Anda di halaman 1dari 14

Makalah

KEHENDAK MUTLAK DAN KEADILAN TUHAN


DALAM ALIRAN ALIRAN KALAM
disusun untuk memenuhi tugas
Mata Kuliah : Tauhid dan Ilmu Kalam
Dosen Pengampu : Dra. Hj. Halimah Sa’diyah, MA

Disusun Oleh :

1. Anna Shintya
2. Fitriyani
3. Syifa Andriani

KELAS I B
JURUSAN PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FAKULTAS TARBIYAH
Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) Al-Hikmah
Jakarta
Tahun 2019/2020
KATA PENGANTAR

Assalamuálaikum Wr.Wb.

Alhamdulillah, Puji Syukur Kehadirat Allah SWT. Yang telah memberikan


rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “ Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan dalam Aliran Aliran Kalam“ ini
tepat pada waktunya.

Adapun tujuan dari penulisan dari makalah ini adalah untuk memenuhi
tugas yang diberikan dosen, Ibu. Dra. Hj. Halimah Sa’diyah, MA. pada mata
kuliah Tauhid dan Ilmu Kalam. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah wawasan tentang Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan dalam Aliran
Aliran Kalam bagi para pembaca dan juga bagi penulis.

Kami mengucapkan terima kasih kepada Dosen Pembimbing yang telah


memberikan arahan, kami juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak
dan penulis narasumber yang telah membagi sebagian pengetahuannya sehingga
kami dapat menyelesaikan makalah ini.

Kami menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna
baik dari segi penulisan, ejaan , bahasa ataupun dari segi yang lain sebagainya.
Oleh karena itu, kritik dan saran yang membangun kami nantikan demi
kesempurnaan makalah ini.

Wassalamuálaikum Wr.Wb.

Jakarta, 25 Desember 2019

Pemakalah

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................................i

DAFTAR ISI..................................................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang......................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah.................................................................................................................2

C. Tujuan Makalah.................................................................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN

A. Kehendak Mutlak Tuhan...................................................................................................... 3

B. Keadilan Tuhan.....................................................................................................................3

C. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan Menurut Aliran Mu’tazilah....................................4

D. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan Menurut Aliran Asy’ariyah................................... 7

E. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan Menurut Aliran Maturidiyah..................................9

BAB III PENUTUP

Kesimpulan..............................................................................................................................10

DAFTAR PUSTAKA..................................................................................................................... 11

ii
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Allah SWT sebagai pencipta alam semesta dan penguasa hari pembalasan,
mengatasi segala apa yang ada. Ia adalah wujud yang mempunyai kehendak dan
kekuasaan yang tidak terbatas disamping meiliki keadilan.

Namun dalam sejarah perkembangan ilmu kalam terdapat banyaknya


perbedaan pendapat mengenai kekuatan akal, fungsi wahyu, kebebasan atau
kehendak, dan perbuatan manusia telah memunculkan perbedaan pendapat
tentang kehendak mutlak dan keadilan Tuhan .

Pangkal persoalan kehendak mutlak dan keadilan Tuhan adalah keberadaan


Tuhan sebagai pencipta alam semesta. Sebagai pencipta ama, Tuhan harus
mengatasi segala yang ada, bahkan harus melampaui segala aspek yang ada. Ia
adalah eksistensi yang mempunyai kehendak dan kekuasaan yang tidak terbatas
karena tidak ada eksistensi lain yang mengatasi dan melampaui eksistensi-Nya. Ia
dipahami sebagai eksistensi yang esa dan unik. Inilah makna umum yang dianut
aliran aliran kalam dalam memahami kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan.

Sementara itu, paham keadilan Tuhan dalam pemikiran kalam banyak


bergantung pada pandangan , apakah manusia mempunyai kebebasan dalam
berkehendak dan berbuat ataukah manusia hanya terpaksa. Penerapan makna
keadilan yang disepakati mengandung arti meletakkan sesuatu pada tempatnya
menjadi berbeda.

1
B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana kehendak mutlak Tuhan?


2. Bagaimana tentang Keadilan Tuhan ?
3. Bagaimana kehendak mutlak dan keadilan Tuhan menurut aliran
Mu’tazilah?
4. Bagaimana kehendak mutlak dan keadilan Tuhan menurut aliran
Asy’ariyah?
5. Bagaimana kehendak mutlak dan keadilan Tuhan menurut aliran
Maturidiyah?

C. Tujuan Makalah

1. Dapat mengetahui kehendak mutlak Tuhan


2. Dapat mengetahui tentang Keadilan Tuhan
3. Dapat mengetahui kehendak mutlak dan keadilan Tuhan menurut aliran
Mu’tazilah
4. Dapat mengetahui kehendak mutlak dan keadilan Tuhan menurut aliran
Asy’ariyah
5. Dapat mengetahui kehendak mutlak dan keadilan Tuhan menurut aliran
Maturidiyah

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Kehendak Mutlak Tuhan

Menurut KBBI kehendak dalah kemauan, keinginan, dan harapan keras.


Sedangkan mutlak adalah mengenai segenapnya, tiada terbatas; penuh, tidak
boleh tidak; harus ada. Jadi kehendak mutlak tuhan adalah keinginan tuhan
mengenai seluruh alam semesta tanpa terkecuali.
Kehendak mutlak Tuhan yaitu Alam semesta dengan segala isinya diciptakan
oleh Allah Yang Maha Kuasa (qadir). Tidak ada suatu kekuasaanpun yang
menyamainya, apalagi melebihi kekuasaan Allah. Ia dapat melakukan apa saja
yang dikehendakinnya, karena tidak ada yang bisa mengatur, mengendalikan,
apalagi menghalanginya.
Allah berkehendak akan terjadinya atau tidak terjadinya sesuatu terhadap
makhluknya. Memahami kehendak Allah ini merupakan bagian dari beriman
kepada qadha dan qadhar-Nya. Umat islam meyakini bahwa segala yang terjadi
dialam ini dalam kehendak dan dengan sepengetahuan Allah, dan tidak satu pun
peristiwa yang terjadi di luar kehendak Allah dan Allah tidak mengetahuinya.
Allah melakukan apa saja yang dikehendaki-Nya.

B. Keadilan Tuhan

Keadilan secara leksikal adalah sama dan menyamakan. Dan menurut


pandangan umum, keadilan yaitu menjaga hak-hak orang lain. Definisi keadilan
ialah memberikan hak kepada yang berhak menerimanya.
Allah SWT disebut didalam Al-Qur’an dengan sebutan Al-Ahkam atau
Al-Hakim yang artinya Hakim yang paling Adil1. Karena keadilan-Nya juga
disebut Al-‘Adl yang artinya Tuhan Yang Maha Adil. Adil karena memberikan
kepada Makhluk hak mereka serta ditempatkan-Nya masing-masing

1
Q.S.At-Tin: 8

3
Makhluk-Nya itu pada posisi yang sesuai dengan tabiat mereka.
Allah juga tidak pernah membebankan melebihi kemampuan Makhluk-Nya,
seperti firman-Nya yang artinya “Allah tidak membebani seseorang melainkan
sesuai dengan kesanggupannya, ia mendapat pahala (dari kebajikan) yang
diusahakannya dan ia mendapat siksa (dari kejahatan) yang dikerjakannya”2.
Keadilan Allah sangat luas, banyak yang tak terkira oleh manusia. Ada suatu
hal yang dipandang buruk oleh manusia, tetapi justru di dalamnya tersimpan
keadilan, begitu juga sebaliknya yang justru di dalamnya terdapat ketidak adilan.
Atas dasar keadilan itulah Allah memperlakukan makhluk-Nya.

C. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan Menurut Aliran Mu’tazilah

Mu’tazilah yang berprinsip tentang keadilan Tuhan bahwasanya Tuhan itu


adil dan tidak mungkin berbuat zalim dengan memaksakan kehendak kepada
hamba-Nya kemudian hambalah yang harus menanggung akibat perbuatan-Nya.
Dengan demikian, manusia mempunyai kebebasan untuk melakukan
perbuatannya tanpa ada paksaan sedikit pun dari Tuhan. Sebab, dengan
kebebasaan itulah manusia dapat bertanggung jawab atas segala perbuatannya,
dan tidak adil jika Tuhan memberikan pahala atau siksa kepada hamba-Nya tanpa
di iringi dengan pemberian kebebasan terlebih dahulu.

Aliran Mu’tazilah mengatakan bahwa kekuasaan Tuhan sebenarnya tidak


mutlak lagi. Ketidak mutlakan kekuasaan Tuhan di sebabkan oleh kebebasan
yang diberikan Tuhan terhadap manusia serta adanya hukum alam (sunatullah)
yang menurut Al-Qur’an tidak pernah berubah.

Oleh Karena itu, dalam pandangan Mu’tazilah kekuasaan dan kehendak


mutlak tuhan berlaku dalam jalur hukum-hukum yang tersebar di tengah alam
semesta. Itulah sebabnya pandangan Mu’tazilah mempergunakan Al-Qur’an surat
Al-Ahzab ayat 62,

2
Q.S.Al-Baqarah: 286

4
Artinya : “Sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang
telah terdahulu sebelum(mu), dan kamu sekali-kali tiada akan mendapati
peubahan pada sunnah Allah.”

di samping ayat-ayat yang menjelaskan tentang kebebasan manusia yang


di singgung dalam pembicaraan tentang free will dan predestination.

Kebebasan manusia yang diberikan Tuhan kepadanya, akan bermakna


apabila Tuhan membatasi kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya. Demikian pula
keadilan Tuhan, membuat Tuhan terikatpada norma-norma keadilan yang apabila
dilanggar membuat Tuhan bersifat tidak adil atau zalim. Dengan demikian, dalam
pemahaman Mu’tazilah, Tuhan tidak memperlakukan kehendak dan
kekuasaan-Nya secara mutlak, tetapi sudah terbatas.

Selanjutnya, aliran Mu’tazilah mengatakan sebagaimana yang dijelaskan


oleh abd Al-jabbar bahwa keadilan Tuhan mengandung arti Tuhan tidak berbuat
dan tidak memilih yang buruk, tidak melalaikan kewajiban-Nya kepada manusia,
dan segala perbuatan-Nya adalah baik. Jalan pikiran ini mengharuskan ketidak
bolehan bersifat zalim dalam menghukum, memberi beban yang tidak patuh bagi
Allah. Dengan kata lain, Tuhan dalam pandangan Mu’tazilah mempunyai
kewajiban-kewajiban yang di tentukan untuk diri-Nya.

Ayat Ayat Al Qur’an yang dijadikan sandaran dalam memperkuat


pendapat Mu’tazilah adalah :

5
Artinya : “Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari kiamat,
maka tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika (amalan itu)
hanya seberat biji sawipun pasti Kami mendatangkan (pahala)nya. Dan
cukuplah Kami sebagai pembuat perhitungan.” Q.S Al-Anbiya:47

Artinya : “Dan diletakkanlah kitab(catatan amal), lalu kamu akan


melihat orang-orang bersalah ketakutan terhadap apa yang (tertulis) di
dalamnya, dan mereka berkata: "Aduhai celaka kami, kitab apakah ini yang
tidak meninggalkan yang kecil dan tidak (pula) yang besar, melainkan ia
mencatat semuanya; dan mereka dapati apa yang telah mereka kerjakan ada
(tertulis). Dan Tuhanmu tidak menganiaya seorang juapun” Q.S A-Kahf :49

Dari uraian ini, dapat diambil pengertian bahwa semua perbuatan yang
timbul dari Tuhan dalam hubungannya dengan hamba ditentukan dengan
kebijaksanaan atas dasar kemaslahatan. Perbuatan Tuhan mempunyai tujuan tidak
untuk kepentingan dirinya, tetapi untuk kepentingan makhluk dan perbuatannya
itu selalu baik. Kebaikan itu bermakna apabila Tuhan tidak berbuat zalim dengan
membebani manusia yang tidak terpikul dan menyiksa pelaku perbuatan buruk
dengan paksaan tanpa memberi kebebasan terlebih dahulu.

Memperhatikan uraian di atas, keadilan Tuhan menurut konsep Mu’tazilah


merupakan titik tolak dalam pemikirannya tentang kehendak mutlak Tuhan.
Keadilan Tuhan terletak pada keharusan adanya tujuan dalam perbuatannya, yaitu
kewajiban berbuat baik dan terbaik bagi makhluk dan memberi kebebasan pada
manusia. Adapun kehendak mutlak-Nya dibatasi oleh keadilan Tuhan

6
D. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan Menurut Aliran Asy’ariyah

Kaum Asy’ariah percaya pada kemutlakan kekuasaan Tuhan, sehingga


berpendapat bahwa perbuatan-perbuatan Tuhan tidak mempunyai tujuan. Sebab,
yang mendorong Tuhan untuk berbuat sesuatu semata-mata karena kekuasaan
dan kehendak mutlak-Nya, bukan karena kepentingan manusia atau tujuan lain.
Mereka mengartikan keadilan dengan menempatkan sesuatu di tempat yang
sebenarnya, yaitu mempunyai kekuasaan mutlak terhadap harta yang dimiliki
serta mempergunakannya sesuai dengan kehendaknya.

Dengan demikian, keadilan Tuhan mengandung arti bahwa Tuhan


mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat
sekehendak hati-Nya. Tuhan dapat memberi pahala kepada hamba-Nya atau
memberi siksa dengan sekehendak hati-Nya. Itu semua adil bagi Tuhan. Justru
tidak adil jika Tuhan tidak dapat berbuat sekehndak-Nya karena Dia adalah
penguasa mutlak. Tuhan menghendaki semua makhluk-Nya masuk kedalam
syurga ataupun neraka, itu adalah adil karena Tuhan berbuat dan membuat
hokum menurut kehendak-Nya.

Aliran Asy’ariah yang berpendapat bahwa akal mempunyai daya yang kecil
dan manusia mempunyai daya yang kecil dan manusia tidak mempunyai
kebebasan atas kehendak dan perbuatannya, kekuasaan dan kehendak mutlak
Tuhan harus berlaku semutlak-mutlaknya. Al-Asy’ari menjelaskan bahwa tidak
tunduk kepada siapapun dan atas Tuhan tidak satu dzat lain yang dapat membuat
hokum serta menentukan apa yang boleh dibuat dan apa yang tidak boleh di buat
Tuhan. Bahkan, jika Tuhan menginginkan, Ia dapat meletakan beban yang tidak
terpikul oleh manusia.

Ayat-ayat Al-Qur’an yang di jadikan sandaran oleh aliran Asy’ariah untuk


memperkuat pendapat tersebut adalah :

7
Artinya : “Dan jikalau Tuhanmu menghendaki, tentulah beriman semua orang
yang di muka bumi seluruhnya. Maka apakah kamu (hendak) memaksa manusia
supaya mereka menjadi orang-orang yang beriman semuanya?” Q.S Yunus:99

Artinya : “Maha Kuasa berbuat apa yang dikehendaki-Nya.”Q.S Al-Buruj:16

Ayat-ayat tersebut dipahami Asy’ari sebagai pernyataan tentang kekuasaan


dan kehendak mutlak Tuhan. Kehendak Tuhan harus berlaku. Apabila kehendak
Tuhan tidak berlaku, seperti Tuhan lupa, lalai, dan lemah untuk melaksanakan
kehendak-Nya. Sifat lupa lalai apalagi lemah adalah sifat-sifat mustahil bagi
Allah. Oleh karena itu, kehendak Tuhan tersebut yang berlaku, bukan kehendak
yang lain. Manusia berkehendak setelah Tuhan menghendaki agar manusia
berkehendak. Tanpa dikehendaki oleh Tuhan, manusia tidak akan berkehendak
apa-apa. Ini berarti kehendak dan kekuasaan Tuhan berlaku semutlak-mutlaknya
dan sepenuh-penuhnya. Tanpa makna itu, kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan
tidak mempunyai arti.

Karena menekankan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan, aliran


Asy’ariah memberi makna keadilan Tuhan dengan pemahaman bahwa Tuhan
mempunyai kekuasaan mutlak terhadap makhluk-Nya dan dapat berbuat
sekehendak hati-Nya dalam pandangan Asy’ariah. Dengan demikian ,
ketidakadilan dipahami dalam arti Tuhan tidak dapat berbuat sekehendak-Nya
terhadap makhluk-Nya. Dengan kata lain, dikatakan tidak adil apabila yang
dipahami Tuhan tidak lagi berkuasa mutlak terhadap milik-Nya.

Dari uraian di atas dapat di ambil pengertian bahwa keadilan Tuhan dalam
konsep Asy’ariah terletak pada kehendak mutlak-Nya.

8
E. Kehendak Mutlak dan Keadilan Tuhan Menurut Aliran Maturidiyah

Dalam memahami kehendak mutlak dan keadilan Tuhan, Aliran ini terpisah
menjadi dua, yaitu Maturidiyah samarkand dan Maturidiyah Bukhara. Pemisahan
ini disebabkan perbedaan keduanya dalam menentukan porsi pengguanaan akal
dan pemberian batas terhadap kekuasaan mutlak Tuhan. Karena menganut paham
free will dan free act serta adanya batasan bagi kekuasaan mutlak Tuhan, kaum
Maturidiah golongan Samarkand mempunyai posisi yang lebih dekat dengan
Mu’tazilah, tetapi kekuatan akal dan batasan yang diberikan pada kekuasaan
mutlak Tuhan lebih kecil daripada yang diberikan aliran Mu’tazilah.

Kehendak mutlak Tuhan, menurut Maturidiah Smarkand dibatasi keadilan


Tuhan. Tuhan adil mengandung arti bahwa segala perbuatan-Nya adalah baik dan
tidak mampu untuk berbuat buruk serta tidak mengabaikan kewajiban-Nya
terhadap manusia. Oleh karena itu, Tuhan tidak akan memberi beban yang terlalu
berat kepada manusia dan tidak sewenang-wenang dalam memberi hukum karena
Tuhan tidak dapat berbuat zalim. Tuhan akan memberikan upah atau hukuman
kepada manusia sesuai dengan perbuatannya.

Adapun Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa Tuhan mempunyai


kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat yang dikehendaki-Nya dan menentukan
segalanya. Tidak ada yang dapat menentang atau memaksa Tuhan dan tidak ada
larangan bagi Tuhan. Dengan demikian, dapat diambil pengertian bahwa keadilan
Tuhan terletak pada kehendak mutlak-Nya, tidak ada satu dzat pun yang lebih
berkuasa dari-Nya dan tidak ada batasan batasan bagi-Nya.

Maturidiah Bukhara berpendapat bahwa ketidak adilan Tuhan harus


dipahami dalam konteks kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Dengan jelas,
Al Badzawi mengatakan bahwa Tuhan tidak mempunyai tujuan dan tidak
mempunyai unsur pendorong untuk menciptakan kosmos, Tuhan berbuat
sekehendak-Nya. Al Badzawi berpendapat bahwa alam tidak diciptakan Tuhan
untuk kepentingan manusia, tetapi Tuhan sebagai pemilik mutlak.

9
BAB III
PENUTUP

Kesimpulan

Kehendak Tuhan dipahami oleh aliran Mu’tazilah sebagai kehendak yang


tidak mutlak-mutlaknya, namun dibatasi akan kebebasan dan perbuatan manusia,
keadilan Tuhan, kewajiban Tuhan kepada manusia dan sunnatullah. Sedangkan
oleh aliran Asy’ariyah, kehendak tuhan ini dipahami sebagai kehendak mutlak
yang dipahami sebagai menempatkan sesuatu pada tempatnya .Menurut
Mu’tazilah dipahami sebagai sesuatu yang terpusat pada kepentingan manusia.
Kemuadian maturidiah samarkand berpendapat hampir sama dengan mu’tazilah
tentang kekuasaan mutlak dan keadilan Tuhan. Sedangkan Maturidian Bukhara
berpendapat bahwa Tuhan mempunyai kekuasaan mutlak. Tuhan berbuat yang
dikehendaki-Nya dan menentukan segalanya. Tidak ada yang dapat menentang
atau memaksa Tuhan dan tidak ada larangan bagi Tuhan. Dan pendapat ini lebih
condong ke pendapat asy’ariyah.

10
DAFTAR PUSTAKA

Hanafi, Ahmad, M.A. 1992. Pengantar Theology Islam, Jakarta : Pustaka


Al-Husna

Nasution, Harun. 1972. Teologi Islam: Aliran Aliran, Sejarah Analisa


Perbandingan, Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

Nasution, Harun. 1972. Muhammad Abduh dan Teologi Rasional Mu’tazilah,


Jakarta : Penerbit Universitas Indonesia (UI-Press)

Nurdin, M. Amin. Fauzi Abas, Afifi. 2012. Sejarah Pemikiran Islam :


Teologi-Ilmu Kalam, Jakarta : Amzah

Rozak, Abdul. Rosihon, Anwar. Abdul Djaliel, Maman. 2012. Ilmu Kalam (Edisi
Revisi), Jawa Barat : CV Pustaka Setia

https://www.bacaanmadani.com/2018/03/keadilan-dan-kehendak-mutlak-tuhan.ht
ml

http://sitifatiyah.blogspot.com/2017/06/kehendak-mutlak-tuhan-dan-keadilan-tuh
an.html

11

Anda mungkin juga menyukai