Anda di halaman 1dari 31

MAKALAH

PUASA DAN I’TIKAF

Makalah ini disusun untuk memenuhi Tugas Mata Kuliah


“Fiqh Ibadah”
Dosen Pengampu: Bapak Lutfi Zaimuddin, M.Pd.I

Disusun Oleh :

Kelompok 3

Kelas A

1. Dimas Ario Setiawan (2001082003)


2. Gesti Lestari (2001080012)

Tadris Pendidikan Biologi

Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan

INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI MERO

TAHUN AJARAN 2020/2021


KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa atas
rahmat-Nya yang telah dilimpahkan kepada kami sehingga dapat menyelesaikan
makalah yang berjudul “PUASA DAN I’TIKAF”  yang merupakan salah satu
tugas mata kuliah Fiqh Ibadah pada semester kedua.

Dalam makalah ini, kami menjelaskan apa yang dimaksud dengan puasa
dan i’tikaf, jenis-jenis puasa, apa saja hukum, syarat, ketentuan dan rukun serta
yang diperboleh dan yang tidak diperbolehkan dalam melakukan puasa dan i’tikaf.

Dalam menyelesaikan makalah ini, kami telah banyak mendapat bantuan


masukan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, dalam kesempatan ini kami ingin
menyampaikan terima kasih kepada Bapak Lutfi Zaimuddin, M.Pd.I selaku dosen
pembimbing kami yang telah memberikan tugas makalah ini sehingga
pengetahuan kami dalam penulisan makalah ini makin bertambah dan hal itu
sangat bermanfaat bagi penyusunan skripsi kami di kemudian hari.

Kami menyadari bahwa penyusunan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan, namun demikian semoga dengan adanya makalah ini dapat
membantu para mahasiswa dalam menjalankan kegiatan belajar dan mengajar
perkuliahan. Khususnya di mata kuliah Fiqh Ibadah. Akhir kata kami berharap
makalah ini dapat bermanfaat bagi kita semua. Kritik dan saran yang bersifat
membangun akan kami terima dengan senang hati.

Mesuji, Februari 2021

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................... ii

DAFTAR ISI .................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN............................................................................... 1

A. Latar Belakang............................................................................... 1

B. Rumusan Masalah.......................................................................... 3

C. Tujuan............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN................................................................................. 4

A. Puasa............................................................................................... 4

1. Pengertian Puasa..................................................................... 4
2. Macam-macam Puasa............................................................. 5
3. Keutamaan Puasa................................................................... 8
4. Syarat Puasa............................................................................ 9
5. Rukun Puasa............................................................................ 12
6. Yang Perlu Diperhatikan Dalam Puasa................................ 13

B. I’tikaf............................................................................................... 14

1. Pengertian I’tikaf.................................................................... 14
2. Macam-macam I’tikaf............................................................ 15
3. Keutamaan I’tikaf.................................................................. 15
4. Syarat I’tikaf........................................................................... 16
5. Rukun I’tikaf........................................................................... 16
6. Yang Perlu Diperhatikan Dalam I’tikaf............................... 16

BAB III PENUTUP......................................................................................... 19

A. Kesimpulan Dan Saran.................................................................. 19

DAFTAR PUSTAKA...................................................................................... 20

iii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nabi Muhammad saw. merupakan suri teladan yang baik dalam


kehidupan, segala perkataan, perbuatan maupun taqrirnya menjadi sumber
hukum yang harus diikuti bahkan sebahagian dari perkataan, perbuatan
beliau menjadi kewajiban bagi umat dalam mengikutinya.

Perkataan, perbuatan, serta pengakuan Nabi Muhammad saw.


merupakan hal yang harus dicontoh dalam kehidupan. Perkataan, perbuatan,
maupun pengakuannya dalam ibadah merupakan suatu perintah, ada yang
wajib, ada yang sunnah, ada yang mubah, dan lain-lain. Nabi mengatakan
sesuatu itu wajib dilaksanakan maka bagi umatnya itu dari dahulu hingga
kini tetap wajib dilaksanakan oleh segenap umatnya. Begitu juga dengan hal
yang sunnah, hal yang mubah dan lain sebagainya.

Salah satu rukun Islam dan termasuk sunnah yang sering dibahas
Rasulullah yang harus kita yakini dan di amalkan setiap muslim adalah
ibadah puasa. Dalam Islam , kita mengenal dua bentuk ibadah puasa, yaitu
puasa wajib dan puasa sunnah. Setiap muslim diwajibkan berpuasa
sebagaimana orang sebelum kita.

Puasa merupakan rangkaian aktivitas yang istimewa. Pada saat


berpuasa, terutama saat bulan Ramadhan kita dilatih untuk jujur pada diri
sendiri. Puasa juga merupakan awal untuk memperbaharui jiwa kita yang
telah terjangkiti penyakit, baik fisik maupun mental. Dengan kata lain,
puasa bisa menghadirkan kesehatan yang paripurna bagi fisik dan mental,
tanpa melalui terapi, obat-obatan, dan proses medis lainnya.1

1
Afifi Fauzi Abbas, Panduan Ringkas Berpuasa Di Dalam Islam : Fiqih Puasa &
Metode Falaq (Sumatera Utara : Darulfulun, 2020),h.17

1
2

Dan kemudian lagi, salah satu teladan yang diberikannya adalah


berkenaan dengan ibadah yang sudah banyak ditinggalkan orang yaitu
ibadah i’tikaf. I’tikaf (perbuatan berdiam diri dalam Masjid), ternyata di
zaman sibuk dan modern ini, terasa tidak begitu populer lagi, bagaimana di
dunia yang bersemboyan ’waktu adalah uang’ begini, orang sudi
meluangkan waktu untuk berdiam di Masjid seperti pengangguran, bahkan
menganjurkan saja sepertinya pendidik pun tidak begitu penting.2

Ibadah ini sungguh banyak hikmahnya apalagi dilihat dari sudut


pandang pendidikan Islam Hikmah dari ibadah i’ktikaf Nabi Muhammad
saw. diantaranya adalah mendidik diri kita lebih taat dan tunduk kepada
Allah swt.. Ini sejalan dengan nilai pendidikan Islam yaitu nilai keimanan,
orang yang taat dan tunduk kepada Allah berarti orang telah benar-benar
beriman kepada-Nnya. Oleh karena itu, orang yang mau melaksanakan
i’tikaf akan menambah keimanan kepada Allah swt.

2
Safria Andy, Buku Panduan I’tikaf ( Bandung : Setia Purna, 2017),h.10
3

Hal itu menjadi latar belakang pembuatan makalah ini. Selain dapat
belajar bersama memahami arti pentingnya pemahaman atas materi
peredaran darah sebagai mahasiswa jurusan biologi, edukasi diri mengenai
wawasan kesehatan tentang sirkulasi darah juga memberikan jendela baru
sebagai pencari ilmu.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Puasa?
2. Apa saja macam-macam Puasa?
3. Apa saja keutamaan dalam Puasa?
4. Apa saja syarat Puasa?
5. Apa saja rukun Puasa?
6. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam Puasa?
7. Apa itu I’tikaf
8. Apa saja macam macam I’tikaf?
9. Apa saja keutamaan I’tikaf?
10. Apa saja syarat I’tikaf
11. Apa saja rukun I’tikaf
12. Apa saja yang perlu diperhatikan dalam I’tikaf?
C. Tujuan
1. Memahami pengertian Puasa dan I’tikaf.
2. Memahami apa saja macam-macam Puasa dan I’tifaf.
3. Mengetahui apa keutamaan dalam Puasa dan I’tikaf.
4. Mengetahui apa saja syarat syarat Puasa dan I’tikaf.
5. Mengetahui apa saja rukun-rukun Puasa dan I’tikaf.
6. Mengetahui apa yang harus di perhatikan dalam Puasa dan I’tikaf.
BAB II

PEMBAHASAN

A. Puasa3
Ibadah puasa banyak mengandung aspek sosial, karena dengan lewat
ibadah ini kaum muslimin ikut merasakan penderitaan orang lain yang tidak
dapat memenuhi kebutuhan pangannya seperti yang lain. Ibadah puasa juga
menunjukkan bahwa orang-orang yang beriman sangat patuh kepada Allah
karena mereka mampu menahan makan atau minum dan hal-hal yang
membatalkan puasa
‫ِين أَ ُّي َها َيا‬
َ ‫ِب آ َم ُنوا الَّذ‬
َ ‫ص َيا ُم َعلَ ْي ُك ُم ُكت‬ َ ‫ون لَ َعلَّ ُك ْم َق ْبلِ ُك ْم مِنْ الَّذ‬
َ ‫ِين َعلَى ُكت‬
ِّ ‫ِب َك َما ال‬ َ ُ‫َت َّتق‬
“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang-orang yang
bertakwa.” (QS. Al-Baqarah: 183)4

Puasa merupakan rangkaian aktivitas yang istimewa. Pada saat


berpuasa, terutama saat bulan Ramadhan kita dilatih untuk jujur pada diri
sendiri.
1. Pengertian Puasa
Puasa menurut bahasa Arab disebut as-saum atau as-siyam yang
berarti menahan diri. Maksudnya menahan diri dari makan dan minum
serta perbuatan yang membatalkan puasa mulai terbit fajar sampai
tenggelamnya matahari. Umat Islam juga dikehendaki untuk menahan
diri dari mengeluarkan kata-kata kotor, menggunjing orang lain, dan
sebagainya.
Secara etimologis, puasa berarti menahan. Menurut Terminologis
(istilah) puasa adalah menahan dari makan, minum dan melakukan
hubungan seksual suami isteri, dan lain-lainnya, sepanjang hari enurut
ketentuan syara’, disertai dengan menahan diri dari perkataan yang sia-
sia (membual), perkataan yang jorok dan lainnya, baik yang diharamkan
maupun yang dimakruhkan, pada waktu yang telah ditetapkan pula.

3
Afifi Fauzi Abbas, Panduan Ringkas Berpuasa Di Dalam Islam : Fiqih Puasa &
Metode Falaq (Sumatera Utara : Darulfulun, 2020),h.23-44
4
Q.S. Al-Baqarah(2) : 183

4
5

2. Macam Macam Puasa


Puasa dalam syari’at Islam ada dua macam, yaitu puasa wajib dan
puasa sunah. Puasa wajib ada tiga macam, puasa yang terikat dengan
waktu (puasa Ramadhan selama sebulan), Puasa yang wajib karena ada
illat, seperti puasa sebagai kafarat, dan puasa seseorang yang mewajibkan
pada dirinya sendiri, yaitu puasa nazar.
Menurut para ahli fiqih, puasa yang ditetapkan syari’at ada 4
(empat) macam, yaitu puasa fardhu, puasa sunnat, puasa makruh dan
puasa yang diharamkan.
a. Puasa Fardhu
Puasa fardhu adalah puasa yang harus dilaksanakan berdasarkan
ketentuan syari’at Islam. Yang termasuk ke dalam puasa fardhu
antara lain:
1) Puasa Ramadhan
Adalah puasa wajib yang dilakukan saat bulan Ramadhan.
Orang yang wajib berpuasa Ramadhan adalah orang yang
baligh, sehat jasmani-rohani dan bukan musafir. Puasa tidak
wajib bagi wanita yang sedang haid.
2) Puasa Kafarat
Puasa kafarat adalah puasa sebagai penebusan yang dikarenakan
pelanggaran terhadap suatu hukum atau kelalaian dalam
melaksanakan suatu kewajiban, sehingga mengharuskan seorang
mukmin mengerjakannya supaya dosanya diampuni.
3) Puasa Nazar
Puasa Nazar adalah puasa yang tidak diwajibkan oleh Tuhan,
begitu juga tidak disunnahkan oleh Rasulullah saw., melainkan
manusia sendiri yang telah menetapkannya bagi dirinya sendiri
untuk membersihkan (Tazkiyatun Nafs) atau mengadakan janji
pada dirinya sendiri bahwa apabila Tuhan telah
menganugerahkan keberhasilan dalam suatu pekerjaan, maka ia
5

akan berpuasa sekian hari. Mengerjakan puasa nazar ini sifatnya


wajib.
6

Hari-hari nazar yang ditetapkan apabila tiba, maka berpuasa


pada hari-hari tersebut jadi wajib atasnya dan apabila dia pada
hari-hari itu sakit atau mengadakan perjalanan maka ia harus
meng-qadha pada hari-hari lain dan apabila tengah berpuasa
nazar batal puasanya maka ia bertanggung jawab
mengqadhanya.
b. Puasa Sunah
Puasa sunnat (nafal) adalah puasa yang apabila dikerjakan akan
mendapatkan pahala dan apabila tidak dikerjakan tidak berdosa.
Adapun puasa sunnat itu antara lain :
1) Puasa 6 (enam) hari di bulan Syawal
Bersumber dari Abu Ayyub Anshari r.a. sesungguhnya
Rasulullah saw. bersabda: “Barang siapa berpuasa pada bulan
Ramadhan, kemudian dia menyusulkannya dengan berpuasa
enam hari pada bulan syawal , maka seakan – akan dia berpuasa
setahun”.(HR.Muslim).
2) Puasa Tengah bulan (13, 14, 15) dari tiap-tiap bulan Qomariyah
3) Puasa hari Senin dan hari Kamis.
Hadist Rasulullah SAW: Rasulullah memperbanyak puasa pada
hari Senin dan Kamis, kemudian beliau berkata, sesungguhnya
amal-amal itu dilaporkan setiap hari Senin dan hari Kamis, maka
Allah SWT akan mengampuni setiap muslim kecuali mereka-
mereka yang saling memutuskan tali persaudaraan. (H.R.Ahmad)
4) Puasa hari Arafah (Tanggal 9 Dzulhijjah atau Haji)
Dari Abu Qatadah, Nabi saw. bersabda: “Puasa hari Arafah itu
menghapuskan dosa dua tahun, satu tahun yang telah lalu dan
satu tahun yang akan datang” (H. R. Muslim).
5) Puasa tanggal 9 dan 10 bulan Muharam.
Dari Salim, dari ayahnya berkata : Nabi saw. Bersabda : Hari
Asyuro (yakni 10 Muharram) itu jika seseorang menghendaki
puasa, maka berpuasalah pada hari itu.
6

6) Puasa nabi Daud as. (satu hari berpuasa satu hari berbuka)
7

7) Puasa bulan Rajab, Sya’ban dan pada bulan-bulan suci


c. Puasa Makruh
Menurut fiqih 4 (empat) mazhab, puasa makruh itu antara lain:
1) Puasa pada hari Jumat secara tersendiri
Berpuasa pada hari Jumat hukumnya makruh apabila puasa itu
Dilakukan secara mandiri. Artinya, hanya mengkhususkan hari
Jumat saja untuk berpuasa.
Dari Abu Hurairah ra. berkata:
“Saya mendengar Nabi saw. bersabda: “Janganlah kamu
berpuasa pada hari Jum’at, melainkan bersama satu hari
sebelumnya atau sesudahnya.”
2) Puasa sehari atau dua hari sebelum bulan Ramadhan
Dari Abu Hurairah r.a dari Nabi saw. beliau bersabda:
“Janganlah salah seorang dari kamu mendahului bulanRamadhan
dengan puasa sehari atau dua hari, kecuali seseorang yang biasa
berpuasa, maka berpuasalah hari itu.”
3) Puasa pada hari syak (meragukan)
Dari Shilah bin Zufar berkata:
Kami berada di sisi Amar pada hari yang diragukan Ramadhan-
nya, lalu didatangkan seekor kambing, maka sebagian kaum
menjauh.
Maka ‘Ammar berkata:
“Barang siapa yang berpuasa hari ini maka berarti dia
mendurhakai Abal Qasim saw”.
d. Puasa Haram
Puasa haram adalah puasa yang apabila dilakukan maka berdosa.
Puasa yang diharamkan tersebut antara lain:
1) Istri puasa sunnah tanpa sepengetahuan dari suami, atau suami
tahu tapi tidak mengijinkan. Kecuali, apabila suami sedang tidak
membutuhkan seperti suami sedang bepergian, sedang haji atau
umroh.
7
8

Dari Abu Hurairah ra. dari Nabi saw. bersabda: “Tidak boleh
seorang wanita berpuasa sedangkan suaminya ada di rumah, di
suatu hari selain bulan Ramadhan, kecuali mendapat izin
suaminya.” (HR.Bukhori dan Muslim)
2) Puasa pada hari Raya Idul Fitri atau Idul Adha.
3) Puasa pada hari tasyriq yaitu hari ke-11, ke-12 dan ke-13 bulan
Dzulhijjah. Kecuali untuk dam (sebagai ganti dari menyembelih
qurban).
4) Puasa wanita haid atau nifas (baru mehirkan).
5) Puasa Dhar (puasa tiap hari tanpa buka)
Hadist Rasulullah SAW:
“tidak dinamakan puasa orang yang berpuasa terus menerus”.
(HR. Bukhari).
3. Keutamaan-Keutamaan Puasa
Puasa pada bulan Ramadhan memiliki keutamaan-keutamaan
sebagai berikut :
a. Menghapus Dosa
Puasa Ramadhan, bila dikerjakan dengan iman dan ikhlas, bukan saja
akan mendatangkan pahala yang berlipat ganda, tapi juga akan
menghapuskan berbagai dosa, baik yang terlanjur kita kerjakan di
masa lalu maupun yang akan datang. Rasulullah saw. bersabda,
“Barangsiapa puasa Ramadhan dengan (didasari) keimanan dan
semata-mata mengharap Ridha-Nya, maka akan diampunkan dosa-
dosanya di masa lalu” (HR. Bukhari Muslim). Dalam riwayat lain
ada tambahan “wa ta-akkhara”, dan dosa-dosa yang akan datang.
b. Ibadah Istimewa
Puasa adalah salah satu ibadah yang mempunyai kedudukan istimewa
di sisi Allah. Di samping ia merupakan benteng yang ampuh bagi
pelakunya dalam menangkal hawa nafsu, puasa juga merupakan satu-
satunya ibadah yang benar-benar murni dan tulus karena Allah.
Seperti hadits berikut.
8
9

“Rasulullah SAW. bersabda: Allah ‘Azza wa Jalla berfirman: Semua


amalan anak Adam (bisa kembali) kepadanya kecuali puasa. Maka,
sesungguhnya puasa itu tulus bagi-Ku, dan Aku sendirilah yang akan
membalasnya. (Selain itu) puasa (juga) sebagai benteng. Karena itu,
jika salah seorang dari kamu berpuasa, janganlah berkata kotor dan
jangan pula mengacau. Lalu, jika ada seseorang yang memaki atau
memusuhinya, hendaklah ia (cukup) menjawab: “Sesungguhnya aku
sedang berpuasa!”… (HR. Bukhari dan Muslim)
c. Hikmah Utama
Sebagaimana telah dimaklumi, bahwa dihadirkannya manusia di
bumi tak lain adalah untuk mengabdi kepada Allah Sang Pencipta.
Karena itu, nilai dan harkat manusia sangat ditentukan oleh kapasitas
peribadatannya. Setiap peribadatan (ibadah mahdhah) dalam Islam
mempunyai nilai pembentukan akhlak. Dan akhlak inilah nilainya
bagi manusia.
Puasa (Ramadhan) merupakan pembinaan akhlak yang dilakukan
selama satu bulan, dan rutin dilaksanakan setiap tahunnya. Semua
proses dalam puasa selama sehari selama satu bulan penuh ini sangat
efektif untuk pembinaan akhlak dan pribadi manusia, bila benar-
benar diamalkan secara ikhlas.
4. Syarat Puasa
a. Syarat Wajib Puasa
Syarat wajib adalah syarat yang harus dipenuhi oleh seseorang
sebelum melaksanakan suatu ibadah. Seseorang yang tidak
memenuhi syarat wajib, maka gugurlah tuntutan kewajiban
kepadanya. Sedangkan rukun adalah hal-hal yang harus dilakukan
dalam sebuah ibadah.
Adapun syarat melakukan puasa yaitu sebagai berikut
1) Beragama Islam
9

Seseorang itu diwajibkan menjalankan ibadah puasa, khususnya


puasa Ramadhan, yaitu ia seorang muslim atau muslimah.
Karena puasa adalah ibadah yang menjadi keharusan atau rukun
10

keislamannya, sebagaimana termaktub dalam hadits yang


diriwayat kan oleh Imam Turmudzi dan Imam Muslim
“Dari Abi Abdurrahman, yaitu Abdullah Ibn Umar Ibn Khattab
r.a, berkata: saya mendengar Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wasallam bersabda: Islam didirikan dengan lima hal, yaitu
persaksian tiada Tuhan selain Allah dan Muhammad adalah
utusan-Nya, didirikannya shalat, dikeluarkannya zakat,
dikerjakannya hajji di Baitullah (Ka’bah), dan dikerjakannya
puasa di bulan Ramadhan.” (Hadits Shahih, riwayat al-Bukhari:
7 dan Muslim: 19)
2) Baligh
Adapun Syarat yang kedua seseorang itu berkewajiban
menjalankan ibadah puasa Ramadhan, yaitu ia sudah baligh,
dengan ketentuan ia pernah keluar mani dari kemaluannya baik
dalam keadaan tidur atau terjaga, dan khusus bagi perempuan
sudah keluar haid. Dan syarat keluar mani dan haid pada batas
usia minimal 9 tahun.

Dan bagi yang belum keluar mani dan haid, maka batas minimal
ia dikatakan baligh pada usia 15 tahun dari usia kelahirannya.

Syarat ketentuan baligh ini menegaskan bahwa ibadah puasa


Ramadhan tidak diwajibkan bagi seorang anak yang belum
memenuhi ciri-ciri kebalighan yang telah disebutkan di atas.
3) Berakal dan Sehat
Adapun syarat yang ketiga bagi seorang muslim dan baligh itu
terkena kewajiban menjalankan ibadah puasa, apabila ia
memiliki akal yang sempurna atau tidak gila, baik gila karena
cacat mental atau gila disebabkan mabuk.
11

Seseorang yang dalam keadaan tidak sadar karena mabuk atau


cacat mental, maka tidak terkena hukum kewajiban menjalankan
ibadah puasa, terkecuali orang yang mabuk dengan sengaja,
maka ia diwajibkan menjalankan ibadah puasa di kemudian hari
(mengganti di hari selain bulan Ramadhan alias qadha).

Syarat yang ketiga bagi seorang muslim dan baligh itu terkena
kewajiban menjalankan ibadah puasa, apabila ia memiliki akal
yang sempurna atau tidak gila, baik gila karena cacat mental
atau gila disebabkan mabuk.

Seseorang yang dalam keadaan tidak sadar karena mabuk atau


cacat mental, maka tidak terkena hukum kewajiban menjalankan
ibadah puasa, terkecuali orang yang mabuk dengan sengaja,
maka ia diwajibkan menjalankan ibadah puasa di kemudian hari
(mengganti di hari selain bulan Ramadhan alias qadha).
4) Kuat Menjalankan Puasa
Syarat keempat adalah kuat menjalankan ibadah puasa. Selain
Islam, baligh, dan berakal, seseorang harus mampu dan kuat
untuk menjalankan ibadah puasa.

Apabila tidak mampu maka diwajibkan mengganti di bulan


berikutnya atau membayar fidyah.
5) Mengetahui Awal Bulan Ramadhan
Syarat kelima Mengetahui Awal Bulan Ramadhan. Puasa
Ramadhan diwajibkan bagi muslim yang memenuhi persyaratan
yang telah diuraikan di atas, apabila ada salah satu orang
terpercaya (adil) yang mengetahui awal bulan Ramadhan dengan
cara melihat hilal secara langsung dengan mata biasa tanpa
peralatan alat-alat bantu.
12

Persaksian orang tersebut dapat dipercaya dengan terlebih


dahulu diambil sumpah, maka muslim yang ada dalam satu
wilayah dengannya berkewajiban menjalankan ibadah puasa.

b. Syarat Sah Puasa


Adapun syarat sah berpuasa adalah sebagai berikut.
1) Islam

2) Berakal dan Mumayiz

3) Suci dari Hadas, Haid dan Nifas

4) Nyata masuknya bulan Ramadhan


5. Rukun Puasa
Adapun rukun puasa hanya dua, yaitu sebagai berikut
a. Niat.
Niat puasa merupakan pekerjaan ibadah yang diucapkan dalam hati
dengan persyaratan dilakukan pada malam hari dan wajib
menjelaskan kefardhuannya di dalam niat tersebut.
b. Dan rukun kedua adalah menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa. Untuk detailnya apa-apa yang membatalkan
puasa akan dijelaskan pada pasal sesuatu yang membatalkan puasa.
12
13

6. Hal Yang Perlu Diperhatikan Dalam Puasa


a. Perkara Yang Membatalkan Puasa
1) Makan Dan Minum Dengan Sengaja
2) Memasukkan Dengan Sengaja Benda Ke Dalam Rongga Yang
Terbuka. Seperti (lubang , 2 lubang kemaluan)
3) Muntah Dengan Sengaja.
4) Keluar Haid & Nifas
5) Gila
6) Murtad
7) Keluar Mani Dengan Sengaja
8) Bersetubuh Di Siang Hari
b. Perkara Sunat Ketika Puasa
1) Segera Berbuka Puasa
2) Berbuka Dengan Kurma/Juadah Manis
3) Baca Doa
4) Melambatkan Bersahur
5) Banyakkan Baca Al-Quran, Berzikir, Berselawat Dan Membuat
Amal Kebajikan
6) Sentiasa Bersedekah
7) Jauhkan Diri Daripada Bercakap Perkara Yang Sia-Sia Dan
Perbuatan Yang Tidak Membawa Manfaat
8) Mandi Junub Lebih awal Sebelum Masuk Waktu Subuh
c. Makruh Ketika Puasa
1) Bersuntik
2) Berbekam
3) Berkumur-Kumur
4) Memasukkan Air Ke Dalam Rongga Hidung Secara Berlebihan
5) Mandi Yang Berlebihan
6) Rasa Makanan di ijung Lidah
14

B. I’tikaf5
I’tikaf merupakan ibadah yang sering dilakukan Nabi utamanya di bulan
Ramadan. Ibadah ini sungguh banyak hikmahnya apalagi dilihat dari sudut
pandang pendidikan Islam Hikmah dari ibadah i’ktikaf Nabi Muhammad
saw. diantaranya adalah mendidik diri kita lebih taat dan tunduk kepada
Allah swt.. Ini sejalan dengan nilai pendidikan Islam yaitu nilai keimanan,
orang yang taat dan tunduk kepada Allah berarti orang telah benar-benar
beriman kepada-Nnya. Oleh karena itu, orang yang mau melaksanakan
i’tikaf akan menambah keimanan kepada Allah swt.
1. Pengertian I’tikaf
Secara harfiyah, I’tikaf adalah tinggal di suatu tempat untuk melakukan
sesuatu yang baik. Dengan demikian, I’tikaf adalah tinggal atau
menetap di dalam masjid dengan niat beribadah guna mendekatkan diri
kepada Allah Swt. Penggunaan kata I’tikaf di dalam Al-Qur’an terdapat
pada firman Allah Swt:
“Kemudian sempurnakanlah puasa itu sampai (datang) malam, (tetapi)
janganlah kamu campuri mereka itu, sedang kamu beri’tikaf di dalam
masjid. Itulah larangan Allah, maka janganlah kamu mendekatinya.
Demikianlah Allah menerangkan ayat ayat-Nya kepada manusia
supaya mereka bertaqwa.” (QS 2:187).

Di dalam Islam, seseorang bisa beri’tikaf di masjid kapan saja, namun


dalam konteks bulan Ramadhan, maka dalam kehidupan Rasulullah
Saw, I’tikaf itu dilakukan selama sepuluh hari terakhir. Diantara
rangkaian ibadah dalam bulan suci Ramadhan yang sangat dipelihara
sekaligus diperintahkan (dianjurkan) oleh Rasulullah SAW adalah
I’tikaf. I’tikaf merupakan sarana muhasabah dan kontemplasi yang
efektif bagi muslim dalam memelihara dan meningkatkan
keislamannya, khususnya dalam era globalisasi, materialisasi dan
informasi kontemporer.

5
Safria Andy, Buku Panduan I’tikaf ( Bandung : Setia Purna, 2017),h.10-25
14
15

2. Macam-macam I’tikaf
I’tikaf yang disyariatkan ada dua macam, yaitu sebagai berikut.
a. I’tikaf sunnah yaitu I’tikaf yang dilakukan secara sukarela, semata
mata untuk bertaqorrub kepada Allah, seperti I’tikaf 10 hari
terakhir pada bulan Ramadhan.
b. I’tikaf wajib yaitu yang didahului dengan nadzar atau janji, seperti
ucapan seseorang “kalau Allah ta’ala menyembuhkan penyakitku
ini, maka aku akan beri’tikaf di masjid selama tiga hari”, maka
I’tikaf tiga hari itu menjadi wajib hukumnya.
3. Keutamaan I’tikad
Abu Daud pernah bertanya kepada Imam Ahmad: Tahukah anda
hadits yang menunjukkan keutamaan I’tikaf ?
Ahmad menjawab: tidak, kecuali hadits yang lemah.
Namun demikian tidaklah mengurangi nilai ibadah I’tikaf itu sendiri
sebagai taqorrub kepada Allah SWT. Dan cukuplah keutamaannya
bahwa Rasulullah, para Shahabat, para Istri Rasulullah SAW dan para
ulama salafusholeh senantiasa melakukan ibadah ini.

I’tikaf disyariatkan dalam rangka mensucikan hati dengan


berkonsentrasi semaksimal mungkin dalam beribadah dan bertaqorrub
kepada Allah pada waktu yang terbatas tetapi teramat tinggi nilainya.
Jauh dari ritunitas kehidupan dunia, dengan berserah diri sepenuhnya
kepada Sang Kholiq (Pencipta). Bermunajat sambil berdo’a dan
beristighfar kepadaNya sehingga saat kembali lagi dalam aktivitas
keseharian dapat dijalani secara lebih berkualitas dan berarti.

Ibnu Qoyyim berkata : I’tikaf disyariatkan dengan tujuan agar hati


beri’tikaf dan bersimpuh dihadapan Allah, berkhalwat denganNya,
serta memutuskan hubungan sementara dengan sesama makhluk dan
berkonsentrasi sepenuhnya kepada Allah.
16

4. Syarat I’tikaf
Orang yang I’tikaf harus memenuhi kriteria kriteria sebagai berikut:
a. Muslim
b. Ber-akal
c. Suci dari janabah (junub), haidh dan nifas
Oleh karena itu I’tikaf tidak sah dilakukan oleh orang kafir, anak yang
belum mumaiyiz (mampu membedakan), orang junub, wanita haidh
dan nifas.

5. Rukun I’tikaf
Adapun rukun dari pelaksanaan ibadah I’tikaf adalah sebagai berikut.
a. Niat yang ikhlas, hal ini karena semua amal sangat tergantung
pada niatnya.
b. Berdiam di masjid (QS Al-Baqarah : 187)
6. Hal hal yang perlu diperhatian dalam I’tikaf
a. Waktu I’tikaf
Untuk I’tikaf wajib tergantung pada berapa lama waktu yang
dinadzarkan, sedangkan I’tikaf sunnah tidak ada batasan waktu
tertentu. Kapan saja, pada malam atau siang hari, waktunya bisa
lama dan juga bisa singkat, minimal dalam madzhab Hanafi :
sekejab tanpa batas waktu tertentu, sekedar berdiam diri dengan
niat. Atau dalam madzhab Syafi’I : sesaat atau sejenak (yang
penting bisa dikatakan berdiam diri), dan dalam madzhab
Hambali, satu jam saja.
Terlepas dari perbedaan pendapat ulama tadi, waktu I’tikaf yang
paling afdhal pada bulan Ramadhan ialah sebagaimana
dipratekkan langsung oleh Baginda Nabi SAW yaitu 10 hari
terakhir bulan Ramadhan.
17

b. Tempat I’tikaf
Ahli fiqh berbeda pendapat tentang tempat yang boleh dijadikan
untuk I’tikaf, Abu Hanifah dan Ahmad berpendapat bahwa I’tikaf
harus dilakukan di masjid yang selalu digunakan untuk
shalatberjama’ah, sedangkan Malik dan Syafi’i berpendapat
bahwa I’tikaf boleh dilakukan dimasjid manapun baik yang
digunakan untuk shalat berjama’ah ataupun tidak, sedangkan
pengikut syafi’iyah berpendapat bahwa sebaiknya I’tikaf itu
dilakukan dimasjid jami’ yang biasa digunakan untuk shalat
jum’at, agar ia tidak perlu keluar masjid ketika mau melakukan
shalat jum’at, dan lebih afdhol lagi bila I’tikaf itu dilaksanakan di
salah satu dari tiga masjid; masjid al haram, masjid Nabawi atau
masjid Aqsho.
c. Hal hal Yang Disunnahkan di saat I’tikaf
Disunnahkan bagi orang yang beri’tikaf untuk memperbanyak
ibadah dan taqarrub kepada Allah SWT, seperti shalat sunnah,
membaca Al-Qur’an, tasbih, tahmid, tahlil, takbir, istighfar,
shalawat kepada Nabi Saw, do’a dan sebagainya. Namun
demikian yang menjadi prioritas utama adalah ibadah – ibadah
mahdhah. Bahkan sebagian ulama seperti Imam Malik,
meninggalkan segala aktivitas ilmiah lainnya dan berkosentrasi
penuh pada ibadah – ibadah mahdhah.

Dalam upaya memperkokoh keislaman dan ketaqwaan,


diperlukan bimbingan dari orang orang yang ahli, karenanya
dalam memanfaatkan momentum I’tikaf bisa dibenarkan
melakukan berbagai kajian keislaman yang mengarahkan para
peserta I’tikaf untuk membersihkan diri dari segala dosa dan sifat
tercela serta menjalani kehidupan sesudah I’tikaf secara lebih baik
sebagaimana yang ditentukan Allah Swt dan RasulNya.
18

d. Hal-Hal Yang Diperbolehkan


Orang yang beri’tikaf bukan berarti hanya berdiam diri di masjid
untuk menjalankan peribadatan secara khusus, ada beberapa hal
yang diperbolehkan.
1) Keluar dari tempat I’tikaf untuk mengantar istri, sebagaimana
yang dilakukan oleh Rasulullah SAW terhadap istrinya
Shofiyah Radliallahu ‘Anhu (HR. Bukhori Muslim).
2) Menyisir atau mencukur rambut, memotong kuku,
membersihkan tubuh dari kotoran dan bau badan.
3) Keluar ke tempat yang memang amat diperlukan seperti
untuk buang air besar dan kecil, makan, minum, (jika tidak
ada yang mengantarkan), dan segala sesuatu yang tidak
mungkin dilakukan di masjid. Tetapi ia harus segera kembali
setelah menyelesaikan keperluannya.
4) Makan, minum dan tidur di masjid dengan senantiasa
menjaga kesucian dan kebersihan masjid.
e. Hal-Hal Yang Membatalkan I’tikaf
1) Meninggalkan masjid dengan sengaja tanpa keperluan, meski
sebentar, karena meninggalkan masjid berarti mengabaikan
salah satu rukun I’tikaf yaitu berdiam di masjid.
2) Murtad (keluar dari agama Islam)
3) Hilang Akal, karena gila atau mabuk
4) Haidh
5) Nifas
6) Berjima’ (bersetubuh dengan istri), tetapi memegang tanpa
nafsu (syahwat), tidak apa apa sebagaimana yang dilakukan
Nabi dengan istri istrinya.
7) Pergi Shalat Jum’at (bagi mereka yang memperbolehkan
I’tikaf di musholla yang tidak dipakai shalat jum’at).
18
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan Dan Saran


Puasa merupakan rukun Islam yang ketiga. Puasa adalah salah satu ibadah
umat Islam yang memiliki arti menahan diri dari segala sesuatu yang
membatalkan puasa yang dapat berupa memperturutkan syahwat, perut dan
farji (kemaluan) sejak terbit fajar sampai terbenamnya matahari dengan niat
khusus.
Sedangkan I’tikaf berarti berdiam diri di dalam masjid melakukan perbuatan
islami dan terus beribadah. Seperti membaca al-quran atau tadarus, mengaji,
salat sunah, dsb. I'tikaf dengan khusyu dan ikhlas memberikan kita banyak
pahala. I'tikaf juga merupakan kunci untuk malam lailatul qadr pada bulan
Ramadhan, Malam yang lebih baik dibanding beribadah selama 1.000 bulan.
B. Saran
Sebagai mahasiswa perguruan tinggi islam negeri IAIN Mertro, kita
sepatutnya mengetahui dan memahami pengertian dan substansi-substansi
terkait dengan ibadah dan syariat keislaman. Terutama ibadah sholat daln
lainnya. Tak luput dari itu, puasa dan i’tikaf juga merupakan sebuah amalan
baik yang dapat dilaksanakan oleh semua umat muslim. Terutama untuk kita
sebagai mahasiwa perguruan tinggi islam.

19
DAFTAR PUSTAKA

Alqur’an Al-Karim

Abbas Afifi Fauzi. Panduan Ringkas Berpuasa Di Dalam Islam : Fiqih Puasa &
Metode Falaq, Sumatera Utara : Darulfulun, 2020.

Andy Safria. Buku Panduan I’tikaf, Bandung : Setia Purna, 2017.

Website yang diakses pada Minggu, 28 Februari 2021 :


 Pengertian Puasa dan Macam-macamnya, Umat Muslim Wajib Tahu
Halaman 2 | merdeka.com
 Apa Saja Syarat Wajib, Syarat Sah, dan Rukun Puasa di Bulan Ramadhan?
Ini Penjelasannya - Halaman 4 - Tribun Cirebon

20

Anda mungkin juga menyukai