Anda di halaman 1dari 14

AL-ISLAM KEMUHAMMADIYAHAN I

“ KONSEP AKIDAH DALAM ISLAM”

Disusun oleh ( Kelompok VI ) :

Devi Eka Ikhwana (18.2.05.2.1.026)


Ni made ayu Anggreni (18.1.05.2.1.018)
M. Fadlur Rahman (19.1.05.2.1.005)
I Putu Bayu Anggara (19.1.05.2.1.012)

PROGRAM STUDI TEKNIK SIPIL


UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PALU
TAHUN AJARAN 2019/2020
1. Pengertian Aqidah dan Ruang Lingkup Pembahasan
Aqidah.

Pengertian aqidah
• Secara umum pengertian aqidah adalah sebuah ikatan atau kepercayaan yang kuat
dalam diri seseorang terhadap apa yang di imaninya. Di dalam islam, akidah meliputi
keimanan kepada Allah SWT beserta sifat-sifatnya.
• Secara bahasa aqidah bisa di artikan sebagai ikatan atau keyakinan. Sedangkan secara
istilah akidah merupakan sebuah keimanan yang kuat terhadap suatu dzat tanpa ada
keraguan sedikitpun.
• Secara etimologis (lughatan) kata aqidah berasal dari bahasa Arab ‘aqd’ yang memiliki
arti ikatan, simpul, perjanjian, dan kokoh (Al-Munawi, 1984, hal 1023). Secara istilah
aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah.kebenaran itu di praktikan oleh manusia di
dalam hati (serta) diyakini keshahihhannya dan kebenarannya (secara pasti) dan ditolak
segala sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu (Al-jazairy).
• Pendapat Abdul Wahab al-Musairi merupakan Aqidah adalah hukum (aksioma) yang
tidak menerima adanya keraguan bagi yg meyakininya, dan aqidah itu menerima
pendapat akal dan logika. Sementara yang dimaksud aqidah dalam agama adalah apa
yang dimaksud dengan keyakinan selain perbuatan, seperti keyakinan terhadap wujud
Illah, dan diutusnya Rasul. Aqidah sebagaimana biasa terdiri dari beberapa rukun yang
mendasari agama, jika hilang salah satunya akan merusak iman. Jadi yang dimaksud
dengan kata aqidah adalah ushuludhin dan rukun-rukunya dalam Islam.
• Pendapat Dr. Abdulllah Azam merupakan Aqidah adalah keyakinan kuat yang
menghilangkan penyimpangan, dan mengarahkan pada perbuatan baik, yang keduanya
disandarkan pada jiwa baik berupa perkataan dan gerakan.
• Kesimpulan definisi aqidah yaitu ;
• • Aqidah merupakan aksioma (kebenaran yang dapat diterima secara umum)
• • Berdasarkan Al-Qur’an, sunnah, dan akal.
• • Diyakini di dalam hati
• • Tidak menerima keraguan bagi yang meyakininya.
• • Berdampak pada perbuatan.
• Maka aqidah adalah sistem keyakinan yang dapat diterima oleh akal dan wahyu sehingga
menghilangkan keraguan dan berdampak positif pada perbuatan bagi yang meyakininya.
• Adapun karakteristik dari aqidah adalah :
• • Kebenaran aqidah dapat diterima oleh akal dan wahyu.
• • Aqidah islam merupakan rangkaian tersistem yang mengikat perbuatan dan keyakinan.
• • Menentramkan jiwa bagi yang meyakininya.
• • Menghilangkan keraguan-keraguan yang ada di dalam pikiran dan hati.
• Secara garis besar, aqidah islam meliputi sebuah semua rukun iman yaitu iman kepada
Allah, Malaikat, Kitab-Kitab, Rasul, Hari kiamat serta iman kepada Qada dan Qadar.
Intinya pengertian akidah adalah sebuah keimanan yang pasti tanpa ada keraguan yang
sama sekali. Oleh karena itu, berpegang pada akidah yang benar merupakan sebuah
kewajiban bagi umat islam.
Ruang Lingkup pembahasan aqidah
• Kajian aqidah menyangkut keyakinan umat islam atau iman. Karena itulah, secara formal,
ajaran dasar tersebut terangkum dalam rukun iman yang ke enam. Oleh sebab itu, sebagian
para ulama dalam pembahasan atau kajian aqidah, mereka mengikuti sistematika rukun
iman yaitu : Iman kepada Allah, Iman kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang
makhluk ruhani seperti jin, iblis dan setan), Iman kepada kitab-kitab Allah, Iman kepada Nabi
dan rasul Allah, Iman kepada hari akhir, dan Iman kepada Qadha dan Qadar Allah SWT.
Sementara Ulama dalam kajiannya tentang aqidah islam menggunakan sistematika sebagai
berikut.
• 1) Ilahiyat : yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan ilah (Tuhan,
Allah )seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, perbuatan-perbuatan (af’al)
Allah sebagainya.
• 2) Nubuwat : yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan nabi dan
Rasul, termasuk pembicaraan mengenai kitab-kitab Allah, mukjizat, karamat, dan
sebagainya. 3) Ruhaniyat :
yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti
Malaikat, Jin, Iblis, Setan, Roh dan lain sebagainya.
• 4) Sam’iyat : yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat
sama’, yaitu dalil naqli berupa al-qur’an dan as-sunnah, seperti alam barkazh, akhirat azab
kubur, tanda-tanda kiamat, surga, neraka dan sebagainya.
• Berbeda dengan dua sistematika di atas, Prof. Dr. H. Syahrin Harahap, MA, dalam ensiklopedi
Aqidah Islam menjabarkan obyek kajian aqidah mengacu pada tiga kajian pokok, yaitu :
• 1) Pengenalan terhadap sumber ajaran agama (ma’rifatul mabda’), yaitu
kajian mengenai Allah. Termasuk dalam bidang ini sifat-sifat yang
semestinya ada (wajib), yang semestinya tidak ada (mustahil), dan yang
boleh ada dan tiada (jaiz) bagi Allah. Menyangkut dengan bidang ini
pula, apakah Tuhan bisa dilihat pada hari kiamat (ru’yat Allah).
• 2) Pengenalan terhadap pembawa kabar (berita) keagamaan (ma’rifat
al-wasithah). Bagian ini mengkaji tentang utusan-utusan Allah (nabi dan
Rasul), yaitu kemestian keberadaan mereka, sifat-sifat yang semestinya
ada (wajib), yang semestinya tidak ada (mustahil), serta yang boleh ada
dan tiada (jaiz) bagi mereka. Dibicarakan juga tentang jumlah kitab suci
yang wajib dipercayai, termasuk juga ciri-ciri kitab suci. Kajian lainnya
ialah mengenal malaikat, menyangkut hakekat, tugas dan fungsi mereka.
• 3) Pengenalan terhadap masalah-masalah yang terjadi kelak diseberang
kematian (ma’rifat al – ma’ad). Dalam bagian ini dikaji masalah alam
barzakh, surga, neraka, mizan, hari kiamat dan sebagainya.
2. Sumber dan Fungsi Aqidah
Sumber Aqidah
Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah. Artinya apa saja yang di sampaikan oleh Allah
dalm Al-Qur’an dan oleh Rosululloh dalam sunnahnya wajib diimani, yakni diyakini dan diamalkan.
Akal pikiran bukanlah menjadi sumber aqiddah islam, tetapi hanya berfungsi memahami nash-
nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Itupun harus disadari oleh suatu kesadaran
bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya kemampuan semua makhluk
Allah SWT
1) Al-Qur’an merupakan firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad SAW
secaara mutawatir, atau bertahap dalam rentang waktu kurang lebih 23 tahun meliputi periode
Mekkah ddan Madinah. Al-Qur’an ini sebagai petunjuk bagi orang-orang yang diberi petunjuk. Al-
Qur’an berlaku umum bagi seluruh umat manusia dan berlaku sepanjang masa, tanpa bisa digeser
oleh perkembangan zaman. Selain berisi aqidah, Al-Qur’an juga mencakup seluruh aspek
kehidupan, seperti aspek ekonomi, politik, hukum dan budaya, seni, ilmu pengetahuan dan lain-
lain. Serta mencakup seluruh ruang lingkup kehidupan,, seperti kehidupan pribadi, keluarga,
bermasyarakat, bernegara dan dunia internasional.
Al Iman Asy Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini kepada
Rosul-Nya yang di dalamnya terdapat enjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan manusia
tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk didalamnua
perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum aqidah karena Dia tahu
kebutuhan manusia sbagai seorang hamba yang diciptakan unutk beribadah kepadanya. Bahkan
jika dicermati, akan banyak di temui banyak ayat dalam Al-Qur’an yang menjelaskan tentang
aqidah, baik secara tersurat maupun tersirat. Oleh karena itu, menjadi hal yang wajib kita
mengetahui dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-qur’an karena kitab mulia ini
merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq dan tidak pernah sirna ditelan
2) Sunnah merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW. Entah itu perbuatan
maupun ucapannya. Sama halnya seperti Al-Qur’an, sunnah ini merupakan wahyu yang datang dari Allah,
namun bukan dalam bentuk lafadz dari Nya. Sunnah ini dilakukan oleh Rosulullah yang didasarkan pada
perintah Allah. Seperti dalam firman-Nya dalam QS. An-najm ; 3-4, yang artinya, “dan dia (Muhammad)
tidak berkata berdasasrkan hawa nafsu, ia tidak lainn merupakan wahyu diwahyukan. “Allah menjadikan
sunnah sebagai sumber hukum dalam agama. Seperti firman Allah dalam Al-
qur’an yang artinya, “ Hai orang-orang beriman , taatilah Allah dan Rosul (Nya), dan ulil amri di antara kamu.
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah dan hari
kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya.” (QS. An Nisa : 59)

3) Ijma’ para ulama merupakan sumber aqidah yang berasal dari kesepakatan para mujtahid Umat Manusia
SAW seteleah beliau wafat, tentang urusan pada suatu masa. Mereka bukanlah orang-orang yang sekedar
tahu tentang ilmu tetap juga memahami dan mengamalkan ilmu. Berkaitan dengan ijma’, Allah SWT
berfirman dalam QS. An Nisa : 115
“dan barang siapa menentang Rosul (Muhammad) setelah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan
yang bukan jalan orang-orang mukmin, kami biaran dia dalam kesehatan yang telah dilakukannya itu dan
akan masukkan ia kedalam neraka jahannam dan itu seburuk-buruknya tempat kembali.
Imam Syafi’i menyebutkan bahwa ayat ini merupakan dalil pembolehan disunnatkannya Ijma’, yaitu diambil
dari kalimat “jalannya orang-orang beriman” yang berarti Ijma’. Beliau juga menambahkan bahwa dalil ini
adalah Syar’i yang wajib untuk diikuti karena Allah menyebutkannya secara bersamaan dengan larangan
menyelisihi Rosul.
Di dalam pengambilan Ijma’ terdapat juga beberapa kaidah-kaidah penting yang tidak boleh ditinggalkan.
Ijma’ dalam masalah aqidah bersandarkan kepada dalil dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih karena
perkara aqidah adalah perkara tauqifiyah yang tidak diketahui kecuali dengan jalan wahyu. Sedangkan
fungsi Ijma’ adalah menguatkan Al-Qur’an dan As-Sunnah serta menolak kemungkinan terjadinya kesalahan
dalam dalil yang dzani sehingga menjadi qotha’i.
4) Akal sehat manusia
Selain ketiga sumber diatas, akal juga menjadi sumber hukum aqidah dalam islam. Hal ini merupakan bukti
bahwa islam sangat memuliakan akal sehat serta memberikan haknya sesuai dengan kedudukannya,
dengan cara memberikan batasan dan petunjuk kepada akal agar tidak terjebak kedalam pemahaman-
pemahaman yang tidak benar. Hal ini sesuai dengan sifat akal yang memiliki keterbatasan dalam
memahami suatu ilmu atau peristiwa. Agama islam tidak membenarkan pengagungan terhadap akal dan
tidak pul membenarkan pelecehan terhadap kemampuan akal manusia, seperti yang biasa dilakukan oleh
beberapa golongan (firqoh) yang menyimpang. Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan : “akal
merupakan syarat untuk memahami ilmu dan kesempurnaan beramal dengan keduanyalah ilmu dan amal
menjadi sempurna, hanya saja ia tidak dapat berdiri sendiri, di dalam jiwa ia berfungsi sebagai sumber
kekuatan, sama seperti kekuatan penglihatan pada mata yang jika mendapatkannya cahaya imam dan Al-
Qur’an seperti mendapat cahaya matahari dan api. Tetapi jika berdiri sendiri, ia tidak akan mampu melihat
(hakikat) sesuatu dan jika sama sekali dihilankan ia akan menjadi sesuatu yang berunsur kebintangan.
Eksistensi akal memiliki keterbatasan pada apa yang bisa dicerna tentang perkara-perkara nyata yang
memungkinkan paca indra untuk menangkapnya. Adapun masalah-masalah gaib yang tidak dapat
disentuh oleh panca indra maka tertutup jalan bagi akal untuk sampai pada hakikatnya. Sesuatu yang
abstrak/ghaib, seperti aqidah tidak dapat diketahui oleh akal kecuali mendapatkan cahaya dan petunjuk
wahyu baik dari Al-Qur’an dan As-Sunnah yang shahih. AL-Qur’an dan As-Sunnah menjelaskan bagaimana
carra memahami dan melakukan masalah tersebut. Salah satu contohnya adalah akal mungkin tidak bisa
menerima surga dan neraka karena tidak bisa diketahui indera. Akan tetapi melalui penjelasan yang
berasa dari Al-Qur’an dan AS-Sunnah maka akan dapat diketahui bahwasanua setiap manusi harus
meyakininys. Mengenai hal ini ibnu taimiyah mengatakan bahwa apa yang tidak terdapat dalam Al-Qur’an,
As-Sunnah dan Ijma’ yang menyelisihi akal sehat karena sesuatu yang bertentangan dengan akal sehat
adalah batil. Sedangkan tidak ada kebatilan dalam Al-Qur’an, As-Sunnah dan Ijma’. Tetapi padanya
terdapat kata-kata yang mungkin sebagian orang tidak memahaminya atau mereka memahaminya dengan
makna yang batil
5) Fitrah kehidupan.
Dalam sebuah hadist Rosulullah SAW bersabda :
“setiap anak yang lahir dalam keadaan fitrah, maka kedua orangtuanya
lah yang membuat ia menjadi yahudi, nasrani atau majusi” (HR Muslim)
Dari hadist dapat diketahui bahwa sebenarnya manusi memiliki
kecenderungan untuk menghamba Allah. Akan tetapi bukan berarti
bahwa
bayi yang lahir telah mengetahui rincian agama islam. Setiap bayi yang
lahir tidak mengetahui apa-apa. Tetapi setiap memiliki fitrah yang sejalan
dengan islam sebelum dinodai oleh penyimpangan-penyimpangan. Bukti
mengenai hal ini adalah fitrah manusi untuk mengetahui bahwa mustahil
ada dua penciptaan yang memiliki sifat dan kemampuan yang sama.
Bahkan ketika ditimpa musibah pun banyak manusia yang menyeru
kepada Allah seperti dijelaskan dalam firmannya : Qs. Al-Israa : 67
“dan apabila kamu ditimpa bahaya di lautan, niscaya hilang semua yang
biasa kamu seru, kecuali Dia. Tapi ketika Dia menyelamatkan kamu
kedaratan, kamu berpalinh dari-Nya. Dan manuia memang selalu ingkar
(tidak mau bersyukur)’’.
Fungsi aqidah
Manusia harus memiliki aqidah atau kepercayaan yang benar. Aqidah adalah
suatu hal yang sangat penting bagi manusia dalam kehidupan ini. Aqidah
merupakan pemelihara kesucian hati nurani, tempat berpijak dan tali pegang.
Adapun fungsi aqidah dapat dijabarkan sebagai berikut :
a. Aqidah sebagai pemelihara kesucian hati nurani
Aqidah menolong hat nurani, memberinya makanan dengan cahaya terangm
sehingga tetap kuat, bersih dan mempunyai pandangan yang jernih dan
terang. Itu disebabkan karena orang beriman meyakini, bahwa Allah
senantiasa di dekatnya, di mana saja berada. Di waktu berjalan atau menetap,
di lapangan terbuka atau di tempat persembunyian. Tuhan tetap di
sampingnyadan senantiasa mengawasinya, tdak ada yang tersembunyi bagi
Tuhan, sampai hal yang sekecil-kecilnya.
b. Aqidah menimbulkan perasaan aman
Sebagaimana orang beriman itu tidak menyesali dan menangisi masa yang
laliu, dan tidak menghadapi masa yang sedang dialaminya dengan kesal dan
keluh kesah, demikian pula dia tidak menanti masa datang dengan ketakutan
dan kecemasan. Dia hidup dengan perasaan aman, bagi orang yang mendiami
surga, itulah pengaruh aqidah, karena aqidah menimbulkan perasaan aman.
 c. Aqidah menimbulkan pengharapan
Pengharapan merupakan suatu kekuatan yang mendorong dan membukakan
hati manusia untuk bekerja. Harapan membangkitkan perjuangan, menunaikan
kewajiban, menimbulkan kegiatan, menjauhkan malas dan segan serta
menimbulkan kesungguhan. Karena mengharap akan memperoleh keridhaan
Tuhan dan surga, orang beriman mau melawan hawa nafsunya dan mematuhi
perintah Tuhan. Demikianlah besarnya pengaruh harapan dalam hidup ini.
 d. Aqidah sebagai tempat berpijak
Tegaknya suatu bangunan bergantung pada landasannya. Jika bangunan itu
memiliki dasar yang kuat maka akan berdiri kokoh dengan megahnya. Begitu
juga sebaliknya, jika dasarnya tidak kuat, maka bangunan di atas akan runtuh.
 e. Aqidah membebaskan Manusia dari yang penghambaan kepada sesama
Makhluk.
Orang yang mempunnyai aqidah yang benar, tidak akan pernah mau
menghambakan dirinya kepada sesama makhluk, walau dalam keadaan yang
bagaimanapun, karena makhluk ciptaan Allah itu hanyalah hamba Allah
semata. Fungsi aqidah identik juga dengan fungsi agama. Sebagaimana yang
dikemukakan oleh Yazid bin Abdul Qadir Jawas dalam “Syarah ‘Aqidah Ahlus
Sunnah wal Jama’ah”, fungsi agama adalah :
A. Fungsi mempersatukan umat
Aqidah ahlus sunnah wal Jama’ah merupakan jalan yang paling baik untuk
menyatukan kekuatan kaum muslimin, kesatuan barisan mereka untuk memperbaiki
apa-apa yang rusak dari urusan agama dan dunia. Hal ini dikarenakan ‘aqidah Ahlus
Sunnah mampu mengembalikan mereka kepada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi
Muhammad SAW serta jalannya kaum Mukminin, yaitu jalannya para sahabat.
B. Fungsi memupuk persaudaraan
Agama mengajarkan pada setiap manusia untuk selalu hidup aman, damai dan
sentosa tanpa adanya pertikaian. Agama mengajarkan untuk menggalang tali
persaudaraan dan kesatuan umat manusia. Kebersamaan dan hidup berdampingan
itulah pesan persaudaraan dari agama. Karena itu, agama sangat menekankan untuk
selalu menghormati kepada siapapun dan dimanapun manusia itu berada. Jangan
sampai berjalan di muka bumi dengan congkak dan tidak menghargai satu sama lain.
Jadi ,agama islam mendasarkan sepenuhnya ajarannya pada Al-Qur’an dan Al-Hadist
untuk mencapai kemaslahatan dan menetapkan hukum dalam kehidupan manusia
dan budaya. Diperlukan juga adanya ijtihad, yakni hasil usaha pencapaian akal budi
manusia dengan tidak terlepas dari butir-butir pokok agama islam yang terdapat
dalam Al-Qur’an dan Al-Hadist. Di antaranya yang termasuk hasil ijtihad ini adalah
ijma’, qiyas, istihsan, dan maslahah mursalah.
3. Prinsip-Prinsip Aqidah
Prinsip-prinsip aqidah secara keseluruhan tercakup dalam sejumlah prinsip agama
islam .prinsip-prinsip tersebut adalah :
• Pengakuan dan keyakinan bahwa Allah Swt adalah Esa. Beriman kepada Allah dan
hanya menyembah kepada Allah, dan tidak menyekutukan Allah.
• Pengakuan bahwa para Nabi telah diangkat dengan sebenarnya oleh Allah Swt.
Untuk menuntun umatnya. Keyakinan bahwa para nabi adalah utusan Allah Swt.
Sangat penting, sebab kepercayaan yang kuat bahwa Nabi itu adalah utusan Allah,
mengandung konsekuensi nahwa setiap orang harus meyakini apa yang dibawa oleh
para rosul utusan Allah tersebut berupa kitab suci. Keyakinan akan kebenaran kitab
suci menjadikan orang memiliki pedoman dalam menjalani kehidupan di dunia ini.
• Kepercayaan akan adanya hari kebangkitan. Keyakinan seperti ini memberikan
kesadaran bahwa kehidupan dunia bukanlah akhir dari segalanya. Setiap orang pada
hari akhir nanti akan dibangkitkan dan akan dimintai pertanggungjawaban selama
hidupnya di dunia
• Keyakinan bahwa Allah Swt. Adalah Maha Adil. Jika keyakinan seperti ini tertanam
di dalam hati, maka akan menumbuhkan keyakinan bahwa apa yang dilakukan akan
mendapatkan balasan dari Allah Swt. Orang yang berbuat kebaikan akan
mendapatkan balasan yang baik, seberapapun kecilnya kebaikan itu. Sebaliknya
perbuatan jelek sekecil apapun akan mendapatkan balasan yang setimpal dari Allah
Swt.

Anda mungkin juga menyukai