Anda di halaman 1dari 11

HUKUM DAN KUASAAN ALLAH

( MANUSIA, ALLAH DAN HUKUM ISLAM )

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi tugas kelompok dalam mata kuliah filsafat hokum islam

DOSEN PENGAMPU : FAISAL NASRULLAH, SH

Disusun oleh :

 SYAHRONI RIFKI NURHADI : HES2131572223017


 AKHYAR MUSTOFA : HES2131572223002

PROGRAM STUDI HUKUM EKONOMI SYARIAH )

SEKOLAH TINGGI AGAMA ISLAM AL-MAS’UDIYAH SUKABUMI

TP. 2023

Jl. Raya Sagaranten Km. 26 Buniayu, Desa Kertaangsana, Kec. Nyalindung,

Kab. Sukabumi, Jawa Barat 43196


KATA PENGANTAR

Bismillahirrohmanirrahim

Assalamu’alaikum Warahmatullah Wabarakatuh

Puji dan syukur marilah kita panjatkan kepada Allah SWT. Sholawat dan salam
semoga tercurah limpahkan kepada junjungan alam Nabi Muhammad SAW. dengan segala
karunia dan nikmat yang telah Allah SWT. berikan kami dapat menyelesaikan makalah ini
dengan baik. Dengan kerja keras dan penuh rasa syukur kami telah menyelesaikan tugas
untuk memenuhi mata kuliah Filsafat Hukum Islam dalam tema/judul Hukum dan
Kekuasaan Allah.

Kami ucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada Bapak Faisal Nasrullah,
S.HI. sebagai Dosen dari mata kuliah Filsafat Hukum Islam yang telah membimbing kami
sehingga makalah ini telah selesai, juga tidak kami lupakan kepada pihak-pihak yang terlibat
dalam pembuatan makalah ini sehingga dapat menyelesaikannya dengan baik.

Kami sadari bahwa dalam pembuatan tugas makalah ini masih banyak kekurangan
dan sangat jauh dari kata sempurna, segala kesalahan yang kami buat akan kami jadikan
pembelajaran untuk lebih baik dimasa yang akan datang. Semoga makalah ini dapat berguna
dan dapat diterima dengan baik, khususnya bagi kami umumnya bagi kita semua.

Sukabumi, 20 September 2023

Tertanda

Penulis
DAFTAR ISI

Kata Pengantar....................................................................................................................

Daftar Isi..............................................................................................................................

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang..............................................................................................................

1.2 Rumusan Masalah.........................................................................................................

1.3 Tujuan...........................................................................................................................

BAB II. PEMBAHASAN

2.1 Hukum dan Kekuasaan Menurut Perspektif Islam........................................................

2.2 Manusia Menurut Hukum Islam...................................................................................

2.3 Manusia dan Hukum Islam............................................................................................

BAB III. PENUTUP

3.1 Kesimpulan...................................................................................................................

3.2 Saran..............................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................................
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Tuhan, manusia, dan alam merupakan pembahasan filsafat klasik yang tidak
pernah ada habisnya. Negeri-negeri seperti Mesir, India, Cina, Jepang, Iran,
Babilonia, Yunani, dianggap sebagai rujukan dalam mempelajari konsep tersebut.
Para filosof kuno sampai filosof modern sudah banyak yang mengupas tentang hal ini.
Manusia merupakan bagian dari alam semesta (kosmos) yang telah diciptakan oleh
Allah SWT., dan sebagai abdiNya.

Manusia diberikan kuasa oleh Tuhan untuk memanfaatkan, mengolah, dan


menjaga potensi alam semesta yang telah diciptakan-Nya (khalifatullah). Dengan
alam pula manusia berproses dan memperoleh pengetahuan dari Tuhan. Oleh karena
itu membahas hubungan antara manusia, alam, dan Allah SWT sebagai pencipta tidak
dapat dipisahkan.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana hukum islam dan kekuasaan Allah ?
2. Bagaimana hubungan hukum islam dengan manusia dan Allah?
C. Tujuan
1. Memahami hukum islam dan kekuasaan Allah
2. Memahami hubungan hukum islam dengan manusia dan Allah
BAB II

PEMBAHASAN

A. HUKUM DAN KEKUASAAN DALAM PERSPEKTIF ISLAM

Orang Islam itu mempunyai falsafah hidup, mempunyai satu ideologi


sebagaimana juga orang Kristen mempunyai falsafah hidup dan ideologi, seperti juga
seorang fasis atau komunis mempunyai falsafah hidup dan ideologinya sendiri-sendiri
pula. Seorang Islam hidup di atas dunia ini adalah dengan cita-cita hendak menjadi
seorang hamba Allah dengan arti yang sepenuhnya, mencari kejayaan di dunia dan
kemenangan di akherat. Dunia dan akherat ini sekali-kali tidak mungkin dipisahkan
oleh seorang muslim dari ideologinya.

Islam mengajarkan kepada pemeluk-pemeluknya untuk memutuskan sesuatu


persoalan dengan rasa keadilan apapun juga yang menjadi akibatnya. Dalam hal hukum,
semua orang adalah sama dan tidak diperkenankan mengadakan perbedaan dalam
melaksanakan keadilan. Rule of law adalah yang paling tinggi dan pelaksanaan keadilan
adalah di atas segala-galanya.1

Untuk mencapai tingkatan yang mulia itu, Tuhan memberi kita bermacam-
macam aturan. Aturan atau cara kita harus berlaku berhubung dengan Tuhan yang
menjadikan kita dan cara kita harus berlaku berhubung dengan sesama manusia. Di
antara aturan-aturan yang berhubungan dengan muamalah sesama makhluk itu, ada
diberikan garis-garis besarnya berupa kaedah yang berkenaan dengan hak dan
kewajiban seseorang terhadap masyarakat dan hak serta kewajiban masyarakat terhadap
diri seseorang. Yang akhir ini tidak lebih tidak kurang ialah yang dinamakan dengan
urusan kenegaraan itu.2 Manusia memiliki kecenderungan mencintai dunia dan harta
benda, termasuk kekuasaan. Kecintaaan manusia pada kekuasaan membuat kekuasaan
selalu ingin dipertahankan, dengan jalan apapun dan berapun harganya.

Keserakahan terhadap benda sebesar apapun masih tergolong kesalahan ringan,


karena Tuhan Maha Kaya, Maha Bijak dan Maha Pengatur. Seberapapun besarnya harta
benda yang dikuasai seorang manusia, Tuhan masih berkenan memberi ganti yang

2
diperlukan umat-Nya. Dalam Islam pemerintahan ada di tangan ummat, bentuknya
adalah musyawarah, kepala pemerintahan adalah imam (khalifah) yang melaksanakan
undang-undang, ummat punya hak memilih (mengangkat) dan memecat kepala
pemerintahan itu. Allah berfirman mengenai sifat-sifat orang yang beriman: “… Sedang
urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarah antara mereka…“ (QS. al-Shu’ara
(42): 38).

Rasulullah saw senantiasa bermusyawarah dengan para sahabatnya dalam


menghadapi masalah-masalah yang menyangkut kepentingan umum, baik yang
berhubungan dengan politik, peperangan maupun keuangan. Yang namanya
kepentingan umum adalah suatu kemaslahatan yang bisa berbeda lantaran waktu,
kondisi dan situasi dan karena pertimbangan itulah suatu ketika musyawarah tidak
dilakukan. Kalau keputusan mengenai kepentingan umum itu diikat dengan suatu
peraturan, tentu ia merupakan ta’abbudi, bersifat ibadah.

Semua aturan-aturan itu dalam garis besarnya sudah terhimpun dalam al-Qur’an
dan Sunnah Nabi Muhammad saw. Tetapi, al-Qur’an dan Sunnah Nabi itu tidak
bertangan dan tidak berkaki sendiri untuk menjaga supaya peraturan-peraturannya itu
dijalankan oleh manusia. Untuk menjaga supaya aturan-aturan dan patokanpatokan itu
dapat berlaku dan berjalan sebagaimana mestinya, perlu dan tidak boleh tidak harus ada
suatu kekuatan dalam pergaulan hidup berupa kekuasaan dalam negara, sebagaimana
telah diperingatkan oleh Rasulullah SAW.

B. MANUSIA MENURUT HUKUM ISLAM

Manusia adalah makhluk paling sempurna yang pernah diciptakan oleh Allah
swt. Kesempurnaan yang dimiliki manusia merupakan suatu konsekuensi fungsi dan
tugas mereka sebagai khalifah di muka dumi ini. Al-Quran menerangkan bahwa
manusia berasal dari tanah.

‫َولَقَ ْد َخلَ ْقنَا ااْل ِ ن َْسانَ ِم ْن س ُٰللَ ٍة ِم ْن ِطي ٍْن‬


Dan sungguh, Kami telah menciptakan manusia dari saripati (berasal) dari tanah.
Membicarakan tentang manusia dalam pandangan ilmu pengetahuan sangat
bergantung metodologi yang digunakan dan terhadap filosofis yang mendasari.
Penganut teori psikoanalisis menyebut manusia sebagai homo volens (makhluk
berkeinginan). Menurut aliran ini, manusia adalah makhluk yang memiliki perilaku
interaksi antara komponen biologis (id), psikologis (ego), dan sosial (superego). Di
dalam diri manusia tedapat unsur animal (hewani), rasional (akali), dan moral
(nilai).

Sementara penganut teori behaviorisme menyebut manusia sebagai homo


mehanibcus (manusia mesin). Behavior lahir sebagai reaksi terhadap
introspeksionisme (aliran yang menganalisa jiwa manusia berdasarkan laporan
subjektif dan (psikoanalisis) aliran yang berbicara tentang alam bawa sadar yang
tidak nampak). Behavior yang menganalisis prilaku yang nampak saja. Menurut
aliran ini segala tingkah laku manusia terbentuk sebagai hasil proses pembelajaran
terhadap lingkungannya, tidak disebabkan aspek.

Penganut teori kognitif menyebut manusia sebagai homo sapiens (manusia


berpikir). Menurut aliran ini manusia tidak di pandang lagi sebagai makhluk yang
bereaksi secara pasif pada lingkungannya, makhluk yang selalu berfikir. Penganut
teori kognitif mengecam pendapat yang cenderung menganggap pikiran itu tidak
nyata karena tampak tidak memengaruhi peristiwa. Padahal berpikir, memutuskan,
menyatakan, memahami, dan sebagainya adalah fakta kehidupan manusia.
Sementara di dalam Al-Qur’an terdapat 4 kata atau istilah yang digunakan
untuk menunjukkan manusia. Pertama, kata ins yang kemudian membentuk kata
insan dan unas. Kata “insan” diambil dari kata “uns” yang mempunyai arti jinak,
tidak liar, senang hati, tampak atau terlihat. Kata insan disebutkan dalam al-Qur’an

sebanyak 65 kali, diantaranya (al-alaq/96: 5)

َْ ‫عَل َم ااْل ِ ن‬
ْ‫سا نَ َما لَ ْم يَ ْعلَم‬

Dia mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.


Dalam Islam beberapa peranan yang merupakan hakikat diciptakannnya
manusia. Berikut ini adalah beberapa dimensi hakikat penciptaan manusia
berdasarkan pandangan Islam.

1. Sebagai Hamba Allah


Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT.
Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan
cara menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai
seorang hamba, seorang manusia juga wajib menjalankan ibadah seperti shalat
wajib, puasa ramadhan, zakat, haji dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh
keikhlasan dan segenap hati

2. Sebagai Al-Nas
Dalam Al-Qur’an manusia juga disebut dengan al-nas. Kata al-nas dalam
AlQur’an mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia
lain atau dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu
pengetahuan, adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan
manusia lainnya.

3. Sebagai Khalifah Allah


Dalam konsep Islam, manusia adalah khalifah yakni sebagai wakil,
pengganti atau duta tuhan di muka bumi. Dengan kedudukannya sebagai khalifah
Allah swt dimuka bumi, manusia akan dimintai tanggungjawab dihadapannya.
Tentang bagaimana ia melaksanakan tugas suci kekhalifahannya. Oleh sebab itu
dalam melaksanakan tanggungjawab itu manusia dilengkapi dengan berbagai
potensi seperti akal pikiran yang memberikan kemampuan bagi manusia berbuat
demikian.3
C. MANUSIA DAN HUKUM ISLAM

Manusia sebagaimana telah dijelaskan di atas, dilahirkan dengan seperangkat


potensi untuk beriman kepada Allah, menginduksi obyek-obyek yang menyenangkan
dan mempertahankan diri dari berbagai hal-hal yang dapat membahayakan. Manusia,
dengan daya akalnya, mampu mengetahui keberadaan Allah. Bahkan menurut teologi
Mu’tazilah, manusia dengan akalnya mampu mengetahui kewajiban-kewajibannya
terhadap Tuhan. Namun akal tidak sanggup mengetahui cara-cara berterima kasih
kepada Allah. Berterima kasih kepada Allah adalah adalah hakikat ibadah dan
penyerahan diri dan mendekatkan diri (taqarrub) kepada Allah.

Ibadah kepada Allah adalah jalan untuk memperoleh pengetahuan yang benar
dari Yang Maha Benar, untuk bertindak yang benar dan bijaksana sesuai dengan
kehendak-Nya. Karena manusia beribadah dan mendapat percikan cahaya di dalam
kalbunya, yakni cahaya Allah, maka manusia memperoleh pengetahuan yang benar.

3
Cara memperolah pengetahuan serupa itu disebut al-mukâsyafah atau al-kasyf,
yakni pengetahuan intuitif yang mempunyai tingkat kebenaran tertinggi yang mungkin
diperoleh manusia. Wahyu turun untuk membantu manusia menunjukkan cara-cara
berterima kasih tersebut. Itulah sebabnya manusia harus taat kepada petunjuk wahyu.
Manusia harus mengikuti petunjuk wahyu, baik dalam pengertian al-Quran yang
merupakan kalam Ilahi maupun dalam pengertian sunnah Rasul. Oleh karena itu,
manusia harus menyatakan kalimah syahadat sebagai suatu kewajiban yang sesuai
dengan fitrah dan sifat alamiah manusia itu sendiri. Wahyu menjamin manusia
mencapai kebahagiaan selama ia mengikuti petunjukpetunjuknya.

Hukum Islam yang bersumber kepada wahyu itupun mengatur bagaimana


manusia harus bertindak agar selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat. Perbuatan
dan tindakan manusia dilihat dari segi adanya perintah atau larangan melakukannya ada
lima yang kemudian dikenal di kalangan pakar hukum Islam dengan sebutan al-Ahkâm
al-Khamsah (lima hukum), yaitu, hukum wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah.
Uraian-uraian di atas kiranya telah menjelaskan bahwa hukum Islam berdasarkan atas
fitrah dan sesuai dengan potensi insani dan sumber-sumber kebenaran tertinggi dari
Yang Maha Esa dan Maha Benar. Pengalaman manusia dalam kehidupannya yang
selalu ada di bawah cahaya kedua sumber kebenaran itu akan menghasilkan kebijakan
yang tertinggi yang disebut al-Hikmah al-Ilâhiyyah.
BAB III

PENUTUP

 Kesimpulan

Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT.
Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara
menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Ibadah kepada Allah
adalah jalan untuk memperoleh pengetahuan yang benar dari Yang Maha Benar, untuk
bertindak yang benar dan bijaksana sesuai dengan kehendak-Nya. Karena manusia
beribadah dan mendapat percikan cahaya di dalam kalbunya, yakni cahaya Allah, maka
manusia memperoleh pengetahuan yang benar.

Manusia harus mengikuti petunjuk wahyu, baik dalam pengertian al-Quran yang
merupakan kalam Ilahi maupun dalam pengertian sunnah Rasul. Oleh karena itu,
manusia harus menyatakan kalimah syahadat sebagai suatu kewajiban yang sesuai
dengan fitrah dan sifat alamiah manusia itu sendiri. Wahyu menjamin manusia
mencapai kebahagiaan selama ia mengikuti petunjukpetunjuknya.

Hukum Islam yang bersumber kepada wahyu itupun mengatur bagaimana


manusia harus bertindak agar selamat dan bahagia di dunia dan di akhirat. Perbuatan
dan tindakan manusia dilihat dari segi adanya perintah atau larangan melakukannya ada
lima yang kemudian dikenal di kalangan pakar hukum Islam dengan sebutan al-Ahkâm
al-Khamsah (lima hukum), yaitu, hukum wajib, haram, sunnah, makruh, dan mubah.

 Saran

Pada dasarnya segala sesuatu yang telah kami lakukan pasti menginginkan hasil
yang sempurna, namun kami hanya manusia biasa yang tentunya tidak akan luput dari
segala kesalahan. Kami menyadari banyak sekali kekurangan dalam membuat makalah
ini maka dari itu kami memohon dengan sangat kritik dan saran yang dapat membantu
Kami untuk lebih baik dalam pembuatan makalah ini.
DAFTAR PUSTAKA

M. Daud Ali, M. Thahir Azhary dan Habibah Daud, Islam untuk Disiplin Ilmu Hukum
Sosial dan Politik, Jakarta, Bulan Bintang, 1988.

Abu Rayyan, Muhammad Ali. Tarikh al-Fikr al-Falsafi fil Islam. Iskandariyah, Dar
alJami’at al-Mishriyah, 1984.

Al-Ahwani, Ahmad Fuad. Filsafat Islam. Jakarta: Pustaka Firdaus,1988.

Izz al-Din ibn ‘Abd al-salam, Qawa’id Al-ahkam, 1980

Djamil, Dr. H. Fathurrahmah, MA., Filsafat Hukum Islam, Jakarta, 1997

Anda mungkin juga menyukai