Anda di halaman 1dari 12

MAKALAH

PENDIDIKAN AGAMA ISLAM

SUNNATULLAH, TAKDIR DAN KEADILAN ILLAHI


Dosen Mata Kuliah : : Lila Rohilah, S.Ag., M.Pd.

DISUSUN OLEH :

Kelompok 5

1. Muhammad Arya Nugraha (1111210326)

2. Uga Ramita Sulistyo (1111210346)

3. Siti Syarifah (1111210354)

FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS SULTAN AGENG TIRTAYASA
KATA PENGANTAR

Assalamuallaikum Wr.Wb.

Bismillahirrahmanirrahim.

Alhamdulillahirabilalamin, puji syukur kita panjatkan kepada tuhan yang Maha


Esa karena berkat rahmat dan karunianya sehingga kita dapat menyusun makalah
tentang “Sunnatullah,Takdir dan Keadaan Ilahi” dengan sebaik-baiknya dan tepat
waktu. Ada pun tujuan dari makalah ini ditulis untuk memenuhi tugas mata kuliah
Pendidikan Agama Islam dengan bimbingan dari ibu lila rohilah selaku dosen mata
kuliah Pendidikan Agama Islam ini.
Penyusunan makalah ini dibuat semaksimal mungkin penulis upayakan. Penulis
menyadari makalah ini masih jauh dari kata sempurna masih banyak kekurangan dan
keliruan. Besar harapan kritik dan saran diharapkan membangun untuk lebih baik lagi
kedepannya dalam penulisan makalah. Penulis harap dengan adanya makalah ini kita
dapat sama – sama belajar tentang sunnatullah,takdir dan keadaan illahi dan dapat
menambah ilmu pengetahun pembaca sekalian.
Hormat kami untuk semua para pembaca.

Wasalamuallaikum Wr.Wb.

Serang, 3 september 2021

Penulis
DAFTAR ISI

COVER .....................................................................................................................................i

KATA PENGANTAR................................................................................................................ii

DAFTAR ISI.............................................................................................................................iii

BAB I PENDAHULUAN..........................................................................................................1

A. Latar Belakang....................................................................................................................1

B. Rumusan Masalah................................................................................................................2

C. Tujuan....................................................................................................................................2

BAB II PEMBAHASAN...........................................................................................................3

A. Sunnatullah...........................................................................................................................3

B. Takdir Allah..........................................................................................................................7

C. Keadilan Ilahi.......................................................................................................................9

BAB III PENUTUP.................................................................................................................12

A. Kesimpulan.........................................................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................13
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Di era sekarang banyak sekali orang yang mengaku beragama islam namun mereka
tidak mau mengikuti aturan – aturan terdapat dalam agama islam. Pada umumnya
orang – orang tersebut hanya menjadikan agama islam sebagai status keagamaan saja
saja. Padahal agama islam merupakan agama yang fenomenal karena telah terbukti
ajaran – ajaran di dalamnya mencakup aspek seluruh kehidupan.

Keberagaman merupakan sunnatullah (ketetapan Allah) yang tidak dapat dirubah.


Hikmah dibaliknya yaitu agar umat manusia dapat melaksanakan amal dalam segala
perbuatannya, baik hablum minallah (hubungannya dengan Allah) dan hablum
minannas (hubungannya dengan manusia). Perbuatan manusia di dunia akan
dipertanggungjawabkan kelak di hari akhir. Dari hal ini, pluralitas adalah sebuah
kehendak Allah yang tidak bisa diingkari, sehingga manusia dituntut untuk bersikap
penuh tasamuh atau toleran terhadap orang lain yang berbeda keyakinan atau agama,
karena menolak pluralitas sama halnya menolak kehendak Allah.

Takdir merupakan sebuah sebutan atas pengetahuan Allah Swt yang meliputi
seluruh alam. Allah Swt menulis segala peristiwa yang terjadi baik kepada alam
maupun manusia. Takdir Allah Swt hanya untuk menyelaraskan takdir dengan
keinginan manusia, karena manusia diberkahi kelebihan akal untuk mampu
membedakan antara perbuatan baik dan perbuatan buruk, Allah Swt hanya
membimbing kita menuju amal kebaikan yang menyebabkan kita mempunyai
keinginan dan kemudian melakukannya. Amal kebaikan kita didapat melalui
keimanan, ketaatan yang tulus dan berdo’a agar selalu mendapatkan ridha Allah Swt.

AL-Gazali berpendapat bahwa Allah berbuat apa yang di kehendaki nya,dan dapat
memberikan hukum meenurut kehendak nya. Kekuasaan Allah dapat menentukan
segala sesuatu yang di kehendaki nya, yang tak terbatas dengan waktu dan masa.
Allah berkuasa secara mutlak karna dia dapat menentukan segala aturan dan hukum
bagi makhluknya ,baik ketentuan hukum yang mengatur material hidup manusia atau
takdir Allah, maupun ketentuan hukum yang mengatur social hidup manusia atau
suntullah. Allah telah menetapkan ketentuan basgi ,akhluk nya, mulai yang
menyangkut baik dan buruk, senang dan susah,manfaat dan mudarat,sehat dan sakit
serta berbagai macam bentuk nasib lain nya. Semua ketentuan itu merupakan wujud
keadilan Allah. Oleh Karena itu penulis berkinginan untuk membahas judul tentang
sunatullah, takdir Allah dan keadilan ilahi.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara menerapkan sunatullah di zaman sekarang ?
2. Apakah makna dari takdir dalam kehidupan ?
3. Apa saja hukum dari keadilan Illahi ?

C. Tujuan Makalah
1. Untuk melengkapi tugas mata kuliah PAI
2. Untuk menambah wawasan dan memahami tentang Sunatullah, Takdir Allah
dan Keadilan Illahi
BAB II

PEMBAHASAN

A. Sunnatullah
Sunnatullah dalam Al-Qur’an, menurut Muhammad Fuad Abdul Baqi terungkap
delapan kali dalam empat surat. Sunnatullah menurut Ahmad Kan’an adalah hukum-
hukum yang terdapat di dalam ciptaan-Nya. Begitu juga, Hamka memberikan suatu
ilustrasi bahwa sama keadaan sunnatullah itu dengan air hilir, pasti meneruti aturan
yang ditetapkan Allah, yaitu menurun kepada yang lebih rendah sampai kelaut. Hal
ini menunjukkan betapa pentingnya bagi manusia sebagai khalifatullah yang bertugas
memakmurkan bumi untuk memehami sunatullah(ketentuan dan ketetapan hukum
Allah) yang ada di alam semesta ini, baik benda mati, hewan, tumbuh-tumbuhan,
maupun manusia.
Sedangkan, Nurcholis Madjid berpendapat bahwa sunnatullah dalam Al-
Qur’an digunakan untuk ketentuan-ketentuan tentang kehidupan manusia secara sosial
dan historis, seperti suatu masyarakat yang mengabaikana keadilan dan hancur, tanpa
memperdulikan anggota masyarakat itu berkeagamaan atau tidak, praktek kebiasaan,
atau adat dari Allah Sang Maha Pencipta untuk kehidupan manusia ciptaan-Nya.
Dengan kata lain, sunnatullah adalah ketentuan-ketentuan atau hukum yang berlaku
untuk kehidupan manusia, yang tidak ada perubahan ataupun penyimpangan. Hal ini
sesuai dengan firman Allah sebagai berikut:
sebagai sunnah Allah yang berlaku atas orang-orang yang telah terdahulu
sebelum, dan kamu sekali-kali tiadakan mendapati perubahan pada sunnah
Allah.”(QS Al-Ahzab [33]:62)
“maka kamu sekali-kali tidak akan mendapati perubahan bagi sunnah Allah,
dan sekali-kali tidak pula kamu akan menemui penyimpangan bagi sunnah
Allah”.(QS Fathir [35]:43)
Sunnatullah diatur dan ditetapkan oleh Allah yang Maha Kuasa tanpa ada
penyimpangan di alam ini, sesuai dengan keseimbangan, kestabilan, dan keteraturan.
Ada malam dan ada siang ada bulan dan  ada matahari, ada bumi dan ada langit, ada
laki-laki dan ada perempuan, ada yang lahir dan ada yang mati, ada yang senang dan
ada yang sedih, ada yang kaya dan ada yang miskin, ada aman dan ada yang
ketakutan, ada yang makmur dan ada yang kelaparan, dan seterusnya. Semua itu
berlangsung sejalan dengan sunnatullah.
Kejadian di luar ketentuan sunnatullah merupakan
suatu mu’jizat dan hikmah yang dikehendaki Allah. Menurut Ahmad Kan’an bahwa
Allah mencipta dan pengatur sunnah itu, karena dia yang menentukan sebab dan
akibatnya serta dia pulalah yang menginginkan dan mengkhendaki terjadinya
perubahan pada kondisi tertentu, untuk menunjukkan kemutlakan kekuasaan-Nya dan
untuk menunjukkan bahwa dia sendirilah yang menciptakan dan menguasai sunnah
itu. Dengan kata lain, bahwa Allah-lah yang berkuasa secara mutlak dan tiada seorang
pun sanggup untuk merubah sunnah dan ketentuan Allah itu. Sifat sunnahtullah yang
pasti ini merupakan jaminan yang memberikan kemudahan bagi manusia di dalam
membuat rencana yang berdasarkan perhitungan.
B.   Takdir Allah
Takdir adalah ketentuan suatu peristiwa yang terjadi di alam raya ini yang
meliputi semua sisi kejadiannya baik itu mengenai kadar atau ukurannya, tempatnya
maupun waktunya. Dengan demikian segala sesuatu yang terjadi tentu ada takdirnya,
termasuk manusia. Umat Islam memahami takdir sebagai bagian dari tanda kekuasaan
Tuhan yang harus diimani sebagaimana dikenal dalam Rukun Iman. Penjelasan
tentang takdir hanya dapat dipelajari dari informasi Tuhan, yaitu informasi Allah
melalui Al Quran dan Al Hadits.
Takdir menurut Nurcholis Madjid adalah hukum ketentuan yang telah
ditetapkan Tuhan untuk mengatur pola perjalanan dan tingkah laku dalam ciptaan-
Nya, khususnya alam material. Sedangkan, Sayid Sabiq menyatakan bahwa takdir
adalah suatu peraturan yang tertentu yang telah dibuat oleh Allah untuk segala yang
ada dalam alam semesta yang mawujud ini. Peraturan itu merupakan Undang-undang
umum atau kepastian yang berlaku antara sebab dan musababnya, anata sebab dan
akibatnya. Dalam kaitan ini, Allah berfirman, 
“Allah mengetahui apa yang dikandung oleh setiap perempuan, dan
kandungan rahim yang kurang sempurna dan yang bertambah. Dan segala
sesuatu pada sisi-Nya ada ketentuan takdir.” (Q.S. Ar-Ra’d  [13] : 21) 
“dan tidak ada sesuatu pun melainkan pada sisi Kamilah Khazanah-nya,
dan kami tidak menurunkannya melainkan dengan takdir yang dipastikan
“. (Q.S. Al-Hijr [15] : 21) 
Takdir dalam ayat ini, maksudnya bahwa semua yang diciptakan Allah
menurut kehendak-Nya. Takdir baik dan buruk adalah ketentuan yang diciptakan
Allah untuk seluruh makhluk sesuai dengan ilmu-Nya dan hikmah kebijaksanaan-
Nya. Takdir menurut Muhammad bin Shaleh Al-Utsaimin, ada empat tingkat untuk
memahami takdir Allah, yaitu :
1.    Mengimani bahwa Allah Maha Tahu atas segala sesuatu,
mengetahui apa yang telah terjadi dan apa yang akan terjadi, dengan
ilmu-Nya yang Azali dan abadi. 
2.    Mengimani bahwa Allah telah mencatat di Lauh Mahfuzh apa
yang terjadi sampai hari kiamat.
3.    Mengimani bahwa Allah telah menghendaki segala apa yang ada
dilangit dan di bumi, tiada sesuatu pun yang terjadi tanpa kehendak-
Nya. Apa yang dikehendaki Allah itulah yang terjadi dan apa yang
tidak dikehendaki Allah tidak akan terjadi.
4.    Mengimani bahwa Allah adalah pencipta segala sesuatu.
Setiap muslim wajib mengimani takdir Allah sebagai rukun iman yang ke
enam. Berdasarkan uraian diatas, apa yang terjadi dialam semesta adalah sesuai
dengan ketentuan hukum Allah, sesuai dengan ciptaan-Nya, sesuai dengan ilmu dan
hikmah-Nya. Disamping itu, kita mengimani juga bahwa Allah memberikan kepada
makhluk-Nya kehendak dan kemampuan untuk berbuat, sesuai dengan kehendak dan
kemampuan-Nya. Allah memberikan kebebasan kepada manusia, untuk memilih
menjadi baik atau jahat, menjadi beriman atau kafir, mau masuk surga atau masuk
neraka, mau kaya atau mau menjadi miskin. Semua itu tergantung kepada manusianya
sendiri yang telah diberikan potensi akal oleh Allah untuk memperdayagunakannya. 
Apa yang diperbuat oleh manusia, akan dipertanggungjawabkan dihadapan
Allah, baik yang jahat maupun yang baik, yang beriman maupun yang tidak beriman.
Pada hakikatnya semua itu menuju takdir Allah sesuai dengan apa yang mereka
perbuat. Iman Abu Hanifah menyatakan bahwa kemaksiatan seluruhnya dengan ilmu
Allah, Qadha, takdir dan kehendak-Nya, tetapi bukan dengan mahabah-Nya, juga
bukan dengan ridha dan perintah-Nya. Begitu juga yang berbuat baik, seluruhnya
dengan ilmu Allah, qadha, takdir, masyiah, mahabah dan perintah-Nya. Allah tidak
akan mendhalimi hamba-Nya, kecuali hamba itu yang mendhalimi dirinya sendiri,
tidak taat dan tidak patuh terhadap apa yang diperintahkan Allah kepadanya. Maka,
mereka harus bertanggung jawab atas perbuatannya itu. Kalau beriman kepada Allah
akan dimasukkan ke Surga-Nya dan kalau kafir akan dimasukkan juga kedalam
neraka-Nya. Hal itu sesuai dengan takdir dan keadilan Allah.
Diatas dijelaskan bahwa sunnatullah adalah suatu hukum ketentuan yang
berlaku untuk alam kehidupan manusia, sedangkan takdir Allah suatu hukum
ketentuan yang pasti berlaku untuk lingkungan hidup alam kebendaan. Kebudayaan
ini, tidak berdiri sendiri melainkan ditetapkan dan dibuat sesuai dengan kehendak
Allah Yang Maha Pencipta. Semua itu, agar manusia mempelajari dan memahaminya
sebagai makhluk yang berfikir.
C.   Keadilan Ilahi
Keadilan ilahi merupakan salah satu dari permasalahan yang sangat urgen
dalam akidah dan teologi. Keadilan sebagaimana halnya dengan tauhid  merupakan
salah satu pembahasan sifat Allah. Akan tetapi, karena pentingnya menerima dan
meyakini sifat tersebut sehingga memiliki tempat khusus dalam pembahassan akidah
dan teologi Islam. Karena urgensinya, pembahasan tersebut ia menjadi salah satu dari
rukun-rukun iman (ushuluddin) yang lima atau rukun-rukun keimanan mazhab
(ushulul mazhab) disamping rukun-rukun yang lain seperti tauhid, kenabian,
keimamahan, eskatologi  (ma’ad, hari akhirat), dan tidak disanksikan lagi bahwa
posisi yang penting ini disebabkan oleh beberapa faktor.
Teolog Imamiah dan teolog Muktazilah mengikuti jejak para Imam Suci
tersebut dalam pandangan tentang keadilan Ilahi dan pada akhirnya terkenal sebagai
kelompok ‘Adliyyah yang berseberangan dengan kelompok Asy’ariyyah yang
menolak pandangan terhadap keadilah Ilahi, Asy’ariyyah mengingkari defenisi
keadilan yang dipahami secara umum. Dalam pandangan mereka, Tuhan bisa saja
memasukkan seluruh Mukmin ke dalam neraka dan memasukkan seluruh kafir ke
dalam syurga, karena segala perbuatan Tuhan itu adalah keadilan itu sendiri.
Bagaimana pun, dalam masalah ini, sebagaimana halnya pembahasan qadha
dan qadar, keterpaksaan dan kehendak bebas, para pemimpim zalim ketika mereka
merebut khilafah dengan cara yang tidak sah dan lalu menyandarkan khilafahnya
kepada Rasulullah Saw, dan untuk menjaga kepentingan mereka yang tidak sesuai
dengan syariat mereka kemudian menolak pandangan keadilan Ilahi untuk
membenarkan seluruh perbuatan ketidakadilan dan kedzaliman mereka, oleh karena
itu, dalam catatan sejarah pembahasan keadilan Ilahi merupakan faktor yang sangat
penting dan mempunyai posisi yang lebih strategis dibanding dengan sifat-sifat Tuhan
yang lain.

Allah tidak akan mendholimi kepada hamba-Nya yang berbuat baik ataupun
yang berbuat jahat, sesuai dengan apa yang dikerjakannya. Kalau mereka berbuat baik
maka surga tempatnya dan kalau mereka berbuat jahat maka tempatnya adalah neraka.
Beraarti Allah adil menepatkan mereka, karena adil menurut Al-Qadhi Abdul Jabar
adalah hak-hak seseorang sesuai dengan kewajiban yamg dilaksanakannya. Begitu
juga, Abdul Hasan Al-Asy’ary menyatakan bahwa semua perbuatan Allah adalah adil,
ia adil dalam menjadikan orang beriman maupun orang kafir, dan ia adil juga
menyiksa mereka di akhir.
Keadilan Allah tidak akan meruugikan sedikitpun kepada hamba-Nya dan
tidak menanganinya. Karena Allah mencatat semua perbuatan hamba-Nya baik yang
beriman maupun yang kafir. Oleh juga adil memberikan pahala atau siksa kepada
hamba-Nya, dalam hal ini Allah berfirman,
“kami akan memasang timbangan yang adil padaa hari kiamat, maka
tiadalah dirugikan seseorang barang sedikitpun. Dan jika pahala itu hanya
seberat biji sawi pun pasti akan mendapatkan pahalanya. Dan cukuplah
kami sebagai pembuat perhitungannya”. (QS Al-Anbiya [21]:47)
“pada hari ini seseorang tidak akan didzalimi sedikitpun dan kami tidak
akan diberi balasan kecuali sesuai dengan apa yang dikerjakan”.(QS Yasin
[36]:54)
Di hari kiamat nanti, Allah akan memutuskan hukuman kepadaa makhluknya
dengan adil. Keadilan Allah karena tidak merugikan dan tidak mengurangi sedikitpun
atsa amal perbuatannya. Keadilan Allah menurut Al-Qadhi Abdul Jabar adalah: 
1.    Allah tidak mendzalimi seseorang sedikitpun, justru itu Allah
Maha Suci dari berbuat dzalim.
2.    Allah tidak akan menahan hak-hak seseorang walaupun dalam
ukuran yang sangat sedikit, bagi yang memiliki sifat seperti ini
tentunya tidak mungkin mendzalimi berasal dari dirinya.
3.    Allah menggunakan neraca dengan adil dan perhitungan yang
cermat, andai kata ia berbuat dzalim maka pernyataan  tersebut tidak
berarti sama sekali.
Keadilan Allah tidak akan mendzalimi manusia dan ia pun tidak mengingkari
janji-Nya. Kalau Allah mendzalimi dan mengingkari janji maka Allah tidak adil,
tetapi mustahil Allah tidak adil karena ia memiliki keadilan yang bersifat Rahman dan
Rahim. Dalam kaitan ini, Hamka menyatakan bahwa keadilan Allah mengandung
sifat Rahman dan Rahim, termasuk melipatgandakan balasan kebaikan dengan
sepuluh ganda kebaikan; sedangkan jika manusia berbuat jahat akan dibalas dengan
nilai satu bagi balasan kejahatan.
Oleh karena itu, memandang keadilan Allah tidak bisa dari satu sisi, karena
keadilan Allah bisa juga dilihat dari kekuasaan Allah yang mutlak. Bisa dari
penciptaan manusia yang diberikan kebebasan untuk memilih dan bisa juga dilihat
dari janji dan ancaman Allah. Semua itu, menunjukkan atas keadilan Allah dan Allah
juga telah menentukan sunnah dan takdir-Nya.
Demikianlah, islam adalah agama tauhid yang meng-Esakan Allah, karena
Allah yang Maha Kuasa atas segala sesuatu. Allah juga yang telah menentukan takdir
dan sunnatullah. Takdir dan sunnatullah merupakan suatu ketetapan hukum Allah
yang ditunjukkan kepada semua makhluknya. Sunnatullah adalah fenomena yang
terjadi di alam kehidupan manusia seperti kematian adalah kepastian dari Allah,
karena setiap yang berjiwa pasti mati. Kepastian yang disebut dengan takdir Allah.
Manusia tidak dapat menghindar dari takdir Allah, sebab Allah telah
menentukan kepadanya aturan dan perintah serta larangan-Nya. Jika manusia
melanggar aturan dan perintah Allah maka akan menerima siksa, dan sebaliknya jika
manusia mengikuti aturan Allah dengan benar maka akan menerima pahala. Hal ini
sesuai dengan keadilan Allah.
“bukankah Allah sebagai hakim yang adil”. (QS At-Tin [95]:8)
Menurut Anwar Harjono, masalah-masalah hukum, kekuasaan dan keaadilan
adalah masalah abadi, mengenai itu Al-Qur’an memberikan petunjuk adanya tiga
macam hukum, yakni:
1.    Hukum yang mengatur alam semesta seluruhnya yang
sepenuhnya berada dalam kekuasaan Tuhan.
2.    Hukum yang dibuat manusia dan berlaku untuk (mengatur)
masyarakat manusia sendiri.
3.    Hukum yang tidak pada hakikatnya berpengaruh dan bahkan
pada hakikatnya berlaku untuk (mengatur) masyarakat manusia,
dengan atau tanpa persetujuan manusia yang disebut sunnatullah.

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Berdasarkan dari pembahasan diatas dapat disimpulkan bahwa :

1. Sunattulah dapat diterapkan di kehidupan sehari sehari dengan cara


bersosialisasi, saling menghargai dan tentunya melakukan ketentuan
ketentuan hukum yang berlaku.
2. Makna takdir dalam kehidupan yaitu hukum ketentuan yang telah
ditetapkan oleh Allah SWT dan setiap muslim wajib mengimani takdir
Allah sebagai rukun iman yang ke- 6.
3. Keadilan Illahi mempunyai 3 macam hukum yaitu
- Hukum yang mengatur alam semesta seluruhnya yang sepenuhnya
berada dalam kekuasaan Tuhan.
- Hukum yang dibuat manusia dan berlaku untuk (mengatur) masyarakat
manusia sendiri.
- Hukum yang tidak pada hakikatnya berpengaruh dan bahkan pada
hakikatnya berlaku untuk (mengatur) masyarakat manusia, dengan atau
tanpa persetujuan manusia yang disebut sunnatullah.
DAFTAR PUSTAKA

Tim dosen MKU PAI Untirta, 2021. Islam Progresif. Serang

Evinurfalah.blogspot.com/2015/12/sunnatullah-takdir-dan-keadilan-ilahi

Kajian Prof. Dr. Ali Nurdin draft.samudera.com takdir sunnatullah dan nasib
Articles/taqdir.pdf

Anda mungkin juga menyukai