka itu diciptakan buat
menghadapi zaman yang sama sekali lain dari zamanmu kini.‖ (Al-Hadits Nabi saw).

J. Hubungan Antara Iman, Ilmu, dan Amal


Dalam islam, antara iman, ilmu dan amal terdapat hubungan yang terintegrasi
kedalam agama islam. Islam adalah agama wahyu yang mengatur sistem kehidupan.
Dalam agama islam terkandung tiga ruang lingkup, yaitu akidah, syari‘ah dan akhlak.
Sedangkan iman, ilmu dan amal barada didalam ruang lingkup tersebut. Iman
berorientasi terhadap rukun iman yang enam, sedangkan ilmu dan amal berorientasi
pada rukun islam yaitu tentang tata cara ibadah dan pengamalanya.
Akidah merupakan landasan pokok dari setiap amal seorang muslim dan sangat
menentukan sekali terhadap nilai amal, karena akidah itu berurusan dengan hati. Akidah
sebagai kepercayaan yang melahirkan bentuk keimanan terhadap rukun iman, yaitu
iman kepada Allah, Malaikat-malaikat Allah, kitab-kitab Allah, Rosul-rosul Allah, hari
qiamat, dan takdir.
Meskipun hal yang paling menentukan adalah akidah/iman, tetapi tanpa
integritas ilmu dan amal dalam perilaku kehidupan muslim, maka keislaman seorang
muslim menjadi kurang utuh, bahkan akan mengakibatkan penurunan keimanan pada
diri muslim, sebab eksistensi prilaku lahiriyah seseorang muslim melambangkan
batinnya.
 Hubungan Iman dan Ilmu
Beriman berarti meyakini kebenaran ajaran Allah SWT dan Rasulullah SAW.
Serta dengan penuh ketaatan menjalankan ajaran tersebut. Untuk dapat menjalankan
perintah Allah SWT dan Rasul kita harus memahaminya terlebih dahulu sehingga tidak
menyimpang dari yang dikehendaki Allah dan Rasulnya. Cara memahaminya adalah
dengan selalu mempelajari agama (Islam).
Iman dan Ilmu merupakan dua hal yang saling berkaitan dan mutlak adanya.
Dengan ilmu keimanan kita akan lebih mantap. Sebaliknya dengan iman orang yang
berilmu dapat terkontrol dari sifat sombong dan menggunakan ilmunya untuk
kepentingan pribadi bahkan untuk membuat kerusakan.
 Hubungan Iman Dan Amal

26 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Amal Sholeh merupakan wujud dari keimanan seseoraga. Artinya orang yang
beriman kepada Allah SWT harus menampakan keimanannya dalam bentuk amal
sholeh. Iman dan Amal Sholeh ibarat dua sisi mata uang yang tidak dapat dipisahkan.
Mereka bersatu padu dalam suatu bentuk yang menyebabkan ia disebut mata uang.
Iman tanpa Amal Sholeh juga dapat diibaratkan pohon tanpa buah.
Dengan demikian seseorang yang mengaku beriman harus menjalankan amalan
keislaman, begitu pula orang yang mengaku islam harus menyatakan keislamannya.
Iman dan Islam seperti bangunan yang kokoh didalam jiwa karena diwujudkan dalam
bentuk amal sholeh yang menunjukkan nilai nilai keislaman.
 Hubungan Amal Dan Ilmu
Hubungan ilmu dan amal dapat difokuskan pada dua hal. Pertama, ilmu adalah
pemimpin dan pembimbing amal perbuatan. Amal boleh lurus dan berkembang bila
didasari dengan ilmu. Dalam semua aspek kegiatan manusia harus disertai dengan ilmu
baik itu yang berupa amal ibadah atau amal perbuatan lainnya. Kedua jika orang itu
berilmu maka ia harus diiringi dengan amal. Amal ini akan mempunyai nilai jika
dilandasi dengan ilmu. Begitu juga dengan ilmu akan mempunyai nilai atau makna jika
diiringi dengan amal. Keduanya tidak dapat dipisahkan dalam perilaku manusia. Sebuah
perpaduan yang saling melengkapi dalam kehidupan manusia yaitu setelah berilmu lalu
beramal.
Ajaran Islam sebagai mana tercermin dari Al-qur'an sangat kental dengan
nuansa–nuansa yang berkaitan dengan ilmu, ilmu menempati kedudukan yang sangat
penting dalam ajaran islam. Keimanan yang dimiliki oleh seseorang akan jadi
pendorong untuk menuntut ilmu, sehingga posisi orang yang beriman dan berilmu
berada pada posisi yang tinggi dihadapan Allah yang berarti juga rasa takut kepada
Allah akan menjiwai seluruh aktivitas kehidupan manusia untuk beramal shaleh.
Dengan demikian nampak jelas bahwa keimanan yang dibarengi dengan ilmu akan
membuahkan amal–amal shaleh. Maka dapat disimpulkan bahwa keimanan dan amal
perbuatan beserta ilmu membentuk segi tiga pola hidup yang kokoh. Ilmu, iman dan
amal shaleh merupakan faktor menggapai kehidupan bahagia.
Tentang hubungan antara iman dan amal, demikian sabdanya, ―Allah tidak
menerima iman tanpa amal perbuatan dan tidak pula menerima amal perbuatan tanpa
iman‖ [HR. Ath-Thabrani] . Kemudian dijelaskannya pula bahwa,

27 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
―Menuntut ilmu itu wajib atas setiap muslim‖ [HR. Ibnu Majah dari Anas, HR. Al
Baihaqi] . Selanjutnya, suatu ketika seorang sahabatnya, Imran, berkata bahwasanya ia
pernah bertanya, "Wahai Rasulullah, amalan-amalan apakah yang seharusnya dilakukan
orang-orang?". Beliau Saw. menjawab: "Masing-masing dimudahkan kepada suatu
yang diciptakan untuknya" [HR. Bukhari] ―Barangsiapa mengamalkan apa yang
diketahuinya, niscaya Allah mewariskan kepadanya ilmu yang belum diketahuinya.‖
[HR. Abu Na‘im] . ‖Ilmu itu ada dua, yaitu ilmu lisan, itulah hujjah Allah Ta‘ala atas
makhlukNya, dan ilmu yang di dalam qalb, itulah ilmu yang bermanfaat.‖ [HR. At
Tirmidzi] . ‖Seseorang itu tidak menjadi ‗alim (ber-ilmu) sehingga ia mengamalkan
ilmunya.‖ [HR. Ibnu Hibban].
Suatu ketika datanglah seorang sahabat kepada Nabi Saw. dengan mengajukan
pertanyaan: ‖Wahai Rasulullah, apakah amalan yang lebih utama ?‖ Jawab Rasulullah
Saw : ―Ilmu Pengetahuan tentang Allah ! ‖ Sahabat itu bertanya pula ―Ilmu apa yang
Nabi maksudkan ?‖. Jawab Nabi Saw : ‖Ilmu Pengetahuan tentang Allah Subhanaahu
wa Ta‘ala ! ‖ Sahabat itu rupanya menyangka Rasulullah Saw salah tangkap, ditegaskan
lagi ―Wahai Rasulullah, kami bertanya tentang amalan, sedang Engkau menjawab
tentang Ilmu !‖ Jawab Nabi Saw. pula ―Sesungguhnya sedikit amalan akan berfaedah
(berguna) bila disertai dengan ilmu tentang Allah, dan banyak amalan tidak akan
bermanfaat bila disertai kejahilan tentang Allah‖[HR.Ibnu Abdil Birrdari Anas].
Kejahilan adalah kebodohan yang terjadi karena ketiadaan ilmu pengetahuan. Dengan
demikian, banyak amal setiap orang menjadi sangat berkaitan dengan keimanan dan
ilmu pengetahuan karena ‖Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan mengerjakan
amal-amal saleh, mereka diberi petunjuk oleh Rabb mereka kerana keimanannya …
QS.[10]:9.
Ilmu pengetahuan tentang Allah Subhanaahu wa Ta‘ala adalah penyambung
antara keimanannya dengan amalan-amalan manusia di muka bumi ini. Sebagaimana
kaedah pengaliran iman yang diajarkan oleh Rasulullah Saw. bahwasanya iman adalah
sebuah tashdiq bi-l-qalbi yang di ikrarkan bi-l-lisan dan di amalkan bilarkan Dengan itu
di simpulkan bahawa kita jangan memisah ketiga komponen yang telah kita perhatikan
tadi (iman,ilmu dan amal) karena pemisahan setiap komponen menjadikan islam itu
janggal.
 Kaitan antara iman, ilmu dan amal

28 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang
sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan
yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At –
Thalaq : ayat 2 – 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu
perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan
takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman
dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.
Sumber ilmu menurut ajaran Islam :
1. Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta
isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat
Allah swt “Qur’aniyah”
2. Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk
berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang
disebut ayat Allah “Kauniyah”

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada
Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah :
11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu
menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya,
karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan lainnya.

K. Arti Peradaban

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia disebutkan dua arti peradaban;

29 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
1) kemajuan (kecerdasan, kebudayaan) lahir batin: bangsa-bangsa di dunia ini
tidak sama tingkat perdabannya; dan
2) hal yang menyangkut sopan santun, budi bahasa, dan kebudayaan suatu
bangsa.
Peradaban dalam bahasa Arab disebut dengan al hadhârah atau al tamaddun atau
al ‗umrân. Menurut Ibnu Khaldun, al hadhârah adalah sebuah periode dari
kehidupan sebuah masyarakat yang menyempurnakan periode primitif (al
badâwah) dari masyarakat itu, karena al hadhârah adalah puncak dari al badâwah.
Dr. Muhammad Kâdzim Makki menyebutkan beberapa elemen dan kriteria
peradaban;

1) Khazanah kemanusiaan. Artinya setiap masyarakat manusia mempunyai


cara tersendiri dalam memperoleh kenyamanan hidup mereka, dalam
mempertahankan kelangsungan hidup mereka dan dalam berinteraksi sosial dan
komunikasi, dimulai dari yang sangat primitif sampai dengan yang modern. 2)
Akal (pengetahuan) sebagai ciri yang paling menonjol dari peradaban. Akal
adalah yang membedakan manusia dari binatang. Dengannya manusia terus
mengalami perkembangan yang tiada henti.
3) Eksperimen (tajribah) sejarah. Setiap generasi dari sebuah masyarakat
mewarisi cara hidup dari generasi sebelumnya dan mencoba mengembangkan
warisan itu, karena tidak mungkin satu generasi tiba-tiba menciptakan penemuan
tanpa pengetahuan atau pengalaman yang diwarisinya dari generasi sebelumnya.

4) Struktur geografis. Sebuah peradaban pada satu masyarakat sangat


dipengaruhi oleh keadaan geografis yang meliputinya.
Berdasarkan keterangan Kâdzim Makki, maka setiap masyarakat dan bangsa
mempunyai peradaban tersendiri, namun yang satu lebih maju dari yang lain,
karena perbedaan elemen-elemen tersebut.

L. Pilar-Pilar Peradaban Islam


Sebelum membahas pilar-pilar peradaban Islam, perlu dijelaskan bahwa harus
dibedakan antara peradaban Islam dengan peradaban Arab. Arab sebagai bangsa, baik
bangsa Arab klasik, seperti Tsamud, ‗Ad dan Quraisy, atau bangsa Arab setelah Islam,

30 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
mempunyai peradaban tersendiri. Seperti halnya, barat sebagai bangsa, baik Barat pada
masa Romawi kuno, atau Barat modern, mempunyai peradaban tersendiri, mekipun
agama terkadang memberikan pengaruh terhadap peradaban mereka. Peradaban
mereka, Arab, Barat dan bangsa lain, mengalami jatuh-bangun dan jaya-surut.
Jatuhbangun peradaban mereka tergantung sejauh mana mereka menjaga empat elemen
peradaban, yang telah disebutkan oleh Kâdzim Makki; peradaban mereka dibangun
berdasarkan khazanah kamanusiaan, pengetahuan, pengalaman, dan struktur geografis
mereka.
Sementara peradaban Islam dibangun di atas nilai-nilai yang turun dari Allah
swt. Ketika sebuah bangsa dapat menyerap dan melaksanakan nilai-nilai itu, maka
bangsa itu membangun peradaban Islam. Peradaban yang dibangun tidak di atas
nilainilai Ilâhi dianggap sebagai peradaban jahiliyyah, meskipun maju dalam hal
pengetahuan saintis-empirisnya.
Dengan demikian, adalah salah kaprah jika peradaban Islam dibandingkan
dengan perdaban Barat, sehingga muncul penilaian, Manakah di antara keduanya yang
lebih tinggi ?, karena perbedaan antara keduanya bersifat vertikal. Yang satu
berlandaskan nilai-nilai Ilâhi dan yang lain berlandaskan empat elemen tersebut.
Menjadi tepat jika perbandingan itu antara peradaban Barat dengan peradaban Arab
atau negara Islam, yang perbedaannya bersifat horisontal.
Oleh karena sumber utama Islam adalah Qur‘an dan Hadis, maka untuk mengetahui apa
saja nilai-nilai yang menjadi pilar peradaban Islam, kita harus kembali ke dua sumber
itu.

Ilmu Pengetahuan.
Sebuah peradaban tidak bisa dipisahkan dari pengetahuan. Pengetahuan adalah
syarat pertama dan utama bagi majunya sebuah bangsa. Tanpa pengetahuan sebuah
bangsa akan tertinggal, bahkan akan binasa. Menurut Muhammad Taqi Misbah dan
Muhammad Baqir Shadr bahwa berpengetahuan merupakan sesuatu yang aksioma
(badîhî) dan tidak perlu dipertanyakan lagi, apalagi diperdebatkan, karena ia bagian dari
ciri yang paling utama bagi manusia, atau menurut Muthahhari, berpengetahuan adalah
bagian dari fitrah manusia.
Qur‘an banyak mengajak manusia agar merenungi benda-benda yang ada di
jagat raya dan menantang manusia untuk menyibak rahasia-rahasia alam semesta.

31 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Misalnya ayat yang berbunyi,‖ Hai kelompok jin dan manusia, jika kalian sanggup
menembus lorong-lorong langit dan bumi, maka tembuslah. Kalian tidak dapat
menembusnya kecuali dengan sulthan ―.Sebagian ahli tafsir menyatakan bahwa yang
dimaksud dengan ‗sulthan ‗ dalam ayat ini adalah ilmu pengetahuan.
Meskipun Nabi saw., menurut sebagian, seorang yang ummi (buta huruf), tetapi
beliau menyuruh para sahabatnya agar belajar baca-tulis, karena kemampuan membaca
dan menulis adalah syarat bagi majunya seseorang dan sebuah masyarakat. Setelah
perang Badar berakhir, dan kaum Muslimin menahan sejumlah orang Musyrik Mekkah,
beliau bersabda, ― Barangsiapa dari para tahanan ada yang mengajarkan baca-tulis
kepada sepuluh pemuda dan anak-anak Anshar, maka dia dibebaskan tanpa diminta
uang tebusan ―.
Pada masa beliau, para sahabat menjadi orang-orang yang pandai membaca dan
menulis. Itu merupakan prestasi tersendiri bagi bangsa Arab yang tidak begitu
memperhatikan masalah baca-tulis.
Beliau juga sangat apresiatif terhadap pengalaman dan eksperimen orang dan
bangsa lain. Beliau mempraktekkan usulan Salman al Farisi untuk membuat parit besar
dalam perang Khandaq, sesuatu yang lazim dilakukan oleh pasukan Persia ketika
perang menghadapi musuh. Lebih dari itu, beliau menekankan pentingnya belajar dari
usia dini sampai akhir hayat, meski dengan menempuh jarak yang sangat jauh.
Perhatian terhadap pengetahuan dan penekanan yang kuat terhadap belajar
merupakan ciri yang paling menonjol dalam ajaran Islam. Hal itu menunjukkan betapa
Nabi saw. ingin membangun masyarakat yang cerdas dan pandai.
Sejak memeluk Islam, bangsa Arab berubah jati dirinya dari sebuah bangsa yang
terbelakang dan tidak dipertimbangkan oleh Romawi dan Persia menjadi bangsa yang
disegani dan dihormati karena ilmu pengetahuan.

Tauhid dan Iman


Pilar peradaban Islam yang lain adalah tawhid dan iman. Dalam Qur‘an
disebutkan,
― Jika penduduk kota itu beriman dan betaqwa, niscaya Kami buka di atas mereka
berkat dari langit dan bumi ―.
Hakikat tauhid dan iman kepada Allah swt. adalah membebaskan manusia dari
belenggu-belenggu penghambaan kepada selain Allah. Dalam ucapan ― Tiada tuhan

32 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
selain Allah ― terdapat pesan yang jelas bahwa ketundukan dan penghambaan hanya
kepada Allah swt. Dalam pandangan orang yang beriman, selain Allah swt. tidak punya
hak untuk disembah dan ditunduki, dan ia memandang seluruh keberadaan selainNya
sama seperti dirinya sebagai hamba.
Diriwayatkan bahwa Dihyah al Kalbi, seorang sahabat Nabi, diperintahkan oleh
Nabi saw.untuk membawa surat kepada Kaisar Romawi. Pada waktu itu, setiap orang
yang akan menghadapi Kaisar diharuskan sujud dihadapannya. Dihyah dengan tegas
menolak itu dan berkata,‖Aku datang kepadamu untuk membebaskan manusia dari
menyembah selain Allah dan hanya menyembah Tuhan segala tuhan‖.
Islam tidak hanya membebaskan manusia dari segala kekuatan eksternal saja,
selain Allah, tetapi juga membebaskan manusia dari kekuatan internal, yaitu hawa
nafsu.Karena dalam banyak ayat dan hadis diterangkan bahwa hawa nafsu cenderung ke
keburukan dan kehancuran.
Disinilah letak perbedaan antara peradaban Islam dengan peradaban lainnya,
termasuk peradaban Barat. Peradaban Barat secara khsusus dibangun di atas pilar ilmu
pengetahuan rasional-empiris yang notabene materialistik, sama dengan peradaban
yang pernah ada sebelumnya. Tidak terpikirkan dalam benak mereka, jika mereka tidak
bersentuhan dengan agama apapun, bahwa peradaban yang dibangun tanpa tawhid dan
iman, sehingga mengikuti hawa nafsu, justru akan menghancurkan nilai-nilai
kemanusiaan. Peradaban demikian biasanya tidak lepas dari kerakusan, kebebasan
tanpa kendali dan dekadensi moral. Dan pada akhirnya ia menuju ke kehancuran.
Pada dasarnya, Nabi Muhammad saw. dengan bimbingan Allah swt. merubah
peradaban yang bersifat jahiliyyah menjadi peradaban Islam yang tegak di atas ilmu
pengetahuan dan iman. Qur‘an sendiri mengumpamakan,‖ orang-orang beriman seperti
tanaman yang mengeluarkan tunasnya, dan tunas itu menjadikan tanaman itu kuat,
kemudian besar dan tegak lurus di atas pokoknya, sehingga menyenangkan hati para
penanamnya‖.
Muthahhari dalam mengomentari ayat ini berkata, ―Sungguh betapa agung
contoh yang digambarkan Allah tentang kaum Muslimin pada masa permulaan Islam.
Inilah contoh yang mengarah kepada perkembangan dan kesempurnaan. Inilah contoh
bagi orang-orang Mukmin yang senantiasa bergerak menuju kemajuan dan
kesempurnaan‖.

33 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
Sejarah Islam pada masa itu adalah saksi akan kehebatan peradaban Islam. Will
Durant, seperti yang dikutip oleh Muthahhari, berkata dalam bukunya, The Story of
Civilization, ― Tidak ada peradaban yang lebih mengagumkan seperti perdaban Islam‖.

34 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Dalam sejarah kehidupan manusia, Allah swt memberikan kehidupan yang
sejahtera, bahagia, dan damai kepada semua orang yang mau melakukan amal kebaikan
yang diiringi dengan iman, dengan yakin dan ikhlas karena Allah swt semata (QS. At –
Thalaq : ayat 2 – 3 ).Perbuatan baik seseorang tidak akan dinilai sebagai suatu
perbuatan amal sholeh jika perbuatan tersebut tidak dibangun diatas nilai iman dan
takwa, sehingga dalam pemikiran Islam perbuatan manusia harus berlandaskan iman
dan pengetahuan tentang pelaksanaan perbuatan.
Sumber ilmu menurut ajaran Islam :
• Wahyu , yaitu sesuatu yang dibisikkan dan diilhamkan ke dalam sukma serta
isyarat cepat yang lebih cenderung dalam bentuk rahasia yang disebut ayat
Allah swt “Qur’aniyah”
• Akal , yaitu suatu kesempurnaan manusia yang diberikan oleh Allah swt untuk
berpikir dan menganalisa semua yang ada dan wujud diatas dunia yang
disebut ayat Allah “Kauniyah”

Allah swt akan mengangkat harkat dan martabat manusia yang beriman kepada
Allah swt dan berilmu pengetahuan luas, yang diterangkan dalam Q.S. Al Mujadalah :
11. Yang isinya bahwa Allah akan mengangkat tinggi-tinggi kedudukan orang yang
berilmu pengetahuan dan beriman kepada Allah swt , orang yang beriman diangkat
kedudukannya karena selalu taat melaksanakan perintah Allah swt dan rasulnya,
sedangkan orang yang berilmu diangkat kedudukannya karena dapat memberi banyak
manfaat kepada orang lain.
Islam tidak menghendaki orang alim yang digambarkan seperti lilin, mampu
menerangi orang lain sedang dirinya sendiri hancur, dan ini besar sekali dosanya,
karena dapat memberitahu orang lain dan dirinya sendiri tidak mau tau lagi juga tidak
mengerjakan seperti dalam Q.S. Ash – Shaf : 3 yang menerangkan bahwa orang alim
dan pandai hendaknya menjadi contoh dan teladan bagi orang lain. Dibawah naungan
dan lindungan Allah swt.
Iman, ilmu dan amal merupakan satu kesatuan yang utuh, tidak dapat dipisahkan
antara satu dengan lainnya. Sumber pokok ilmu pengetahuan menurut Islam adalah

35 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
wahyu dan akal yang keduanya tidak boleh dipertentangkan karena manusia diberi
kebebasan dengan mengembangkan akalnya dengan catatan dalam pengembangan
tersebut tetap, terikat dengan wahyu dan tidak akan bertentangan dengan syariat Islam.
Sehingga ilmu pengetahuan dibagi menjadi 2 bagian besar yaitu ilmu yang bersifat
abadi yang tingkat kebenarannya bersifat mutlak dan ilmu yang bersifat perolehan yang
tingkat kebenarannya bersifat nisbi. Menuntut ilmu pengetahuan mendalami ilmu
agama bertujuan untuk mencerdaskan umat dan mengembangkan agama islam agar
dapat disebarluaskan dan dipahami oleh masyarakat.

B. Saran
Makalah ini bertujuan untuk menambah wawasan, membantu, dan memudahkan
kita dalam memahami dan mempelajari ajaran islam yang sebenarnya. untuk itu kami
menghimbau untuk memahami isi makalah ini sebaik-baik mungkin sehingga dapat di
implementasikan dalam kehidupan sehari-hari.
Kami mengucapkan terimakasih dan permohonan maaf yang sebesar-besarnya
kepada pembaca dan semua pihak yang telah terlibat dalam penyusunan makalah ini.

36 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n
DAFTAR PUSTAKA

Ina fauziyah, ―Epilog iman, ilmu dan amal sebagai pilar peradaban”
http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/epilogimanilmu-dan-amal-sebagai-pilar.html
Minggu, 15 Desember 2019, 06.00 WIB
Muslim.Or.id―, Setiap muslim wajib mempelajari agama https://muslim.or.id/18810-setiap-
muslim-wajib-mempelajari-agama.html Minggu, 15 Desember 2019, 06.10 WIB
Wahyu jannah, ― makalah iman, ilmu amal sebagai pikir peradaban”,Makalah agama
https://www.academia.edu/35842778/Makalah_agama Minggu, 15 Desember 2019,
06.20 WIB
Lembaga Pendidikan Islam TPQ Al-Muttaquun. 2014. ―Iman dan Macam-Macamnya‖.
http://inafauzia95.blogspot.com/2015/05/epilogimanilmu-dan-amal-
sebagaipilar.html?m=1, Minggu, 15 Desember 2019, 21.00 WIB.

37 | E p i l o g I m a n , I l m u , A m a l s e b a g a i p i l a r p e r a d a b a n

Anda mungkin juga menyukai