Anda di halaman 1dari 4

Secara etimologi (lughatan), aqidah berakar dari kata ‘aqadaya’qidu-‘aqdan-‘aqidatan.

‘Aqdan
berarti simpul, ikatan, perjanjian dan kukuh. Setelah terbentuk menjadi ‘aqidah berarti keyakinan .
Relevansi antara arti kata ‘aqdan dan aqidah adalah keyakinan itu tersimpul dengan kukuh di dalam
hati, bersifat mengikat dan mengandung perjanjian1.

Secara terminologis (istilah) menurut para ulama, antara lain:

1. Menurut Hassan Al-Banna


“Aqa’id (bentuk jamak dari aqidah) adalah beberapa perkara yang wajib diyakini
kebenarannya oleh hati(mu), mendatangkan ketenteramannya jiwa, menjadi keyakinan yang
tidak bercampur sedikit pun dengan keragu-raguan” (Al-Banna, tt., hal 465)
2. Menurut Abu Bakar Jabir al-Jazairy
“Aqidah adalah sejumlah kebenaran yang dapat diterima secara umum (axioma) oleh
manusia berdasarkan akal, wahyu dan fitrah. (Kebenaran) itu dipatrikan (oleh manusia) di
dalam hati (serta) diyakini kesahihan dan keberadaannya (secara pasti) dan ditolak segala
sesuatu yang bertentangan dengan kebenaran itu” (Al-jazairy, 1978, hal 21).

Untuk lebih memahami kedua definisi diatas kita perlu mengemukakan beberapa catatan tambahan,
sebagai berikut:
1. Ilmu terbagi dua: pertama ilmu dharuri, kedua ilmu nazhari. Ilmu yang dihasilkan oleh indra,
dan memerlukan dalil disebut ilmu dharuri. Sedangkan ilmu yang memrlukan dalil atau
pembuktian disebut ilmu nazhari.
2. Setiap manusia memiliki fitrah mengakui kebenaran (bertuhan), indra untuk mencari
kebenaran, akal untuk mneguji kebenaran dan memerlukan wahyu untuk menjadi pedoman
menentukan mana yang benar dan mana yang tidak.
3. Keyakinan tidak boleh bercampur sedikit pun dengan keraguan. Sebelum sseorang sampai
ketingkat yakin (ilmu) dia akan mengalami lebih dahulu pertama: Syak. Yaitu sama kuat
antara membenarkan sesuatu atau menolaknya. Kedua: Zhar. Salah satu lebih kuat sedikit
dari yang lainnya karena ada dalil yang menguatkannya. Ketiga: Ghalabatuz zhan. Cenderung
lebih menguatkan salah satu karena sudah meyakini dalil kebenarannya. Keyakinan yang
sudah sampai ke tingkat ilmu inilah yang disebut dengan aqidah.
4. Aqidah harus mendatangkan ketenteraman jiwa.
5. Bila sesorang sudah meyakini suatu kebenaran, dia harus menolak segala sesuatu yang
bertentangan dengan kebenaran itu.
6. Tingkat keyakinan (aqidah) sesorang tergantung kepada tingkat pemahaman terhadap dalil.

Ada bebrapa istilah yang sering digunakan untuk menyebut ajaran aqidah ini, yaitu:

1. Aqidah.
Aqidah adalah ajaran pokok yang menjadi titik tolak dan kunci diterima ajaran-ajaran Islam
yang lain.
2. Tauhid.
Tauhid berasal dari kata wahhada-yuwahhidu-tauhida yang artinya “esa/tunggal”.
3. Ushuluddin.
Ushuluddin merupakan Bahasa Arab yang artinya pokok-pokok agama.
4. Fiqh akbar.
Fiqh akbar artinya pemahaman terbesar, atau pemahaman yang paling penting.

Ruang Lingkup Aqidah


Terkait hal ini, para ulama membagi ruang lingkup pembahasan aqidah kedalam 4 (empat) hal, yaitu:
1. Ilhiyat, yaitu pembahasanang berkenan denganmasalh ketuhanan utamanya pembahasan
tentang Allah SWT.
2. Nubuwat, yaitu pembahasan yang berkenan dengan utusan-utusan Allah SWT, yaitu para
anbi dan para rasul Allah SWT.
3. Ruhaniyat, yaitu pembahasan yang berkenan dengan makhluk gaib, seperti Jin, Malaikat,
dan Iblis.
4. Sam’iyyat, yaitu pembahasan yang berkenan dengan alam ghaib, seperti alam kubur, akhirat,
surga, neraka, dan lain-lain.

Di samping sistematika di atas, pembahasan aqidah bisa juga mengikuti arkanul iman, yaitu:

1. Iman Kepada Allah SWT


2. Iman Kepada Malaikat (termasuk pembahasan tentang makhluk rohani lainnya sewperti Jin,
Iblis, dan Syaithan).
3. Iman Kepada Kitab-Kitab Allah
4. Iman Kepada Nabi dan Rasul
5. Iman Kepada Hari Akhir
6. Iman Kepada Taqdir Allah

Sumber Aqidah Islam

Sumber aqidah Islam adalah Al-Qur’an dan sunnah. Artinya apa saja yang disampaikan oleh
Allah dalam Al-Qur’an dan oleh Rosulullah dalam sunahnya wajib diimani, yakni diyakini
dan diamalkan. Akal pikiran bukanlah menjadi sumber aqidah Isalam, tetapi hanya berfungsi
memahami nash-nash yang terdapat dalam kedua sumber tersebut. Itupun harus disadari oleh
suatu kesadaran bahwa kemampuan akal sangat terbatas, sesuai dengan terbatasnya
kemampuan semua makhluk Allah SWT.
1). Al-Qur’an, merupakan firman Allah SWT, yang diturunkan kepada Nabi Muhammad
SAW secara mutawatir, atau bertahap dalam rentang waktu kurang lebih 23 tahun meliputi
periode Mekkah dan Madinah. Al-Qur’an ini sebagai petunjuk bagi orang-orang yang diberi
petunjuk. Al-Qur’an berlaku umum bagi seluruh ummat manusia dan berlaku sepanjang
masa, tanpa bisa digeser oleh perkembangan zaman. Selain berisi tentang aqidah, Al-Qur’an
juga mencakup seluruh aspek kehidupan, seperti aspek ekonomi, politik, hukum dan budaya,
seni, ilmu pengetahuan dan lain-lain. Serta mencakup seluruh ruang lingkup kehidupan,
seperti kehidupan pribadi, keluarga, bermasyarakat, bernegara dan dunia internasional.
Al Iman Asy Syatibi mengatakan bahwa sesungguhnya Allah telah menurunkan syariat ini
kepada Rosul-Nya yang di dalamnya terdapat penjelasan atas segala sesuatu yang dibutuhkan
manusia tentang kewajiban dan peribadatan yang dipikulkan diatas pundaknya, termasuk di
dalamnya perkara aqidah. Allah menurunkan Al-Qur’an sebagai sumber hukum aqidah
karena Dia tahu kebutuhan manusia sebagai seorang hamba yang diciptakan untuk beribadah
kepadanya. Bahkan jika dicermati, akan banyak ditemui banyak ayat dalam Al-Quran yang
menjelaskan tentang aqidah, baik secara tersurat maupun tersirat.oleh karena itu, manjadi hal
yang wajib kita mengetahui dan memahami aqidah yang bersumber dari Al-qur’an karena
kitab mulia ini merupakan penjelasan langsung dari Rabb manusia, yang haq dan tidak
pernah sirna ditelan masa.
2). Sunnah merupakan segala sesuatu yang disandarkan kepada Nabi Muhammad SAW.
Entah itu perbuatan maupun ucapannya. Sama halnya seperti Al-Qur’an, sunnah ini
merupakan wahyu yang datang dari Allah, namun bukan dalam bentuk lafadz dari Nya.
Sunnah ini dilakukan oleh Rosulullah yang didasarkan pada perintah Allah. Seperti dalam
firman-Nya dalam QS. An-Najm:3-4, yang artinya, “dan dia (Muhammad) tidak berkata
berdasakan hawa nafsu, ia tidak lain merupakan wahyu yang diwahyukan. “Allah menjadikan
sunnah sebagai sumber hukum dalam agama. Seperti firman Allah dalam Al-Qur’an yang
artinya, “ Hai orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan taatilah Rosul (Nya), dan ulil
amri di antara kamu. Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu , maka
kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Qur’an) dan Rosul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu) dan lebih
baik akibatnya.” (QS. An Nisa :59).
Firman Allah diatas menunjukkan bahwa tidak ada pilihan lain bagi seorang muslim
untuk mengambil sumber-sumber hukum aqidah dari As-sunnah dengan pemahaman ulama.
Ibnu Qayyim juga pernah berkata “ Allah memerintahkan untuk mentaati-Nya dan mentaati
Rosul-Nya dengan mengulangi kata kerja (Taatilah) yang menandakan bahwa mentaati Rosul
wajib secara independen tanpa harus mencocokkan terlebih dahulu dengan Al-Qur’an, jika
beliau memerintahkan sesuatu. Hal ini dikarenakan tidak akan pernah ada pertentangan antara
Qur’an dan Sunnah.

Fungsi Aqidah

Aqidah bisa kita ibaratkan sebagai fondasi atau dasar untuk mendirikan bangunan.
Semakin tinggi bangunan yang akan didirikan, harus semakin kokoh pula fondasi yang
dibuat. Kalau fondasinya lemah, maka bangunan tersebut akan cepat ambruk. Seseorang yang
memiliki aqidah yang kuat, pasti akan melaksanakan ibadah dengan tertib, memiliki akhlak
yang mulia dan bermuamalat dengan baik. Ibadah seseorang tidak akan diterima oleh Allah
kalau tidak dilandasi dengan aqidah. Seseorang tidaklah dinamai berakhlak mulia bila tidak
memiliki aqidah yang benar. Itulah mengapa Rosulullah SAW selama 13 tahun periode
Mekkah memusatkan dakwahnya untuk membangun aqidah yang benar dan kokoh. Sehingga
bangunan islam dengan mudah bisa berdiri di periode Madinah dan bangunan itu
akan bertahan terus sampai hari akhir kimiat itu tiba atau terjadi.
Prinsi-prinsip Aqidah
1. Berserah diri kepada Allah dengan bertauhid
Orang yang berserah diri kepada Allah disebut dengan muwahid (ahli tauhid). Tauhid
merupakan perbuatan mengesakan Allah yang aplikasinya adalah dengan beribadah semata-
mata karena Allah, dan berserah diri kepada Allah. Orang yang menduakan Allah dalam
ibadahnya, maka disebut sebagai musyrik.

2. Taat Kepada Allah


Taat kepada Allah, disini berarti menjalankan semua perintah Allah. Seorang muslim
yang sejati, ketika ia mendengar perintah Allah, maka ia akan terus melaksanaan apa yang
diperintahkan oleh Allah.
3. Berlepas diri dari Syirik
Tidak cukup ia hanya beribadah kepada Allah saja, ia juga harus berlepas diri dari syirik
dan perilaku syirik. Prinsip seorang muslim adalah ia meyakini batilnya kesyirikan dan ia pun
mengkafirkan orang-orang musyrik. Seorang muslim harus membenci dan memusuhi mereka
karena Allah. Prinsip seorang muslim yaitu mencintai apa dan siapa yang Allah cintai dan
membenci apa dan siapa yang Allah benci.

https://mybloghaeppa.blogspot.com/2017/06/sumber-aqidah-islam_11.html

Anda mungkin juga menyukai