A. Pengertian Akidah
1. Definisi Aqidah
yang bertentangan dengan kebenaran itu (Kuliah Aqidah Islam, Dr. Yunahar
Ilyas, M.Ag., Lc.)
Maka dapat di ambil kesimpulan Aqidah berasal dari kata ‘aqd yang
berarti pengikatan. Aqidah adalah apa yang diyakini oleh seseorang. Aqidah
merupakan perbuatan hati, yaitu kepercayaan hati dan pembenaran terhadap
sesuatu.
Dalam syahadat berasal dari kata Arab al-‘aqdu yang berarti obligasi,
di-tautsiiqu yang berarti keyakinan kuat atau keyakinan, al-ihkaamu yang
berarti menegaskan (set), dan ar-rabthu biquw-wah yang berarti mengikat
dengan kuat. Sedangkan menurut istilah (terminologi), keyakinan adalah iman
yang teguh dan yakin, bahwa tidak ada sedikit pun keraguan bagi mereka yang
percaya di dalamnya.
Jadi, aqidah Islamiyyah adalah iman yang teguh dan terikat kepada
Allah dengan semua pelaksanaan kewajiban, tauhid dan menaati-Nya, percaya
pada malaikat-Nya, rasul, buku-buku mereka, nasib baik dan buruk dan
percaya seluruh tidak memiliki prinsip-prinsip Authentic Agama (Teologi
Islam), kasus yang tak terlihat, iman dalam apa yang ijma ‘(konsensus) dari
Salafush Shalih, dan semua qath’i berita (pasti), baik secara ilmiah dan
amaliyah yang telah ditentukan sesuai dengan Al Qur’an dan otentik Sunnah
dan ijma ‘Salaf as-Salih.
3
enam. Oleh sebab itu, sebagian para ulama dalam pembahasan atau kajian aqidah,
mereka mengikuti sistematika rukun iman yaitu: iman kepada Allah, iman kepada
malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk ruhani seperti jin, iblis, dan
setan), iman kepada kitab-kitab Allah, iman kepada Nabi dan rasul Allah, iman
kepada hari akhir, dan iman kepada qadha dan qadar Allah swt.
Berbeda dengan dua sistematika di atas, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA,
dalam Ensiklopedi Aqidah Islam menjabarkan obyek kajian aqidah mengacu
pada tiga kajian pokok, yaitu:
Apa yang saya dapat dengan indera saya, saya yakini adanya, kecuali bila
akal saya mengatakan ”tidak” berdasarkan pengalaman masa lalu.
Keyakinan, di samping diperoleh dengan menyaksikan langsung, juga bisa
melalui berita yang diyakini kejujuran si-pembawa berita.
Anda tidak berhak memungkiri wujudnya sesuatu, hanya karena anda
tidak bisa menjangkaunya dengan indera mata.
Seseorang hanya bisa mengkhayalkan sesuatu yang sudah pernah
dijangkau oleh inderanya.
Akal hanya bisa menjangkau hal-hal yang terikat dalam ruang dan waktu.
Iman adalah fitrah setiap manusia.
Kepuasan materiil di dunia sangat terbatas
Keyakinan pada hari akhir adalah konsekuensi logis dari keyakinan
tentang adanya Allah.
haq sebagai sesuatu yang batil dan yang batil dianggap sebagai yang haq.
Sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khatab radliyallahu ’anhu : ”
Sesungguhnya ikatan simpul Islam akan pudar satu demi satu manakala di
dalam Islam terdapat orang yang tumbuh tanpa mengenal kejahiliyahan”.
2. Ta’ashshub (fanatik) kepada sesuatu yang diwarisi dari bapak dan nenek
moyangnya, sekalipun hal itu batil, dan mencampakkan apa yang
menyalahinya, sekalipun hal itu benar. Sebagaimana firman Allah dalam
surat Al Baqarah ayat 170, yang artinya:
Artinya: Dan apabila dikatakan kepada mereka: "Ikutilah apa yang Telah
diturunkan Allah," mereka menjawab: "(Tidak), tetapi kami Hanya mengikuti
apa yang Telah kami dapati dari (perbuatan) nenek moyang kami". "(Apakah
mereka akan mengikuti juga), walaupun nenek moyang mereka itu tidak
mengetahui suatu apapun, dan tidak mendapat petunjuk?".
”Dan apabila dikatakan kepada mereka, ’ikutilah apa yang telah diturunkan Allah ’,
mereka menjawab, ’(tidak), tetapi kami hanya mengikuti apa yang telah kami dapati
dari (perbuatan) nenek moyang kami.’ (Apakah mereka akan mengikuti juga ),
walaupun nenek moyang mereka itu tidak mengetahui suatu apapun, dan tidak
mendapat petunjuk?”
kemudharatan. Juga menjadikan para wali itu perantara antara Allah dan
makhlukNya, sehingga sampai pada tingkat penyembahan para wali tersebut
dan bukan menyembah Allah.
Aqidah atau keimanan adalah suatu keyakinan seseorang yang diwujudkan dengan
membenarkan dengan hati kita sendiri, menyatakan dengan lisan dan
membuktikannya dengan seluruh amal perbuatan. Orang yang benar-benar
beriman itu, terkandung di dalam Qs.AL-Hujurat ayat 15 yang artinya :
“ Sesungguhnya orang-orang yang beriman itu hanyalah orang-orang yang
beriman kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian mereka tidak ragu-ragu dan
mereka berjihad dengan harta dan jiwa mereka pada jalan Allah, Mereka itulah
orang-orang yang benar ”. Orang beriman wajib juga percaya kepada AL-Quran,
Malaikat, Hari akhir, qodlo dan qodar. Karena semua itu merupakan perangkat
dalam seting kehidupan.
mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi : “Ya Tuhan kami,
tiadalah Engkau menciptakan ini dengan sia-sia, Maha Suci Engkau, maka
peliharalah kami dari siksa neraka”.
D. Aqidah Islamiyah
Aqidah Islamiyah adalah iman kepada Allah, para malaikat-Nya, kitab-
kitab-Nya, para rasul-Nya, hari akhir, kepada qadla dan qadar baik-buruk
keduanya dari Allah. Sedangkan makna iman itu sendiri adalah pembenaran yang
bersifat pasti (tashdiiqul jazm), yang sesuai dengan kenyataan, yang muncul dari
adanya dalil/bukti. Bersifat pasti artinya seratus persen kebenaran/keyakinannya
tanpa ada keraguan sedikitpun. Sesuai dengan fakta artinya hal yang diimani
tersebut memang benar adanya dan sesuai dengan fakta, bukan diada-adakan (mis.
keberadaan Allah, kebenaran Quran, wujud malaikat dll). Muncul dari suatu dalil
artinya keimanan tersebut memiliki hujjah/dalil tertentu, tanpa dalil sebenarnya
tidak akan ada pembenaran yang bersifat pasti .
Suatu dalil untuk masalah iman, ada kalanya bersifat aqli dan atau naqli,
tergantung perkara yang diimani. Jika perkara itu masih dalam jangkauan panca
indra/aqal, maka dalil keimanannya bersifat aqli, tetapi jika tidak (yaitu di luar
jangkauan panca indra), maka ia didasarkan pada dalil naqli. Hanya saja perlu
diingat bahwa penentuan sumber suatu dalil naqli juga ditetapkan dengan jalan
aqli. Artinya, penentuan sumber dalil naqli tersebut dilakukan melalui
penyelidikan untuk menentukan mana yang boleh dan mana yang tidak boleh
dijadikan sebagai sumber dalil naqli. Oleh karena itu, semua dalil tentang aqidah
pada dasarnya disandarkan pada metode aqliyah.
Hal ini seperti merupakan suatu kewajiban dalam bidang ushuluddin.” (Lihat
Fiqhul Akbar, Imam Syafi’i hal. 16)
2. Tujuan Akidah Islam mempunyai banyak tujuan yang baik yang harus
dipegang teguh, yaitu :
Untuk mengihlaskan niat dan ibadah kepada Allah semata. Karena Dia
adalah pencipta yang tidak ada sekutu bagiNya, maka tujuan dari ibadah
haruslah diperuntukkan hanya kepadaNya.
Ketenangan jiwa dan pikiran, tidak cemas dalam jiwa dan tidak goncang
dalam pikiran. Karena akidah ini akan menghubungkan orang mukmin
dengan Penciptanya lalu rela bahwa Dia sebagai Tuhan yang mengatur,
Hakim yang membuat tasyri’. Oleh karena itu hatinya menerima takdir-
Nya, dadanya lapang untuk menyerah lalu tidak mencari pengganti yang
lain.
Nabi Muhammad SAW juga menghimbau untuk tujuan ini dalam sabdanya :
“Orang mukmin yang kuat itu lebih baik dan lebih dicintai oleh Allah daripada
orang mukmin yang lemah. Dan pada masing-masing terdapat kebaikan.
Bersemangatlah terhadap sesuatu yang berguna bagimu serta mohonlah
pertolongan dari Allah dan janganlah lemah.