Anda di halaman 1dari 30

KEIMANAN ( AKIDAH ISLAM )

MATAKULIAH AGAMA ISLAM

Dosen Pengampu :
Nikmah Dalimunthe, S.Ag. M.H

Disusun Oleh :
KELOMPOK I
Rhegita Hairunnisyah Damanik 5203342005
Fitria Muniro Br Lubis 5203342004
Rizqulia Annisa Gaby Tifani Rexa 5203342012
Wiwin Surya Ningsih Siregar 5203342002

PENDIDIKAN TATA BOGA IV A


PENDIDIKAN KESEJAHTERAAN KELUARGA
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
KATA PENGANTAR

Alhamdulilah puji dan syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT yang telah
memberikan ke hadirat Allah SWT yang telah memberikan taufik dan hidayah-Nya sehingga
kami dapat menyelasaikan tugas mata kuliah tata hidang.
Shalawat dan salam tercurahkan kepada Nabi Muhammad SAW, yang telah membawa umat
manusia dari alam kebodohan yang penuh dengan ilmu pengetahuan seperti saat sekarang ini.
Proses penyusunan makalah ini tidak lepas dari bimbingan dosen pengampu ibu Nikmah
Dalimunthe, S.Ag. M.H. Beliau telah banyak memberi masukan sehingga makalah ini selesai.
Kami menyadari bahwa hasil penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna. Untuk itu
kami mohon maaf jika terdapat kekurangan atau kekeliruan dalam makalah ini. Dan kami sangat
mengharapkan saran dan kritik dari berbagai pihak untuk kemajuan di masa yang akan datang.

Medan, Februari 2022

Rhegita Hairunnisyah Damanik


5203342005

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................... ii
DAFTAR ISI................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang............................................................................... 1


1.2 Tujuan ............................................................................................ 1
1.3 Rumusan Masalah ......................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN

2.1 Pengertian dan Konsep Akidah Islam .......................................... 5


2.2 Ruang Lingkup Akidah Islam ....................................................... 5
2.3 Argumen Tentang Wujud Tuhan.................................................. 10
2.4 Ketuhanan Dalam Al-Quran.......................................................... 11
2.5 Hakekat La Ilaha illallah................................................................ 12
2.6 Al-Nubuwwat (Kenabian)............................................................... 17
2.7 Ruhaniyyat (Makhluk-makhluk Ghaib)....................................... 20
2.8 As-Sam’iyyat.................................................................................... 23
2.9 Pemurnian Akidah.......................................................................... 25

BAB III PENUTUP

3.1 Kesimpulan ................................................................................... 26


3.2 Saran.............................................................................................. 26

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 27

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Akhlak mulia berawal dari aqidah, jika aqidahnya sudah baik maka dengan sendirinya
akhlak mulia akan terbentuk. Iman yang teguh pasti tidak ada keraguan dalam hatinya dan tidak
tercampuri oleh kebimbangan. Beriman kepada Allah pasti akan melaksanakan segala
perintahnya dan menjauhi larangannya. Beriman kepada Allah juga harus beriman kepada
malaikat, Nabi, kitab, hari akhir, qada dan qadar Allah. Aqidah memiliki peranan penting dalam
mendidik siswa, ruang lingkup aqidah yang dapat membentuk akhlak mulia akan mengantarkan
manusia Indonesia sebagai manusia yang mumpuni dalam segala aspek kehidupan. Ruang
lingkup dari aqidah yaitu: Ilahiyat, nubuwat, ruhaniyat, dan sam’iyyat (Ilyas, 2000: 6). Dari
ruang lingkup aqidah yang dijadikan rujukankan terbentuknya manusia berakhlakul karimah,
berarti manusia dapat menghindari akhlak tercela sebagai manifestasi dari ajaran-ajaran aqidah
Islam.
Perbuatan yang dilakukan karena Allah lebih terasa tenang dan nyaman ketika
mengerjakannya, aqidah akhlak dalam membentuk karakter akan sangat mempengaruhi
kesuksesan seseorang dimasa sekarang dan yang akan datang. Pada akhirnya pendidikan aqidah
akhlak dapat dikatakan sebagai wadah untuk membina dan membentuk karakter siswa yang baik.
Karakter merupakan sifat manusia yang mempengaruhi pikiran dan perbuatannya (Majid dan
Dian, 2012: 12).

1.2 TUJUAN MASALAH


Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah ;
- Agar mahasiswa/i mengetahui tentang aqidah dalam islam serta ruang lingkupnya.
- Agar mahasiswa/i mengetahui tentang apa itu pemurnian aqidah.

1.3 RUMUSAN MASALAH


1. Apa yang dimaksud tentang aqidah islam ?
2. Apa saja ruang lingkup aqidah Islam ?

1
3. Apa arti dari hakekat la illaha illallah
4. Apa itu ketuhanan dalam Al-Quran ?
5. Apa itu pemurnian akidah ?

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 PENGERTIAN DAN KONSEP AKIDAH ISLAM


A. Pengertian dan Konsep Akidah Islam
Dalam Islam, akidah ialah iman atau kepercayaan. Sumbernya yang asasi ialah alquran.
Iman ialah segi teoritis yang dituntut pertama-tama dan terdahulu dari segala sesuatu untuk
dipercaya dengan suatu keimanan yang tidak boleh dicampuri oleh keraguraguan. Tegaknya
aktivitas keislaman dalam hidup dan kehidupan seseorang itulah yang dapat menerangkan bahwa
orang itu memiliki akidah atau menunjukkan kualitas iman yang ia miliki. Karena iman itu
bersegi teoritis dan ideal yang hanya dapat diketahui dengan bukti lahiriah dalam hidup dan
kehidupan sehari-hari. Manusia hidup atas dasar kepercayaannya. Tinggi rendahnya nilai
kepercayaan memberikan corak kepada kehidupan. Atau dengan kata lain, tinggi rendahnya nilai
kehidupan manusia tergantung kepada kepercayaan yang dimilikinya. Sebab itulah kehidupan
pertama dalam Islam dimulai dengan iman. Dari pengertian tersebut ada beberapa hal penting
yang harus diperhatikan dalam memahami akidah secara tepat dan jelas, yaitu:
a. Setiap manusia memiliki fitrah untuk mengakui kebenaran dengan potensi yang
dimilikinya. Indra dan akal digunakan untuk memahami dan mengerti kebenaran,
sedangkan wahyu menjadi pedoman untuk menentukan mana yang baik dan mana yang
buruk. Dalam berakidah hendaknya manusia menempatkan fungsi alat tersebut pada
posisinya masing-masing
b. Keyakinan itu harus bulat dan penuh, tidak berbaur dengan kesamaran dan keraguan.
Oleh karena itu, untuk sampai kepada keyakinan, manusia harus memiliki ilmu sehingga
ia dapat menerima kebenaran dengan sepenuh hati. Dan agar orang-orang yang telah
diberi ilmu, menyakini bahwasannya al-Qur’an itulah yang hak dari Tuhan-mu lalu
mereka beriman dan tunduk hati mereka kepadanya dan sesungguhnya Allah adalah
pemberi petunjuk bagi orang-orang yang beriman kepada jalan yang lurus.
c. Akidah harus mampu mendatangkan ketentraman jiwa kepada orang yang menyakininya.
Untuk itu diperlukan adanya keselarasan antara keyakinan lahiriyah dan batiniah.
Pertentangan antara kedua hal tersebut akan melahirkan kemunafikan. Sikap munafik ini
akan mendatangkan kegelisahan.

3
d. Apabila seseorang telah menyakini suatu kebenaran, maka konsekuensinya ia harus
sanggup membuang jauh-jauh segala hal yang bertentangan dengan kebenaran yang
diyakininya itu.

Akidah Islamiyah berisikan ajaran tentang apa saja yang harus dipercayai, diyakini dan
diimani oleh setiap orang Islam. Karena agama Islam bersumber kepada kepercayaan dan
keimanan kepada Tuhan, maka akidah merupakan sistem kepercayaan yang mengikat manusia
kepada Islam. Seorang manusia disebut Muslim jika dengan penuh kesadaran dan ketulusan
bersedia terikat dengan sistem kepercayaan Islam karena itu aqidah merupakan ikatan dan simpul
dasar Islam yang pertama dan utama. Akidah Islamiyah dibangun di atas enam dasar keimanan
yang lazim disebut dengan rukun iman. Rukun iman itu meliputi iman kepada Allah, iman
kepada malaikat-malaikat Allah, iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada rasul-rasul Allah,
dan iman kepada hari akhir serta iman kepada qada’ dan qadar. Berdasarkan firman Allah Swt:
Wahai orang-orang yang beriman, tetaplah beriman kepada Allah dan rasul-Nya dan kepada
kitab yang Allah turunkan kepada rasul-Nya serta kitab yang Allah turunkan sebelumnya.
Barang siapa yang kafir kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, rasul-rasul-Nya,
dan hari kemudian, maka sesungguhnya orang itu telah sesat sejauhjuahnya. (QS. An-Nisa’
4:136).
Aqidah adalah dasar, fondasi untuk mendirikan bangunan. Semakin tinggi bangunan yang
akan didirikan harus semakin kokoh pula fondasi yang dibuat. Kalau fondasinya lemah bangunan
itu akan cepat ambruk. Tidak ada bangunan tanpa fondasi. Seseorang yang memiliki aqidah yang
kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak yang mulia dan
bermu’amalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah swt kalau tidak
dilandasi dengan aqidah. Misalnya orang nonmuslim memberi beras kepada seorang yang
miskin, amal ibadah orang itu nilainya NOL di hadapan Allah, Allah tidak menerima ibadahnya
karena orang itu tidak punya landasan aqidah. Seseorang bisa saja merekayasa untuk terhindar
dari kewajiban formal, misalnya zakat, tapi dia tidak akan bisa menghindar dari aqidah.
Misalnya, aqidah mewajibkan orang percaya bahwa Tuhan itu cuma satu yaitu Allah, orang yang
menuhankan Allah dan sesuatu yang lain (uang misalnya) maka akan kelihatan nanti, tidak bisa
ditutup-tutupi, tidak bisa direkayasa. Entah dari bicaranya yang seolah-olah uang telah
membantu hidupnya, tanpa uang dia tidak akan bisa hidup, atau dari perilakunya yang satu
minggu sekali datang ke pohon besar dan berdoa disitu.Itulah sebabnya kenapa Rasulullah SAW

4
selama 13 tahun periode Mekah memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar
dan kokoh. Sehingga bangunan Islam dengan mudah berdiri di periode Madinah. Dalam dunia
nyatapun ternyata modal untuk membangun sebuah bangunan itu lebih besar tertanam di
fondasi.Jadi aqidah berfungsi sebagai ruh dari kehidupan agama, tanpa ruh/aqidah maka
syari’at/jasad kita tidak ada guna apa-apa.

2.2 RUANG LINGKUP AKIDAH ISLAM


A. Ruang Lingkup Akidah Islam
1. Ilahiyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan,
Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan
lainnya.
2. Nubuwat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan
Rasul, termasuk tentang Kitab-Kitab Allah, mu’jizat, karamat dan lain sebagainya.
3. Ruhaniyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam
metafisik seperti Malaikat, Jin, Iblis, Syetan, Roh dan lain sebagainya.
4. Sam’iyyat. Yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat Sam’i
(dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzakh, akhirat, azab
kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka dan lain sebagainya.

2.3 ARGUMEN TENTANG WUJUD TUHAN


A. Argumen Tentang Wujud Tuhan
Beberapa bukti tentang wujud tuhan :
1. Bukti Fitrah
Al-Qur’an tidak banyak mengetengahkan dalil tentang wujud Allah.Sebab,Al-Qur’an
menegaskan bahwa fitrah yang lurus,serta jiwa yang tidak dikotori oleh noda-noda syirik
menegaskan keberadaan sang khaliq tanpa perlu bukti.Tidak hanya itu,bahkan ke Esaan-Nya
merupakan sesuatu yang sesuai fitrah.Sebagaimana disimpung dalam firmannya :

َ ِ‫ق هّٰللا ِ ٰۗذل‬


‫ ِّدي ُْن ْالقَيِّ ۙ ُم َو ٰل ِك َّن‬S ‫ك ال‬ ْ ِ‫اس َعلَ ْيهَ ۗا اَل تَ ْب ِد ْي َل ل‬
ِ ‫خَل‬
‫فَاَقم وجْ هكَ لل ِّد ْين حن ْيفً ۗا ف ْ هّٰللا‬
َ َّ‫ط َرتَ ِ الَّتِ ْي فَطَ َر الن‬ ِ ِ َ ِ ِ َ َ ِْ
َ‫اس اَل يَ ْعلَ ُموْ ۙن‬ ِ َّ‫اَ ْكثَ َر الن‬

5
“Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah ) ; (tetaplah diatas) fitrah
Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu.Tidak ada peruahan pada fitrah Allah.
(Itulah) agama yang lurus ;...” (Ar-rum :30)
2. Bukti Sebab Akibat (Ada makhluk menandakan ada Khaliq)
Al-Qur’an mendebat orang-orang yang mendustakan dan mereka yang ingkar dengan
hujjah yang semua orang pun mengakuinya,serta akal-akal sehat pun tidak kuasa
menolaknya.Allah berfirman “apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka
yang mincaptakan (diri mereka seniri?) ataukah mereka yang telah menciptakan langit dan
bumi itu?;sebenarnya mereka tidak meyakini (apa yang mereka katakan)” (Ath-thur : 35-36)
Akal-akal manusia menegaskan bahwa setiap yang wujud (ada) pasti ada sebab yang
mwujudkannya.Hal semacam ini bisa di tangkap langsung bahkan oleh penggembala onta di
padang pasir.Dikatakan “Menunjukkan adanya onta,jeja kaki menujukkan adanya orang berjalan
kai,langit yang memiliki menara dan bumi yang memiliki jalan di antara dua gunung,bukankah
semua itu menunjukan adanya dzat Yang Maha Mengetahui?” Hal ini diakui pula oleh para
iluwan senior yang mempelajari kehidupan dan biologi.Kita ambil contoh lain. Sejak beberapa
tahun setelah badai menyapu pasir di gurun kosong terungkap adanya sisa-sisa kota yang
tertimbun pasir.Para ilmuwan kemudian mencoba meneliti isinya dan mencoba mencari tahu
pada era apa kota ini dibangunTidak ada seorang aerkolog pun yang terbesit dalam pikiran
mereka bahwa kota ini ada karena faktor alam,seperti angin,hujan,panas,dan dingin,bukan buatan
manusi.Seandainya salah seorang mengatakan hal tersebut tentu ia akan dianggap sebagai orang
gila yang pantas dikasihani.Kota yang kita kenal ini pasti ada yang menciptakannya,dan
diketahui si pembuatnya.
Dengan bukti seperti ini para ulama islam dahulu senantiasa menghadapi orang-orang
ateis.Seorang ulama bertanya kepada beberapa orang zindik yang mengingkari adanya Sang
Pencipta, ia berkata “ Apa yang kamu katakan kepada orang yang berkata bahwa saya melihat
kapal penuh dengan muatan,melaju di lautan yang penuh gelombang ombak dan angin
ribut.Meski demikian kapal itu tetap berlayar tenang,tidak ada navigator yang
menjalankannya.Apakah itu masuk akal ?”
Mereka menjawab “ini tidaklah masuk akal”.Maka ulama tersebut berkata kepada
mereka.”Maha suci Allah,jika akal saja tidak menerima kapal berlayar dilautan dengan tenang
tanpa navigator yang menjalankannya,lalu bagaimana ia bisa menerima adanya dunia ini dengan

6
beragam kondisinya,betapa luasnya,dan berbeda-beda sisinya tanpa adanya dzat Yang Membuat
dan Menjaganya?” Maka,mereka semua menangis dan berkata “Engkau benar”.Hukum yang
diterima oleh akal inilah yang diisyaratkan oleh ayat Al-Qur’an

‫اَ ْم ُخلِقُ ْوا ِم ْن َغي ِْر َش ْي ٍء اَ ْم هُ ُم ْال ٰخلِقُ ْو ۗ َن‬


“apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu pun ataukah mereka yang menciptakan (diri mereka
sendiri?)” (Ath-thur: 35)
Dalil diatas lah yang megajak orang-orang berakal untuk menerima bahwa disana ada
sang pencipta yang wajib disembah.Ayat ini terangkai dengan rangkaian yang indah nan
memukau,hampir-hampir tidaklah ayat ini menyetuh pendengaran melainkan akan membuat jiwa
menjadi bergetar.Jika ada seseorang yang mengatakan “Aku yang menciptakan diriku
sendiri”.Apakah ia mampu mengklaim bahwa dirinya yang menciptakan langit dan bumi? jika
sesuatu yang tidak ada tidak dapat mewujudkan langit dan bumi,jika langit dan bumi tidak dapat
menciptakan dirinya sendiri,dan jika mereka berani mengklaim bahwa merekalah yang
menciptakan semua itu,tentu semua ini pasti ada yang menciptakan dan ia adalah Allah.Maka
sesungguhnya kekuatan manusia dan tabiat makhluk tidaklah mampu menghafal fase-fase sebab
satu persatu dan menelusuri rangkaiannya tahap demi tahap hingga ia menyaksikan awal mula
terciptanya dunia ini.
Beberapa Bantahan Para Atheis Tentang Terciptanya Alam Semesta

Tuhan harus bisa dilihat atau ditangkap oleh indra penglihatan. Bukti adanya tuhan
sangat banyak yang tampak pada ciptaan-ciptaan-Nya. Allah ‫ ﷻ‬berfirman,

ِ ‫ت ُأِلولِي اَأْل ْلبَا‬


‫ب‬ ِ َ‫ف اللَّ ْي ِل َوالنَّه‬
ٍ ‫ار آَل يَا‬ ِ ‫اختِاَل‬ ِ ْ‫ت َواَأْلر‬
ْ ‫ض َو‬ ِ ‫ق ال َّس َما َوا‬ ْ ‫إن فِي‬
ِ ‫خَل‬ َّ

“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang
terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal.” (QS. Ali Imran: 190)

Juga bagaimana manusia berhasrat kepada manusia yang lain? Bagaimana anak yang
baru lahir bisa langsung menyusu kepada ibunya? Seandainya ada seribu profesor yang
mengajarkan sesuatu kepada anak yang baru lahir maka tidak akan ada yang mampu untuk
mengajarkannya. Tidak adanya dalil tertentu bukan berarti yang ditunjukkan tidak ada karena
bisa jadi ditunjukkan oleh dalil yang lain.

7
Contohnya:Ketika seseorang bertanya kepada yang lain: apakah Budi ada di rumahnya? Lalu jika
ada yang menjawab: Budi tidak ada di rumah karena tidak ada sandalnya di depan rumahnya.
Maka kita katakan: adanya Budi di dalam rumah bukan hanya ditunjukkan oleh sandalnya. Bisa
jadi sandalnya tidak ada namun suaranya kita dengar atau lampu rumahnya menyala. Jadi
dalil/petunjuk yang menunjukkan bahwa Budi di dalam rumah sangat banyak bukan hanya
satu.Begitu juga orang ateis yang membatasi buktinya adanya Tuhan hanya dengan dilihat maka
kita katakan bukti untuk menunjukkan adanya Tuhan bukan hanya satu. Seandainya bukti-bukti
tersebut tidak terpenuhi maka masih banyak bukti yang lain yang menunjukkan Tuhan itu ada.

Betapa banyak teori yang dirumuskan dengan dampak-dampaknya, bukan dengan melihat
langsung.Ini sangat banyak terdapat pada rumus fisika. Contoh: teori gravitasi, jika ada barang
yang jatuh ke bawah maka menunjukkan adanya gaya yang menarik (gaya gravitasi). Bukti yang
terlihat secara langsung yang menunjukkan adanya gaya gravitasi memang tidak ada, namun jika
melihat dari dampaknya menunjukkan gaya gravitasi ada.Rumus-rumus fisika lainnya yang tidak
terlihat langsung namun buktinya menunjukkan ada. Contohnya bagaimana perhitungan bumi
mengelilingi matahari atau orbit bumi. Secara bukti yang terlihat maka tidak ada orang yang
melihat secara langsung bahwa bumi mengitari matahari, akan tetapi kita bisa merumuskannya
dan membuktikannya. Jadi sesuatu bisa dirumuskan bukan hanya harus dilihat langsung akan
tetapi bisa juga dengan dampaknya.
Begitu juga dengan Allah ‫ﷻ‬, kita tidak perlu melihat Allah ‫ ﷻ‬secara langsung untuk
menunjukkan Allah ‫ ﷻ‬ada. Akan tetapi cukup melihat dampak berupa adanya makhluk yang
begitu indah yang menunjukkan bahwasanya Allah ‫ ﷻ‬ada.

Jika logika sederhana saja mengatakan mustahil kapal yang berjalan tanpa adanya
Nakhoda, kemudian barang naik dan turun dengan sendiri. Maka terlebih lagi dengan alam
semesta, bagaimana mungkin bisa berjalan dengan begitu teraturnya namun tidak ada yang
mengaturnya? Maka ini lebih mustahil lagi untuk terjadi.Kita juga katakan: tidak mungkin baju
ada dengan sendirinya. Berbeda dengan orang Ateis yang mengatakan bahwa ini terjadi secara
kebetulan. Maka kita katakan ini mustahil, karena adanya baju menunjukkan ada yang
membuatnya.Orang-orang Ateis berusaha membuat teori-teori tentang terciptanya alam semesta,
seperti teori bintang kembar atau big-bang. Seandainya kita benarkan teori mereka, maka kita
tanyakan kepada mereka: siapa yang menciptakan bintang kembar? Tidak mungkin bintang
8
kembar tersebut ada dengan sendirinya. Jika mereka mengatakan bahwa bintang kembar ada
dengan sendirinya maka jawaban ini bukanlah jawaban yang ilmiah, karena orang bodoh pun
mampu untuk menjawab dengan jawaban seperti ini. Orang yang ahli dalam fisika tidak mungkin
menjawab dengan jawaban seperti itu, karena mereka akan menjawab dengan jawaban yang
ilmiah.

Tuhan tidak terlihat bisa jadi karena ketidakmampuan indra penglihatan manusia.
Contohnya virus corona, ada yang mengatakan virus tersebut ada dan ada yang mengatakan tidak
ada. Namun jika kita melihat dampaknya maka kita lihat banyak orang yang meninggal
disebabkan olehnya. Maka tidak terlihatnya virus corona bukan menunjukkan tidak ada
wujudnya, namun karena mata manusia yang tidak mampu untuk melihatnya.
Contoh lainnya begitu banyak orang yang kerasukan jin, apakah kita katakan jin tidak ada karena
tidak terlihat? Berarti bisa jadi sesuatu ada namun tidak bisa terlihat karena ketidakmampuan
indra penglihatan manusia. Inilah seperti yang disabdakan Nabi Muhammad ‫ﷺ‬,

‫تَ ُموتُوا َحتَّى َربَّ ُك ْم تَ َروْ ا لَ ْن َوِإنَّ ُك ْم‬

“ketahuilah bahwasanya kalian tidak akan bisa melihat Rabb kalian hingga kalian meninggal.”

Betapa sering indra penglihatan salah dalam menilai.


Contohnya ketika melihat pesawat di angkasa yang terlihat kecil. Ternyata sebenarnya pesawat
tersebut tidak kecil. Contoh juga ketika kita memasukkan kayu ke dalam air yang kemudian
terlihat kayu tersebut bengkok. Ternyata sebenarnya kayu tersebut tidak bengkok.Maka bukan
berarti ketika kita tidak bisa melihat Tuhan menunjukkan bahwa Tuhan tidak ada.

bisakah Tuhan menciptakan Tuhan?Ini adalah pertanyaan yang salah, karena ini seperti
pertanyaan: bisakah Anda naik ke bawah? Karena yang namanya Tuhan adalah menciptakan,
bagaimana mungkin ada Tuhan yang diciptakan? Jika Tuhan diciptakan maka statusnya bukan
sebagai Tuhan lagi. Ini adalah pertanyaan yang sering ditanyakan oleh orang-orang Liberal yang
terpengaruh dengan pemikiran Ateis.

mengapa ada bencana alam? Seharusnya Tuhan tidak menciptakan bencana alam.

9
Tuhan punya rencana sebagai ujian untuk hamba-hamba-Nya, untuk memperingatkan, atau untuk
lainnya. Orang-orang Ateis lupa bahwasanya Allah ‫ ﷻ‬menciptakan manusia untuk diuji dengan
berbagai macam ujian di antaranya dengan bencana alam, sakit, dan lainnya. Mereka orang Ateis
menginginkan Tuhan yang sesuai selera mereka. Mereka menginginkan Tuhan yang
menciptakan suatu kehidupan yang  seluruhnya adalah kenikmatan. Kita katakan kehidupan yang
seperti adanya nanti di surga, adapun dunia sekarang ini adalah tempat ujian. Jadi Tuhan
memiliki maksud dan tujuan ketika menciptakan keburukan seperti Iblis misalnya dan yang
lainnya.

Inilah sedikit pembahasan tentang syubhat-syubhat orang-orang Ateis. Penulis sarankan kepada
para kaum muslimin jika bertemu dengan orang Ateis maka tidak perlu berdialog dengan mereka
kecuali memiliki kemampuan untuk membantah mereka. Namun jika tidak memiliki kemampuan
maka cukup doakan mereka agar mereka mendapatkan hidayah. Sungguh kasihan mereka,
karena setan telah mempermainkan otak mereka. Mereka terlalu berspekulasi dalam kehidupan
ini. Seandainya mereka tidak membiarkan kemungkinan spekulasi dalam kehidupan ini dengan
mempertanyakan “bagaimana Tuhan?” meskipun hanya 1% tentu mereka akan selamat. Mereka
tidak melihat bahwasanya hukum asal manusia adalah percaya kepada tuhan. Manusia dengan
kepercayaan adanya tuhan sudah berlangsung selama berabad-abad, baru kemudian muncul pada
abad ke 25 orang-orang aneh yang tidak mempercayai adanya tuhan. Itu pun hingga sekarang
hanya segelintir orang, karena kebanyakan manusia dengan berbagai macam model agama
mereka percaya akan adanya tuhan.
Inilah kenyataan pahit di akhir zaman ini, yaitu munculnya orang-orang Ateis di mana mereka
mulai menulis di sosial media memberikan syubhat kepada kaum muslimin dan lainnya.
Kebanyakan yang mengikuti mereka adalah orang-orang Nasrani yang telah ragu dengan agama
mereka sehingga ketika mereka terkena syubhat ini mereka terbawa. Adapun kaum muslimin -
alhamdulillah- Allah ‫ ﷻ‬telah menguatkan iman mereka sehingga yang menjadi Ateis hanya
sedikit dibandingkan agama lainnya.

2.4 KETUHANAN DALAM AL-QURAN


Allah adalah sebutan atau nama Tuhan (tiada Tuhan selain Allah); wujud tertinggi, terunik;
Zat Yang Maha Suci , Yang Maha Mulia; daripada-Nya kehidupan berasal dan kepada-Nya
kehidupan kembali. Para filsuf dizaman kuno menamai Allah SWT dengan nama Pencipta, Akal
10
Pertama, Penggerak pertama, Penggerak Yang tiada Bergerak, Puncak Cinta, dan Wajib al-
Wujud. Allah SWT. adalah tuntutan setiap jiwa manusia. Setiap puak dan bangsa manusia
merasakan dan menyadari kehadiran-Nya sejak masa yang paling awal dan menamai-Nya
menurut istilah-istilah yang mereka tentukan. Dalam rangkaian ayat-ayat yang terdapat di dalam
wahyu pertama kali turun menunjuk kepada Tuhan Yang Maha Esa dengan kata Rabbuka
(Tuhanmu), bukan kata “Allah”. Hal ini menggaris bawahi bahwa wujud Tuhan Yang Maha Esa
dapat dibuktikan melalui ciptaan atau perbuatan-Nya. Akan tetapi, pada wahyu yang ke-19 yaitu
surat al-Ikhlas barulah kata “Allah”dijelaskan secara rinci sebagai jawaban terhadap kaum
musyrik yang mempertanyakan tentang Tuhan yang disembah oleh Nabi Muhammad.
Konsep tentang Tuhan bukanlah konsep baru dalam peradaban manusia. Sebelum Islam
datang, nama Allah telah digunakan oleh orang-orang Arab sebagai nama Tuhan yang tertinggi
di antara tuhan-tuhan lain yang mereka sembah. Tentu nama Allah tidak muncul begitu saja pada
zaman mereka, melainkan telah dikenal dari agama-agama terduhulu terutama agama hanif nabi
Ibrahim As. Tulisan ini mencoba menguraikan asal muasal nama Allah dari sisi kesejarahan,
kemudian meletakkannya dalam konteks Al-Quran, sehingga menjadi jelas rangkaian nama
Allah yang sejak awal sebagai nama tuhan lalu dipersepsikan dalam bentuk bermacam-macam
dan kemudian dikembalikan lagi oleh Islam pada proporsi yang sebenarnya dan dibersihkan atau
pun disucikan proporsional. Allah pada akhirnya merupakan Tuhan yang Esa yang tidak ada
bandingannya dan di atas segala-galanya.
Islam menitikberatkan konseptualisasi Tuhan sebagai Yang Tunggal dan Maha Kuasa
(tauhid). Dia itu wahid dan Esa (ahad), Maha Pengasih dan Maha Kuasa. Menurut Al-
Quran terdapat 99 Nama Allah (asma'ul husna artinya: "nama-nama yang paling baik") yang
mengingatkan setiap sifat-sifat Tuhan yang berbeda. Semua nama tersebut mengacu pada Allah,
nama Tuhan Maha Tinggi dan Maha Luas. Di antara 99 nama Allah tersebut, yang paling
terkenal dan paling sering digunakan adalah "Maha Pengasih" (ar-rahman) dan "Maha
Penyayang" (ar-rahim).
Penciptaan dan penguasaan alam semesta dideskripsikan sebagai suatu tindakan
kemurahhatian yang paling utama untuk semua ciptaan yang memuji keagungan-Nya dan
menjadi saksi atas keesan-Nya dan kuasa-Nya. Menurut ajaran Islam, Tuhan muncul di mana
pun tanpa harus menjelma dalam bentuk apa pun. Al-Quran menjelaskan,
‫صا ۚ َر َوهُ َو اللَّ ِطيْفُ ْال َخبِ ْي ُر‬
َ ‫ك ااْل َ ْب‬ َ ‫اَل تُ ْد ِر ُكهُ ااْل َب‬
ُ ‫ْصا ُر َوهُ َو يُ ْد ِر‬

11
"Dia tidak dapat dicapai oleh penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan;
dan Dialah Yang Maha Halus lagi Maha Mengetahui." (Al-'An'am 6:103).
Tuhan dalam Islam tidak hanya Maha Agung dan Maha Kuasa, namun juga Tuhan yang
personal: Menurut Al-Quran, Dia lebih dekat pada manusia daripada urat nadi manusia. Dia
menjawab bagi yang membutuhkan dan memohon pertolongan jika mereka berdoa pada-Nya. Di
atas itu semua, Dia memandu manusia pada jalan yang lurus, “jalan yang diridhai-Nya.”
Islam mengajarkan bahwa Tuhan dalam konsep Islam merupakan Tuhan sama yang disembah
oleh kelompok agama Abrahamik lainnya seperti Kristen dan Yahudi. Namun, hal ini tidak
diterima secara universal oleh kalangan kedua agama tersebut

2.5 HAKEKAT LA ILAHA ILLALLAH


Laa ilaha illallah merupakan kalimat Tauhid, yang berarti: Tiada Tuhan yang berhak
untuk disembah melainkan Allah. Kalimat Tauhid ini merupakan inti dari ajaran Islam yang
dibawa oleh seluruh para Nabi, mulai dari Nabi Adam ‘Alaihissalam hingga Nabi Muhammad
Shallallahu ’alaihi wasallam. Kalimat Tauhid merupakan kalimat yang menghubungkan
manusia kepada Allah dan membuat manusianya berusaha memuliakan makhluk Allah yang ada
di muka bumi. Dengan demikian, Kalimat Tauhid menjadi ideology perubahan holistik bagi
seorang individu dalam kehidupan nyata. Kajian ini merupakan kajian sejarah yang individu
dengan menggunakan Kalimat Tauhid sebagai alat bantu untuk menjelaskan terjadinya
perubahan holistik (menyeluruh) pada individu tersebut. Hasil kajian memperlihatkan, bahwa
setelah Umar bin Khattab memahami Kalimat Tauhid, maka terjadilah perubahan secara
menyeluruh pada dirinya. Umar bin Khattab yang dulunya jahil, keras dan kasar, berubah
menjadi Umar bin Khattab yang paham, tegas dan adil, sehingga pribadinya menjadi rahmat
bagi orang-orang yang lemah.
Makna dari kalimat Laa ilaha illallah adalah tiada Tuhan yang haq untuk dijadikan
sesembahan kecuali Allah. Kalimat ini mengandung dua pengertian, yaitu: Penolakkan atas
segala bentuk sesembahan selain Allah dan menetapkan satu-satunya sesembahan yang haq
hanyalah Allah semata. Di dalam Al-Quran, Allah berfirman:
‫ت َوهّٰللا ُ يَ ْعلَ ُم ُمتَقَلَّبَ ُك ْم َو َم ْث ٰوى ُك ْم‬ َ ِ‫فَا ْعلَ ْم اَنَّهٗ ٓاَل اِ ٰلهَ اِاَّل هّٰللا ُ َوا ْستَ ْغفِرْ لِ َذ ۢ ْنب‬
ِ ۚ ‫ك َولِ ْل ُمْؤ ِمنِ ْينَ َو ْال ُمْؤ ِم ٰن‬
“Maka ketahuilah, bahwa tidak ada tuhan (yang patut disembah) selain Allah dan
mohonlah ampunan atas dosamu dan atas (dosa) orang-orang mukmin, laki-laki dan

12
perempuan. Dan Allah mengetahui tempat usaha dan tempat tinggalmu.” (QS Muhammad (47):
19).
Berdasarkan ayat ini, maka belajar tentang makna dari kalimat laa ilaha illallah adalah
kewajiban pertama bagi seorang muslim sebelum belajar tentang rukun- rukun Islam yang lain.
Mengapa kita perlu mempelajari makna kalimat laa ilaha ilallallah terlebih dahulu, sebelum
mempelajari rukun-rukun Islam yang lainnya, karena kalimat laa ilaha illallah ini adalah
merupakan kunci pokok bagi keselamatan, keamanan, kedamaian, ketentraman, dan
kesejahteraan hidup seorang manusia, baik di dunia, maupun di akhirat. Seorang manusia yang
mengucapkan kalimat laa ilaha illallah dengan penuh keikhlasan dan kesadaran, maka ia akan
masuk surga. Dalam sebuah hadits Rasulullah Shallallahu ’alaihi wasallam bersabda: “Barang
siapa yang mengucapkan laa ilaaha illallah dengan ikhlas maka ia akan masuk ke dalam
surga.”

2.6 AL-NUBUWWAT (KENABIAN)


A. Pengertian Nubuwwah
Kata nubuwwah berasal dari kata “naba-a” yang berarti kabar (berita dan cerita) Kata
“nubuwwah” sendiri merupakan mashdar dari “naba-a”. Dalam alQur‟an kata ”nubuwwah”
disebutkan sebanyak 5 kali, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia9 . Nubuwwah adalah
wahyu yang diturunkan kepada Nabi untuk disampaikan kepada manusia. Jadi nubuwwah adalah
orang yang menjadi pilihan Allah untuk menerima wahyu-Nya dan kenabian adalah sifat (hal)
Nabi, yang berkenaan dengan Nabi. Pengertian ini sesuai dengan Kamus Dewan yang
menyebutkan nubuwwah adalah hal yang berhubungan dengan Nabi10 . Konsep Nabi dan Rasul
adalah salah satu daripada prinsip utama dalam Islam, konsep ini berkaitan dengan konsep
keadilan Tuhan karena Tuhan yang Maha Adil yang menciptakan sekalian makhluk terutama
manusia. Nabi bertugas dan bertanggung jawab menyampaikan wahyu Tuhan. Nabi dipilih
sendiri oleh Tuhan daripada kalangan manusia yang sempurna sifat-sifatnya. Kehadiran Nabi dan
Rasul sangat penting khususnya kepada masyarakat manusia dan makhlukmakhluk Tuhan yang
lain.
Oleh karena itu Tuhan yang bersifat dengan segala sifat yang sempurna pencipta sekalian
makhluk di muka bumi termasuk manusia. Untuk itulah Tuhan mengutus Nabi dan Rasul untuk
membawa manusia kepada kebaikan, kejayaan dan kesempurnaan. Nabi dan Rasul adalah

13
manusia pilihan Allah SWT yang bertugas memberi petunjuk kepada manusia tentang keesaan
Allah SWT dan membina mereka agar melaksanakan ajaran-Nya. Ciri-ciri mereka dikemukakan
dalam AlQur‟an, sebagaimana firman Allah SWT artinya adalah: “… ialah orang-orang yang
menyampaikan risalah-risalah Allah. Mereka takut kepada-Nya dan mereka tiada takut
kepada seorang (pun) selain kepada Allah. Dan cukuplah Allah sebagai pembuat
perhitungan.” (Q.S. Al Ahzab : 39).. Dalam kajian Ilmu Sosiologis, an-Nubuwwah merupakan
jembatan transisi dari masa primitif menuju masa penggunaan akal. Rasulullah dan para Nabi
diutus Tuhan adalah untuk membawa manusia dari zaman gelap-gulita menuju zaman yang
terang benderang, masa tidak berpengetahuan kepada masa berpengetahuan, masa ini maksudnya
adalah masa manusia dalam kebodohan yaitu masa-masa ini, bangsa Arab tidak memiliki aturan
hukum yang menjadi pedoman bagi manusia seperti kitab suci yang diwahyukan kepada Nabi
Muhammad SAW, masa penyimpangan akhlak dan keyakinan, manusia tidak berbudi,
perempuan tidak dihargai masa inilah disebut dengan masa jahiliyah11 Nubuwwah adalah
perkataan yang mengandung arti berita tentang Allah dan tentang urusan-urusan keagamaan,
terutama tentang apa yang bakal terjadi di kemudian hari.
Adapun nubuwwah itu ada bermacam-macam seperti halnya mimpi, penglihatan dan
penyampaian. Biasanya para Nabi ketika melihat perkaraperkara yang akan terjadi tidak
membedakan waktu. Dalam mimpi mereka melihat kejadian-kejadian yang lama akan terjadi.
Kalau salah satu subjek nubuwwah itu dikatakan sebagai pemberitaan tentang masa yang akan
datang maka yang dibawa Nabi Muhammad itu dalam al-Qur‟an lebih jelas, lebih terang dan
jauh dari kemungkinan penafsiran yang bukan-bukan. Tidak ada ruang bagi orang-orang yang
ragu atau ingkar kepada nubuwwah Muhammad SAW. Nubuwwah merupakan jembatan dari
masa Jahiliyah kepada masa berperadaban dalam pengertian bahwa akhir dari masa jahiliyah
yaitu pada masa Nabi Muhammad SAW sehingga setelah masa tersebut, lambat laun manusia
sudah meninggalkan kepercayaan terhadap penyembahan berhala, kemudian berganti dengan
masa peradaban, dimana di masa ini manusia sepenuhnya menggunakan rasio atau akal dalam
segala aspek kehidupan. Setelah masa jahiliyah ini, maka berakhirlah pula masa an-Nubuwwah.
Oleh karena itu, masa sekarang tentang kehadiran Nabi sebagai penuntun ataupun penunjuk tidak
diperlukan lagi karena manusia pada masa ini sudah dapat menggunakan akalnya dalam segala
perkara sehingga manusia dapat mengetahui mana yang baik dan harus dikerjakan dan mana
yang buruk yang harus ditinggalkan.

14
B. An-Nubuwwah dalam Pandangan al-Qur’an dan para Ahli Pikir
Menurut al-Qur‟an Dalam al-Qur‟an digambarkan nubuwwah adalah suatu anugerah ilahi
atau pemberian rabbani kepada siapa saja manusia dari kalangan hamba-hambanya yang Dia
kehendaki. Derajat an-Nubuwwah itu tidak bisa diperoleh dengan usaha yang maksimal, atau
dengan menunjukkan seberapa banyak kepatuhan dari ibadah. Dengan kata lain nubuwwah itu
hanyalah dianugerahkan kepada siapa saja manusia yang dipilih oleh Allah dari kalangan
hamba-hambanya yang berhak dan layak memikulnya. Orang yang dianugerahkan dengannya
dinamakan Nabi. Nubuwwah juga merupakan tugas yang perkasa dan tanggung jawab yang
amat berat sebagai tersebut dalam al-Qur‟an.

) ٥ :‫س ُن ْلق ِْي َع َل ْي َك َق ْواًل َثقِ ْياًل ( ٱ ْل ُم َّز ِّمل‬


َ ‫ِا َّنا‬
Artinya: Sesungguhnya Kami akan memberikan kepadamu perkataan yang berat (al-
Muzammil: ).
Nubuwwah bukanlah sesuatu yang bisa diperoleh secara warisan atau melalui kekuatan
atau darah keturunan dan kedudukan, hanya adalah hasil dari pemilihan Allah ke atas segolongan
manusia yang dimuliakan dari kalanganhamba-hamba-Nya. Sesuai dengan Firman Allah.

‫هّٰللا‬ ٰۤ ‫هّٰللَا‬
) ٧٥ :‫س ِم ْي ۢ ٌع َبصِ ْي ٌر ۚ ( ٱ ْل َح ّج‬
َ َ ‫ا‬
َّ‫ِن‬ ‫اس‬
ِ ۗ َّ
‫ن‬ ‫ال‬ ‫م‬
َ‫ِن‬ ‫و‬ ‫اًل‬
َّ ُ ُ‫س‬‫ر‬ ِ
‫ة‬ َ
‫ك‬ ِٕ
‫ى‬ ‫ل‬ ‫م‬
َ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫م‬
َ‫ِن‬ ‫ِي‬ ‫ف‬‫ط‬َ
ْ ْ َ ُ‫ص‬ ‫ي‬
Artinya : Allah memilih dari kalangan Malaikat sebagai utusan-utusan dan juga dari kalangan
manusia, sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui. (al-Hajj: 75)

ۙ ٰ ٰ ٰ ٰ َ ‫هّٰللا‬
۞ :‫آل ِع ْم َران‬
ِ ( َ‫ن‬ ‫ي‬
ْ ِ
‫م‬ َ
‫ل‬ ‫ع‬ٰ ْ
‫ل‬ ‫ا‬ ‫ى‬ َ
‫ل‬ ‫ع‬
َ َ‫ان‬ ‫ر‬ ِ‫ع‬ ‫و‬ ‫م‬ ‫ي‬ ِ
‫ه‬ ‫ر‬ٰ ‫ب‬ ِ
‫ا‬ ‫ل‬‫ا‬ ‫و‬ ‫ا‬ ‫ح‬‫و‬‫ن‬ُ
َ ْ َ َ َ ْ ْ َ َّ ً ْ َ َ ٓ ْ َ َّ‫اِن‬
‫م‬ ‫ل‬‫ا‬ ‫و‬ ‫م‬ َ‫د‬‫ا‬ ‫ى‬ ‫ف‬ ‫ط‬ ‫اص‬
) ٣٣
Artinya : Sesungguhnya Allah telah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim dan keluarga
Imran melebihi semesta alam. (Ali „Imran: 33).

Gambaran ayat al-Qur‟an di atas menjelaskan bahwa an-Nubuwwah itu adalah pemberian
Allah semata-mata bukan karena pangkat dan jabatan kehormatan. Oleh karena itu, kaum
musyrikin Quraisy merasa terkejut dan keheranannya serta terus menentang ketika mengetahui

15
bahwa Muhammad bin Abdullah SAW dipikulkan dengan tugas ini, sedangkan beliau seorang
yatim piatu, miskin dan tidak mempunyai sembarang pengaruh dan kuasa di tengahtengah
masyarakat. Malah menurut pandangan mereka, Muhammad tidak mempunyai apa-apa yang
boleh menjadikan baginda seorang yang terkemuka dan agung. Menurut pendapat orang-orang
Quraisy tugas an-Nubuwwah hanyalah layak dipikul oleh seorang hartawan bangsawan dari
kalangan pemimpinpemimpin dan pembesar-pembesar kaum Quraisy saja12. Dalam perkara ini
Allah telah mengecam sikap kaum Quraisy yang bodoh dan rendah di gambarkan dalam al-
Qur‟an

) ٣١ ( ‫َو َقالُ ْوا َل ْواَل ُن ِّزل َ ٰه َذا ا ْلقُ ْر ٰانُ َع ٰلى َر ُج ٍل ِّمنَ ا ْل َق ْر َي َت ْي ِن َعظِ ْي ٍم‬

َ ‫ا َب ْع‬II‫ ُّد ْن َي ۙا َو َر َف ْع َن‬I‫ش َت ُه ْم فِى ا ْل َحيٰ و ِة ال‬


‫و َق‬Iْ I‫ ُه ْم َف‬I‫ض‬ َ ‫اَ ُه ْم َي ْقسِ ُم ْونَ َر ْح َم َت َر ِّب ۗ َك َن ْحنُ َق‬
َ ‫س ْم َنا َب ْي َن ُه ْم َّم ِع ْي‬
) ٣٢ :‫ ُرف‬II‫ت َر ِّب َك َخ ْي ٌر ِّم َّما َي ْج َم ُع ْونَ ( ٱ ْل ُّز ْخ‬ ُ ‫س ْخ ِر ًّيا َۗو َر ْح َم‬ ُ ‫ضا‬ ُ ‫ت لِّ َي َّتخ َِذ َب ْع‬
ً ‫ض ُه ْم َب ْع‬ ٍ ‫ض د ََر ٰج‬
ٍ ‫َب ْع‬
Artinya: “ Dan mereka berkata Mengapa al-Qur‟an tidak diturunkan kepada orang besar dari
salah satu dua kota? Apakah mereka hendak membagi-bagikan kehidupan di antara mereka
dalam kehidupan dunia ini dan tinggikan sebahagiannya dari yang lain beberapa derajat supaya
sebahagiannya dapat bekerja untuk yang lain, rahmat Tuhanmu itu lebih baik dari kekayaan yang

mereka kumpulkan. (Az- Zukhruf: 31,32) .

C. An-Nubuwwah Menurut ahli Pikir

Menurut para ulama Ahlus-Sunnah, Nubuwwah adalah pangkat yang diberikan oleh
Allah kepada hamba-hamba yang dikehendaki-Nya tanpa diusahakan dan dengan jalan
memberikan wahyu kepadanya. Namun mengenai nubuwwah sebagai ”sesuatu yang datang
tanpa diusahakan”, perkara ini mengundang pertentangan dari para ahli falsafah, mereka
menyatakan bahwa anNubuwwah adalah perkara yang dapat diusahakan karena an-Nubuwwah
itu merupakan hasil dari keheningan jiwa dan hasil dari keutamaan budi pekerti.

Selain itu, para ahli falsafah juga berpendapat bahwa an-Nubuwwah adalah perkara yang
dapat diperoleh oleh manusia dengan usaha bersungguh-sungguh dan karena sebab-sebab
tertentu. Jadi menurut pandangan mereka, an-Nubuwwah merupakan perkara yang bukan

16
semata-mata anugerah (pemberian) dari Allah tetapi manusia juga bila berusaha sungguh-
sungguh bisa mendapatkannya.13 Di sisi lain Abū Hasan al-Ash„ari berpendapat bahwa akal
dapat mengetahui Tuhan, tetapi wahyulah yang mewajibkan orang mengetahui Tuhan dan
berterima kasih kepada-Nya. Dengan wahyu dapat diketahui bahwa yang patuh kepada Tuhan
akan memperoleh pahala dan yang tidak patuh kepada-Nya akan memperoleh hukuman yang
setimpal atas perbuatan yang dilakukan di dunia. Jadi menurut al-Ash„ari akal tidak mampu
untuk mengetahui kewajibankewajiban yang dilakukan oleh manusia, untuk itulah wahyu
diperlukan. Wahyu disampaikan oleh seorang Nabi yang merupakan pilihan dari Allah dan
diberikan kepada hamba mana yang Ia kehendaki. Sependapat dengan al-Ashy„ari adalah al-
Baghdadi, yang berpendapat bahwa walaupun akal dapat mengetahui Tuhan, tetapi dalam
konteks pahala dan siksa, baik dan buruk ditentukan oleh wahyu.

Kemudian pandangan ini juga mendapat tempat dalam pemikiran Imam alHaramain al-
Juwainy Menurutnya dalam masalah di luar syari„at atau hukum tidak dapat diketahui akal
manusia tetapi harus melalui perantaraan wahyu. Wahyu disampaikan oleh seorang Nabi, oleh
itu, menurut al-Juwainy pengiriman Nabi atau Rasul adalah hak Allah semata-mata. Nubuwwah
adalah pemberian Allah kepada hamba, yaitu hamba-hamba-Nya yang diperintahkan untuk
menyampaikan risalah-Nya kepada makhluknya-Nya. Menurut Pandangan al-Afghani, beliau
memberikan suatu perumpamaan berkaitan dengan persoalan nubuwwah bahwa masyarakat
adalah seperti sebuah badan, di mana seluruh anggota badan saling berhubungan dan setiap
anggota badan mempunyai tugas dan fungsinya sendiri-sendiri. Al-Afghani mengumpamakan
bahwa kalau badan tidak boleh hidup tanpa adanya roh, maka demikian pula masyarakat. Roh
masyarakat adalah an-Nubuwwah atau hikmah (falsafah. Jadi Nabi dan ahli falsafah (al-Hakim)
bagi masyarakat sama kedudukannya dengan roh bagi badan Bagaimana ketika Nabi Muhammad
SAW menerima wahyu dari Allah SWT, tentang persoalan ini Muhammad Rasyid Ridha
menjelaskan langkahlangkah atau persiapan yang dilakukan Nabi Muhammad SAW menerima
nubuwwah dan risalah adalah seperti suatu ibarat tentang ruh beliau yang mulia laksana cermin
yang mengkilat. Allah mengutus Rasulnya untuk membawa ajaran kepada manusia. Agama yang
dibawa Nabi kepada umatnya adalah sebagai petunjuk terhadap segala urusan baik perkara di
dunia maupun di akhirat.

D. An-Nubuwwah Menurut Filosof Islam

17
Sebagaimana yang telah disebutkan dalam pandangan Ahlussunnah, anNubuwwah adalah
sebuah anugerah dari Tuhan kepada manusia. Karena anNubuwwah sebagai anugerah maka gelar
an-Nubuwwah boleh diberikan kepada siapa saja. Pandangan ini menyatakan bahwa ajaran an-
Nubuwwah merupakan ajaran yang suci dan mutlak kebenarannya karena berasal dari wahyu
Tuhan. Sedangkan menurut ahli falsafah, perkara al-Nubuwwah al- Farabi berpijak kepada
sendi-sendi ilmu jiwa dan metafisik dan ini rapat hubungannya dengan politik dan moral. Artinya
al-Farabi dalam menafsirkan al-Nubuwwah secara psikologi dan menurutnya ini sebagai sarana
untuk menghubungkan alam bumi dengan alam langit, hal ini didasarkan dari pada teori Mimpi.
Menurutnya jika imajinasi telah terlepas dari perbuatan-perbuatannya ketika jaga, maka di masa
tidurpun ia masih mempergunakan sebagai fenomena psikologi. Kemudian Farabi menciptakan
ilustrasi-ilustrasi baru, jika kemampuan-kemampuan imajinasi manusia telah mencapai puncak
kesempurnaan, berarti beliau telah mencapai kesempurnaannya, maka beliau akan dapat
menerima sesuatu yang mendetail (secara terperinci) baik dalam masa sekarang maupun masa
depan dari „aql faaāl. Seterusnya menirukannya melalui fakta empirik secara menerima
penalaran akal yang tidak ada pada benda dan wujud, benda-benda lain, sehingga bagaimana
objek pemikiran yang diterimanya menjadi an-Nubuwwah baginya melalui perkara-perkara yang
ghaib. Ini adalah tingkat paling sempurna yang boleh dicapai oleh kekuatan imajinasi dan
merupakan tingkat paling sempurna pula yang boleh dicapai oleh manusia melalui potensi
imajinasi ini.

2.7 RUHANIYYAT (MAKHLUK-MAKHLUK GHAIB)


Ruhaniyat adalah akidah yang membahas tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan
alam metafisik, seperti Malaikat, Jin, Iblis, Setan, Roh dan lain sebagainya. Dan meyakini bahwa
wujud mereka itu ada serta meyakini pula bahwa mereka adalah makhluk ciptaan Allah Swt.
Yang dimaksud dengan aspek ar-ruhaniyyat di sini adalah keyakinan yang berkenaan dengan
malaikat, jin dan ruh.
1. Malaikat.
            Mereka adalah jisim – jisim yang halus, yang diciptakan dari cahaya, yang dapat
menampakkan diri dengan wujud yang baik saja. Umumnya mereka berada di langit. Mereka
senantiasa bertasbih mensucikan Alloh Swt sepanjang waktu tanpa merasa lelah atau bosan.
Mereka tidak pernah melanggar perintah Alloh dan senantiasa melaksanakan semua yang
diperintahkan-Nya.

18
            Mereka tidak makan, tidak  minum, dan tidak berketurunan. Mereka bukan laki – laki,
juga bukan perempuan, dan juga bukan banci. Keberadaan mereka telah ditunjuki oleh Al –
Quran, sunnah, dan ijma’ sehingga kita wajib mengimani mereka. Maka mengingkari wujud
malaikat adalah kafir. Firman Alloh Swt :
“Rasul telah beriman kepada Al – Quran yang diturunkan kepadanya dari Tuhannya, demikian
pula orang – orang yang beriman. Semuanya beriman kepada Alloh, malaikat – malaikat-Nya,
kitab – kitab-Nya, dan Rasul – Rasul-Nya ... (QS : Al Baqarah : 285)
            Karena itu kita wajib beriman kepada malaikat secara global, dan wajib beriman secara
rinci bagi orang yang mengetahuinya secara rinci, seperti malaikat pemikul ‘asy, penulis amalan
manusia, malaikat Hafazhah (penjaga), Jibril, Mikail, Israfil, Malik, Ridwan, Munkar dan Nakir
a.s.
2. Jin
            Mereka adalah jisim – jisim halus yang tercipta dari api, yang dapat mewujudkan diri
dalam bentuk yang baik atau buruk. Mereka memiliki kemampuan yang hebat untuk melakukan
perbuatan – perbuatan yang berat dan mengagumkan. Mereka juga diberi talif (beban kewajiban)
oleh Alloh semenjak diciptakan.
            Alloh juga mengutus Nabi Muhammad Saw kepada mereka (bangsa jin), untuk menyeru
mereka kepada iman dan Islam. Maka diantara mereka ada yang beriman dan ada pula yang
kafir.
            Mereka makan, minum, dan berketurunan, tetapi ada pula diantara mereka yang tidak
makan dan tidak minum.
            Keberadaan mereka telah ditunjuki oleh Al – Quran, Sunnah dan Ijma’. Karena itu kita
wajib beriman akan keberadaan mereka. Sehingga barangsiapa yang mengingkari adanya jin ia
terhukum kafir, kerena mengingkari dalil yang qath’i (pasti).
3. Ruh
            Mengenai ruh ini para ulama berbeda pendapat :
a. Segolongan ulama berpendapat tentang adanya ruh dan menyerahkan pengetahuan tentang
keberadaannya kepada Alloh. Mereka beralasan bahwa ini merupakan rahasia yang hanya Allah
yang mengetahui ilmunya. Oleh karena itu mereka berpendapat bahwa manusia tidak
diperkenankn membahasnya melebihi sekedar berkeyakinan bahwa ruh itu ada.  Sebagaimana
firman Alloh :

19
“Dan mereka bertanya kepadamu tentang ruh, katakanlah,” Ruh itu termasuk urusan Tuhanku,
dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit.” (QS : Al – Isra’ : 85).
b. Segolongan lagi berusaha menjelaskan ruh secara mendetail :
-          Para ahli fisafat ketuhanan dan sejumlah kaum muslim seperti al – Ashbahani dan Al –
Ghazali serta sejumlah kaum Syi’ah Karamiyah dan kaum sufi berpendapat bahwa ruh itu murni
(mujarradah), maksudnya ia bukan jisim, tidak berdekatan dengan jisim,tidak bertempat, dan
tidak ditunjuk.
-          Kebanyakan mutakallimin (ahli ilmu kalam) berpendapat bahwa ruh adalah jisim yang halus
dan lembut tetapi ia bukan atom karena mereka mengingkari atom. Mereka mendefinisikan ruh
sebagai jisim sebangsa cahaya yang memiliki bentuk seperti bentuk badan, yang bertempat di
dalam badan, dan berjalan di dalamnya seperti mengalirnya air di dalam dahan pohon. Mereka
berdalil dengan firman Alloh :
            “Maka masuklah ke dalam jamaah hamba – hamba-Ku .... (QS : Al – Fajr : 29)
-          Para ulama sepakat bahwa ruh tidak binasa (hancur) setelah berpisah dari badan saat
meninggal dunia, bahkan ia merasakan nikmat atau azab hingga israfil meniup sangkakala pada
tiupan yang pertama, kemudian dikembalikan lagi ke badan pada saat manusia dibangkitkan. Hal
ini didsarka pada firman Alloh :
“Semua yang ada di bumi akan binasa. Dan tetap kekal Wajah Tuhanmu...” (QS : Ar – Rahman :
26 – 27)
Juga ayat :
“ .... Tiap – tiap sesuatu pasti binasa, kecuali Alloh .... (QS : Al – Qashas : 88)
Kedua ayat tersebut termasuk ‘amm makhshush (umum yang dikhususkan), tidak mencakup dan
meliputi semua satuan makhluk, dan etrmasukyang dikecualikan adalah dalam ayat berikut :
“Dan ditiuplah sangkakala, maka matilah siapa yang di langit dan di bumi kecuali siapa yang
dikehendaki Alloh .... “ (QS : Az – Zumar :  68).

2.8 AS-SAM’IYYAT
Yang dimaksudkan dengan As-Sam'iyyat ialah apa-apa yang didengar oleh Rasulullah S.A.W
dari Allah Ta'ala mengenai perkara-perkara yang ghaib adalah satu bahagian dari Ilmu Tauhid.
Apa-apa jua yang didengar oleh Rasulullah S.A.W melalui Malaikat Jibril sama ada berita-berita
yang didengar itu pelik ia adalah datang dari Al- Quran. Memang akal manusia mungkin tidak

20
dapat menerima, tetapi sebagai orang yang beriman wajib percaya apa-apa jua berita yang sudah
didengar oleh Rasulullah S.A.W adalah benar belaka.
Antara As-Sam'iyyat yang sudah didengar oleh Rasulullah S.A.W adalah seperti dibawah ini :
1. Mengenai roh dalam tubuh manusia.
2. Rupa Malaikat, Syaitan, Iblis dan Jin.
3. Mengenai azab dan nikmat dalam kubur.
4. Huru-hara hari akhirat yang sudah didengar oleh Rasulullah S.A.W.
5. Nikmat hidup dalam Syurga dan Neraka.

Orang-orang yang beriman mestilah beriman percaya dan beramal dengan apa yang tersebut
didalam Al-Quran dan Hadith dan percaya perkara-perkara yang ghaib lebih lagi apa yand
didengar oleh Rasulullah S.A.W sendiri. Maka sesiapa yang mengingkarinya sesuatu yang
datang dari Allah dan Rasulullah S.A.W dengan bukti yang terang atau ia tidak menyakininya
maka ia boleh menjadi kafir.
Firman Allah Ta'ala :-
٦ ‫الحشر‬ - ‫إن هللا شديد العقاب‬ , ‫وما نهاكم عنه فانتهوا واتقوا هللا‬ , ‫وما اتاكم الرسول فخدوه‬

Artinya : Dan apa jua suruhan yang datang dari Rasulullah S.A.W kepada kamu, maka ambillah
akan dia serta amalkan, dan apa jua yang dilarang kamu melakukannya, maka hendaklah kamu
meninggalkannya dan takutlah kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat azab seksanya.

Maka perkara-perkara As-Sam'iyyat yang dijadikan sebahagian dari kepercayaan Islam adalah
semuanya tetap benar dengan adanya dalil dalam dari Al-Quran dan Hadith Rasulullah S.A.W.
Mengenai roh dalam tubuh manusia pada zaman permulaan Islam Nabi Muhammad S.A.W
pernah ditanya mengenai roh, lalu dijawab oleh Allah dengan menurunkan ayat Al-Quran yang
berbunyi :
٨٥ ‫اإلسراء‬ - ‫ وما أوتيتم من العلم إال قليال‬، ‫قل الروح من أمر ربي‬ , ‫ويسألون عن الروح‬

Artinya : Mereka bertanya kepada kamu tentang roh, katakanlah kepada mereka bahawa roh itu
adalah urusan Tuhan mu, dan apa-apa yand dikurniakan pengetahuan ilmu hanya sedikit sahaja
yang mengetahui.

21
Ayat di atas jelas, tidak seorang pun mengetahui kedudukan roh ditubuh manusia walaupun
pakar ahli doktor pun tidak mengetahui hanya mereka mengetahuinya sebab matinya seseorang
itu disebabkan penyakit seperti kerosakan hati seseorang, jantung dan barah-barah penyakit.
Roh ini adalah urusal Allah semata-mata, Allah tidak membuka hakikat kejadian roh ini kepada
sesiapapun walaupun kepada Nabi Muhammad S.A.W sendiri tidak mengetahuinya.
Hari ini ahli pakar sains ingin mengkaji terhadap roh tidaklah bertentangan dengan hukum Islam
hanya harus sahaja, dan ada pula mengatakan haram.
Adapun golongan besar ulama Tauhid yang berpendapat bahawa tidak ada tegahan apa-apa
untuk mengkaji dan menyiasat tentang perkara roh ini dengan tujuan kita dapat mengawal
hakikat kekuasaan Allah dan segala pernuatannya dan apa yang diharap dengan kajian itu sedikit
sebanyak dapat menambah keinsafan dan keimanan dan takut kepada Allah Ta'ala.
Rahsia sebab Allah Ta'ala tidak memberitahu kepada manusia perkara roh ditakuti manusia lekas
lupa Tuhan dan sangka dia lebih pandai dari Allah Ta'ala akhirnya tidak ada Iman dan terkeluar
dari Iman dan menjadi kafir.

2. Mengenai azab kubur dan nikmat kubur.....................................................


Apabila seseorang itu mati, maka rohnya telah terpisah dari tubuhnya, tetapi roh itu tetap kekal
di alam barzakh (alam kubur) yang mana segala urusan roh-roh yang telah mati dan dibangkitkan
kesaathari akhirat kelak.
Rasulullah S.A.W mengetahui dan sudah melihat azab dan nikmatnya didalam kubur ketika Isra
dan Mikraj.
Bahawa orang yang mati apabila sudah ditanam dalam tanah, kuasa Allah jua akan dihidupkan
semula rohnya dan datanglah kedua Malaikat Munkar dan Nankir akan menyoal soalan-soalan
mengenai Tauhid, walapun pada zahirnya mayat itu didalam kubur.

3. Mengenai Syaitan, Jin dan Iblis.


Ketiga-tiga jenis makhluk itu sudah Rasulullah S.A.W melihatnya serta tunduk kepada
Rasulullah S.A.W dan ada pula dibaca oleh Rasulullah S.A.W mereka menjadi api dan ada pula
menjadi baik serta mendengar Al-Quran.

22
Itulah ruang lingkup akidah Islam, atau sistematika dari Aqidah Islamiyah. Tetapi, akidah Islam
ternyata juga mencakup Arkanul Iman (rukun-rukun iman), yang merupakan salah satu syarat
seseorang bisa dikatakan ber-akidah Islam. Apa saja itu? Berikut penjelasannya:
Pertama, percaya pada Allah, yaitu mempercayai segala sifat-Nya, entah itu sifat wajib, mustahil
dan jaiz. Serta mempercayai wujud-Nya yang dapat dibuktikan dengan keteraturan dan
keindahan alam semesta ini.
Kedua, percaya tentang alam gaib, yaitu mempercayai alam yang ada di balik alam nyata ini,
yang tidak bisa diamati oleh alat indra. Demikian pula makhluk-makhluk Allah yang
ada di dalamnya, seperti Malaikat, Jin, Setan, ruh, dan lain sebagainya.
Ketiga, percaya kepada kitab-kitab Allah, yaitu mempercayai bahwa Allah telah menurunkan
kitab-kitab-Nya kepada para rasul-rasul-Nya. Dan kitab-kitab tersebut berfungsi sebagai
pedoman agar manusia mampu membedakan mana yang baik dan buruk, mana yang
hak dan mana yang batil, serta mana yang halal dan mana yang haram.
Keempat, percaya kepada para Nabi dan Rasul yang telah dipilih Allah untuk memberi petunjuk
dan bimbingan kepada manusia agar tidak tersesat di jalan yang salah.
Kelima, percaya kepada hari akhir serta peristiwa-peristiwa yang terjadi pada saat itu, seperti
hari kebangkitan kubur, yaumul mizan atau hari menimbang amal, serta percaya pula
terhadap pahala, siksa, surga dan neraka.
Keenam, percaya kepada qadha dan qadar Allah. Maksudnya adalah kita harus meyakini bahwa
segala sesuatu yang ada di alam semesta ini telah ditentukan serta telah diatur oleh
penciptanya, yaitu Allah Subhanahu Wa Ta’ala.

2.9 PEMURNIAN AKIDAH


Gerakan pemumian ini terkenal sebagai gerakan yang berorientasi kepada ajaran masa Ialu,
yakni ajaran dimasa Nabi dan juga sahabat ketika masih hidup. Segala tindak tanduk selalu
disesuaikan dan diselaraskan dengan tindakan dan ajaran yang pemah ada dan diajarkan oleh
Rasulullah Saw. Sehingga gerakan ini terkenal sebagai gerakan yang sangat sederhana dan
bersikap statis terhadap kebudayaan daerah yang ada. Gerakan pemurnian Aqidah ini mengecam
dan berusaha memberantas dan menyingkirkan hal-hal yang berbau kemusyrikan yang
menjadikan pelakunya tidak akan diampun dosanya oleh Allah kelak di kemudian hari, yakni

23
pada hari kiamat dimana segala amal dan dosa manusia secara keseluruhan akan dihisab oleh
Allah.
Gerakan pemumian ini dalam merealisasikan konsep dan idenya dengan cara menghapus
berbagai praktek-praktek yang dianggap sebagai sumber dari perbuatan syirik. Diantaranya
adalah tindakan menyekutukan Allah baik dalam segi sifat, dzat maupun bentuknya Selanjutnya
gerakan pemumian Aqidah ini juga menghapus dan menghindari adanya bid'ah dan khurafat.
Gerakan pemurnian Aqidah Tauhid yang muncul di abad ke-18 M di Arab yang dipelopori oleh
Muhammad Ibn Abdul Wahhab adalah gerakan Wahabiyah atau gerakan Muwahhidun . gerakan
ini dikenal sebagai penerus dari gerakan pemumian Aqidah Tauhid. Sebelumnya ajaran
pemurnian Aqidah Tauhid dibawa oleh Ibn Taimiyah yang belum sempat terealisir. Sebagai
gerakan pemumi Aqidah Tauhid, gerakan dakwah Wahabiyah ditujukan kepada umat manusia
pada umumnya dan umat Islam pada khususnya. Yakni melalui berbagai macam usaha,
diantaranya adalah melalui korespondensi, pendidikan, danjuga melalui tidakan politik yang
sangat keras. Di Indonesia juga muncul gerakan pembaharu yang bergerak dalam bidang sosial
keagamaan yaitu Muhammadiyah. Dalam bidang keagamaan, pembaharuan yang dikemukakan
oleh Muhammadiyah ini bersifat sebagai pemumi dan pembersih kembali ajaran Tauhid, juga
membersihkan Aqidah, keyakinan umat Islam terhadap keberadaan Allah SWT dengan tidak
menyekutukan-Nya dalam bentuk dan segi apapun.
Tingkatan Aqidah
Tingkatan aqidah seseorang berbeda-beda antara satu dengan yang lainya tergantung dari dalil,
pemahaman, penghayatan dan juga aktualisasinya. Tingkatan aqidah ini paling tidak ada empat,
yaitu:
1. Tingkat Taqlid
. ‫ص َر َو ْالفَُؤا َد ُكلُّ ُأولَِئ َك َكانَ َع ْنهُ َم ْسُئواًل‬
َ َ‫ْس لَكَ بِ ِه ِع ْل ٌم ِإ َّن ال َّس ْم َع َو ْالب‬
َ ‫َواَل تَ ْقفُ َما لَي‬
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya.
Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan
jawabnya”.
Tingkat taqlid berarti menerima suatu kepercayaan dari orang lain tanpa diketahui alasan-
alasanya. Sikap taklid ini dilarang oleh agama Islam sebagaimana disebutkan dalam QS al-Isra’
(17): 36.

24
2. Tingkat Ilmul Yaqin.
Tingkat ilmul yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh berdasarkan ilmu yang bersifat
teoritis. Sebagaimana yang disebutkan dalam QS at-takatsur (102): 1-5.
‫ُ!حتَّى ُزرْ تُ ُم ْال َمقَابِ َر! َكاَّل سَوْ فَ تَ ْعلَ ُمونَ !ثُ َّم َكاَّل سَوْ فَ تَ ْعلَ ُمونَ ! َكاَّل لَوْ تَ ْعلَ ُمونَ ِع ْل َم ْاليَقِي ِن‬
َ ‫!َأ ْلهَا ُك ُم التَّكَاثُر‬
“Bermegah-megahan telah melalaikan kamu, sampai kamu masuk ke dalam kubur. Janganlah
begitu, kelak kamu akan mengetahui (akibat perbuatanmu itu), dan janganlah begitu, kelak kamu
akan mengetahui. Janganlah begitu, jika kamu mengetahui dengan pengetahuan yang yakin.”

3. Tingkat ‘Ainul Yaqin


Tingkat ‘ainul yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan mata kepala
secara langsung tanpa perantara. Hal ini disebutkan di dalam QS at-Takatsur (102): 6-7.
‫!لَتَ َر ُو َّن ْال َج ِحي َم!ثُ َّم لَت ََر ُونَّهَا َع ْينَ ْاليَقِي ِن‬
“Niscaya kamu benar-benar akan melihat neraka Jahiim, dan sesungguhnya kamu benar-benar
akan melihatnya dengan `ainul yaqin”.

4. Tingkat Haqqul Yaqin


Tingkat haqqul yaqin adalah suatu keyakinan yang diperoleh melalui pengamatan dan
penghayatan pengamalan (empiris). Sebagaimana disebutkan di dalam QS al-Waqi’ah (56): 88-
89.
َ‫انَ ِمن‬SS‫ب ْاليَ ِمي ِن! َوَأ َّما ِإ ْن َك‬ ْ ‫ك ِم ْن َأ‬
ِ ‫ َحا‬S ‫ص‬ َ S َ‫اَل ٌم ل‬S ‫ب ْاليَ ِمي ِن!فَ َس‬ ْ ‫انَ ِم ْن َأ‬SS‫!وَأ َّما ِإ ْن َك‬
ِ ‫ َحا‬S ‫ص‬ ٌ S‫ َروْ ٌح َو َري َْح‬S َ‫ َّربِينَ !ف‬S َ‫انَ ِمنَ ْال ُمق‬SS‫فََأ َّما ِإ ْن َك‬
َ ‫ان َو َجنَّةُ نَ ِع ٍيم‬S
‫ك ْال َع ِظ ِيم‬
َ ِّ‫ق ْاليَقِي ِن!فَ َسبِّحْ بِاس ِْم َرب‬ َ ‫! ْال ُم َك ِّذبِينَ الضَّالِّينَ !فَنُ ُز ٌل ِم ْن َح ِم ٍيم‬
ُّ ‫!وتَصْ لِيَةُ َج ِح ٍيم!ِإ َّن هَ َذا لَهُ َو َح‬
“Adapun jika dia (orang yang mati) termasuk orang yang didekatkan (kepada Allah), maka dia
memperoleh ketenteraman dan rezki serta surga keni`matan. Dan adapun jika dia termasuk
golongan kanan, maka keselamatan bagimu karena kamu dari golongan kanan. Dan adapun jika
dia termasuk golongan orang yang mendustakan lagi sesat, maka dia mendapat hidangan air yang
mendidih, dan dibakar di dalam neraka.
Sesungguhnya (yang disebutkan ini) adalah suatu keyakinan yang benar. Maka
bertasbihlah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Maha Besar

25
BAB III
PENUTUP
3.1 KESIMPULAN
Dapat disimpulkan bahwa aqidah islam adalah keimanan yang pasti kepada Allah SWT
dengan melaksanakan kewajiban bertauhid kepadaNya, beriman kepada para MalaikatNya,
Rasul-Rasulnya, Hari kiamat, dan takdir yang baik dan yang buruk. Seorang manusia disebut
muslim jika dengan penuh kesadaran dan ketulusan bersedia terikat dengan sistem kepercayaan
Islam maka dari itulah aqidah merupakan ikatan dan simpul dasar islam pertama dan utama.

3.2 SARAN

Semoga apa yang telah kami sajikan tadi dapat diambil intisarinya yang kemudian
diamalkan juga semoga berguna bagi kehidupan kita di masa yang akan datang.

26
DAFTAR PUSTAKA

https://bekalislam.firanda.com/6897-syubhat-syubhat-ateis-terkait-rububiyah-allah.html

Prof.Dr.Umar Sulaiman,Pengantar Studi Akidah Islam,Pustaka Al-Kautsar

Syaikh Ali Thanthawi,2010,Aqidah Islam Doktrin dan Filosofi,Solo : Era Adicitra Intermedia

https://journal.ptiq.ac.id/index.php/alburhan/article/download/60/50/
https://id.m.wikipedia.org/wiki/Allah_(Islam)#:~:text=Islam%20menitikberatkan
%20konseptualisasi%20Tuhan%20sebagai,Maha%20Pengasih%20dan%20Maha
%20Kuasa.&text=Tuhan%20dalam%20Islam%20tidak%20hanya,manusia%20daripada%20urat
%20nadi%20manusia
https://konsultasisyariah.com/24128-makna-laa-ilaaha-illallaah.html
https://ummetro.ac.id/nasehat-akhir-pekan-makna-syahadatain-rukun-syarat-konsekuensi-dan-
yang-membatalkannya/#:~:text=%E2%80%9CLaa%20ilaaha%20illallah%E2%80%9D
%20artinya%3A,yang%20batil%2C%20itu%20adalah%20Allah.
https://naifu.wordpress.com/2010/07/08/nubuwwah-kenabian-dalam-perspektif-al-quran/
Konsep An-Nubuwwah,. Jurnal Substantia, Vol. 13, No. 2, Oktober 2011

27

Anda mungkin juga menyukai