Anda di halaman 1dari 15

MAKNA KONSEP TAKHALLI, TAHALLI, DAN TAJALLI

DALAM DUNIA TASAWUF

MAKALAH

Diajukan untuk memenuhi tugas Agama Islam IV


yang diampu oleh Imam Safi’i S. Pd.I., M. Pd.I

Disusun Oleh:

Intan Nafara (21901071092)

Yulia Endah Lestari (21901071093)

Rifqi Ali (21901071118)

UNIVERSITAS ISLAM MALANG


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA INDONESIA
MARET 2021
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT, karena atas karunia-Nya kami
dapat menyelesaikan makalah ini, dengan judul “Makna konsep Takhalli, Tahalli, dan Tajalli
dalam dunia tasawuf”. Kami mengakui tidak sedikit gangguan dalam proses pengerjaan. Namun
berkat rahmat Allah SWT, dan bantuan dari beberapa pihak yang telah berpartisipasi, kami
berhasil menyelesaikan makalah ini dengan baik dan sempurna.

Kami menyampaikan terima kasih kepada dosen pendamping yang telah membimbing dalam
mengerjakan makalah ini. Kami juga mengucapkan terima kasih kepada teman-teman yang
membantu baik secara langsung maupun tidak langsung dalam penyelesaian makalah ini.

Kami menyadari bahwa dalam menyusun makalah ini masih jauh dari kesempurnaan, baik dari
segi penyusunan, kebahasan, ataupun penulisannya. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik
dan saran yang sifatnya membangun. Khususnya dari dosen mata kuliah guna menjadi sarana
dalam bekal kami untuk jauh lebih baik di masa yang akan datang. Kami berharap semoga
makalah ini bermanfaat bagi penulis khususnya bagi pembaca pada umumnya.

Malang, 10 Maret 2021

Penulis
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 1

BAB I ........................................................................................................................................ 3

PENDAHULUAN .................................................................................................................... 3

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 3

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

1.3 Tujuan .............................................................................................................................. 4

BAB II ....................................................................................................................................... 5

PEMBAHASAN ....................................................................................................................... 5

2.1 Makna dan Konsep Takhalli, Tahalli dan Tajalli............................................................. 5

2.2 Dalil Qur’an Hadits Yang Berkaitan Dengan Tahapan Takhalli, Tahalli dan Tajalli ... 10

BAB III ................................................................................................................................... 10

PENUTUP .............................................................................................................................. 13

3.1 Kesimpulan .................................................................................................................... 13

3.2 Saran .............................................................................................................................. 13

DAFTAR RUJUKAN ............................................................................................................ 14


BAB I

PENDAHULUAN

Pada kajian pendahuluan ini akan dibahas tiga hal. Ketiga kajian tersebut yaitu berisi
latar belakang, rumusan masalah dan tujuan. Adapun penjelasan dari ketiga tersebut adalah
sebagai berikut.

1.1 Latar Belakang

Tasawuf adalah suatu bidang ilmu keislaman untuk memasuki atau menghiasi diri dengan
akhlak yang luhur dan keluar dari akhlak yang rendah. Tasawuf juga dapat diartikan sebagai
kebebasan, kemuliaan, meninggalkan perasaan terbebani alam setiap melaksanakan perbuatan
syara’, dermawan, dan murah hati. Secara garis besar tasawuf terbagi menjadi tasawuf sunni dan
tasawuf falsafi. Tasawuf falsafi ialah tasawuf yang ajaran-ajarannya disusun secara kompleks
dan mendalam dengan bahasa-bahasa simbolik filosofis. Sementara, tasawuf sunni adalah
tasawuf yang didasarkan pada Al - Qur’an dan sunnah. Tasawuf sunni dibagi dalam dua tipe,
yaitu tasawuf akhlaqi, dan tasawuf amali.

Di dalam tasawuf akhlaqi, para sufi memandang manusia cenderung mengikuti hawa nafsu.
Manusia dikendalikan oleh dorongan-dorongan nafsu pribadi, bukan manusia yang
mengendalikan nafsu. Manusia yang sudah dikendalikan oleh nafsu cenderung untuk memiliki
rasa keinginan untuk menguasai dunia atau agar berkuasa dunia. Seseorang yang sudah
dikendalikan oleh nafsu memiliki kecenderungan memiliki mental yang kurang baik, hubungan
dengan Tuhan sebagai hamba Allah kurang harmonis karena waktu yang imili habis untuk
mengurus kepentingan duniawi.

Untuk mengembalikan manusia ke kondisi yang baik tidak hanya dari aspek lahiriah semata
melainkan juga melalui aspek batiniah. Di dalam tasawuf proses batiniah itu meliputi tahapan –
tahapan. Tujuannya adalah untuk menguasai hawa nafsu dalam rangka pembersihan jiwa agar
bisa lebih dekat dengan Allah. Tahapan – tahapan itu adalah takhalli, tahalli, dan tajalli.
1.2 Rumusan Masalah
Dalam penyusunan makalah ini, tentu saja diperlukan rumusan makalah. Diantaranya
sebagai berikut :

1. Apa itu makna dan konsep takhalli, tahalli dan tajalli dalam dunia tasawuf?

2. Bagaiamana dalil Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan tahapan takhalli, tahalli dan
tajalli ?

1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah diatas, maka ada beberapa tujuan yang akan didapat.
Diantaranya sebagai berikut :

1. Untuk mengetahui makna dan konsep takhalli, tahalli dan tajalli dalam dunia tasawuf

2. Untuk mengetahui dalil Qur’an dan hadits yang berkaitan dengan tahapan takhalli, tahalli
dan tajalli
BAB II

PEMBAHASAN

Pada kajian pembahasan ini akan dibahas dua hal. Kedua kajian tersebut diantaranya
yaitu. 1) Makna dan konsep takhalli, tahalli dan tajalli dalam dunia tasawuf 2) Dalil Qur’an dan
hadits yang berkaitan dengan tahapan takhalli, tahalli dan tajalli. Adapun penjelasan ketiga hal
tersebut adalah sebagai berikut.

2.1 Makna Dan Konsep Takhalli, Tahalli dan Tajalli Dalam Dunia Tasawuf

1) Takhalli

Secara bahasa, takhalli berarti proses pengosongan. Dalam tasawuf, istilah ini
mengandung pengertian mengosongkan diri dari berbagai penyakit hati. Pengosongan diri
mengandung arti pembersihan dan penyempurnaan diri atau jiwa kita. Menurut sejumlah ulama,
ada beberapa tahap pembersihan diri dan penyempurnaanya :

a) Membersihkan diri dengan memurnikan keyakinan dari kemusyrikan, yakni tindakan,


perkataan dan keyakinan yang menjurus kepada menyekutukan Allah.

b) Membersihkan diri dengan menyembuhkan berbagai penyakit hati yang di dalam


tasawuf dinamakan tazkiyatun nafs (pembersih jiwa). ( Zainal Abidin & Imam
Fathurrohman, 2009 : 44 )

Takhalli juga dapat diartikan sebagai istilah penyucian diri, yakni menghiasi dan
membiasakan diri dengan sikap dan perbuatan terpuji guna menghindari diri dari sifat maksiat
lahir maupun batin. Takhalli berarti mengkosongkan atau membersihkan diri dari sifat – sifat
tercela dan dari kotoran penyakit hati yang merusak. Contoh diantaranya adalah sifat hasad (
dengki ), hiqd ( rasa mendongkol ), su’uzhan ( buruk sangka ), riya’ ( pamer ), bukhl ( kikir ),
dan ghadab ( pemarah ).

Takhalli juga berarti mengosongkan diri dari akhlak tercela. Salah satu akhlak tercela
yang paling banyak menyebabkan timbulnya akhlak tercela lainnya adalah ketergantungan pada
kenikmatan duniawi. Membersihkan diri sifat sifat tercela oleh kaum sufi dipandang penting
karena sifat sifat ini merupakan najis maknawi (najasah ma’nawwiyah). Adanya najis najis ini
pada diri seseorang, menyebabkannya tidak dapat dekat dengan Tuhan. Hal ini sebagaimana
mempunyai najis dzat (najasah dzatiayyah), yang menyebabkan seseorang tidak dapat beribadah
kepada Tuhan. Dalam hal menanamkan rasa benci terhadap kehidupan duniawi serta mematikan
hawa nafsu, para sufi berbeda pendapat. Sekelompok sufi yang modern berpendapat bahwa
kebencian terhadap kehidup duniawi , yaitu sekedar tidak melupakan tujuan hidupnya, namun
tidak meninggalkan duniawi sama sekali.
Maksiat batin yang terdapat pada diri manusia tentulah lebih berbahaya lagi, karena
wujudnya yang tidak terlihat tidak dan kadang – kadang juga terjadi begitu saja tanpa di sadari.
Maksiat ini lebih susah untuk dihilangkan. Perlu diketahui bahwa maksiat batin itu pula yang
menjadi penggerak maksiat lahir. Selama maksiat batin itu belum bisa dihilangkan, maka
maksiat lahir tidak bisa di bersihkan pula.

2) Tahalli

Secara bahasa, tahalli berarti proses menghiasi atau memperindah sesuatu. Dalam
tasawuf, istilah tahalli bermakna menghiasi atau memperindah jiwa dan hati dengan kesucian.
Hanya dari jiwa dan hati yang sucilah akan memancar akhlak yang mulia, baik dalam hubungan
dengan Allah maupun dalam hubungan dengan sesama manusia dan alam semesta.

Tahalli juga berarti menghiasi diri dengan jalan membiasakan diri bersikap dan berbuat
baik. Berusaha agar dalam setiap gerak perilaku manusia selalu berjalan di atas ketentuan
agama, baik kewajiban yang bersifat “luar” ( ketaatan lahir ), seperti salat, puasa, zakat dan haji,
maupun ketaatan yang bersifat “dalam” ( ketaatan batin ), seperti iman, bersikap ikhlas dan juga
ridha terhadap seluruh ketentuan ( takdir ) Allah SWT.

Menurut Al Ghazali, jiwa manusia dapat diubah, dilatih, dikuasai, dan dibentuk sesuai
dengan kehendak manusia itu sendiri. Perbuatan baik yang sangat penting di isikan kedalam
jiwa manusia dan dibiasakan dalam perbuatan agar menjadi manusia paripurna (insane kamil).
Perbuatan baik itu, antara lain sebagai berikut:
a) Taubat
Kebanyakan sufi menjadikan taubat sebagai perhentian awal dijalan menuju Allah. Pada
tingkatan terendah, taubat menyangkut dosa yang dilakukan anggota badan. Pada tingkat
menengah, taubat menyangkut pangkal dosa dosa, seperti dengki, sombong, dan ria. Pada
tingkat yang lebih tinggi, tobat menyangkut usaha menjauhkan bujukan setan dan menyadarkan
jiwa akan rasa bersalah. Pada tingkat terakhir, taubat berarti penyesalan atas kelengahan pikiran
dalam mengingat Allah. Taubat pada tingkat ini adalah penolakan terhadap segala sesuatu yang
dapat memalingkan dari jalan Allah.

b) Khauf dan Raja’

Bagi kalangan sufi khauf dan raja’ berjalan seimbang dan saling mempengaruhi. Khauf
adalah perasaan takut seorang hamba semata mata kepada Allah, sedangkan Raja’ adalah
perasaan hati yang senag karena menati sesuatu yang diinginkan dan disenangi. Menurut Al
Ghazali, Raja’ adalah rasa lapang hati dalam menantikan hal yang diharapkan pada masa yang
akan datang yang mungkin terjadi. Raja’ merupakan sikap hidup yang selalu mendorong
seseorang untuk lebih banyak berbuat dan beramal shaleh sehingga menjadi taat kepada Allah
dan Rasul NYA.

c) Zuhud

Zuhud yaitu ketidak tertarikan pada dunia atau harta benda. Al Ghazali mengartikan
zuhud sebagai sikap mengurangi keterikatan kepada dunia untuk kemudian menjauhinya dengan
penuh kesadaran.

d) Fakir

Fakir bermakna tidak menuntut lebih banyak dan merasa puas dengan apa yang sudah
dimiliki sehingga tidak meminta sesuatu yang lain. Sikap mental fakir merupakan benteng
pertahana yang kuat dalam menghadapi pengaruh dalam menghadapi kehidupan materi. Hal ini
karena sikap fakir dapat menghindarkan seseorang dari semua keserakahan.

e) Sabar

Menurut Al Ghazali, sabar adalah suatu kondidi jiwa yang terjadi karena adanya
dorongan ajaran agama dalam mengendalikan hawa nafsu. Dengan demikian, sabar berarti
konsisten dalam melaksanakan semua perintah Allah, menghadapi kesulitan, dan tabah dalam
menghadapi cobaan selama dalam perjuangan untuk mencapai tujuan. Oleh karena itu, sabar erat
hubungannya dengan pengendalian diri, sikap dan emosi. Apabila seseorang telah mapu
mengendalikan nafsunya, maka sikap sabar akan tercipta.

f) Ridha
Menurut Ibnu Ajibah, ridha adalah menerima hal hal yang tidak menyenangkan dengan
wajah senyum ceria. Seorang hamba dengan senag hati menerima qadha dari Allah dan tidak
mengingkari apa yang telah menjadi keputusanNYA. Sikap mental ridha merupakan perpaduan
dari mahabbah dan sabar. Rasa cinta yang diperkuat dengan ketabahan akan menimbulkan
kelapangan hati untuk berkorban demi yang dicintai. Seorang hamba yang ridha, ia rela
menuruti apa yang dikehendaki Allah dengan senang hati, sekaligus tidak dibarengi sikap
menentang dan menyesal.

g) Muraqabah

Muraqabah adalah mawas diri. Muraqabah mempunyai arti yang mirip dengan
introspeksi. Dengan kata lain, muraqabah adalah siap dan siaga setiap saat untuk meneliti
keadaan sendiri. Seorang calon sufi sejak awal sudah diajarkan bahwa dirinya tidak pernah lepas
dari pengawasan Allah. Seluruh aktifitas hidupnya ditujukan untuk berada sedekat mungkin
denganNYA. Ia sadar bahwa Allah “memandang” NYA. Kesadaran itu membawanya pada satu
sikap mawas diri atau muraqabah

Apabila manusia mampu mengisi hatinya dengan sifat – sifat terpuji maka ia akan
menjadi cerah dan terang sehingga dapat menerima cahaya Ilahi. Sebab hati yang belum
dibersihkan tidak akan dapat menerima cahaya tersebut. Jika manusia yang mampu
mengosongkan hatinya dari sifat – sifat tercela ( takhalli ) dan mengisinya dengan sifat – sifat
yang terpuji ( tahalli ) maka segala perbuatan dan tindakannya akan dijalankan dengan niat yang
ikhlas. Seluruh hidup dan gerak kehidupannya diikhlaskan untuk mencari keridhaan Allah SWT
semata.

3) Tajjali

Secara bahasa, tajalli berarti proses penampakan. Adapun yang dimaksudtajalli dalam
tasawuf adalah memancarnya sifat – sifat Allah pada diri seorang hamba yang diperoleh setelah
ia merasakan cinta yang mendalam kepada Allah dan mengenal – Nya dengan pandangan hati,
bukan dengan akal dan pandangan lahir. Mahabbah dan ma’rifah merupakan dua hal yang bisa
diperoleh setelah hati benar – benar dibersihkan dari segala dosa, baik dosa besar maupun dosa
kecil serta menghiasinya dengan akhlak terpuji secara istiqomah.

Tajalli merupakan tanda-tanda yang Allah tanamkan didalam diri manusia supaya Ia
dapat disaksikan. Dalam Al - Qur’an Allah ber – tajalli ( tampak ) bagi hamba – hamba – Nya
dengan sifat- sifat-Nya. Allah ber-tajalli dalam sifat- sifat keindahan dan kesempurnaan, yaitu
kesempurnaan asma ( nama – nama ), keindahan sifat – sifat dan keindahan perbuatan-
perbuatan yang menunjukan kesempurnaan Zat. Sehingga kecintaan – Nya membangkitkan
seluruh kekuatan cinta dalam hati seorang hamba, sesuai dengan pengetahuan yang dia dapatkan
tentang sifat- sifat keindahan Allah dan kesempurnaan – Nya, sehingga hati seluruh hamba
tersebut kosong kecuali dengan kecintaannya kepada Allah. Jika ada pihak lain yang ingin
mendapatkan kecintaan hatinya, niscaya hatinya dan seluruh tubuhnya akan menolak.

a) Ketika Allah SWT ber – tajalli dengan sifat – sifat kasih sayang, kebaikan, kelembutan
dan ihsan, niscaya tumbuhlah kekuatan harapan dari seorang hamba, menjadi terbukalah
obsesinya.

b) Ketika Allah SWT ber – tajalli dengan sifat – sifat keadilan, pembalasan, kemurkaan,
kebencian dan hukuman, niscaya segera melemahlah kekuatan nafsu amarah dalam jiwa
manusia dan kekuatan – kekuatannya segera melemah atau hilang. Sehingga sumber –
sumber pendorong keburukannya menjadi melemah dan jiwanya pun dipenuhi dengan
perasaan khauf, khasyyah dan hati – hati.

c) Ketika Allah SW ber – tajalli dengan sifat – sifat perintah, larangan, janji, wasiat,
pengutusan para Rasul, penurunan kitab – kitab suci dan berbagai syari’at, maka segera
tumbuhlah kekuatan dalam diri manusia untuk menjalankan perintah dan menjauhi
larangan, menyampaikan hal itu kepada orang lain, mewasiatkannya, mengingatnya dan
mengingatkan orang lain.

d) Ketika Allah SWT ber-tajalli dengan sifat – sifat mendengar, melihat dan mengetahui,
maka tumbuhlah dalam diri sang hamba kekuatan perasaan malu, sehingga dia merasa
malu jika dilihat oleh Rabbnya ketika ia sedang melakukan sesuatu yang dimurkai –Nya,
atau mendengar apa yang dibenci – Nya, atau menyembunyikan dalam hatinya apa yang
dibenci – Nya. Sehingga gerak- geriknya, ucapannya dan detak hatinya selalu ditimbang
dengan timbangan syariat dan dia tidak melantarkannya atau membiarkannya hanyut
mengikuti keinginan alam atau hawa nafsunya.

e) Ketika Allah SWT ber – tajalli dengan sifat – sifat mencukupi, mewujudkan
kemaslahatan hamba, memberikan rezeki, menjaga mereka, maka terbangunlah dalam
diri sang hamba kekuatan tawakal kepada Allah, penyerahan segala urusan kepada-Nya,
rida terhadap apa yang ditakdirkan oleh Allah SWT. pada hamba – Nya, serta melakukan
apa yang diridhai oleh Allah Swt.

f) Ketika Allah SWT ber – tajalli dalam jubah kemuliaan, ke – agungan dan kehormatan,
sehingga tubuh manusia pun tunduk, hati mereka takluk, suara mereka terdengar takut
dan kesombongan mereka hanyut, seperti hanyutnya garam dalam air.

g) Ketika Allah SWT ber – tajalli dengan sifat – sifat ketinggian dan kesombongan, maka
hal itu akan memberikan kepada diri manusia perasaan tenang terhadap penghinaan
dirinya di bawah keagungan – Nya, merendahkan diri kepada ketinggian –Nya dan
tunduk kepada kesombongan – Nya. Akhirnya dirinya pun dipenuhi dengan perasaan
damai dan wibawa, baik dalam hatinya, lisannya, anggota tubuhnya dan sifatnya.

2.2.Dalil Qur’an dan Hadits Yang Berkaitan Dengan Tahapan Takhalli, Tahalli Dan
Tajalli
Hakikat pensucian awalnya dengan cara membersihkan jiwa ( takhalli ) dengan cara
membersihkannya dari kotoran, maksiat, dan perbuatan dosa, kemudian diikuti dengan proses
tahalli yaitu melakukan ketaatan dan amal-amal yang mendekatkan jiwa kepada Allah
Ta’ala . Allah memberikan jalan kepada umat islam dalam membersikah diri melalui berzakat
sebagai mana Allah Ta’ala berfirman :

َ ‫ُخ ْذ ِم ْن أَ ْم َوالِ ِه ْم‬


َ ‫ص َدقَةً تُطَهِّ ُرهُ ْم َوتُزَ ِّكي ِه ْم بِهَا َو‬
‫صلِّ َعلَ ْي ِه ْم‬

“Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu kamu membersihkan dan
mensucikan mereka dan berdoalah untuk mereka.” ( QS. At-Taubah: 103 ). Ayat tersebut
mengimplikasikan pesan bahwa takhalli didahulukan dari pada proses tahalli sebagaimana
proses pembersihan didahulukan dari proses pensucian untuk kualitas ibadah yang lebih baik.

Orang-orang yang ingin mensucikan jiwa hendaknya ia membersihkan jiwanya terlebih


dahulu dari dosa-dosa yang merusak hati sehingga menghalangi cahaya hidayah dan keimanan.
Dari Abu Hurairah radhiyallaahu‘anhu, dari Nabi Muhammad SAW, bersabda :

‫َاب ُسِقِ َل قَ ْلبُهُ َوإِ ْن عَا َد‬


َ ‫َت فِى قَ ْلبِ ِه نُ ْكتَةٌ َسوْ دَا ُء فَإ ِ َذا هُ َو نَ َز َع َوا ْستَ ْغفَ َر َوت‬
ْ ‫إِ َّن ْال َع ْب َد إِ َذا أَ ْخطَأ َ خَ ِطيئَةً نُ ِكت‬
َ‫َّللاُ ( َكالَّ بَلْ َرانَ َعلَى قُلُوبِ ِه ْم َما َكانُوا يَ ْك ِسبُون‬ َّ ‫َّان الَّ ِذى َذ َك َر‬ُ ‫» ) ِزي َد فِيهَا َحتَّى تَ ْعلُ َو قَ ْلبَهُ َوهُ َو الر‬
“Seorang hamba apabila melakukan suatu kesalahan, maka dititikkan dalam hatinya sebuah
titik hitam. Apabila ia meninggalkannya dan meminta ampun serta bertaubat, hatinya
dibersihkan. Apabila ia kembali (berbuat maksiat), maka ditambahkan titik hitam tersebut
hingga menutupi hatinya. Itulah yang diistilahkan “ar raan” yang Allah sebutkan dalam
firman-Nya (yang artinya), ‘Sekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutupi hati mereka” (HR. At Tirmidzi, Ibnu Majah, Ibnu Hibban, dan Ahmad)

Kemudian upaya untuk memperbanyak amal shalih yang dengannya jiwa menjadi suci.
Allah Ta’ala berfirman:

َ‫َّللاَ لَ َم َع ْال ُمحْ ِسنِين‬


َّ ‫َوالَّ ِذينَ َجاهَ ُدوا فِينَا لَنَ ْه ِديَنَّهُ ْم ُسبُلَنَا ۚ َوإِ َّن‬

“Dan orang-orang yang berjihad untuk ( mencari keridhaan ) Kami, benar-benar akan Kami
tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar- benar beserta
orang-orang yang berbuat baik.” (QS. Al-Ankabut: 69). Ibnu Taimiyyah rahimahullah dalam
Majmu’ al-Fatawa (10/97) berkata :“Pensucian jiwa itu asalnya adalah pertumbuhan,
keberkahan, dan kebaikan yang bertambah. Hal tersebut dapat tercapai dengan menghilangkan
keburukan. Oleh karenanya, pensucian jiwa itu mengumpulkan dua faktor tersebut: menjauhi
keburukan dan meningkatkan kebaikan”. Bahkan Syaikh as-Sa’di rahimahullah saat
menafsirkan firman Allah Ta’ala:

َّ ‫بَ ِل‬
‫َّللاُ يُزَ ِّكي َم ْن يَ َشا ُء‬

“Sebenarnya Allah membersihkan siapa yang dikehendaki-Nya.” ( QS. An – Nisa : 49 )

Beliau berkata bahwa Allah membersihkan diri mereka dengan iman dan amal shalih,
yaitu dengan at-takhalli, membersihkan diri dari akhlak yang buruk, dan at- tahalli, yaitu
menghiasi diri dengan sifat-sifat yang mulia. Allah SWT berfirman: “Sesungguhnya (Sholat)
itu memang berat kecuali bagi mereka yang khusyu yaitu mereka yang yakin akan berjumpa
dengan Tuhan mereka, dan sesungguhnya mereka akan kembali kepadaNya”. (QS. Al-Baqarah
2 : 45) Seluruh Ulama di kalangan Ahlus-Sunnah Wal-Jamaah sepakat bahwa semua orang
mukmin akan melihat Allah SWT di akhirat kelak dengan berpedoman pada “Wajah-wajah
pada hari itu berseri- seri karena memandang kepada Tuhan-Nya”. (QS. Al-Qiyamah : 22-23).
Nabi Muhammad juga pernah bersabda mengenai masalah Tajalli atau melihat Allah :
“Dari Abi Hurairah r.a, sesungguhnya orang-orang (Para Sahabat) bertanya : Ya Rosulullah,
apakah kita bisa melihat Tuhan kita di hari kiamat ? Maka Rasulullah menjawab : “Sulitkan
kamu melihat bulan di malam bulan purnama ? Para sahabat menjawab : Tidak ya Rasulullah.
Rasulullah berkata lagi : “Apakah kamu sulit melihat matahari diwaktu tanpa awan ?”Pra
sahabat menjawab : Tidak ya Rasulullah. Sesungguhnya kamu akan melihat Tuhan seperti
itu”.( HR Bukhari dari Abu Hurairah).
Syeikh Rabi r.a berkata : Saya telah mendengar Imam Syafi’i berkata : “Kami tahu
tentang itu (melihat Tuhan) bahwa ada golongan yang tidak terdinding memandang kepada-
Nya, mereka tidak bergerombol melihat-Nya”. “Sesungguhnya kedudukan surga yang paling
rendah ialah penghuni surga yang melihat surga isterinya, pembantunya dan pelaminannya
dari jarak perjalanan seribu tahun. Dan penghuni surga yang paling mulia diantara mereka ialah
yang melihat Allah setiap pagi dan petang. Di hari itu penuh ceria memandang
TuhanNya”.(HR Tirmidzi dari Stuwair r.a diterima beliau dari Ibnu ‘Umar r.a.
BAB III

PENUTUP

Pada kajian penutup ini akan dibahasa dua hal. Kedua kajian tersebut diantaranya
yaitu kesimpulan dan saran. Adapun penjelasan dari kedua hal tersebut adalah sebagai
berikut.

3.1 Kesimpulan
Takhalli merupakan upaya membersihkan diri dari sifat-sifat yang tercela, kotor hati,
maksiat lahir dan maksiat batin. Pembersihan ini dalam rangka, melepaskan diri dari perangai
yang tidak baik, yang tidak sesuai dengan prinsip-prinsip agama. Sifat-sifat tercela ini
merupakan pengganggu dan penghalang utama manusia dalam berhubungan dengan Allah
Tahalli merupakan pengisian diri dengan sifat-sifat terpuji, menyinari hati dengan taat lahir
dan batin. Hati yang demikian ini dapat menerima pancaran Nurullah dengan mudah. Oleh
karenanya segala perbuatan dan tindakannya selalu berdasarkan dengan niat yang ikhlas (suci
dari riya). Dan amal ibadahnya itu tidak lain kecuali mencari ridha Allah SWT. Untuk itulah
manusia seperti ini bisa mendekatkan diri kepada Yang Maha Kuasa. Maka dari itu, Allah
senantiasa mencurahkan rahmat dan perlindungan kepadanya. Yang dimaksud dengan Tajalli
merupakan merasakan akan rasa ketuhanan yang sampai mencapai sifat muraqabah.

3.2 Saran
Dalam penulisan makalah ini ada beberapa saran sebagai berikut ; yaitu kita dapat
mengetahui makna dan konsep takhalli, tahalli dan tajalli adalah rangkaian dalam
meningkatkan kualitas beribadah yang dapat kita implementasikan di kehidupan sehari – hari,
takhalli, tahalli dan tajalli tidak hanya mencakup hubungan kita dengan Allah, namun bisa
juga kita implementasikan kepada lingkungan dan manusia lain. Namun makalah ini masih
jauh dari kata sempurna maka dari itu kami meminta kepada pembaca untuk memberi saran
dan masukan mengenai apa yang telah kami kerjakan. Semoga adanya makalah ini dapat
berguna bagi seluruh pembacanya.
DAFTAR RUJUKAN

Al aziz, Moh. Saifulloh. 1998. Risalah Memahami Ilmu Tasawuf. Surabaya: Terbit Terang.

Munir Amin, Samsul. 2012. Ilmu Tasawuf. Jakarta : Amzah.

Triharyanto Joko, (editor), Intelektualisme Tasawuf, Lembkota, Semarang, 2002

Zahri, DR. Mustafa. 1973. Kunci Memahami ilmu Tasawuf. Surabaya: PT. Bina Ilmu.

Totok Jumantoro, MA. Drs. Munir amin Samsul, M.Ag. Kamus Ilmu Tasawuf,
sinar Grafika Offset, cet, pertama, Juli 2005

Herbal beauty store. http://tarekataulia.blogspot.com/2013/12/kesempurnaan-konsep-


takhalli-tahalli.html. diakses pada tanggal 09 Maret 2021 pukul 15:01 WIB.

Wawan,TBH, https://serambitashawuf.wordpress.com/2010/12/05/alam-jabarut-alam
-malakut-dan-alam-mulk/, diakses pada tanggal 09 Maret 2021 pukul 15:28 WIB.

Anda mungkin juga menyukai