Anda di halaman 1dari 13

PENGERTIAN QADHA’ DAN QADAR

DASAR KEIMANAN KEPADA QADHA’ DAN QADAR

Untuk memenuhi tugas mata kuliah …..

Dosen Pengampu : M. Rifqi Junaidi, M. Pd. I.

Oleh :
Rahmatullah (NPM. 21901073117)
Radenhaz Moh.Aslam . I. (NPM. 21901073104)
Risky Novia Rahmadhany (NPM. 21901073094)

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA INGGRIS


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS ISLAM MALANG
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Iman adalah aspek agama Islam yang paling mendasar, dan bisa disebut pondasi
dari setiap agama. Jika sistem Iman rusak, maka runtuhlah bangunan agama
secara keseluruhan. Dalam agama Islam sendiri Iman ini terbagi menjadi enam,
yaitu:
1.) Iman kepada Allah, 2.) Iman kepada Rasulullah SAW, 3.) Iman kepada
malaikat Allah, 4.) Iman kepada kitab-kitab Allah, 5.) Iman kepada hari akhir, dan
6.) Iman kepada qadha & qadar.
Dalam penjelasannya mengenai rukun iman sebagai pokok-pokok ajaran dalam
Islam, Rasullah SAW bersabda:

‫االيمان ان تؤمن باهللا وملئكته وكتوبه ورسله واليوم االخر والقدر خيره‬

) ‫وشره (رواه مسلم‬

Artinya: “Iman, ialah engkau percaya kepada Allah, malaikat-Nya,


dan kitab-Nya, dan Hari Akhir, dan kamu percaya pada qadar Tuhan yang baik
maupun yang buruk .” (HR. Muslim).

Qadha dan qadar merupakan rukun Iman yang ke enam. Kita sebagai umat
muslim wajib meyakininya, artinya setiap manusia (muslim dan muslimah) wajib
meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa segala perbuatan makhluk, telah
ditetapkan oleh Allah SWT dan tidak ada campur tangan dari siapapun. Orang
yang benar-benar beriman adanya qadha dan qadar akan senantiasa menjaga agar
perilakunya baik dan berusaha menjauhi hal-hal yang buruk. Begitu juga
sebaliknya. Dan dalam makalah ini akan diuraikan mengenai persoalan qadha dan
qadar. Dari pembahasan makalah ini dapat diharapkan kita semua mendapatkan
pemahaman yang bisa meningkatkan keimanan kita terhadap rukun Iman yang
telah di tetapkan-Nya khususnya Iman kepada qadha dan qadar.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apakah pengertian dari qadha’ dan qadhar ?
2. Peringatan tentang qadha’ dan qadhar
3. Apa dasar keimanan qadha’ dan qadhar ?
4. Tanda-tanda orang beriman pada qadha’dan qadhar
5. Bagaiamana pandangan beberapa aliran teologi qadha’ dan qadhar ?
6. Apa pengertian aliran-aliran tersebut ?
BAB II
PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
Pengertian qadha’ dan qadar
Qadha’ adalah keputusan perbuatan (pelaksanaan), sedang qadar dalam bahasa Arab
berarti batasan; berarti menggolongkan ataupun menyusun segala sesuatu dengan
bentuk tertentu1.
Beberapa ulama menyebut qadla dan qadar dengan takdir. Definisi qadar adalah
sesuatu ketetapan yang ditentukan oleh Allah yang tidak dapat diubah-ubah. Qadar
berarti Tuhan telah menyusun segalanya dan memberi perintah kepada segalanya
dengan pertimbangan/hukum-hukum alami dan nilai tertentu. Tuhan mempunyai
suatu buku yang menunjukan kemurahan hati dan keadilanya; Ia tidak pernah
membebani orang-orang untuk melakukan apapun melebihi kemampuan mereka2.

Jadi keimanan terhadap qadla dan qadar berarti mempercayai/ meyakini bahwa segala
sesuatu itu ditentukan dan atau ditetapkan oleh Allah SWT yang tidak bisa diubah-
ubah, dengan tidak menghilangkan kewajiban berikhtiar sekuat tenaga, tetapi
menyerahkan hasil dari ikhtiar tersebut hanya kepada qadla dan qadar (takdir) Allah
SWT.
Keimanan terhadap qadla dan qadar dalam penelitian ini adalah
menyakini dengan sepenuh hati akan ketentuan yang dibuat oleh Allah
SWT, yaitu segala sesuatu yang terjadi di alam raya ini, baik dari sisi
kejadiannya, kadar atau ukuran tertentu mencangkup semua hukum-
hukum kemasyarakatan dan hukum-hukum alam. Sebab tidak ada
sesuatupun yang terjadi tanpa takdir, termasuk manusia.
Peringatan tentang qadha’ dan qadar
Masalah takdir ini merupakan masalah yang cukup rumit, apabila kita salah
pemahaman maka kita akan terjerumus kedalam kesalahan Akidah yang dalam. Pada
umumnya, masalah takdir ini terdapat kekeliruan pemahaman bahwa sengsara,
bahagia, buruk, baik, hidup dan mati, semua berasal dari Allah SWT sehingga
manusia hanya bertindak seperti robot atau wayang yang bertindak sesuai dengan
takdir Allah yang harus diterima dengan ikhlas. Maka dari itu kita perlu untuk
dilandasi dengan ilmu dan iman. Apabila masalah takdir hanya ditinjau dari satu sisi
maka akan menimbulkan masalah dimana letak keadilan Allah. Masalah ini yang
menjadi polemik kaum mutakallimin yaitu kaum jabariyah, murji’ah, asy’ariyah, dan
mu’tazilah. Begitu sulit membahas masalah keadilan jika berdasarkan sudut pandang
manusia karena manusia lebih bersifat subjektif dalam pemikirannya. Maka dari itu,
sudah sunnatullah jika setiap kejadian yang terjadi mengandung hikmah serta tujuan,
dan pasti ada sebab dan akibat yang ditimbulkannya.

1.
Ibn Hazm, Al- Fishal fi al-Milal wa al Ahwa wa an-Nihal. Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt), hlm. 52 2. Muhammad Abu Laylah, In Pursuit of Virtue the Moral Theology and Psycology of Ibn
Hazm al-Andalusi, (384-456 H / 994-1064 M), (Ta-Ha Publishers Ltd., 1998), hlm. 99
Misalnya, seseorang yang ingin kaya maka harus bekerja, jika ingin pintar maka harus
belajar, dan sebagainya. Mustahil jika seseorang bisa pintar tanpa belajar dan mustahil
jika cita-cita akan tercapai jika orang yang bersangkutan hanya duduk melamun diatas
kursi saja. Setelah seseorang itu berikhtiar hendaklah mereka tawakkal yaitu berserah
diri kepada Allah atas seluruh usaha yang dilakukan secara maksimal tersebut.
Maksudnya, menyerahkan seluruh yang terjadi pada diri kita kepada Allah dengan
tetap berusaha semaksimal mungkin3.
Dasar keimanan kepada qada dan qadar
Apa pun yang terjadi di dunia dan yang menimpa diri manusia pasti telah digariskan
oleh Allah Yang Mahakuasa dan Yang Mahabijaksana. Semua telah tercatat secara
rapi dalam sebuah Kitab pada zaman azali. Kematian, kelahiran, rizki, nasib, jodoh,
bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-ketentuan ilahiah yang tidak
pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya pengetahuan manusia tentang
ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka ia memiliki peluang atau kesempatan untuk
berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih, berusaha keras untuk mencapai
yang dicita-citakan tanpa berpangku tangan menunggu takdir, dan berupaya
memperbaiki citra diri. dakwatuna.com
Iman Kepada Qadha dan Qadar Tim dakwatuna dalam rubrik AqidahPada 09/02/08 |
23:19 dakwatuna.com – Apa pun yang terjadi di dunia dan yang menimpa diri
manusia pasti telah digariskan oleh Allah Yang Mahakuasa dan Yang Mahabijaksana.
Semua telah tercatat secara rapi dalam sebuah Kitab pada zaman azali. Kematian,
kelahiran, rizki, nasib, jodoh, bahagia, dan celaka telah ditetapkan sesuai ketentuan-
ketentuan ilahiah yang tidak pernah diketahui oleh manusia. Dengan tidak adanya
pengetahuan manusia tentang ketetapan dan ketentuan Allah ini, maka ia memiliki
peluang atau kesempatan untuk berlomba-lomba menjadi hamba yang saleh-muslih,
berusaha keras untuk mencapai yang dicita-citakan tanpa berpangku tangan
menunggu takdir, dan berupaya memperbaiki citra diri.
Dengan bekal keyakinan terhadap takdir yang telah ditentukan oleh Allah swt.,
seorang mukmin tidak pernah mengenal kata frustrasi dalam kehidupannya, dan tidak
berbangga diri dengan apa-apa yang telah diberikan Allah swt. Ia akan berubah
menjadi batu karang yang tegar menghadapi segala gelombang kehidupan dan
senantiasa sabar dalam menyongsong badai ujian yang silih berganti. Ia juga selalu
bersyukur apabila kenikmatan demi kenikmatan berada dalam genggamannya.
Tanda tanda orang yang beriman kepada qada dan qadar
1. Yakin pada Sunatullah
Orang yang beriman pada qada dan qadar akan memahami bahwa segala sesuatu
tercipta dan terjadi dengan ketentuan Allah SWT. Alam semesta berikut isinya
tercipta dengan ilmu Allah SWT. Dengan ilmu-Nya, Allah mengatur tata kerja,
ukuran, serta sifat segala sesuatu. Dengan kekuasaan dan kehendak Allah SWT. alam
semesta ini terbentuk dalam keteraturan yang pasti.

3.
Rosihon Anwar, Aqidah Akhlak,..., h. 198–199.
Keteraturan yang ada di alam semesta dipelajari oleh manusia dan ditemukan sebagai
berbagai hukum alam. Hukum-hukum itu kita pelajari dalam berbagai disiplin ilmu
pengetahuan seperti biologi, fisika, dan ilmu astronomi. Saat mempelajari ilmu-ilmu
tersebut, kita sering merasa bahwa kita sedang belajar ilmu alam semata. Padahal,
sebenarnya kita sedang mengamati hukum-hukum Allah SWT atau sunatullah
2. Senantiasa Berikhtiar yang Terbaik
Orang yang beriman mengerti bahwa Allah SWT menggelar kehidupan di alam
semesta ini bukan tanpa tujuan dan hukum yang pasti. Keyakinan tentang sunatullah
menyebabkan orang yang beriman memberikan usaha terbaiknya untuk mencapai
sesuatu yang diinginkannya. Usaha tersebut senantiasa dilakukannya dalam kerangka
keimanan kepada takdir Allah dan optimis akan bantuan dan pertolongan-Nya. Salah
satu pesan Allah SWT. yang menjadi pegangan orang yang beriman adalah Surah ar-
Ra’d ayat 11 yang menyatakan bahwa Allah SWT tidak akan mengubah keadaan
suatu kaum hingga kaum itu sendiri yang berusaha mengubah keadaan mereka.
3. Menyempurnakan Ikhtiar dengan Tawakal
Tawakal artinya menyerahkan segala keputusan atas apa pun yang akan terjadi kepada
Allah semata. Seorang yang beriman kepada takdir akan memahami kekuasaan Allah
SWT atas segala peristiwa yang terjadi di dunia ini. Oleh karena itu, sikap tawakal
merupakan sikap yang melekat pada orang yang beriman kepada takdir-Nya.
Bertawakal bukan berarti menyerah tanpa berusaha dan melakukan evaluasi atas
usaha yang telah dilakukan melainkan sebagai bentuk keyakinan terhadap Allah SWT
yang mengetahui hal terbaik baginya dan masa depannya. Kegagalan tidak akan
dipandang sebagai kehancuran, tetapi sebagai pelajaran untuk maju pada masa depan.
Keberhasilan juga tidak akan menyebabkan sombong karena yakin bahwa
keberhasilan yang diraihnya adalah anugerah Allah SWT kepadanya. Jika kita salah
dalam menilai keberhasilan, tidak jarang justru menyebabkan terjerumus dalam
kesombongan.
Pandangan aliran teologi tentang qadha dan qadar
Tentang qadha ‘dan qadar, dikalangan ulama berbeda pendapat. Satu yang
menjadikan perbedaan, adalah perdebatan tentang manusia. Apakah manusia adalah
Musayyar ataukah manusia sebagai Mukhayyar. Musayyar adalah mengikuti apa-apa
yang harus ia lakukan sesuai dengan perintah. Sedangkan Mukhayyar adalah
mempunyai kebebasan untuk berbuat sesuai dengan keinginannya. Berikut ini
pendapat beberapa golongan:
I. Aliran perbuatan Tuhan
Semua aliran dalam suatu pemikiran kalam berpendapat bahwasannya tuhan sebagai
pencipta, melaksanakan kehendaknya, Tuhan pasti melakukan berbagai perbuatan.
Perbuatan disini dipandang sebagai konsekuensi logis dari dzat yang memiliki
kemampuan untuk melakukannya. Diantara perbuatan tuhan menurut aliran
Mu’tazilah,Asy’ariyah dan Maturidiyah sebagai berikut.
A.aliran Mu'tazilah
Kaum Mu'tazilah berpendapat bahwa Tuhan memiliki kewajiban-kewajiban terhadap
manusia. Kewajiban-kewajiban itu dapat disimpulkan dalam satu kewajiban. Yaitu
kewajiban berbuat baik. Namun, tidak berarti bahwa tuhan tidak mampu melakukan
perbuatan buruk. Tuhan tidak melakukan perbuatan buruk karena ia mengetahui
keburukan dari perbuatan buruk itu4.
Didalam al-Qur’an telah jelas dikatakan bahwa tuhan tidaklah berbuat zalim. Ayat-
ayat Al- Qur’an yang dijadikan dalil oleh aliran Mu’tazilah untuk mendukung
pendapatnya adalah Q.S. Al-Anbiya ayat ke 23 yang berbunyi :
ْ ُ‫ ُل َع َّما يَ ْف َع ُل َو ُه ْم ي‬9ََٔ‫سٔـ‬
َ‫َلُون‬9َٔ‫سٔـ‬ ْ ُ ‫ل َا ي‬
Referensi: https://tafsirweb.com/5535-quran-surat-al-anbiya-ayat-23.html
Artinya :“Ia tidak boleh ditanya tentang apa yang ia lakukan, sedang merekalah yang
akan ditanya kelak”.
Dan Surat Ar-Rum 30:8 yang berbunyi :
ِّ ‫ض َو َما َب ۡینَہُ َم ۤا اِاَّل بِ ۡال َح‬ ‫کر ۡوا ف ۡۤی اَ ۡنفُسہمۡ ۟ ما َخلَ َ ہّٰللا‬
َ‫س ّمًی ؕ َو اِنَّ َکثِ ۡی ًرا ِّمن‬
َ ‫ق َو اَ َج ٍل ُّم‬ َ ‫ت َو ااۡل َ ۡر‬
ِ ‫ق ُ السَّمٰ ٰو‬ َ ِِ ِ ُ َّ َ‫َا َو لَمۡ یَتَف‬
َ‫ٓای َربِّ ِہمۡ لَ ٰکفِ ُر ۡون‬ ِ ‫النَّا‬
ِٔ َ‫س ِبلِق‬
Artinya : “ Allah tidak menjadikan langit dan bumi dan apa yang ada diantara
keduanya, melainkan dengan tujuan yang benar “.
B. aliran Asy'ariyah
Ajaran golongan Asy'ariyah ialah Tuhan berkuasa dan berkehendak mutlak. Seluruh
alam semesta berada di bawah kekuasaan dan kehendak mutlak-Nya.
Golongan Asy'ariyah membahas masalah takdir dalam kaitannya dengan qada, yang
berarti 'jangka atau ukuran.' Bagi golongan ini qada merupakan ketentuan Tuhan yang
didalamnya terdapat iradah-Nya untuk segala mahluk.
Sementara, qadar merupakan perwujudan dari ketentuan yang ada, yang tidak berubah
sedikit pun. Karena qada, maka kehidupan manusia pada dasarnya adalah realisasi
dari apa yang telah digariskan Tuhan pada azali (sejak permulaan zaman) baik di
kehidupan yang menyangkut hal-hal baik maupun hal-hal jelek, beruntung atau rugi,
senang atau menderita, dan lain sebagainya
Berbuat Baik dan Terbaik. Hal ini ditegaskan oleh Al-Gazali5 ketika mengatakan
bahwa tuhan tidak berkewajiban berbuat baik dan terbaik bagi manusia. Dengan
demikian, aliran Asy’ariyah tidak menerima faham tuhan mempunyai kewajiban.
Tuhan dapat berbuat sekehendak hatinya terhadap makhluknya.

4.
Anwar Rosihon, ILMU KALAM , ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 154
5.
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,(Bandung:Setia Pustaka,1998), hlm,183
C. aliran Maturidiyah
Ajaran golongan al-Maturidy sependapat dengan Imam Abu Hanifah untuk
menentang aliran Mu'tazilah dan mengatakan bahwa kekuasaan manusia bisa
digunakan untuk dua hal yang berlawanan, seperti ketaatan dan kemaksiatan. Dan
manusia bebas menggunakan kekuasaannya tersebut. Letak perbedaan pendapat
antara Maturidy dan Mu'tazilah ialah, Maturidy mengatakan bahwa manusia
mengerjakan perbuatannya, sedangkan Mu'tazilah mengatakan bahwa manusia
menciptakan perbuatannya.

II. aliran perbuatan manusia


akar masalah perbuatan manusia adalah keyakinan bahwa Tuhan adalah pencipta alam
semesta, termasuk di dalamnya manusia sendiri. Tuhan bersifat maha kuasa dan
mempunyai kehendak yang bersifat mutlak, dari sini timbulah pernyataan sampai di
manakah manusia sebagai ciptaan Tuhan bergantung kepada kekuasaan Tuhan dalam
menentukan perjalanan hidupnya? Berikut ini merupakan perbuatan-perbuatan
manusia menurut beberapa aliran
A. aliran jabariyah
jabariyah adalah menolak adanya perbuatan dari manusia dan mennyandarkan semua
perbuatan kepada Allah SWT.Dengan kata lain dengan kata lain adalah manusia
mengerjakan perbuatan dalam keadaan terpaksa [majbur] Pendapat ini didasarkan
pada firman Allah swt. dalam (Q.S. al-Anfal [8] : 17)
Manusia menurut aliran Jabariyah adalah sangat lemah, tidak berdaya, serta terikat
dengan kekuasaan dan kehendak mutlak Tuhan. Manusia tidak mempunyai kehendak
dan kemauan bebas, sebagaimana dimiliki oleh paham Qadariyah. Seluruh tindakan
dan perbuatan manusia tidak boleh lepas dari aturan, skenario, dan kehendak Allah.
Segala akibat baik dan buruk yang diterima oleh manusia dalam perjalanan hidupnnya
adalah merupakan ketentuan Allah. Akan tetapi, ada kecenderungan bahwa Tuhan
lebih memperlihatkan sikap-Nya yang mutlak, absolut, dan berbuat sekehendak-Nya.
Hal ini dapat menimbulkan paham seolah-olah Tuhan tidak adil. Misalnya, Tuhan
menyiksa orang yang berbuat dosa, tetapi perbuatan dosa yang dilakukan orang itu
terjadi atas kehendak-Nya.
{THABRANI,2012:hal.53-54,57-58}
B. aliran Qadariyah
Golongan Qadariyah berpendapat, bahwa manusia adalah Mukhayyar, yaitu
mempunyai kebebasan untuk memilih dan menentukan perbuatannya sendiri tanpa
campur tangan dari Allah swt. Pendapat golongan Qadariyah didasarkan pada firman
Allah swt. dalam (Q.S. ar-Ra’d [13] : 11)
Dengan paham tersebut mereka beranggapan bahwa setiap aktifitas manusia adalah
semata-mata keinginannya sendiri, yang terlepas dari kehendak Allah. Diantara
mereka ada yang sangat ekstrim setingkat meniadakan qadar atau ketetapan Allah
yang azali atas segala sesuatu yang belum terjadi. Sehingga setiap pekerjaan berasal
dari manusia sendiri, tidak bisa disandarkan pada Allah baik dari segi penciptaan
maupun penetapan.
C. aliran Mu'tazilah
Ajaran golongan Mu'tazilah ini susah diterima oleh kebanyakan ulama sunni. Hal ini
dikarenakan golongan Mu'tazilah beranggapan bahwa fikiran/akal manusia lebih baik
dari tradisi. Pengikut aliran ini seringkali mengimpretasikan ayat ayat al-quran secara
lebih luas. Seperti mereka menganggap bahwa qada dan qadar itu kita sendirilah yang
menciptakan ,sebab apa yang kita lakukan kita juga yang bertanggung jawab.
D. aliran Asy'ariyah
Aliran Asy’ariyah berpendapat bahwa manusia berada dalam posisi yang lemah. Ia
diibaratkan seperti anak kecil yang tidak punya pilihan dalam hidupnya. Oleh karena
itu, aliran ini lebih dekat kepada paham Jabariyah daripada paham Mu’tazilah.
Argumen yang diajukan oleh Asy’ari untuk membela keyakinannya adalah;
‫وهللا‬ ‫خلقكم وماتعملون‬
Artinya: “Padahal Allah-lah yang menciptakan kamu dan apa yang kamu perbuat itu”
(Q.S. Ash-Shaffaat(37):96)
Wa ma ta’maluun pada ayat diatas diartikan Al-Asy’ari dengan apa yang kamu
perbuat dan bukan apa yang kamu buat. Al-Asy`ari juga menjelaskan bahwa Tuhan
tidak tunduk kepada siapapun dan tidak satu dzat lain di atas Tuhan yang dapat
membuat hukum serta menentukan apa yang boleh di buat dan apa yang tidak boleh di
buat Tuhan malah lebih jauh dikatakan oleh Asy'ari kalau memang Tuhan
menginginkan, ia dapat saja meletakkan beban yang tak terpikul oleh manusia.
E. aliran Maturidiyah
perdebatan antara maturidiyah samarkand dan maturidiyah bukhara mengenai
perbuatan manusia. Kelompok samarkand lebih dekat dengan faham Mu’tazilah,
sedangkan kelompok bukhara lebih dekat dengan faham asy’ariyah.
oleh karena itu, manusia dalam faham al-marturidi, tidaklah sebebas manusia dalam
Mu’tazilah. Maturidiyah bukhara dalam banyak hal sependapat dengan maturidiyah
samarkand. Hanya saja golongan ini memberikan tambahan dalam masalah daya.
Menurutnya untuk perwujudan perbuatan, perlu ada dua daya. Manusia tidak
mempunyai daya untuk melakukan perbuatan, hanya Tuhanlah yang dapat melakukan
perbuatan yang telah diciptakan tuhan baginya.
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Iman kepada qada dan qadar adalah mempercayai bahwa segala yang terjadi sudah
tertulis dalam lauhul mahfud. Rendahnya hasil belajar peserta didik merupakan
indikator rendahnya pengetahuan peserta didik dan pengalaman mareka. Hal ini
juga terjadi dalam materi iman kepada qada dan qadar, dalam mata pelajaran
akidah akhlak. Solusi untuk meningkatkan hasil belajar peserta didik adalah
menerapkan model pembelajaran inside outside circle. Model pembelajaran inside
outside circle merupakan model pembelajaran dengan membagi menjadi dua
kelompok yaitu kelompok besar dan kelompok kecil dimana setiap pasangan
bertukar pikiran serta informasi yang didapatkan dalam pembelajaran. Dengan
model pembelajaran ini, peserta didik aktif serta dapat mengembangkan
kreativitas yang ada dalam dirinya. Selain itu, model pembelajaran ini cocok
untuk digunakan pada setiap tingkatan peserta didik. Namun, model pembelajaran
ini membutuhkan tempat yang luas sehingga di salahgunakan oleh peserta didik
untuk bergurau dengan temannya. Untuk mengantisipasi hal tersebut pendidik
harus mampu mengkondisikan peserta didik sehingga mereka lebih focus kepada
materi yang ingin pendidik sampaikan
DAFTAR PUSTAKA

Hafiz Firdaus Abdullah.2011.47 persoalan qadhar dan qadha'.Malaysia.Perniagaan


Jahabersa
Anwar, Rosihon. 2008, Akidah Akhlak. 1 ed. Bandung.Pustaka Setia.
Muhammad Ahmad, Tauhid Ilmu Kalam,(Bandung:Setia Pustaka,1998), hlm,183

Anwar Rosihon, ILMU KALAM , ( Bandung: CV Pustaka Setia, 2009), hlm. 154
.
Ibn Hazm, Al- Fishal fi al-Milal wa al Ahwa wa an-Nihal. Juz 3, (Beirut: Dar al-Fikr,
tt), hlm. 52 2. Muhammad Abu Laylah, In Pursuit of Virtue the Moral Theology and
Psycology of Ibn
Hazm al-Andalusi, (384-456 H / 994-1064 M), (Ta-Ha Publishers Ltd., 1998), hlm. 99

Hamid Abdul, Kasiman. 2001. Pengolahan Bahan Ajar Bahasa Arab Yang Efektif
dan Inovatif. Volume 2. Bandung. Maliki Pers.
Liputan6.com. (2019, 18 Maret). 4 Ciri-ciri Globalisasi yang Tanpa Disadari
Mengubah Kehidupan. Diakses pada 27 Januari 2020, dari
https://www.liputan6.com/citizen6/read/3919594ciri-ciri-globalisasi-yang-tanpa-
disadari-mengubah-kehidupan

Anda mungkin juga menyukai